STUDI TENTANG LELANG EKSEKUSI TERHADAP BENDA SITAAN YANG MENDAPAT PERLAWANAN (VERZET) DARI TERSITA (Studi Kasus Perkara Nomor : 39Pdt.Plw2008PN.Klt.)

STUDI TENTANG LELANG EKSEKUSI TERHADAP BENDA SITAAN YANG MENDAPAT PERLAWANAN (VERZET) DARI TERSITA (Studi Kasus Perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt.)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh Novrizal Ibnu Murwandono NIM. E0006191 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi) STUDI TENTANG LELANG EKSEKUSI TERHADAP BENDA SITAAN YANG MENDAPAT PERLAWANAN (VERZET) DARI TERSITA (Studi Kasus Perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt.)

Oleh Novrizal Ibnu Murwandono NIM. E0006191

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juni 2010 Dosen Pembimbing

Harjono, S.H., M.H. NIP. 196101041986011001

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi) STUDI TENTANG LELANG EKSEKUSI TERHADAP BENDA SITAAN YANG MENDAPAT PERLAWANAN (VERZET) DARI TERSITA (Studi Kasus Perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt.)

Oleh Novrizal Ibnu Murwandono NIM. E0006191

Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari

: Selasa Tanggal : 6 Juli 2010 DEWAN PENGUJI

1. Th. Kussunaryatun, S.H., M.H. : ...................................... Ketua

2. Syafrudin Yudowibowo, S.H., M.H. : ...................................... Sekretaris

3. Harjono, S.H., M.H. : ...................................... Anggota

Mengetahui Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.

NIP.196109301986011001

PERNYATAAN

Nama : Novrizal Ibnu Murwandono NIM : E0006191

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

STUDI TENTANG LELANG EKSEKUSI TERHADAP BENDA SITAAN YANG MENDAPAT PERLAWANAN (VERZET) DARI TERSITA (Studi

Kasus Perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 7 Juni 2010 yang membuat pernyataan

Novrizal Ibnu Murwandono NIM. E0006191

ABSTRAK

Novrizal Ibnu Murwandono, E 0006191. STUDI TENTANG LELANG EKSEKUSI TERHADAP BENDA SITAAN YANG MENDAPAT PERLAWANAN (VERZET) DARI TERSITA (Studi Kasus Perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt.). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai, aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah yang mendapatkan perlawanan

perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt., dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus perkara perlawanan Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. ditinjau dari Hukum Acara Perdata Indonesia.

dari tersita dalam

Penelitan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian hukum ini, yaitu menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer berupa Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt., Burgerlijk Wetboek dan Herziene Inlandsch Reglement (HIR). Bahan hukum sekunder berupa dokumen, buku-buku, laporan, arsip, makalah, dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Bahan hukum tersier berupa data dari internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu dengan cara studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan metode silogisme dan interpretasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah yang mendapatkan perlawanan dari tersita dalam perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. adalah Pasal 207 HIR/Pasal 225 RBg, Pasal 195 ayat (1) HIR, Pasal 196 HIR, Pasal 197 ayat (1) HIR, Pasal 200 ayat (1) HIR/Pasal 216 ayat (1) RBg, Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908 : 189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad : 1941 : 3, Peraturan Menteri Keuangan RI No. 40/PMK. 07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan SK Menteri Keuangan Nomor : 06/KM.06/UP.11/2007 tertanggal 3 Mei 2007 serta Surat Tugas dari Kepala KPKNL Surakarta Nomor : ST-332/WKN.09/KP.02/2008 tanggal 1 Agustus 2008. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus perkara perlawanan Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. telah sesuai dengan aturan Hukum Acara Perdata Indonesia. Gugatan perlawanan ditolak untuk seluruhnya, karena pelawan tidak dapat membuktikan dalil guna menangguhkan lelang eksekusi, meskipun dalam pemeriksaan perkara perdata perlawanan seharusnya diperiksa dan diputus terlebih dahulu sebelum eksekusi dijalankan.

Kata kunci : perlawanan, sita eksekusi, eksekusi.

ABSTRACT

Novrizal Ibnu Murwandono, E 0006191. A STUDY OF EXECUTION AUCTION ON CONFISCATED OBJECT GETTING OPPOSITION (VERZET) FROM THE CONFISCATED (A Case Study on Case Number : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt). Law Faculty of Sebelas Maret University.

This research aims to study and to answer problem about the law ordinances underlying the auction of land execution opposed by the confiscated in the case Number : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. The rationale of judge’s deliberation of Klaten First Instance Court in deciding the opposition case Number : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. viewed from Indonesian Civil Code.

This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature. The data type employed was secondary one. The secondary data source employed included primary and secondary law materials. The primary law material included the Decision of Klaten First Instance Court Number : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt., Burgerlijk Wetboek and Herziene Indlandsch Reglement (HIR). The secondary law materials included documents, books, reports, archives, papers, and literatures relevant to the problem studied. The tertiary law material is data from network. Technique of collecting data used was library study, the secondary data collection. Technique of analyzing data used was syllogism and interpretation.

Considering the result of research and discussion, the following conclusions can be drawn. The laws underlying the auction of land execution opposed by the confiscated in the case Number : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt are Articles 207 HIR/225 RBG, 195 clause (1) HIR, 196 HIR, 197 clause (1) HIR, 200 clause (1) HIR/216 clause (1) RBg, Vendu Reglement, Ordonantie February 28, 1908 Staatsblad 1908 : 189 as amended for several times and finally amended with Staatsblad : 1941: 3, RI’s Financial Minister No. 40/PMK. 07/2006 about the Instruction of Auction Organization and Financial Minister’s Decision Number : 06/KM.06/UP.11/2007 dated May 3, 2007 as well as Instruction of Surakarta KPKNL Principal Number : ST-332/WKN.09/KP.02/2008 on August 1, 2008. The rationale of judge’s deliberation of Klaten First Instance Court in deciding the opposition case Number : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. has been consistent with the Indonesian Civil Code. The opposition indictment is rejected as a whole, because the opponent cannot prove the proposition to delay the execution auction, although in civil law of practise opposition should be investigated and decided prior to the execution run.

Keywords : opposition, execution confiscation, execution.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur atas kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini dengan baik. Penulisan hukum ini membahas mengenai aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah yang mendapatkan perlawanan dari tersita dalam perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. dan dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus perkara perlawanan Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. ditinjau dari Hukum Acara Perdata Indonesia.

Penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat memberikan referensi mengenai bahan yang terkait. Penulisan hukum ini tidak lepas dari bantuan yang telah diberikan oleh pihak lain kepada penulis, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

3. Bapak Syafrudin Yudo Wibowo S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji Penulisan Hukum;

4. Bapak Harjono S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing dan Penguji Penulisan Hukum, yang telah membimbing penulis hingga penulisan hukum ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Ibu Th. Kussunaryatun, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji Penulisan Hukum;

6. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku Ketua Pengelola Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

7. Para dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta di semua bagian untuk ilmu yang tak akan terputus, semoga berguna bagi penulis;

8. Bapak Santun Simamora, S.H., M.Hum., selaku Ketua Pengadilan Negeri Klaten;

9. Bapak Jaka M. Nur Hasan, S.H., selaku Kepala Kepaniteraan Muda Bagian Hukum Pengadilan Negeri Klaten;

10. Bapak Murtiman, B.A. dan Ibu Rajinem sebagai orang tua yang selalu memberikan dukungan dan memenuhi kebutuhan baik lahir maupun batin bagi penulis dalam menempuh pendidikan;

11. Temanku Chandra, Amriza, Hendro, Vera, Fafa, Tina, Octavia, Sophie, teman-teman MCC Pers 2010, Yolanda FC dan Cassava FC yang selalu solid dalam menjaga persahabatan. Salam semangat dan sukses selalu untuk kita;

12. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2006 yang senantiasa menjaga persahabatan dengan baik;

13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas semua bantuan yang telah diberikan.

Semoga Penulisan Hukum ini bermanfaat bagi pihak yang membaca, menjadi referensi dan dicatat sebagai amal kepada penulis dan seluruh pihak yang telah membantu sampai selesainya penyusunan Penulisan Hukum ini. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

B. Pembahasan ................................................................................... 53

1. Aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah

yang mendapatkan perlawanan dari tersita dalam perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. ......................................... 53

2. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus

Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. ditinjau dari Hukum Acara Perdata Indonesia ................................................................................ 62

perkara

perlawanan

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................ 71

B. Saran .............................................................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR BAGAN

Bagan Kerangka Pemikiran .............................................................................. 39

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Interaksi terjalin karena kebutuhan hidup manusia sangat beragam. Hubungan antara manusia satu dengan lainnya tidak hanya menyangkut aspek kemanusiaan, sosial dan budaya serta aspek-aspek yang lain, tetapi menyangkut pula aspek hukum. Naluri mempertahankan hidup membuat manusia berpikir untuk mengatur hubungannya dengan individu yang lain. Interaksi antar sesama manusia, baik individu maupun kelompok kadang disertai dengan perjanjian diantara mereka. Perjanjian yang didasarkan atas hukum sangatlah penting, karena menyangkut hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian.

Hukum perjanjian di Indonesia masih menggunakan produk pemerintah Hindia Belanda. Peraturan mengenai perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Pasal 1313 KUHPerdata memuat tentang pengertian perjanjian. Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka (open system) , artinya bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan syarat-syaratnya, pelaksanaannya dan bentuk perjanjian itu, baik tertulis maupun lisan (Salim HS, 2005 : 1). Para pihak diperkenankan untuk mengadakan perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian dan prinsip kebebasan untuk membuat perjanjian. Pelaksanaan perjanjian menjadi pokok masalah penting setelah disepakati dan mengikat para pihak. Perjanjian melahirkan prestasi dan kontraprestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak.

Contract law is conventionally understood to be uncorcerned with fault. In the influential words of the Restatement : Contract liability is strict liability. It is an accepted maxim that pacta sunt servanda, contracts are to be kept. The obligor is therefore liable in damages for breach of contract even if he is without fault and even if circumstances have made the contract more burdensome or less desirable than he had anticipated (Eric A. Posner, 2009 : 8).

Hukum kontrak biasanya dimengerti untuk tidak mempermasalahkan kesalahan.

Pengaruhnya

menimbulkan

pendapat lain :

1 Pertanggungjawaban kontrak adalah pertanggungjawaban mutlak. Itu

dapat diterima sebagai asas pacta sunt servanda, kontrak-kontrak tetap dijaga. Pihak yang dibebani kewajiban untuk itu bertanggung jawab atas kerugian-kerugian terhadap pelanggaran kontrak bahkan jika dia tanpa kesalahan dan bahkan jika keadaan telah dibuat kontrak yang lebih berat dan tidak lebih dari yang diinginkannya guna diantisipasi.

Seseorang yang membutuhkan modal usaha dapat meminjam uang kepada orang lain untuk dijadikan sebagai modal usaha dan dilakukan dengan mengadakan perjanjian pinjam-meminjam. Perjanjian pinjam-meminjam dapat disertai dengan keterlibatan pihak ketiga sebagai penjamin atau penanggung utang dari debitur. Peraturan tentang jaminan dalam KUHPerdata menganut sistem tertutup (closed system), maksudnya orang tidak dapat mengadakan hak-hak jaminan baru, selain yang telah ditetapkan undang-undang (Salim HS, 2004 : 12). Penanggungan dimaksudkan, apabila debitur cidera janji dengan tidak melunasi utangnya pada saat jatuh tempo, maka penanggung berkewajiban melunasinya dengan cara menjual harta kekayaannya. Jaminan yang dapat digunakan dalam penanggungan utang adalah harta kekayaan penanggung, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

Adakalanya debitur melalaikan kewajiban untuk membayar utang dan penanggung utang berkewajiban melunasinya. Kreditur dapat mengajukan gugatan ke pengadilan apabila pelunasan utang tidak dipenuhi oleh debitur dan penanggung utang. Gugatan itu bertujuan agar hak kreditur yang dilanggar dapat terpenuhi. Gugatan diajukan ke pengadilan negeri sebagai lembaga peradilan tingkat pertama.

Hakim dalam menangani perkara perdata, bertugas mencari kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut para pihak dan tidak boleh melebihi dari itu, kebenaran itu disebut dengan kebenaran formil (Abdulkadir Muhammad, 2008 : 21). Mediasi atau perdamaian adalah langkah awal yang ditempuh dalam menyelesaikan suatu perkara perdata. Hakim harus berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara pada saat hari sidang yang telah ditentukan. Perkara akan diperiksa dan diputus oleh majelis hakim bila upaya mediasi yang dilakukan gagal. Pihak yang tidak puas atas putusan hakim, dapat mengajukan upaya hukum Banding. Masih terbuka pula upaya hukum Kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung bagi pihak yang tidak puas terhadap putusan Banding. Perkara yang diputus pada tingkat Kasasi selalu mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan dapat dijalankan eksekusi putusan hakim, meskipun masih dapat diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang merupakan upaya hukum luar biasa.

Eksekusi putusan hakim dapat dijalankan atas permohonan pihak yang menang dalam perkara, apabila pihak yang kalah tidak dengan sukarela melaksanakan putusan hakim. Proses eksekusi didahului dengan aanmaning, diikuti dengan penetapan dan pelaksanaan sita eksekusi, diakhiri dengan eksekusi terhadap harta kekayaan pihak yang kalah. Eksekusi dijalankan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi putusan hakim terkadang mengalami berbagai hambatan. Hambatan yang terjadi dapat menangguhkan eksekusi untuk sementara waktu. Bentuk hambatan eksekusi salah satunya adalah perlawanan oleh pihak tereksekusi. Perlawanan oleh pihak tereksekusi terhadap eksekusi putusan hakim merupakan salah satu bentuk upaya hukum luar biasa. Perlawanan oleh tereksekusi pada asasnya tidak dapat menangguhkan eksekusi, tetapi dalam praktiknya ada alasan perlawanan yang dianggap relevan untuk menangguhkan eksekusi.

Pengadilan Negeri Klaten telah memutus perkara perlawanan Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. terkait perlawanan terhadap sita eksekusi oleh tersita. Awal perkara, WHP meminjam uang kepada YS sebesar Rp. 434.404.206,00 Pengadilan Negeri Klaten telah memutus perkara perlawanan Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. terkait perlawanan terhadap sita eksekusi oleh tersita. Awal perkara, WHP meminjam uang kepada YS sebesar Rp. 434.404.206,00

WHP harus melunasi utangnya dalam jangka waktu 7 bulan sejak dimulainya peminjaman. D sanggup melunasi utang dengan menjual tanah yang dijadikan jaminan utang, apabila WHP tidak mampu melunasi utangnya. WHP tidak mampu melunasi utangnya hingga waktu jatuh tempo dan D tidak memenuhi kewajibannya.

YS mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Klaten karena WHP dan D telah ingkar janji. Perkara diperiksa setelah mediasi gagal dan mejelis hakim memutus Tergugat I/WHP telah ingkar janji dan harus melunasi utangnya sebesar Rp. 367.355.201,00 serta mengganti kerugian materiil sebesar Rp. 4.591.940,00. Jumlah utang telah diperhitungkan dengan angsuran sebelumnya. Pemenuhan putusan hakim dilakukan dengan cara menjual lelang sebidang tanah milik Tergugat II/D. Turut Tergugat/DH dihukum untuk mematuhi segala isi putusan.

Para pihak yang kalah mengajukan upaya hukum sampai tingkat Kasasi. Permohonan Kasasi ditolak dan menguatkan putusan sebelumnya. Putusan Kasasi selalu mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan dapat dijalankan eksekusi.

Penggugat/YS mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Klaten. Ketua Pengadilan Negeri Klaten mengeluarkan surat penetapan sita eksekusi. Para Termohon Eksekusi merasa tidak terima atas penetapan sita eksekusi dan mengajukan perlawanan sita eksekusi. Upaya perlawanan tidak menangguhkan eksekusi, kecuali Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan untuk itu. Eksekusi dalam perkara ini tetap dijalankan meskipun perlawanan masih diperiksa oleh Pengadilan Negeri Klaten. Perkara perlawanan diputus setelah eksekusi selesai dijalankan.

Bertitik tolak dari uraian diatas, menjadi penting penelitian mengenai perlawanan yang diajukan oleh tersita terhadap sita eksekusi sebidang tanah yang menjadi obyek jaminan dalam perjanjian utang piutang. Aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah yang mendapatkan perlawanan dari tersita dan dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus perkara perlawanan tersita penting untuk diketahui. Putusan perlawanan dalam perkara perdata yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. di Pengadilan Negeri Klaten.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkannya dalam penulisan hukum dengan judul :

“STUDI TENTANG LELANG EKSEKUSI TERHADAP BENDA SITAAN YANG MENDAPAT PERLAWANAN (VERZET) DARI TERSITA (Studi Kasus Perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt.).”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian harus tegas, agar dapat memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian dan menghindari data yang tidak diperlukan. Dalam perumusan masalah akan diperoleh kerangka yang sistematis dan terbatas pada obyek yang bersifat pokok saja. Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti merumuskan masalah untuk dikaji lebih terperinci. Adapun beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini, antara lain :

1. Apa aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah yang mendapatkan perlawanan dari tersita dalam perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt.?

2. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus perkara perlawanan Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. ditinjau dari Hukum Acara Perdata Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan target yang ingin dicapai sebagai pemecahan atas berbagai masalah yang diteliti (tujuan obyektif) dan untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian diperlukan karena berkaitan erat dengan perumusan masalah dalam penelitian dan untuk memberikan arah yang tepat dalam penelitian agar dapat berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah yang mendapatkan perlawanan dari tersita dalam perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt.;

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus perkara perlawanan Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. ditinjau dari Hukum Acara Perdata Indonesia.

2. Tujuan Subyektif :

a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan hukum guna memenuhi persyaratan akademis bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

b. Untuk menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum acara perdata dalam teori dan praktik di lapangan, khususnya mengenai perlawanan tersita terhadap sita eksekusi dalam perkara perdata;

c. Untuk mendalami teori dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan adanya manfaat dan kegunaan, karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dalam penelitian ini, antara lain :

1. Manfaat Teoritis :

a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum pada umumnya, khususnya hukum acara perdata, terutama yang berkaitan dengan perlawanan oleh tersita terhadap sita eksekusi dalam perkara perdata;

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan;

c. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh, sehingga dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan dokumentasi ilmiah.

2. Manfaat Praktis :

a. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam teori dan praktik penelitian ilmiah di bidang ilmu hukum;

b. Hasil penelitian dapat memberikan jawaban atas permasalahan- permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini;

c. Meningkatkan wawasan dalam pengembangan pengetahuan bagi peneliti akan permasalahan yang diteliti dan dapat dipergunakan sebagai bahan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Penelitian ilmiah harus disusun dengan berpedoman pada metode yang tepat. Peneliti harus cermat dalam menggunakan metode, agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Metode penelitian merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 2007 : 7). Hakikatnya metode memberikan pedoman bagi peneliti untuk mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang akan dihadapinya. Pengertian dari metode penelitian adalah suatu unsur mutlak yang memberikan pedoman dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan judul dan permasalahan yang diteliti, jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas (Amirudin dan Zainal Asikin, 2004 : 118). Penelitian hukum jenis ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang berkaitan dengan obyek penelitian. Bahan- bahan hukum itu disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan masalah yang diteliti.

2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menguji adanya suatu fakta yang disebabkan oleh faktor tertentu (Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 35). Penulis dalam penelitian ini ingin mendeskripsikan mengenai dasar yuridis lelang eksekusi yang mendapat perlawanan dari tersita dan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perlawanan tersita ditinjau dari aspek Hukum Acara Perdata Indonesia, yang merupakan faktor tertentu. Lelang eksekusi yang tetap berjalan meskipun mendapat perlawanan dari tersita dan putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. yang menolak perlawanan tersita, merupakan suatu fakta.

3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study) . Studi kasus (case study) merupakan studi terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 94). Studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan terperinci mengenai latar belakang keadaan yang dipermasalahkan. Kasus yang diteliti merupakan satu kesatuan secara mendalam, hasilnya merupakan gambaran lengkap atas kasus itu (Beni Ahmad Saebani, 2009 : 58). Kasus yang menjadi 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study) . Studi kasus (case study) merupakan studi terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 94). Studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan terperinci mengenai latar belakang keadaan yang dipermasalahkan. Kasus yang diteliti merupakan satu kesatuan secara mendalam, hasilnya merupakan gambaran lengkap atas kasus itu (Beni Ahmad Saebani, 2009 : 58). Kasus yang menjadi

4. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka yang memuat informasi atau data tersebut. Data sekunder meliputi dokumen-dokumen resmi, buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, laporan, majalah, artikel dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

5. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang dapat berupa dokumen, buku-buku literatur, majalah dan artikel yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah norma atau kaidah dasar hukum acara yang berlaku di Indonesia, antara lain :

1) Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

2) Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB);

3) Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. Putusan pengadilan merupakan bahan hukum primer disamping undang-undang, karena putusan pengadilan merupakan konkretisasi dari undang-undang.

b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang mendukung

data sekunder dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari buku-buku literatur di bidang hukum, pendapat para sarjana (doktrin), jurnal-jurnal hukum, majalah, artikel dan karya ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang mencakup kamus hukum, bahan-bahan dari internet dan bahan lain yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder. Penulis mengumpulkan data sekunder dari peraturan perundang- undangan yang berlaku, buku-buku, dokumen resmi, jurnal-jurnal hukum dan artikel yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data untuk memperoleh jawaban dalam penelitian hukum ini dengan menggunakan metode silogisme dan interpretasi. Penggunaan silogisme dalam penelitian hukum ini berpangkal pada pengajuan premis mayor dan kemudian diajukan premis minor, selanjutnya ditarik suatu simpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 47). Dalam logika silogistik untuk penalaran hukum, yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan fakta hukum merupakan premis minor yang kemudian dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan.

Pada penelitian ini, Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), Herziene Inlandsch Reglement (HIR), sebagai premis mayor. Adapun premis minor, yaitu perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. Akhir dari proses silogisme tersebut diperoleh simpulan (conclusion) atas permasalahan dalam penelitian hukum ini.

Interpretasi merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode interpretasi adalah sarana untuk mengetahui makna undang-undang. Menjelaskan ketentuan undang-undang adalah untuk merealisir fungsi agar hukum positif itu berlaku (Sudikno Mertokusumo, 1999 : 154).

Metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi Teleologis atau Sosiologis, yaitu apabila makna undang-undang ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Dalam interpretasi Teleologis atau Sosiologis, undang-undang yang masih berlaku namun sudah usang atau sudah tidak sesuai lagi, diterapkan terhadap peristiwa, hubungan, kebutuhan dan kepentingan masa kini, tidak mempedulikan apakah hal ini semuanya pada waktu diundangkannya undang-undang tersebut tidak dikenal atau tidak. Peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru, untuk menyelesaikan sengketa kehidupan waktu sekarang (Sudikno Mertokusumo, 1999 : 156).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mempermudah pemahaman dan memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis menjabarkannya dalam sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab. Setiap bab terbagi dalam sub-sub bab yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut, sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tentang materi-materi dan landasan teori berdasarkan sumber-sumber data yang digunakan oleh penulis berkaitan dengan masalah yang diteliti. Tinjauan pustaka terbagi atas dua bagian, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan tentang perlawanan, sita eksekusi, eksekusi, perjanjian pinjam- meminjam, penanggungan dan tanah sebagai benda jaminan. Kerangka pemikiran merupakan gambaran logika hukum berbentuk bagan dan disertai deskripsi singkat guna mempermudah alur pemikiran dalam menjawab permasalahan yang diteliti.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dalam proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat pokok masalah yang dibahas dalam bab ini, yaitu mengenai aturan hukum yang dijadikan dasar lelang eksekusi tanah yang mendapatkan perlawanan dari tersita dan dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam memutus perkara perlawanan dalam perkara Nomor : 39/Pdt.Plw/2008/PN.Klt. ditinjau dari Hukum Acara Perdata Indonesia.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini diterangkan dari keseluruhan uraian yang telah dipaparkan ke dalam bentuk simpulan dan saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perlawanan

a. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Perlawanan Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar kehadiran tergugat atau biasanya disebut putusan verstek . Dasar hukumnya dalam Pasal 125 Ayat (3) jo. Pasal 129 HIR dan Pasal 149 Ayat (3) jo. Pasal 153 RBg. Pada asasnya perlawanan sebagai media bagi pihak tergugat yang pada umumnya berkedudukan sebagai pihak yang dikalahkan dalam suatu perkara perdata, karena ketidakhadiran tergugat dalam pemeriksaan di persidangan meskipun telah dipanggil secara patut (Sudikno Mertokusumo, 2006 : 232). Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No. 290.K/Sip/1973, tanggal 13 Agustus 1974 menyatakan bahwa perlawanan yang diajukan terlambat harus dinyatakan tidak dapat diterima, bukan ditolak.

Praktik dalam peradilan, ada berbagai macam bentuk verzet. Bentuk verzet yang lain diantaranya (R. Soeparmono, 2000 : 160-161) :

1) Verzet atas Sita Conservatoir (Conservatoir Beslag), yaitu perlawanan yang diajukan oleh tergugat/debitur terhadap sita atas barang tidak tetap dan barang tetap miliknya;

2) Verzet atas Sita Revindicatoir (Revindicatoir Beslag), yaitu perlawanan yang diajukan oleh tergugat/debitur terhadap sita atas barang tidak tetap milik kreditur yang dikuasai oleh debitur;

Verzet terhadap sita conservatoir dan sita revindicatoir sama sekali tidak diatur dalam HIR. Sita jaminan tidak ditujukan untuk melakukan eksekusi terhadap barang sitaan, hanya sekedar melarang tersita untuk melakukan perbuatan hukum terhadap barang sitaan. Sita jaminan tetap dapat menimbulkan kerugian bagi tersita. Dalam Rv justru diatur tentang ketentuan tentang perlawanan terhadap sita jaminan. Pasal 724 dan Pasal 725 Rv mengatur tentang perlawanan yang diajukan oleh tersita dalam suatu pemeriksaan perkara atas sah

dan berharga atau tidaknya sita jaminan yang harus diadakan 8 hari setelah sita ditetapkan.

3) Verzet oleh pihak ketiga atau biasa disebut Derden Verzet, yaitu suatu perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang merasa kepentingan dan hak-haknya dirugikan karena adanya sita dari pengadilan;

Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No. 306.K/Sip/1962 tanggal 31 Oktober 1962 menyatakan, bahwa perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, dalam hal sita conservatoir belum disahkan (van waarde verklaard). Verzet terhadap conservatoir beslag bersifat insidentil, apabila perlawanan diterima seharusnya diperiksa secara tersendiri (insidentil) dengan menunda pemeriksaan terhadap pokok perkara. Dasar hukumnya adalah Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1346.K/Sip/1971 tanggal 23 Juli 1973.

4) Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan baik conservatoir beslag maupun revindicatoir beslag (tidak diatur dalam HIR, RBg maupun Rv);

Perlawanan pihak ketiga didasarkan pada hak milik. Pelawan harus dapat membuktikan bahwa barang yang disita adalah miliknya, agar dapat dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diangkat. Pelawan yang tidak dapat membuktikan hak miliknya akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar dan sita akan tetap Perlawanan pihak ketiga didasarkan pada hak milik. Pelawan harus dapat membuktikan bahwa barang yang disita adalah miliknya, agar dapat dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diangkat. Pelawan yang tidak dapat membuktikan hak miliknya akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar dan sita akan tetap

( http://hukumpedia.com/index.php?title=Sita_jaminan>[20 Januari 2010 pukul 10.00]).

5) Verzet atas Sita Eksekusi, yaitu perlawanan yang dilakukan oleh pihak yang dikalahkan (debitur) terhadap eksekusi. Perlawanan terhadap Sita Eksekusi ini diatur dalam Pasal 195 ayat (6) dan Pasal 207 HIR/Pasal 225 RBg;

Perlawanan terhadap sita eksekusi bisa dilakukan selama barang yang disita masih belum dilelang atau masih belum dilaksanakan penyerahannya kepada pihak yang menang. Perlawanan tidak akan berhasil dan akan ditolak bila diajukan terlambat, meskipun pelawan adalah pihak yang benar dan pemilik yang sah atas barang yang disita. Barang yang telah dilelang tetap berada ditangan pembeli dari pelelangan dan terhadap barang yang telah diserahkan kepada pihak pemenang lelang tetap ditangan yang menerima barang. Cara yang dapat ditempuh oleh pelawan adalah mengajukan gugatan kepada tergugat semula untuk mendapatkan ganti rugi (Putusan Mahkamah Agung tertanggal 24 Januari 1980 No. 393/K/Sip/1975). Pada umumnya yang dimohonkam pelawan dalam perlawanannya adalah :

1. Menyatakan bahwa perlawanan tersebut adalah tepat dan beralasan;

2. Menyatakan bahwa pelawan adalah pelawan yang benar;

3. Meminta agar sita jaminan atau sita eksekutorial yang bersangkutan diperintahkan untuk di angkat;

4. Meminta agar para terlawan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Apabila pelawan dapat membuktikan bahwa barang yang disita itu miliknya, maka keempat hal yang diminta tersebut diatas akan dikabulkan. Pengadilan akan menyatakan perlawanan tidak beralasan dan pelawan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar, apabila tidak dapat membuktikan. Penyitaan pun tetap dipertahankan dan biaya perkara dibebankan kepada pelawan (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2009 : 176-177).

6) Derden Verzet atas Sita Eksekusi, yaitu perlawanan dari pihak ketiga yang merasa dirugikan kepentingan dan hak-haknya karena adanya sita eksekusi. Dasar hukum perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi diatur dalam Pasal 195 ayat (6) dan Pasal 208 HIR/Pasal 206 dan Pasal 228 RBg;

7) Verzet atas Eksekusi Riil, yaitu perlawanan yang dilakukan oleh debitur karena kepentingan dan hak-haknya dirugikan oleh tindakan kreditur dalam hal eksekusi riil, seperti penyerahan barang, pengosongan, penjualan lelang dan pembayaran uang;

8) Verzet atas Sita yang lain, seperti Sita Maritaal, Sita Gadai (Pandbeslag) , dan lain sebagainya.

b. Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi Pelaksanaan putusan hakim yang pada dasarnya berupa penyitaan barang-barang milik pihak yang dikalahkan dalam perkara perdata dapat diajukan perlawanan, baik oleh pihak yang kalah maupun pihak ketiga. Perlawanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang menjalankan eksekusi atau dalam wilayah hukumnya terjadi penyitaan itu dan dapat diajukan secara lisan ataupun tertulis. Perlawanan oleh tersita terhadap sita eksekusi atas barang miliknya, dapat mengemukakan alasan-alasan yang dapat diterima (Abdulkadir Muhammad, 2008 : 241), sebagai berikut :

1) Putusan pengadilan tersebut sudah dipenuhi;

Apabila pelaksanaan sita telah selesai, namun pihak yang kalah mampu memenuhi isi putusan dengan membayar utangnya. Penyitaan dapat dilawan karena putusan pengadilan sudah selesai dilaksanakan dan penyitaan itu harus diangkat.

2) Syarat penyitaan tidak sesuai atau bertentangan dengan undang- undang; Contoh : Pelaksanaan putusan dapat dilawan jika tanpa ada pemberitahuan kepada yang bersangkutan atau tidak menurut tenggang waktu yang telah ditetapkan.

3) Penyitaan bertentangan dengan ketentuan Pasal 197 Ayat (8) HIR/ Pasal 211 RBg, yaitu terhadap hewan dan barang bergerak untuk menjalankan perusahaan/yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh tersita.

Sekarang ini, hanya ada satu alasan yang dianggap paling relevan sebagai dalil atas perlawanan tersita terhadap eksekusi. Alasannya yaitu putusan yang dieksekusi telah dipenuhi seluruhnya atau grosse akta (pengakuan hutang, hak tanggungan, atau jaminan fidusia) telah dilunasi seluruhnya atau sebagian, sedangkan pelunasan sebagian itu tidak dikurangi jumlah utang (M. Yahya Harahap, 2006 : 437).

Perlawanan terhadap penyitaan dapat diajukan oleh pihak ketiga apabila ternyata barang yang disita adalah barang milik pihak ketiga dan dia dapat membuktikan hak miliknya. Perlawanan pada asasnya tidak menangguhkan eksekusi putusan hakim (pelelangan atas barang sitaan), kecuali apabila Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan memerintahkan agar menangguhkan eksekusi sampai dijatuhkan putusan terhadap perlawanan tersebut (Pasal 196 ayat (6), Pasal 207 dan Pasal 208 HIR/Pasal 206 ayat (3), Pasal 225 s.d. 228 RBg). Penundaan eksekusi dapat diterapkan apabila perlawanan tersita didasarkan pada Pasal 207 HIR/Pasal 225 RBg yang disesuaikan dengan asas kasuistik dan asas eksepsional (M. Yahya Harahap, 2006 : 435).

Perlawanan secara faktual apabila diajukan dengan alasan yang sangat mendasar, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menunda eksekusi sampai putusan perlawanan mempunyai kekuatan hukum tetap. Perlawanan diajukan setelah selesai pelaksanaan putusan hakim/ penjualan lelang, maka oleh pengadilan negeri harus ditolak dan tidak dapat dibenarkan. Jalan yang dapat ditempuh oleh pelawan adalah dengan mengajukan gugat baru.

Perlawanan yang diajukan oleh tersita terhadap eksekusi pada dasarnya mempunyai beberapa tujuan. Tujuan itu meliputi : a). Membatalkan eksekusi dengan jalan menyatakan putusan yang hendak dieksekusi tidak mengikat; b). Mengurangi nilai jumlah yang dieksekusi.

Perlawanan tersita terhadap eksekusi dalam praktiknya tidak semua mempunyai makna seperti pada tujuan tersebut diatas. Perlawanan yang diajukan sebagian besar hanya sebagai kedok untuk menunda proses eksekusi. Tersita berharap mendapat kelonggaran waktu untuk mengusahakan memenuhi putusan, apabila eksekusi ditunda.

2. Tinjauan tentang Sita Eksekusi

a. Pengertian Sita Eksekusi Sita eksekusi adalah sita yang didasarkan pada titel eksekutorial. Titel eksekutorial tercantum dalam putusan hakim. Sita eksekusi dijalankan oleh jurusita dengan dibantu oleh panitera (panitera pengganti) disertai 2 (dua) orang saksi dan menandatangani berita acara sita eksekusi. Barang yang dapat disita secara eksekutorial adalah barang bergerak milik pihak yang dikalahkan dan memang diprioritaskan terlebih dahulu untuk disita (Pasal 197 ayat (1) HIR/Pasal 208 RBg), termasuk yang berada dalam penguasaan orang lain. Sita eksekusi tidak boleh dijalankan atas hewan dan alat-alat yang digunakan untuk mencari mata pencaharian hidup (Pasal 197 ayat (8)/Pasal 211RBg). Barang a. Pengertian Sita Eksekusi Sita eksekusi adalah sita yang didasarkan pada titel eksekutorial. Titel eksekutorial tercantum dalam putusan hakim. Sita eksekusi dijalankan oleh jurusita dengan dibantu oleh panitera (panitera pengganti) disertai 2 (dua) orang saksi dan menandatangani berita acara sita eksekusi. Barang yang dapat disita secara eksekutorial adalah barang bergerak milik pihak yang dikalahkan dan memang diprioritaskan terlebih dahulu untuk disita (Pasal 197 ayat (1) HIR/Pasal 208 RBg), termasuk yang berada dalam penguasaan orang lain. Sita eksekusi tidak boleh dijalankan atas hewan dan alat-alat yang digunakan untuk mencari mata pencaharian hidup (Pasal 197 ayat (8)/Pasal 211RBg). Barang

Sita eksekusi dapat diletakkan terhadap barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan, selain barang bergerak. Barang tidak bergerak bisa berupa tanah, rumah, gedung dan sebagainya. Penyitaan barang tidak bergerak harus dibuat berita acara penyitaan dengan menyebutkan jam, hari, bulan dan tahun yang kemudian diberitahukan kepada lurah/kepala desa setempat untuk diumumkan (Pasal 198 ayat (1) dan (2)). Selanjutnya oleh panitera didaftarkan pada Kantor Badan Pertanahan dan diregister kepaniteraan pengadilan negeri dalam buku Register Sita Eksekusi. Pihak yang disita barangnya tidak boleh lagi memindahkan, menggadaikan atau menyewakan barang yang disita sejak berita acara penyitaan diumumkan (Pasal 198 ayat (1) dan (2)).

b. Macam-Macam Sita Eksekusi Dalam Hukum Acara Perdata dikenal dua macam sita eksekutorial/sita eksekusi (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2009 : 130-131) :

1) Sita eksekutorial sebagai kelanjutan dari sita jaminan; Dalam proses pemeriksaan perkara perdata, sebelumnya telah diadakan sita jaminan (conservatoir beslag). Sita jaminan ini bertujuan agar dapat terjamin pelaksanaan putusan hakim. Setelah putusan hakim menyatakan sita jaminan sah dan berharga, maka secara otomatis sita jaminan menjadi sita eksekutorial.

2) Sita eksekutorial yang dilakukan sehubungan dengan eksekusi (sebelumnya tidak ada sita jaminan). Sita eksekutorial yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, apabila sebelumnya dalam proses pemeriksaan perkara perdata 2) Sita eksekutorial yang dilakukan sehubungan dengan eksekusi (sebelumnya tidak ada sita jaminan). Sita eksekutorial yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, apabila sebelumnya dalam proses pemeriksaan perkara perdata

c. Sita Eksekusi dan Lelang Lanjutan Semua harta kekayaan tergugat (debitur) dapat dijual lelang untuk memenuhi pelunasan utangnya kepada penggugat (kreditur). Ketua Pengadilan Negeri berwenang memerintahkan sita eksekusi dan lelang lanjutan atas harta kekayaan debitur yang masih ada sampai terpenuhi lunas pembayaran kepada pihak kreditur, apabila hasil penjualan lelang belum mencukupi untuk melunasi pembayaran utang. Eksekusi merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisah sampai terpenuhi secara sempurna apa yang dihukumkan kepada pihak tereksekusi sesuai amar putusan hakim.