MAKALAH FIQIH MUAMALAHASURANSIOLEH:SOPAN SOPIAN152115042MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM

MAKALAH
FIQIH MUAMALAH

ASURANSI

OLEH:

SOPAN SOPIAN
152115042

MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2012

Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat

Allah

SWT. Atas segala karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Teriring pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW. Amin.
Dalam makalah ini kami uraikan mengenai Kerjasama Ekonomi. Kami
menyusun makalah ini sangat berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang
budiman sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang
akan datang.
Semoga kehadiran makalah ini dapat oumemberi mamfaat bagi kita semua
dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar.

Mataram, April 2013

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini bahaya, kerusakan, dan kerugian adalah kenyataan
yang harus dihadapi manusia di dunia. Sehingga kemungkinan terjadi

resiko dalam kehidupan khususnya kehidupan ekonomi. Tentu saja ini
membutuhkan persiapan sejumlah dana tertentu sejak dini.
Oleh karena itu, banyak orang mengambil cara dan sistem untuk
dapat menghindari resiko kerugian dan bahaya tersebut di antaranya
adalah asuransi.
Asuransi merupakan sebuah sistem untuk mengurangi kehilangan
finansial dengan menyalurkan resiko kehilangan dari seseorang atau
perusahaan ke lainnya. Apabila resiko yang tak terduga itu menimpa salah
seorang dari mereka yang menjadi anggota, maka kerugian akan
ditanggung bersama.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Asuransi ?
B. Apa Dasar Huukum Asuransi ?
C. Apa Saja Macam-macam Asuransi ?
D. Bagaimana Pendapat Ulama Tentang Asuransi ?
E. Apa Saja Manfaat dan Risiko Asuransi ?
C. TUJUAN
A. Mengetahui Pengertian Asuransi.
B. Mengetahui Dasar Huukum Asuransi.
C. Mengetahui Apa Saja Macam-macam Asuransi.

D. Mengetahui Pendapat Ulama Tentang Asuransi.
E. Mengetahui Apa Saja Manfaat dan Risiko Asuransi.

BAB II
PEMBAHASAN
ASURANSI
A.

PENGERTIAN ASURANSI
Menurut pasal 264 Wetboek van Koophandel (kitab Undang-undang

Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan
dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas
akan terjadi.1
Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi
syariah setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu
dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang
disebut Tabarru’. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan resiko (risk

transfer) di mana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan
pembagian resiko (risk sharing) di mana para peserta saling menanggung
kemudian akad yang digunakan dalam asuransi syariah harus selaras dengan
hukum islam (syariah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar gharar
(penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), di
samping itu investasi dana harus pada objek yang halal-thoyyibah bukan barang
haram dan maksiat.2

1

H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Grafndd Persada, 2011).
Andri Sdemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Prenada
Media , 2012), hlm. 245
2

B.

DASAR HUKUM
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur


dalam beberapa tempat, antara lain dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD), UU No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, PP No. 63 Tahun
1999 tentang Perubahan atas Pp No.73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan
Usaha Perasuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur Asuransi Sosial yang
diselenggarakan oleh BUMN Jas Raharja (Asuransi Sosial Kecelakaan
Penumpang), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja), dan Askes (Asuransi Sosial
Pemeliharaan Kesehatan).
Sedangkan asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara khusus
dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi /
perusahaan reasuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen
Lembaga keuangan No. 4499 /LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan
Investasi perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah
dan beberapa keputusan Menteri Keuangan (KMK), yaitu KMK No.
422/KMK.06/2003 tentang penyelenggaraan Usaha perusahaan Asuransi; KMK
No. No. 424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan Asuransi dan
perusahaan Reasuransi; dan KMK No. 426/KMK.06/2003 tentang perizinan
Usaha dan kelembagaan perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi.
Di samping itu, perasuransikan syariah di Indonesia juga diatur di dalam
beberapa


fatwa

DSN-MUI

antara

lain

Fatwa

DSN-MUI

No.

21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Umum Asuransi syariah. Fatwa DSN
MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada
Asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad
Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No.
53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi
Syariah.

C.

MACAM-MACAM ASURANSI

Asuransi yang terdapat pada negara-negara di dunia bermacam-macam
pula suatu yang diasuransikan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini macam-macam
asuransi yaitu :
1. Asuransi Timbal Balik
Maksud dengan asuransi timbal balik adalah beberapa orang memberikan
iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau
melepaskan beban seseorang dari mereka saat mendapatkan kecelakaaan.
Jika uang yang dikumpulkan tersebut telah habis, dipungut lagi iuran yang
baru untuk persiapan selanjutnya.
2. Asuransi Dagang
Asuransi Dagang yaitu beberapa manusia yang senasib bermupakat dalam
mengadkan pertanggungjawaban bersama untuk memikul kerugian yang
menimpa salah seorang anggota mereka. Apabila timbul kecelakaan yang
merugikan salah seorang anggota kelompoknya yang telah berjanji itu
seluruh orang yang bergabung dalam perjanjian tersebut memikul beban
kerugian itu dengan cara memungut derma (iuran) yang telah di tetapkan

atas dasar kerjasama untuk meringankan teman semasyarakat.
3. Asuransi Pemerintah
Asuransi Pemerintah adalah menjamin pembayaran harga kerugian kepada
siapa saja yang menderita di waktu terjadinya suatu kejadian yang
merugikan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintah
menanggung kekurangan yang ada karena uang yang dipungut sebagai
iuran dan asuransi lebih kecil dari pada harga pembayaran kerugian yang
harus diberikan kepada penderita diwaktu kerugian itu terjadi. Asuransi
pemerintah dilakukan secara obligator atau paksaan dan dilakukan oleh
badan-badanyang telah ditentukanuntuk masing-masing keperluan.
4. Asuransi Jiwa
Maksud Asuransi Jiwa adalah asuransi atas jiwa orang-orang yang
mempertanggungjawabkan atas jiwa orang lain, penanggung (surador)
berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebut

namanya dalam polis apabila yang mempertanggujawabkan (yang
ditanggung) meninggal dunia atau suddah melewati masa-masa tertentu.

5. Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan
Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan adalah asuransi dengan

keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas keruusakan-kerusakan
diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan, atau
asuransi atas penyakit-penyakit tertentu. Asuransi ini banyak dilakukan
oleh

buruuh-buruh

industri

yang

menghadapi

bermacam-macam

kecelakaan dalam menunaikan tugasnya.
6. Asuransi terhadap bahaya-bahaya Pertanggujawaban Sipil
Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya Pertanggujawaban Sipil adalah
asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, sepertii asuransi rumah,
perusahaan, mobil, kapal udara, kapal laut motor, dan yang lainnya.

Di RPA asuransi mengenai mobil dipaksakan.
D.

PENDAPAT ULAMA TENTANG ASURANSI
Pada umumnya, alasan-alasan para ulama yang menentang praktik

asuransi antara lain:
1. Asuransi adalah perjanjian pertaruhan dan merupakan perjudian semata-mata
(maysir).
2. Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti (gharar).
3. Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk merendahkan
iradat Allah.
4. Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak
mengetahui beberapa kali byaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya
sampai ia mati.
5. Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang telah dibayar oleh
tertanggung dalam bentuk jaminan berbunga. Dalam asuransi jiwa apabila

tertanggung mati, dia akan mendapatkan bayaran yang lebih dari jumlah uang
yang telah dibayar. Ini adalah riba (faedah atau bunga).

6. Bahwa semua perniagaan asuransi berdasarkan riba dilarang dalam islam.3
Oleh karenanya, sebagian ulama dapat menerima kehadiran asuransi
dengan menghilangkan unsur gharar, maysir dan ribanya.
Para ulama Indonesia dalam hal ini menerima asuransi berdasarkan hasil
Fatwa DSN MUI No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah
(Ta’min, Takafful, atau tadhanum) adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk dan/
atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai
dengan syariah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan),
maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan
maksiat.
E.

MANFAAT DAN RISIKO ASURANSI
1.

Manfaat
a.

Rasa aman dan perlindungan. Peserta asuransi berhak memperoleh
klaim (hak peserta asuransi) yang wajib di berikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Klaim tersebut akan
menghindarkan peserta asuransi dari kerugian yang mungkin timbul.

b. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil. Semakin besar
kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan semakin besar kerugian
yang

mungkin

ditimbulkannya

makin

besar

pula

premi

pertanggungannya. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan
3

Ibrahim Lubis, Ekonomi islam suatu pengantar (Jakarta: Kalam Mulia, 1995),
hlm. 440. Muhammad Muslehuddin, asuransi Dalam Islam (Jakarta: Bumu
Aksara, 1995), hlm. 123. Sayid Sabiq, fqh as-sunnah (Beirut: )Dar al-Fikr,
1995), Jilid II, hlm. 89. Abu Zahra, Buhus f ar-Riba (Beirut: Dar al-Buhus alIlmiyah, 1970), hlm. 56. Andri Sdemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah
(Jakarta: Prenada Media , 2012), hlm. 253.

asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita
untuk asuransi jwa dan tabel mortabilita untuk asuransi kesehatan,
dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
c.

Berfungsi sebagai tabungan. Kepemilikan dana pada asuransi syariah
merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah
untuk mengelolanya secara syariah. Jika pada masa kontrak peserta
tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan
diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukkan
dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah
diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).

d. Alat penyebaran risiko. Dalam asuransi syariah risiko dibagi bersama
para peserta sebagai bentuk saling tolong-menolong dan membantu di
antara mereka.
e.

Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi
akan melakukan investasi sesuai dengan syariah atas suatu bidang
usaha tertentu.

2.

Risiko

1.

Risiko murni
Risiko murni berarti bahwa ada ketidakpastian terjadi suatu kerugian
atau dengan kata lain hanya ada peluang merugi dan bukan suatu
peluang keuntungan. Risiko murni adalah suatu riisiko yang bila
terjadi akan memberikan dan apabila tidak terjadi, tidak menimbulkan
kerugian akan tetapi juga tidak memberikan keuntungan. Contoh,
mobil yang dikendarai mungkin tertabrak. Apabila suatu mobil yang
diasuransikan dan kemudian tertabrak, maka bagi pemilik akan
mengalami kerugian. Namun bila hal tersebut tidak terjadi si pemilik
tidak rugi dan tidak pula mendapatkan keuntungan. Dalam operasinya
perusahaan asuransi selalu berhadapat dengan jenis risiko murni ini.

2.

Risiko investasi

Risikoo investasi adalah investasi yang berkaitan dengan terjadinya
dua kemungkinan, yaitu peluang mengalami kerugian finansial atau
peluang memperoleh keuntungan. Perbedaan risiko mjurni dan risiko
investasi adalah dalam risiko murni kerugia terjadi atau tidak akan
terjadi sama sekali. Sedangkan dalam risiko investasi kemungkinan
terjadi kerugian atau keuntungan. Misalnya dalam melakukan
investasi saham di bursa efek, dan sebagainya. Fluktuasi harga saham
akan dapat menyebabkan terjadinya kerugian atau keuntungan.
3.

Risiko individu
Risiko individu ini dapat dibagi lagi menjadi 3 macam risiko, yaitu :
a. Risiko pribadi (personal risk)
Risiko pribadi adalah risiiko yang memmengaruhi kapasitas atau
kemampuan seseorang memperoleh keuntungan. Contoh risiko
seseorang yang mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya
kapasitas seseorang mendapatkan keuntungan yang mungkin dapat
disebabkan oleh mati muda, uzur, cacat fisik, dan kehilangan
pekerjaan.
b. Risiko harta (property risk)
Risiko harta adalah risiko terjadinya kerugian keuangan apabila
kita memiliiki suatu benda atau harta yaitu adanya peluang harta
tersebut untuk hilang, dicuri, atau rusak. Hilangnya suuatu harta
benda berarti suatu kerugian finansial. Kehilangan suatu harta
bbenda dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu:
a)

Kerugian langsung, yaitu apabila harta seseorang hilang atau
rusak, maka akan terjadi suatu kerugian finansial karena
kehilangan nilai harta tersebut dan uang yang diinvestasikan
di dalamnya berikut segala biaya yang digunakan.

b) Kerugian tidak langsung, yaitu apabila terjadinya kerugian
asal, misalnya kehilangan mobil, maka kerugian tidak
langsungnya adalah pengeluaran uang atau biaya tambahan
akibat biaya transpor yang lebih mahal. Contoh lain, bila

rumah seseorang roboh karena gempa bumi, maka kerugian
langsungnya adalah kehilangan rumah, lalu kerugian tidak
langsungnya adalah pengeluaran sewa rumah.
c. Risiko tanggung gugat (liability risk)
Risiko tanggung gugat adalah risiko yang mungkin dialami
sebagai tanggung jawab akibat merugikan pihak lain. Jika
seseorang menanggung kerugian orang lain, maka dia harus
membayarnya, sehingga hal ini merupakan kerugian fanansial.
3.

Risiko yang Dapat Diasuransikan (Insurable Risk)

1.

Loss-Unexpected ( kerugian-tidak terduga )
Risiko yang dapat diasuransikan harus berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya kerugian ( loss ). Kerugian tersebut ada yang dapat diukur
dan dipastikan waktu dan tempatnya dan ada yang tidak. Oleh karena
itu, terjadinya kerugian haruslah merupakan kecelakaan atau karena di
luar kontrol atau kemampuan seseorang dan bukan hal yang dapat
direncanakan. Contoh sifat insurable risk akibat terjadi kerugian yang
tidak diperkirakan adalah:
a. Mengasuransikan kerugian dari kemungkinan terbakarnya rumah
tempat tinggal.
b. Mengasuransikan tanaman / panen deri serangan hama / bencana
alam.

2.

Reasonable ( beralasan )
Risiko yang diasuransikan adalah benda yang memiliki nilai.
Mengasuransikan pulpen yang hanya nilai Rp. 1000,- sudah jelas tidak
dapat dipenuhi karena pengurusan, beaya polis yang disebabkan oleh
kemungkinan seringnya pulpen tersebut hilang akan mengakibatkan
pembayaran klaim dan biaya polis yang lebih mahal daripada nilai
barang yang diasuransikan.

3.

Catastrophic ( kemungkinan bencana besar )

Risiko yang diasuransikan haruslah tidak akan menimbulkan suatu
kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar
pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu
yang bersamaan yang disebabkan oleh suatu bencana. Contohnya
adalah menerima pertanggungan semua rumah yang dibangun di suatu
wilayah berpantai yang sering dilanda gelombang pasang, badai, dan
topan yang dapat merobohkan dan menghancurkan semua rumah.
Atau seorang yang meninggal dunia tidak akan menyebabkan sebuah
perusahaan menjadi pailit.
4.

Homogeneous ( sama/serupa)
Barang yang diasuransikan haruslah homogen dalam arti ada banyak
barang yang serupa atau sejenis. Oleh karena itu, jika ingin
mengetahui besarnya kemungkinan kerugian suatu benda, maka harus
ada

jenis

yang

serupa

sebagai

bahan

perbandingan

untuk

memperkirakan kerugian yang mungkin terjadi tersebut. Jadi
sekiranya objek yang diasuransikan merupakan suatu yang tidak
umum, maka tidak menjadi insurable risk. Di samping itu, objek yang
diasuransikan harus dapat dinilai dengan uang.

BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Menurut pasal 264 Wetboek van Koophandel (kitab Undang-undang

Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan
dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas
akan terjadi.
Asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi
syariah setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu
dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang
disebut Tabarru’.
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur
dalam beberapa tempat, antara lain dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD. Sedangkan asuransi syariah masih terbatas dan belum diatur secara
khusus dalam undang-undang.
Macam-macam asuransi yaitu: Asuransi Timbal Balik, asuransi dagang,
asuransi pemerintah, asuransi jiwa, asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan,
asuransi terhadap bahaya-bahaya Pertanggujawaban Sipil.
sebagian

ulama

dapat

menerima

menghilangkan unsur gharar, maysir dan ribanya.

kehadiran

asuransi

dengan

DAFTAR PUSTAKA



Soemitra, Andri, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada
Media , 2012).
Suhendi, Hendi , Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).