mesin pengayak metode empat batang scree

TUGAS AKHIR

PERANCAN ANGAN DAN PEMBUATAN ME ESIN PENGAYAK K DENGAN SISTEM MEKANI ISME

EMPAT BATANG

Oleh: DAUD FRENGKI

NIM: 1007033853

PROGR RAM STUDI TEKNIK MESIN DIII

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU

TUGAS AKHIR PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MESIN PENGAYAK DENGAN SISTEM MEKANISME EMPAT BATANG

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi DIII Teknik Mesin Universitas Riau

Oleh :

DAUD FRENGKI PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DIII FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir dengan judul “Perancangan danPembuatan Mesin Pengayak Dengan Sistem Mekanisme Empat Batang”

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Hiras Berezi NIM. 1007021596

Daud Frengki Nim. 1007033853

Program Studi Teknik Mesin D-III, Fakultas Teknik Universitas Riau Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada tanggal 31

Juli 2015 SUSUNAN TIM PENGUJI

Paraf Feblil Huda, ST., MT., Ph.D

Nama/NIP

Jabatan

Ketua

NIP. 19800219 200312 1 001 Yohanes, ST., MT

Sekretaris

NIP. 19690118 199702 1 001 Dedy Masnur, ST., M. Eng

Anggota

NIP. 19761207 200312 1 002 Warman Fatra, ST., MT

Anggota

NIP. 19720805 199903 1 003 Iwan Kurniawan, ST., MT

Anggota

NIP.19790524 200501 1 002

Menyetujui, Pembimbing

Yohanes, ST., MT.

NIP. 19690118199702 1 001

Mengetahui, Program Studi Teknik Mesin DIII Ketua,

Dedy Masnur, ST., M.Eng NIP. 19761207 200312 1002

HALAMAN PERNYATAAAN ORISINALITAS

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul: Perancangan dan Pembuatan Mesin Pengayak Dengan Sistem Mekanisme Empat Batangtidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pekanbaru, 31 Juli2015

Daud Frengki

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya dengan segenap kekuatan, kesempatan, serta ketabahan, dan ilmu pengetahuan penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik dan benar, sehingga selesai pada waktunya dengan judul “Perancangan Dan Pembuatan Mesin Pengayak Dengan Sistem Mekanisme Empat Batang”.Kertas karya ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.Md) di Jurusan Teknik Mesin DIII Fakultas Teknik Universitas Riau, yang bertujuan untuk membuat sebuah mesin pengayak yang berguna untuk mempermudah melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan pengayakan, baik bidang farmasi, pendidikan, makanan, industri, dan pada bidang lainnya.

Dalam pembuatan dan penyusunan kertas karya ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan maupun kesulitan yang dihadapi, namun berkat tekat yang kuat dari hati penulis, serta motivasi dan masukan-masukan maupun bantuan dari semua pihak, baik berupa moril maupun materil akhirnya semuanya dapat dihadapi dan diatasi dengan baik, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Yohanes ST.,MT.Selaku Pembimbing Tugas Akhir penulis dan Selaku Pembimbing Akademis Hiras Bereziyang terus memotivasi dan memberikan solusi untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Nazaruddin, ST., MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Riau.

3. Bapak Dedy Masnur, ST.,M.Eng. Selaku Ketua Program Studi DIII Teknik Mesin Universitas Riau.

4. Bapak Dr. Awalludin Martin, ST., M.T. Selaku Pembimbing Akademis Daud Frengki

5. Bapak Ir. Herisiswanto, MT., selaku kordinator tugas akhir Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Riau.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Teknisi Laboratorium Teknik Mesin Universitas Riau yang telah memberikan ilmu dan pengajaran kepada penulis selama perkuliahan.

7. R. Hutapeadan N. Nababan sebagai orang tua yang telah bersusah payah merawat, membesarkan, menyekolahkan dengan penuh kesabaran mendidik semasa kecil hingga dewasa terlebih memberikan semangat, motivasi dan iringan doa selama mengikuti program diploma serta sebagai sumber nasehat dalam hidup penulis.

8. Josua Dwimensan dan Sri Chahyani Agustina,sebagai saudara kandung yang telah memberikan dukungan moril, dan semangat yang tiada hentinya kepada penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

9. Sahabat dan teman-teman penulis selama masa perkuliahan khususnya Hawari, Sadikin, Jefri.N, Hiras B, Ripal, Arif.R, Hendra, Buha, Alza, Rischi Waldi, Rizky Hidayat, Nohendra, Sofyan, kepada abang angkatan 2009, 2008 dan adik-adik angkatan 2011, serta teman-teman lain yang tidak bisa namanya disebutkan satu persatu terimakasih atas perhatian dukungan dan motivasi selama ini

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan kertas karya ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.

Pekanbaru, 31 Juli 2015

Daud Frengki

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI DAN PENGGUNAAN ALAT TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Riau, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Daud Frengki NIM

: 1007033853 Program Studi

: Teknik Mesin D3 Departemen

: Universitas Riau Fakultas

: Fakultas Teknik Jenis Karya

: Tugas Akhir dan Alat

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Riau Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Right) atau karya ilmiah saya yang berjudul: Perancangan Dan Pembuatan Mesin Pengayak Dengan Sistem Mekanisme Empat Batangbeserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif Universitas Riau berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di

Yang Menyatakan:

(Daud Frengki)

Perancangan dan Pembuatan Mesin Pengayak dengan Sistem Mekanisme Empat Batang Daud Frengki

Laboratorium Teknologi Produksi Program Studi Teknik Mesin D3, Fakultas Teknik Universitas Riau

ABSTRAK

Kebutuhan manusia terhadap mesin pengayak sangatlah penting didalam kehidupan sehari-hari, karena alat ini mempermudah kinerja manusia dalam hal memisahkan butiran halus dan kasar sesuai dengan keinginan. Seiring kebutuhan manusia semakin meningkat terhadap alat ini, jenisnya, seperti pada bidang material, farmasi, makanan dan banyak lagi. Seperti pada bidang makanan tepung terigu diayak secara bertahap dan sedikit demi sedikit dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Dari hasil pembuatan dan uji coba alat pengayak tepung terigudengan mesh 200 menggunakan motor AC tipe DOL250-2, dengan waktu 5 menit dan putaran 229 rpm untuk mengayak tepung terigu seberat 500 gr menghasilkan produksi rata-rata 93,3 gr, dengan pengujian sebanyak tiga kali. Sedangkan pengayakan terigu seberat 500 gr dengan cara manual dan waktu 5 menit menghasilkan produksi rata-rata 53,3 gr, dengan pengujian sebanyak tiga kali. Kata Kunci: mesin, terigu, pasir, pengayakan, mesh

Designing and SievesMachine with System Four Rods Mechanism Daud Frengki

Production Technology Laboratory

Diploma Program Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, University of

Riau

ABSTRACT

The human need for sieving machine is very important in everyday life, because these tools facilitate human performance in terms of separating the fine and coarse grains liking. As the growing human needs for these tools, type, as in the field of materials, pharmaceuticals, food and more. As in the field of food sifted flour gradually and little by little by using a very simple equipment. From the results of the manufacturing and testing tool mesh sieve flour with 200 uses AC motor types DOL250-2, with a time of 5 minutes and a round of 229 rpm to sift flour weighing 500 gr produce an average yield of 93.3 g, with testing of three times. While sifting flour weighing 500 grams with manual and within 5 minutes to produce an average yield of 53.3 g, with a test three times.

Keywords: machine, flour, sand, sifting, mesh

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Tanah Liat Menggunakan Mesin ............................. 110 Tabel 4.2 Hasil Pengujian Tanah Liat Dengan Proses Manual ......................... 110 Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tepung Terigu Menggunakan Mesin ...................... 111 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Tepung Terigu Dengan Proses Manual .................. 111

DAFTAR NOTASI

Gaya pada poros

r p mm

Jari-jari pilu

n 1 Rpm

Putaran motor

Ω rad/s

Kecepatan sudut

Daya rencana

f c - Faktor koreksi P

Daya yang ditransmisikan

Putaran poros yang digerakan Dp

n 2 Rpm

Diameter puli besar Dp

mm

Diameter puli kecil Lp

mm

Panjang sabuk Cp

mm

Jarak sumbu poros Po

mm

Kw

Daya yang ditransmisikan Ɵ o Sudut kontak puli

Faktor koreksi puli

Kecepatan linier sabuk Ws

V m/s

Berat sabuk

G 2 m/s Grafitasi

r Dp mm

Jari-jari puli besar

Gaya sentrifugal sabuk

Fa N

Gaya tarik sisi kencang sabuk

Fb N

Gaya tarik sisi kendor sabuk

A mm

Luas penam[ang sabuk

2 N/mm Tegangan tarik

Gaya tarik efektif τ

f ef N

b Kg/mm Kekuatan tarik b Kg/mm Kekuatan tarik

Diameter poros T

mm

Kg.mm

Momen torsi

f n - Faktor kecepatan

f h - Faktor umur bantalan Cor

Kg

Beban nominal dinamis

Umur nominal bantalan ∆ l

L h Jam

mm

Pertambahan panjang

Vc m/min

Kecepatan potong

Kecepatan makan Tc

Vf mm/min

Waktu pemotongan Z 3 cm /min

Menit

Kecepatan penghasil geram

d 0 mm

Diameter luar poros

d i mm

Diameter dalam poros

A mm

Kedalaman potong

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian, dapat dipisahkan antara partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang tertinggal diayakan (butiran kasar). Ukuran butiran tertentu yang masih bisah melintas ayakan, dinyatakan sebagai butiran batas(Voigt, 1994). Pengayakan umumnya terbagi dua jenis yaitu pengayakan manual dan pengayakan mekanik. Pengayakan manual, dilakukan dengan memaksa bahan melewati lubang ayakan, umumnya dilakukan dengan bantuan bilah kayu atau bilah bahan sintetis. Sekelompok partikel dinyatakan memiliki tingkat kehalusan tertentu jika seluruh partikel dapat melintas dari lebar lubang yang sesuai (artinya tanpa sisa diayakan). Sedangkan, pada pengayak secara mekanik (pengayak getar, guncang atau kocokan) dilakukan dengan bantuan mesin, yang umumnya mempunyai satu set ayakan dengan ukuran lebar lubang standar yang berlainan. Bahan yang didalam ayakan, akan bergerak-gerak diatas ayakan, berdesakan melalui lubang kemudian terbagi menjadi fraksi-fraksi yang berbeda-beda (Irma, 2012).

Kebutuhan manusia terhadap mesin pengayak sangatlah penting didalam kehidupan sehari-hari, karena alat ini mempermudah kinerja manusia dalam hal memisahkan bulir-bulir halus dan kasar sesuai dengan keinginan. Seiring kebutuhan manusia semakin meningkat terhadap alat ini, seperti pada bidang material, farmasi, makanan, pendidikan dan lain-lain (Irma, 2012).

Contoh seperti pada bidang pendidikan, terutama pada perkuliahan proses pengayakan sangat sering dilakukan pada saat melakukan penelitian atau pun pada saat praktikum. Tetapi masih mengayak secara manual, sehingga memperlama kegiatan penelitian dan praktikum, serta lebih cepat lelah. Maka dari itu penulis berfikir membuat mesin pengayak agar mempermudah manusia melakukan proses pengayakkan (Irma, 2012).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pelaksanaan Tugas Akhir ini yaitu :

1) Merancang dan membuat mesin pengayak dengan sistem mekanisme empat batang.

2) Mengukur kemampuan alatdalam memproduksi dengan waktu 5 menit dan kapasitas 500 gr dengan putaran 229 rpm.

3) Membandingkan kemampuan alat dalam memproduksi dengan hasil produksi pengayakan secara manual.

1.3 Manfaat

Manfaat yang akan didapatkan setelah melakukan pembuatan Tugas Akhir ini yaitu :

1) Menambah ilmu penerapan teknologi dalam perancangan dan pembuatan teknologi tepat guna terutama dalam teknologi terbarukan.

2) Menghasilkan mesin pengayak dengan sistem mekanisme empat batangdengan skala lab yang lebih mudah dalam penggunaannya.

3) Mempercepat, mempermudah dan menghemat waktu dalam proses pemisahan material yang halus dan kasar.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada Tugas Akhir ini adalah:

1) Mesin pengayak dengan sistem mekanisme empat batang skala laboratorium dengan kapasitas 500 gr.

2) Ayakan yang digunakan dengan ukuran mesh 200

3) Dalam perancangan dan pembuatan mesin pengayak dengan sistem mekanisme empat batang ini, bahan yang diayak adalah tepung dan sejenis abu yang diayak menjadi butiran-butiran halus dengan ukuran kurang lebih 200 mesh.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam laporan tugas akhir ini adalah: Bab I Pendahuluan Bab ini berisi tentang hal-hal yang melatar belakangi penulisan laporan, tujuan tugas akhir, manfaat, batasan masalah dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang teori dasar yang mendasari perancangan dan pembuatan mesin pengayak dengan sistem mekanisme empat batang.

Bab III Metodologi Bab ini berisi tentang tahapan-tahapan yang dilalui pada proses perancangan dan langkah-langkah kerja pembuatan mesin kombinasi pelubang dan penekuk pelat, serta alat-alat dan bahan yang dipergunakan dalam perancangan dan pembuatan mesin pengayak dengan sistem mekanisme empat batang.

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab ini berisikan tentang komponen mesin, prosedur pengoperasian dan data hasil pengujian mesin pengayak dengan sistem mekanisme empat batang.

Bab V Simpulan dan Saran Bab ini berisikan simpulan dan saran. Simpulan mengenai perancangan,

pembuatan serta hasil pengujian alat, serta saran mengenai kekurangan alat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengayakan

Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran, yang akan dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Dengan demikian dapat dipisahkan antara partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang tertinggal di ayakan (butiran kasar). Ukuran butiran tertentu yang masihdapat melintasi ayakan dinyatakan sebagai butiran batas (Voigt, 1994).

Pengayakan merupakan pemisahan berbagai campuran partikel padat yang mempunyai berbagai ukuran bahan dengan menggunakan ayakan. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran yang seragam. Dengan demikian pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metoda pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan (Irma, 2012).

2.2 Teknik Pengayakan

Pengayakan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan. Metode ini memiliki dua teknik yang dapat diaplikasikan dalam pembuatan sediaan farmasi, yaitu teknik pengayakan manual dan teknik pengayakan mekanik. Berikut adalah penjelasan mengenai teknik pengayakan manual dan teknik pengayakan mekanik(Irma, 2012).

2.2.1 Teknik Pengayakan Manual

Pada pengayakan manual, bahan dipaksa melewati lubang ayakan, umumnya dengan bantuan batang kayu atau bahan-bahan sintetis atau dengan sikat. Beberapa jenis produk memuat spesifikasi ayakan denagn lebar lubang Pada pengayakan manual, bahan dipaksa melewati lubang ayakan, umumnya dengan bantuan batang kayu atau bahan-bahan sintetis atau dengan sikat. Beberapa jenis produk memuat spesifikasi ayakan denagn lebar lubang

Teknik pemisahan ini merupakan teknik manual, teknik ini dapat dilakukan untuk campuran heterogen khususnya campuran dalam fasa padat. Proses pemisahan didasari atas perbedaan ukuran partikel didalam campuran tersebut. Sehingga ayakan memiliki ukuran pori atau lubang tertentu, ukuran pori dinyatakan dalam satuan mesh, contoh ayakan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Sebagai contoh sederhana kita dapat lakukan pemisahan pasir dari sebuah campuran pasir dan batu kerikil, menggunakan ayakan yang porinya cukup halus(Irma, 2012).

Gambar 2.1 Saringan Dengan Metode Pengayakan Manual

Pengayakan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium(Irma, 2012).

Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu :

1) Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).

2) Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize)

Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang berukuran tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka perlu dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang yang di atas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus. Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering(Irma, 2012).

2.2.2 Teknik Pengayakan Secara Mekanik

Pengayakan secara mekanik (pengayakan getaran, guncangan, atau kocokan) dilakukan dengan bantuan mesin, yang umumnya mempunyai satu set ayakan dengan ukuran lebar lubang standar yang berlainan(Irma, 2012).

Suatu ayakan terdiri dari bingkai ayakan dan jaringan ayakan dalam hal ini dikenal dengan istilah mesh. Mesh adalah istilah yang menyatakan jumlah bukaan per inci liniear dari permukaan ayakan (Brown,1950). Biasanya jaringan tersebut dilengkapi dengan peralatan lain sesuai dengan jenis ayakan, misalnya pada ayakan goyang bingkai ayakan dihubungkan dengan batang penggerak ke roda gerak(Irma, 2012).

2.3 Standar Ayakan

Teknik pengayakan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan dalam pembuatan suatu sediaan farmasi. Untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan maka terdapat beberapa standar ayakan yang biasanya digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Standar ayakan yang akan dibahas kali ini adalah Standar Amerika, Standar Tyler dan Standar menurut United States Pharmacopeia ( USP )(Irma, 2012).

Mengayak adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel karena murah, sederhana, dan cepat dengan variasi yang sedikit antara para operator. Meskipun limit bawah dari pemakaian biasanya diperkirakan sebesar 50 mikron, ayakan mikromesh dapat digunakan untuk memperpanjang batas bawah sampai 10 mikron(Irma, 2012).

Sebuah ayakan terdiri dari suatu panci dengan dasar kawat kasar dengan lubang – lubang segi empat. Di Amerika Serikat digunakan dua standar ayakan. Yaitu skala standar Tyler didasarkan pada ukuran lubang (0,0029”) pada kasa yang mempunyai 200 lubang pada setiap 1 inci linear, yaitu 200-mesh. Skala Standar Amerika yang dianjurkan oleh Biro Standar Nasional umumnya menggunakan perbandingan, tetapi didasarkan pada lubang 1 mm (18-mesh). Kedua ayakan standar ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel2.1Rancangan dan Dimensi Ayakan Menurut Standar Amerika dan Standar Tyler

Standar Amerika Standar Tyler Mikron

Mesh 5660

Mesh Mikron

Tabel 2.1Rancangan dan Dimensi Ayakan Menurut Standar Amerika danStandar Tyler (Sambungan)

Standar Amerika Standar Tyler Mikron

Mesh 297

Mesh Mikron

2.4 Motor Listrik

Untuk mengayak suatu material memerlukan gerak yang konstan maju dan mundur pada rel nya. Maka dibutuhkan motor untuk mendapatkan gerak yang konstan tersebut, motor yang digunakan adalah motor induksi satu fasa yang menggunakan kapasitor. Kontruksi sebuah motor kapasitor yang mirip dengan motor fasa belah,hanya pada jenis kapasitor ini ditambah satu unit kapasitor. Motor kapasitor bekerja untuk tegangan AC satu fasa dan umumnya banyak digunakan utuk pompa air,refrigerator,compressor udara dan lainnya. Tempat Untuk mengayak suatu material memerlukan gerak yang konstan maju dan mundur pada rel nya. Maka dibutuhkan motor untuk mendapatkan gerak yang konstan tersebut, motor yang digunakan adalah motor induksi satu fasa yang menggunakan kapasitor. Kontruksi sebuah motor kapasitor yang mirip dengan motor fasa belah,hanya pada jenis kapasitor ini ditambah satu unit kapasitor. Motor kapasitor bekerja untuk tegangan AC satu fasa dan umumnya banyak digunakan utuk pompa air,refrigerator,compressor udara dan lainnya. Tempat

Gambar 2.2Motor Listrik

Konstruksi motor induksi satu fasa hampir sama dengan motor induksi fasa banyak, yaitu terdiri dari dua bagian utama yaitu stator dan rotor. Keduanya merupakan rangkaian magnetik yang berbentuk silinder dan simetris. Diantara rotor dan stator ini terdapat celah udara yang sempit.

Stator merupakan bagian yang diam sebagai rangka tempat kumparan stator terpasang. Bagian ini terdiri atas : inti stator, kumparan stator dan alur stator. Motor induksi satu fasa dilengkapi dengan dua kumparan stator yang dipasang terpisah, yaitu kumparan utama atau sering disebut dengan kumparan berputar dan kumparan bantu yang sering disebut dengan kumparan start.

Rotor merupakan bagian yang berputar. Bagian ini terdiri atas inti rotor, belitan rotor dan alur rotor. Terdapat dua jenis rotor yaitu rotor belitan (wound rotor ) dan rotor sangkar(squirrel cage rotor).

Daya motor yang diperlukan dapat ditentukan dengan Persamaan 2.1 (Sularso, 1997).

= (2.1) Untuk menghitung momen puntir dan kecepatan sudut, dapat digunakan Persamaan 2.2 dan Persamaan 2.3 (Sularso, 1997).

Keterangan: T : Momen rencana ( Kg.mm) : Daya rencana ( kW ) : Putaran poros (rpm)

: Kecepatan sudut (rad/s) : Putaran motor (rpm)

: Jari-jari (mm) atau

(2.3) Mendapatkan daya yang direncanakan digunakan Persamaan 2.4 (Sularso,

Keterangan: : Daya rencana yang dibutuhkan (W) . : Faktor Koreksi

P : Daya Motor (W)

Untuk menentukan faktor koreksi daya yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Sularso, 1997).

Tabel 2.2Fakor-faktor Koreksi Daya yang akan Ditransmisikanf c

Daya yang akan ditransmisikan

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2-2,0

Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1,2

Daya normal 1,0-1,5

2.5 Batang Penghubung

Batang penghubung digunakan pada sebagian peralatan mekanik untuk mencapai proses atau gerakan tertentu. Mekanisme semacam ini terdiri dari batang-batang yang bergerak relatif satu terhadap yang lain, dalam hal ini batang penghubung yang digunakan adalah batang penghubung dengan mekanisme empat batang (for bar mechanism).

Mekanisme empat batang itu yaitu batang penghubung yang terdiri dari empat batang (link) yang dihubungkan oleh sambungan-sambungan (joint) sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya gerakan relatif diantara batang-batang yang ada.

Mekanisme empat batang dapat dibedakan menjadi tiga jenis, dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Kimbrell, J.T 1991)

1) crank rocker mechanism,

2) double rockermechanism

3) drag link mechanism

b Gambar 2.3 (a) Crank Rocker Mechanism (b) Double Rocker Mechanism(c)

Drag Link Mechanism Drag Link Mechanism

Drag Link Mechanism (Sambungan)

Untuk menghitung kecepatan sudut pada mekanis empat batang dengan Persamaan 2.5 (A.R Holowenko, 1955)

= 2 2 (2.5) Tegak lurus ke garis − , dan seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4 b

! = ! (2.6) Kecepatan sudut penghubung 3 dalam arah putaran jam seperti ditunjukkan dalam

Gambar 2.4 e " = ! /$ (2.7) Kecepatan sudut penghubung 4 kearah melawan putaran jam % = ! / % $ (2.8)

Gambar 2.4Arah Kecepatan Relatif ( Sumber: A.R Holowenko, 1955)

Gambar 2.4Arah Kecepatan Relatif (Sambungan) ( Sumber: A.R Holowenko, 1955)

2.6 Bantalan

Bantalan merupakan elemen mesin yang berfungsi untuk menumpu poros yang diberi beban, dengan demikian putaran mesin dapat bergerak dengan baik. Pada dasarnya bantalan dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu berdasarkan arah beban terhadap poros, dan berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros (Kurniawan, 2011)

A Berdasarkan A Arah Beban Terhadap Poros

1) Bantalan radial al (Beban Putar) Arah beban ya yang ditumpu bantalan ini adalah sejajar denga gan sumbu poros. Untuk lebih jelasnya d a dapat melihat Gambar 2.5.

G Gambar 2.5Bantalan Radial / Beban Putar (Sumber: Kurniawan, 2011)

2) Bantalan aksia sial (Beban Tekan) Arah beban y yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus rus dengan sumbu poros. Untuk lebih jel jelasnya dapat melihat Gambar 2.6.

Gambar 2.6Bantalan Aksial / Beban Tekan Ga

(Sumber: Kurniawan, 2011)

B Berdasarkan g gerakan bantalan terhadap poros

1) Bantalan luncu cur (Sliding Contact Bearing) Untuk jenis y yang bantalan luncur mendapat gesekan y yang besar dan biasanya dipasang pad ada poros engkol dan mampu memikul beban n yang besar.

Jenis dan fungsi dari bantalan luncur:

a. Bantalan luncur silinder penuh, digunakan untuk poros-poros yang ukuran kecil berputar lambat dan beban ringan.

b. Bantalan inside, digunakan untuk poros dengan beban yang sering berubah, misalkan bantalan poros engkol dari poros-poros presisi.

c. Bantalan luncur sebagian, digunakan untuk poros yang berputar lambat, beban berat tetapi tidak berubah-ubah. Misalkan bantalan pada mesin- mesin perkakas kepala cekam.

d. Bantalan bukan logam, digunakan untuk leher-leher poros yang memerlukan pendingin zat cair dan tidak mendapat beban berat. Pada lapisan juga berfungsi sebagai pelumas, bahan lapisan yang digunakan yaitu karet, plastik dan ebonit.

e. Bantalan luncur tranlasi, digunakan untuk blok-blok luncur gerak lurus, seperti blok luncur pada batang torak mesin uap dan blok luncur pada mesin produksi.

2) Bantalan gelinding (RollingContact Bearing/Anti Frictiont) Pada bantalan ini, terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dan bagian yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol, dan rol bulat. Bantalan gelinding mendapat gesekan yang kecil dan biasanya dipasang pada poros lurus dan tidak untuk beban yang besar. Jenis-jenis bantalan gelinding adalah sebagai berikut ini (Sularso, 1997)

a. bantalan bola radial alur dalam garis tunggal,

b. bantalan bola radial magneto,

c. bantalan bola kontak sudut baris tunggal,

d. bantalan roda radial alur dalam garis ganda,

e. bantalan rol silinder baris tunggal,

f. bantalan rol kerucut baris tunggal,

g. bantalan rol bulat,

h. bantalan rol jarum,

i. bantalan bola aksial satu arah, i. bantalan bola aksial satu arah,

Keseluruhanny nya dari bantalan dapat dilihat pada Gamb mbar 2.7(Sularso, 1997).

Ga Gambar 2.7 Jenis-jenis Bantalan Gelinding (Sumber: Sularso 1997)

Untuk menghi hitung beban ekivalen yang terjadi pada banta ntalan radial dapat dihitung dengan Persa rsamaan 2.8 (Sularso, 1997). P = XVFr+ Y YF a (2.8) Pembebanan c n cincin luar yang berputar.Nilai-nilai X dan n Y terdapat pada Tabel 2.3 (Sularso, 19 1997). Umur nominal nal L (90% dari jumlah sampel, setelah berputa tar 1 juta putaran, tidak akan memper perlihatkan kerusakan karena kelelahan ge gelinding) dapat ditentukan melaului P i Persamaan 2.9 sampai Persamaan 2.11.

Jika C menyatakan beban nominal dinamis spesifik (Tabel 2.4) dan P beban ekuivalen dinamis, maka faktor kecepatan f n untuk bantalan bola dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.9 (Sularso, 1997)

f n =   (2.9)

Selanjutnya dapat dihitung juga faktor umur dan umur nominal bantalan bola dengan menggunakan Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 (Sularso, 1997).

Tabel 2.3Faktor-faktor V, X, Y, dan X0, Y0 Jenis

E Baris Baris ganda Bantalan

Baris ganda

putar

tunggal pada

X 0 Y 0 X 0 Y 0 Bantalan F a / =0,014

C 0 bola alur =0,028

Α Bantalan o =20 1 1,2 0,43 1,00 1 1,09 0,70 1,63 0,57 0,5 0,42 1 0,84 bola o =25

0,38 0,76 sudut o =30

0,33 0,66 =35 o

Tabel 2.4Pemilihan B Bantalan Radial

&'(

f h = f n ) (2.10)

h = 500 (f h ) (2.11)

2.7 Sabuk

Sabuk V terbu rbuat dari bahan karet dan mempunyai penam mpang trapesium, atau bahan lain seper perti tenunan tetoron atau semacamnya diperg ergunakan sebagai inti sabuk untuk mem mbawa tarikan yang besar, dapat dilihat padaG Gambar 2.8.

Sabuk berfung ngsi sebagai penerus putaran motor terhadap p poros yang lain dengan menghubungk gkannya melalui puli.

Gambar 2. 8Konstruksi Sabuk V (Sumber: Sularso, 1997)

Pada Gambar ar 2.9, diberikan berbagai proporsi penampang ang sabuk V yang umumnya digunakan. n.

G Gambar 2.9Ukuran Penampang Sabuk V (Sumber: Sularso, 1997)

Atas dasar d daya rencana dan putaran poros pengger erak, penampang sabuk V yang sesuai d i dapat dipilih dari Gambar 2.10.

G Gambar 2.10Diagram Pemilihan Sabuk V (Sumber: Sularso, 1997)

Dalam merenc ncanakan penggunaan sebuah sabuk, haruslah ah memperhatikan jenis sabuk yang aka kan digunakan dan perhitungan panjang sabu buk. Dapat dilihat pada Gambar 2.11, , puli penggerak B dan puli yang digerak akkan A, dengan

diameter nominal d p dan D d p (Sularso, 1997).

Gam mbar 2.11Perhitungan Panjang Keliling Sabuk uk (Sumber: Sularso, 1997)

Jarak sumbu u poros C dan panjang sabuk L dapat din inyatakan dengan Persamaan 2.12 samp pai Persamaan 2.13. Rentang nominal jara rak sumbu poros (L. Mott, 2004)

+ , - . - 3/+ + , , 24 , < (2.12) Menentukan panjang g keliling sabuk (L. Mott, 2004)

Menentukan jarak sum umbu poros (Sularso, 1997)

.1 = : (2.14) Keterangan : ; = 20 − − 3,14 /+ , 24 , < (2.15) Keterangan :

L = Panjang sa sabuk (mm)

C = Jarak sum mbu poros (mm)

d p = Diameter ter puli pertama (mm)

D p = Diameter er puli kedua (mm)

Gambar 2.12 Sudut Kontak pada Puli (Sumber: Sularso, 1997)

Pada Gambar ar 2.12dapat dilihat sudut kontak yang ter terjadi pada puli, melalui Persamaan 2. 2.16. Menentukan sudut ko kontak (Sularso, 1997)

C C3 @ 9? @ A = 180 = − & (2.16)

Kapasitas daya aya yang diperoleh, harus dikalikan dengan fak aktor koreksi yang bersangkutan, K θ sepe perti yang diperlihatkan pada Tabel 2.5(Sularso rso, 1997).

Menentukan besarnya ya daya yang akan ditransmisikan (Shigley, 19 1989),

= 3+ , . = D. = D. > −I J−. " 3+ , .=−. % 3KLM > + , . =N 2 =

EH > ..E H

F (2.17)

Besarnya nilai lai konstanta yang digunakan untuk persamaa aan nilai daya C 1 ,

C 2 , C 3 dan C 4 dapa pat dilihat pada Tabel 2.6. Kemudian besarn arnya nilai faktor perbandingan kecepa epatan yang digunakan untuk persamaan d daya K A dapat diperoleh pada Tabel el 2.7.

Tabel 2.5Faktor Koreksi (Sumber: Shigley, (1989)

O PQ −O PR Sudut kontak puli kecil Faktor koreksi

T U 0,00

Tabel 2.6Konstanta yang Digunakan untuk Persamaan Nilai Daya (Sumber: Shigley, (1989)

Penampang sabuk

A -4 0,8542 1,342 2,436(10) 0,1703

B -4 1,506 3,520 4,193(10) 0,2931

C -4 2,786 9,788 7,460(10) 0,5214

D -3 5,922 34,72 1,522(10) 1,064

E -3 8,642 66,32 2,192(10) 1,532

Tabel 2.7Faktor Perbandingan Kecepatan Yang Digunakan Untuk Persamaan Daya (Sumber: Shigley, 1989)

Batas D/d

1,00 sampai 1,01 1,0000 1,02 sampai 1,04 1,0112 1,05 sampai 1,07 1,0226 1,08 sampai 1,10 1,0344 1,11 sampai 1,14 1,0463 1,15 sampai 1,20 1,0586 1,21 sampai 1,27 1,0711 1,28 sampai 1,39 1,0840 1,40 sampai 1,64 1,0972 diatas 1,64

Menentukan jumlah sabuk yang akan digunakan (Sularso, 1997) ) V= W

X .F Y

Menghitung kecepatan sabuk(Sularso, 1997) Z= .

.> (2.19) Gaya tarikan sabuk tambahan (Tc) akibat gaya sentrifugal

Keterangan : ^ : Berat sabuk (N) Z : Kecapatan linier sabuk M : Gravitasi (m/ _ )

r : Jari-jari (mm)

Menghitung gaya tarikan sabuk pada sisi kencang(F 1 )

` =a− (2.21)

Keterangan : a : Tegangan tarik ( V / bb <

: Luas penampang sabuk (mm)

Menghitung gaya tarikan sabuk pada sisi kendor (F 2 )

` =c d.e 5

5 = h i.Y (2.22) Jika tar ikan pada sisi tarik dan sisi kendor berturut-turut adalah F 1 dan F 2 maka besarnya gaya tarikan efektif, F ef untuk menggerakkan puli yang digerakkan dapat menggunakan Persamaan 2.23.

hj = > − (2.23)

2.8 Puli

Puli berfungsi sebagai tempat kedudukan sabuk saat melakukan proses kerja dalam meneruskan putaran motor. Puli mempunyai diameter yang bermacam-macam seperti diperlihatkan pada Tabel 2.8(Sularso, 1997).

Tabel 2.8 Diameter Minimum Puli yang Diizinkan dan Dianjurkan (mm)

Penampang

300 450 Diameter min. yang dianjurkan

Diameter min. yang diizinkan

Kemudian untuk menghitung perbandingan puli dan kecepatan dapat dihitung dengan Persamaan 2.24(Sularso, 1997). (2.24)

Untuk menentukan sifat beberapa bahan dasar sabuk, dapat dilihat dari Tabel 2.9.Tegangan tarik izin sabuk, berdasarkan bahan yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 2.10, kemudian untuk menentukan nilai koefisien gesek bahan sabuk, dapat menggunakan Tabel 2.11 (J. Stolck, 1996)

Tabel 2.9Sifat Bebera erapa Bahan Dasar Sabuk (Sumber : J J. Stolck, 1996)

Tabel 2.10Tegangan n Tarik Izin Sabuk (Sumber : r : J. Stolck, 1996)

Bahan

k k c dari

F q maks l maks

2 N/mm 2 N/mm

-3 2 k m =n

/detik /detik

,10 . l

N/mm 2

30 sutera dan rami

45 hevaloid (latex)

25 0,50 11,5 - hevaloid (bahan

50 - buatan)

extramultus 20 *)

Tabel 2.11Koefisien n Gesek Bahan Sabuk

2.9 Poros

Poros adalah s h salah satu bagian yang terpenting dari setiap iap mesin. Hampir semua mesin meneru ruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. n. Peranan utama dalam transmisi seper erti itu dipegang oleh poros.

Poros juga m merupakan komponen untuk memindahkan n tenaga mekanik dari salah satu elemen en mesin ke elemen mesin lainnya. Dalam ha hal ini poros akan memindahkan putara ran dari motor penggerak melalui suatu pe pemindah tenaga seperti sabuk.

Untuk mengh ghitung ukuran poros, perlu diketahui berapa pa besarnya daya yang akan dipindahka kan dan putaran pada saat daya itu dipindahkan an.

1) Jenis-jenis Poros os (Sularso, 1997) Poros untuk men eneruskan daya diklasifikasikan menurut perbed bedaannya:

a. Poros transmis isi Poros ini men endapat beban puntir murni atau puntir dan le lentur, daya yang ditransmisikan an keporos ini melalui kopling, roda gigi, puli li, dan sabuk.

b. Poros spindel Poros ini rela elatif pendek dibandingkan dengan poros tr transmisi, beban utama poros in ini berada pada puntiran.

c. Poros gandar Poros gandar ar merupakan salah satu jenis poros yang di dipasang diantara roda- roda, dim dimana tidak mendapat beban puntir.

2) Tahapan perencanaan poros Untuk menentukan faktor keamanan bahan poros dapat dilihat pada Tabel

2.12 (Sularso, 1997).

Tabel 2.12Faktor Keamanan Poros

Factor keamanan

Keterangan

Sf 1 6,0 Untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan baja paduan

Sf 2 1,3 - 3,0 Poros dibuat alur pasak atau bertangga

Untuk menentukan tegangan izin yang terjadi pada poros dapat digunakan Persamaan 2.26 (Sularso, 1997).

s r t ` = u (2.25)

vg .u v8

Nilai kekuatan tarik ( a ! ) untuk batang baja karbon untuk konstruksi mesin

dan baja yang difinis dingin untuk poros (Sularso, 1997), dapat dilihat pada Tabel

Tabel 2.13Batang Baja Karbon untuk Konstruksi Mesin dan Baja yang Difinis Dingin untuk Poros(Sumber : Sularso 1997)

Standar dan

Kekuatan tarik Keterangan Macam 2 panas (kg/mm )

Lambang

Perlakuan

48 konstruksi mesin

Baja karbon

(JIS G 4501)

Batang baja yang

53 Ditarik dingin, difinis dingin

S35C-D

Penormalan

S45C-D

60 digerinda,

S55C-D

72 dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut

Untuk menghitung diameter izin poros yang dipengaruhi oleh momen puntir dan momen lentur, menggunakan Persamaan 2.26.

Dimana: ds = Diameter poros (mm) T = Momentorsi (kg.mm)

a = Tegangangeser (kg/mm )

Untuk menentukan angka faktor koreksi kejut dan lelah untuk momen lentur K m dan faktor koreksi kejut dan lelah untuk momen puntir K t dapat dilihat dari Tabel 2.14 (Sularso, 1997) berikut ini:

Tabel 2.14Faktor Koreksi Poros

Faktor Koreksi

Keterangan

1.5 Pembebanan momen lentur yang tetap

1.5 - 2.0 Beban dengan tumbukan ringan 2–3

Beban dengan tumbukan berat

1.0 Jika beban dikenakan secara halus 1.0-1.5 Jika terjadi sedikit kejutan dan tumbukan

1.5-3.0 Jika terjadi kejutan dan tumbukan besar

2.10 Kopling

Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana putaran inputnya akan sama dengan putaran outputnya. Tanpa kopling, sulit untuk menggerakkan elemen mesin sebaik-baiknya. Dengan adanya kopling pemindahan daya dapat dilakukan dengan teratur dan seefisien mungkin. Kopling ada beberapa jenis, dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kopling adalah:

1) Mampu menahan adanya kelebihan beban.

2) Mengurangi getaran dari poros penggerak yang diakibatkan oleh gerakan dari elemen lain.

3) Mampu menjamin penyambungan dua poros atau lebih.

4) Mampu mencegah terjadinya beban kejut. Untuk perencanaan sebuah kopling kita harus memperhatikan kondisi-kondisi sebagai berikut:

1) Kopling harus mudah dipasang dan dilepas

2) Kopling harus dapat mentransmisikan daya sepenuhnya dari poros

3) Kopling harus sederhana dan ringan

4) Kopling harus dapat mengurangi kesalahan hubungan pada poros Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis:

1) Kopling Tetap

2) Kopling Tak Tetap

2.10.1 Kopling Tetap

Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa terjadi slip), dimana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis lurus atau dapat sedikit berbeda sumbunya. Kopling tetap selalu dalam keadaan terpasang, untuk memisahkannya harus dilakukan pembongkaran. Kopling tetap terbagi atas 4 yaitu:

1) Kopling kaku Kopling kaku dipergunakan bila kedua poros harus dihubungkan sumbu segaris, dan dipakai pada poros mesin dan transmisi umum di pabrik-pabrik, kopling ini terdiri atas :

a) Kopling bus.

b) Kopling flens kaku.

c) Kopling flens tempa

2) Kopling luwes Kopling luwes (fleksibel) memungkinkan adanya sedikit ketidaklurusan sumbu poros yang terdiri atas:

a) Kopling flens luwes

b) Kopling karet ban

c) Kopling karet bintang

d) Kopling gigi

e) Kopling rantai

3) Kopling universal Kopling universal digunakan bila kedua poros akan membentuk sudut yang cukup besar, terdiri dari:

a) Kopling universal hook

b) Kopling universal kecepatan tetap Kopling universal digunakan bila poros penggerak dan poros yang digerakkan membentuk sudut yang cukup besar.

4) Kopling Fluida Penerusan daya dilakukan oleh fluida sehingga tidak ada hubungan antara kedua poros. Kopling Fluida sangat cocok untuk mentransmisikan putaran tinggi dan daya yang besar. Keuntungannya adalah getaran dari sisi penggerak dan tumbukan dari sisi beban tidak saling diteruskan. Demikian pula pada waktu terjadi pembebanan lebih, penggerak mula tidak akan terkena momen yang akan melebihi batas kemampuan, dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.13Macam-Macam Kopling

Gambar2.14Macam-Macam Kopling Fluida

2.10.2 Kopling Tidak Tetap

Kopling tidak tetap adalah kopling yang digunakan untuk menghubungkan poros penggerak dan poros yang digerakkan dengan putaran yang sama saat meneruskan daya. Kopling juga dapat melepaskan hubungan kedua poros tersebut dalam keadaan diam maupun berputar tanpa harus menghentikan putaran dari poros penggerak.

Kopling tak tetap meliputi:

1) Kopling cakar, terdiri dari:

a. Kopling cakar hollow

b. Kopling cakar spiral

Gambar 2.15Dua Macam Kopling Tidak Tetap

c. Kopling Kerucut

Gambar 2.16Kopling Kerucut

d. Koplingfriwil

Gambar 2.17Kopling Friwil

2) Kopling pelat, terdiri dari:

a) Menurut jumlah pelatnya: Kopling pelat tunggal Kopling pelat banyak

b) Menurut cara pelayanannya: Kopling pelat cara manual Kopling pelat cara hidrolik Kopling pelat cara pneumatik

c) Menurut pelumasannya: Kopling pelat kering

Kopling pelat basah

Gambar 2.18Penggolongan Kopling Menurut Kerja

Secara umum kopling pelat adalah kopling yang menggunakan satu pelat atau lebih yang dipasang diantara kedua poros serta membuat kontak dengan Secara umum kopling pelat adalah kopling yang menggunakan satu pelat atau lebih yang dipasang diantara kedua poros serta membuat kontak dengan

2.11 Pengelasan

Berdasarkan definisi dari Deutche Industries Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam yang menggunakan energi panas.

Dalam pengertian lain, las adalah penyambungan dua buah logam sejenis maupun tidak sejenis dengan cara memanaskan (mencairkan) logam tersebut di bawah atau di atas titik leburnya, disertai dengan atau tanpa tekanan dan disertai atau tidak disertai logam pengisi.

Berdasarkan cara kerjanya, pengelasan diklasifikasikan menjadi tiga kelas utama yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian.

1) Pengelasan cair adalah metode pengelasan dimana bagian yang akan disambung dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik ataupun busur gas.

2) Pengelasan tekan adalah metode pangalasan dimana bagian yang akan disambung dipanaskan sampai lumer (tidak sampai mencair), kemudian ditekan hingga menjadi satu tanpa bahan tambahan.

3) Pematrian adalah cara pengelasan dimana bagian yang akan disambung diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair yang rendah.

2.11.1 Klasifikasi Las Berdasarkan Sambungan Dan Bentuk Alurnya

1) Sambungan Las Dasar Sambungan las pada konstruksi baja pada dasarnya dibagi menjadi sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar di atas terjadi 1) Sambungan Las Dasar Sambungan las pada konstruksi baja pada dasarnya dibagi menjadi sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar di atas terjadi

Gambar 2.19Jenis-Jenis Sambungan Dasar (Sumber : Wiryosumarto H, 1994, 157)

2) Sambungan Tumpul Sambungan tumpul adalah jenis sambungan las yang paling efisien, sambungan ini terbagi menjadi dua yaitu:

a) Sambungan penetrasi penuh

b) Sambungan penetrasi sebagian Sambungan penetrasi penuh terbagi lagi menjadi sambungan tanpa pelat pembantu dan sambungan dengan pelat pembantu. Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan jaminan sambungan.

Pada dasarnya dalam pemilihan bentuk alur harus mengacu pada penurunan masukan panas dan penurunan logam las sampai harga terendah yang tidak menurunkan mutu sambungan.

3) Sambungan bentuk T dan bentuk silang Sambungan bentuk T dan bentuk silang ini secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, seperti pada Gambar 2.20, yaitu: 3) Sambungan bentuk T dan bentuk silang Sambungan bentuk T dan bentuk silang ini secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, seperti pada Gambar 2.20, yaitu:

b) Jenis las sudut Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin ada bagian batang yang menghalangi, hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.

Gambar 2.20Macam-Macam Sambungan T

(Sumber : Wiryosumarto H, 1994: 159)

4) Sambungan Tumpang Sambungan tumpang dibagi menjadi tiga jenis seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.21. Sambungan Tumpang dikarenakan sambungan jenis ini tingkat koefisiennya rendah, maka jarang sekali jarang sekali digunakan untuk pelaksanaan sambungan konstruksi utama.

Gambar 2.21Sambungan Tumpang

(Sumber : Wiryosumarto H, 1994: 160)

5) Sambungan Sisi Sambungan sisi dibagi menjadi dua (seperti ditunjukan pada Gambar 2.22), yaitu:

a) Sambungan las dengan alur Untuk jenis sambungan ini pelatnya harus dibuat alur terlebih dahulu.

b) Sambungan las ujung Sedangkan untuk jenis sambungan ini pengelasan dilakukan pada ujung pelat tanpa ada alur. Sambungan las ujung hasilnya kurang memuaskan, kecuiali jika dilakukan pada posisi datar dengan aliran listrik yang tinggi. Oleh karena itu, maka pengelasan jenis ini hanya dipakai untuk pengelasan tambahan atau pengelasan sementara pada pengelasan pelat-pelat yang tebal.

Gambar 2.22Sambungan Sisi

(Sumber : Wiryosumarto H, 1994: 161)

6) Sambungan Dengan Pelat Penguat Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitusambungan dengan pelat penguat tunggal dan sambungam dengan pelat penguat ganda seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.23 Sambungan jenis ini mirip dengan sambungan tumpang, maka sambungan jenis ini pun jarang digunakan untuk penyambungan konstruksi utama.

Gambar 2.23Sambungan Dengan Penguat

(Sumber : Wiryosumarto H, 1994: 161)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan las, oleh karena itu penyambungan dalam proses pengelasan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:

1) Benda yang dilas tersebut harus dapat cair atau lebur oleh panas.

2) Bahwa antara benda-benda padat yang disambungkan tersebut terdapat kesesuain sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau meninggalkan sambungan tersebut.

3) Cara-cara penyambungan harus sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan dari penyambungannya.

2.11.2 Macam-macam Posisi Pengelasan

Posisi pengelasan ditentukan berdasarkan jenis elektroda yang digunakan serta jenis arus dan polaritas, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.24 sampai Gambar 2.26.

a) Posis datar (flat)

Gambar 2.24 Pengelasan dengan Posisi Datar (Pratama, 2007) Gambar 2.24 Pengelasan dengan Posisi Datar (Pratama, 2007)

Gambar 2.25 Pengelasan dengan Posisi Horizontal dan Vertikal (Sumber: Pratama, 2007)

c) Posisi atas kepala

Gambar 2.26Pengelasan pada Posisi Overhead ( Sumber: Pratama, 2007)

2.11.3 Elektroda Polaritas Pengelasan

Faktor-faktor yang penting dalam pemilihan elektroda yang sesuai dengan pekerjaan adalah:

a) Jenis logam yang akan dilas

b) Tebal logam yang akan dilas

c) Posisi pengelasan

d) Bentuk kampuh benda kerja

e) Kekuatan hasil pengelasan

Diameter elek ektroda yang akan digunakan biasanya lebih ih kecil dari tebal pelat yang akan dilas. as. Pemilihan elektroda berdasarkan diametern rnya, dapat dilihat pada Tabel 2.15. Tabel 2.15 Besar Arus Da s Dalam Amper dan Elektroda (Bintoro, 1997)

Keterangan: - E menyatakan elek lektroda

- Dua angka setelah ah E (misalnya 60 atau 70) menyatakan kekua uatan tarik defosit las dalam ribuan lb 2 lb/inchi

- Angka ketiga sete telah E menyatakan posisi pengelasan, angka ka 1 untuk segala posisi dan angka 2 2 untuk posisi mendatar dan bawah tangan. - Angka keempat se setelah E menyatakan jenis selaput dan jenis a s arus yang cocok dipakai untuk peng ngelasan.

Jumlah elektro troda yang akan digunakan dalam pembuatan n mesin pengayak sistem mekanis emp pat batang dapat dihitung menggunakan P Persamaan 2.32, (Bintoro, 1997):

2.11.4 Perhitungan Adapun Perh rhitungan kekuatan las, seperti pada rumus us di bawah ini Tegangan Total: (Ach chmad Z, 1999: 59)

A pengelasan .L pengelas lasan =

A elektroda .L elektroda. . L elektroda

(t 2 p .l p ).L pengelasan = (¼ . π . De ).L pengelasan .L elektroda (2.27)

(t p .l p ).L pengelasan

L elektroda =

(¼ . π . De ).i p

Keterangan : l elektroda = Jumlah elektroda L pengelasan = Panjang pengelasan

A pengelasan = Tinggi pengelasan

A 2 elektroda = Luas permukaan elektroda (¼ . π. De )

I p = Lebar pengelasan t p = Tinggi pengelasan

i p = Panjang elektroda De = Diameter elektroda

2.12 Proses Pemesinan

2.12.1 Mesin Bubut

Mesin bubut adalah salah satu mesin perkakas yang dirancang untuk menghasilkan benda kerja atau benda jadi yang berbentuk silindris. Dengan cara kerja benda kerja berputar searah jarum jam ataupun berlawanan arah jarum jam. Sedangkan pahat bergerak searah sumbu x dan z, dapat dilihat pada Gambar 2.27.

Gambar 2.27Mesin Bubut Gambar 2.27Mesin Bubut

mesin yang berbentuk silindris yang dikerjakan dengan mesin bubut. Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata dengan benda kerja yang berputar dengan satu pahat bermata potong tunggal kemudian gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja , dapat dilihat pada Gambar 2.28 (Sumber : Widarto,2008).

b. Proses yang Dilakukan Dalam Pembubutan (Sumber : Widarto, 2008):