Penerapan pendekatan eclectic dalam pembelajaran ppkn (Studi kasus di SMP N 7 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik serta sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga yang lain. Pendidikan yang hanya memusatkan pada kepentingan kebutuhan kerja secara sempit, harus dikembalikan kepada kepentingan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik secara utuh.

Guru yang efektif ialah guru yang memiliki keunggulan dalam mengajar yakni sebagai fasilitator, unggul dalam menjalin suatu hubungan atau relasi maupun komunikasi dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah, serta memiliki kelebihan dalam membangun relasi serta berkomunikasi dengan pihak lain seperti orang tua, komite sekolah maupun pihak terkait yang berkompeten dalam segi administrasi sebagai guru, juga mampu bersikap profesional. Sikap- sikap professional itu meliputi keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman.

Pada masa yang lampau kelas yang dipandang baik adalah kelas yang tenang, murid-murid selalu patuh pada guru, duduk tenang, diam, memperhatikan guru, mencatat dan menghafalkan meteri pelajaran dengan baik. Namun kini gambaran kelas yang baik telah berubah, dimana ketertiban kelas bukan merupakan tujuan, melainkan merupakan kondisi untuk mencapai tujuan. Kelas yang baik adalah kelas yang didalamnya murid-murid dapat melakukan kegiatan atau aktivitas belajar yang meliputi aktivitas mental, fisik dan emosional secara optimal dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Aktivitas tersebut seperti berfikir, mengingat, berfantasi, berdiskusi, kerja kelompok, mengadakan percobaan atau eksperimen, menahan atau mengendalikan diri dalam pergaulan dengan teman, saling menghormati sesama murid dalam kelas dan lain Pada masa yang lampau kelas yang dipandang baik adalah kelas yang tenang, murid-murid selalu patuh pada guru, duduk tenang, diam, memperhatikan guru, mencatat dan menghafalkan meteri pelajaran dengan baik. Namun kini gambaran kelas yang baik telah berubah, dimana ketertiban kelas bukan merupakan tujuan, melainkan merupakan kondisi untuk mencapai tujuan. Kelas yang baik adalah kelas yang didalamnya murid-murid dapat melakukan kegiatan atau aktivitas belajar yang meliputi aktivitas mental, fisik dan emosional secara optimal dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Aktivitas tersebut seperti berfikir, mengingat, berfantasi, berdiskusi, kerja kelompok, mengadakan percobaan atau eksperimen, menahan atau mengendalikan diri dalam pergaulan dengan teman, saling menghormati sesama murid dalam kelas dan lain

Perubahan tersebut membawa pula perubahan pada letak tanggung jawab belajar. Apabila dahulu adanya tanggungjawab belajar terpusat hanya pada guru, kini murid yang harus belajar sendiri. Tugas guru adalah sebagai fasilitator dan motivator belajar murid. Maka keberhasilan belajar murid ditentukan bersama oleh murid itu sendiri dan guru.

Menyikapi hal tersebut, kini guru harus lebih kreatif dalam kegiatan belajar mengajar sebagai fasilitator dan motivator yang baik, yakni dengan pengelolaan kelas yang tepat sebagai bagian dari pengelolaan pembelajaran, sehingga dapat menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa didik, agar keberhasilan proses belajar mengajar dapat tercapai. Apalagi dijaman globalisasi seperti sekarang ini, persaingan dalam bidang pendidikan semakin kompetitif. Berkenaan hal tersebut, para akademisi tidak memiliki pilihan lain selain berjuang meraih peluang untuk bisa mengatasi tantangan globalisasi yang beraneka ragam dengan menjadi pendidik lebih kreatif dan inovatif. Hal ini didukung oleh banyaknya ahli luar negeri yang membahas hal tersebut dan menuangkannya dalam journal internasional seperti yang tercantum dibawah ini:

Management education has been undergoing a major transformation. One of the characteristics of this transformation is internationalization. This article has briefly discussed various dimensions of internationalization of management education. It has also attempt to identify major trends in the internationalization process, together with their implications of business management education. Given the global restructuring of politics as well as economies, it appears that educational institutions have no choice but to rise to the challenge of globalization. It appears that educational institutions and other providers of management education have no choice but to rise to the challenge of global competition. Internationalization requires a new mindset; it requires both commitment and a reasonable level of competence and, among other things, at least a minimum level of competence in international business on the party of faculty as well as students. However, different institutions may meet this requirement in different ways. For example, it may be done “by inserting an international business course into the core curriculum or by demanding that an international component be taught in every course offered. Similarly, different modes and modalities for delivery are also possible. (Basu Sharma and Judy Ann Roy, 1996:5-13)

Pengelolaan kelas harus dikuasai oleh seorang guru sebagai pengajar dan pendidik demi tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas sering disebut sebagai Managemen Kelas. Menurut Sobri, Asep Jihad, dan Charul Rochman (2009:2), pengelolaan adalah “Serangkaian kegiatan merencanakan,

mengendalikan, dan mengembangkan segala upaya didalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi”.

mengorganisasikan,

memotivasi,

Dari uraian tersebut, maka yang dimaksud pengelolaan kelas adalah penyelenggaraan kelas, pengaturan kelas atau pengurusan kelas, yaitu kepemimpinan atau ketatalaksanaan guru dalam menyelenggarakan kelas. Hal ini sesuai dengan pengertian pengelolaan kelas oleh Sobri, Asep Jihad dan Charul Rochman (2009:46), yaitu: “Kegiatan mengelola kelas merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran bisa tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini menyangkut strategi pembelajaran, pemanfaatan media, tempat duduk dan lain-lain”.

Dalam pengelolaan kelas dikenal beberapa pendekatan yang dapat dipilih dan digunakan oleh guru agar murid-murid dapat mencapai tujuan belajar dengan efektif dan efisien. Setiap guru harus benar-benar memahami pola-pola pendekatan yang digunakan-nya dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sebagai alternative terbaik yang dipilih-nya. Beberapa pendekatan tersebut menurut weber dalam buku susunan Iskandar, “diklasifikasikan kedalam tiga pengertian, yaitu berdasarkan pendekatan otoriter (autority approach), pendekatan permisif (permissive approach) dan pendekatan modifikasi tingkah laku.” (2009:211)

Pendapat tersebut senada dengan Martinis Yamin dan Maisah (2009:65-

67) yang mengemukakan bahwa, “Terdapat sejumlah konsep tentang pengelolaan kelas yang sebagian diantaranya tidak lagi dianggap memadai, misalnya pandangan otoriter yang melihat pengelolaan kelas semata-mata sebagai upaya untuk menegakkan tata tertib, atau pandangan permissive yang terlalu lemah. Bagi yang tidak memusatkan perhatian pada usaha ini akan dikemukakan tiga pandangan yang tampaknya memberi harapan, baik dari penalarannya maupun 67) yang mengemukakan bahwa, “Terdapat sejumlah konsep tentang pengelolaan kelas yang sebagian diantaranya tidak lagi dianggap memadai, misalnya pandangan otoriter yang melihat pengelolaan kelas semata-mata sebagai upaya untuk menegakkan tata tertib, atau pandangan permissive yang terlalu lemah. Bagi yang tidak memusatkan perhatian pada usaha ini akan dikemukakan tiga pandangan yang tampaknya memberi harapan, baik dari penalarannya maupun

tersebut adalah: Behavior-Modification Approach yang mengemukakan asumsi bahwa semua tingkah laku, yang “baik” maupun yang “kurang baik” merupakan hasil proses belajar. Socio-Emosional-Climate Approach yang mengasumsikan bahwa dalam proses pembelajaran yang efektif mempersyaratkan iklim sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru - peserta didik dan antara peserta didik. Serta Group Processes Approach yang memiliki asumsi pokok bahwa pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial, sehingga tugas guru yang utama dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesive.”

Apabila disimak secara seksama maka ketiga pendekatan yang telah diuraikan tersebut adalah ibarat sudut pandangan yang berbeda-beda terhadap objek yang sama. Oleh Martinis Yamin dan Maisah, penerapan ketiga pendekatan tersebut dinyatakan sebagai penerapan pendekatan eclectic, “…seyogyanya seorang guru menggunakan pendekatan eclectic (Eclectic Approach).” (2009:68)

Kata “eclectic” dalam kamus bahasa Inggris – Indonesia , memiliki arti sebagai kata sifat yaitu, “bersifat memilih dari berbagai sumber”. Sehingga dapat dikatakan bahwa Pendekatan Eclectic atau Eclectic Aproach adalah, suatu cara yang digunakan sebagai jalan untuk mencapai suatu tujuan dengan memilih hal yang paling sesuai dengan kebutuhan dan mengambil dari berbagai sumber yang berkaitan.

Seorang guru seyogyanya menggunakan pendekatan eclectic dikarenakan dengan menerapkan pendekatan ini dalam proses pembelajaran, maka akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran yang disampaikan. Sebab penerapan pendekatan ini, menuntut guru untuk lebih pro-aktif dalam mengenal karakteristik peserta didik. Sehingga dengan lebih mengetahui karakter peserta didik, seorang guru akan lebih mudah dalam memilah dan memilih metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam suatu kelas yang setiap individu-nya memiliki karakter yang beragam. Dengan penerapan Seorang guru seyogyanya menggunakan pendekatan eclectic dikarenakan dengan menerapkan pendekatan ini dalam proses pembelajaran, maka akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran yang disampaikan. Sebab penerapan pendekatan ini, menuntut guru untuk lebih pro-aktif dalam mengenal karakteristik peserta didik. Sehingga dengan lebih mengetahui karakter peserta didik, seorang guru akan lebih mudah dalam memilah dan memilih metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam suatu kelas yang setiap individu-nya memiliki karakter yang beragam. Dengan penerapan

Untuk maksud itu seorang guru diharuskan menguasai berbagai pendekatan dalam pengelolaan kelas yang potensial. Dalam hal ini pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan perubahan tingkah laku, penciptaan iklim sosio-emosional dan proses kelompok. Dan untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, tentunya seorang guru diharuskan mampu memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas.

Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Martinis Yamin dan Maisah (2009:68) bahwa, “Pendekatan perubahan tingkah laku dipilih bila tujuan tindakan pengelolaan yang akan dilakukan adalah menguatkan tingkah laku peserta didik yang baik dan/atau menghilangkan tingkah laku peserta didik yang kurang baik; pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan pengelolaan adalah peningkatan hubungan antar pribadi guru dan peserta didik serta antar peserta didik; sedangkan pendekatan proses kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.”

Pendekatan eclectic adalah pendekatan yang relevan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan saat ini. Karena melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, banyak guru melalaikan tugas mereka dalam membentuk penerus bangsa yang unggul baik dalam prestasi maupun budi pekerti. Mayoritas dari mereka hanya merasa berkewajiban untuk mentransfer ilmu dan lalai dalam hal internalisasi nilai-nilai yang positif untuk membentuk karakter peserta didik yang unggul dalam budi pekerti. Untuk itulah diperlukan pendekatan eclectic dalam pengelolaan kelas, karena penerapan pendekatan tersebut menuntut guru agar lebih mengenal dan mendalami karakter peserta didik, sehingga guru lebih mampu memilah dan memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dengan penerapan pendekatan eclectic yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, maka akan memudahkan guru dalam hal internalisasi nilai-nilai yang positif Pendekatan eclectic adalah pendekatan yang relevan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan saat ini. Karena melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, banyak guru melalaikan tugas mereka dalam membentuk penerus bangsa yang unggul baik dalam prestasi maupun budi pekerti. Mayoritas dari mereka hanya merasa berkewajiban untuk mentransfer ilmu dan lalai dalam hal internalisasi nilai-nilai yang positif untuk membentuk karakter peserta didik yang unggul dalam budi pekerti. Untuk itulah diperlukan pendekatan eclectic dalam pengelolaan kelas, karena penerapan pendekatan tersebut menuntut guru agar lebih mengenal dan mendalami karakter peserta didik, sehingga guru lebih mampu memilah dan memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dengan penerapan pendekatan eclectic yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, maka akan memudahkan guru dalam hal internalisasi nilai-nilai yang positif

Dari hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan eclectic adalah pendekatan yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, karena tujuan utama dari penyampaian materi Pendidikan Kewarganegaraan adalah menciptakan karakter siswa didik yang baik. Bukan hanya baik dalam teori namun juga dalam praktik tingkah laku sehari-hari.

Dari observasi yang telah penulis lakukan di SMP N 7 Surakarta, terbukti bahwa dalam PBM PPKn di SMP N 7 Surakarta, pengajar menggunakan Pendekatan Eclectic dalam Pengelolaan Pembelajaran, sehingga relevan untuk penulis jadikan sebagai tempat penelitian.

Penelitian yang serupa juga pernah dilakukan sebelumnya oleh Ade Tatang M, yang dimuat dalam sebuah situs di internet pada 13 Januari 2009 yang berjudul “Berbagai macam Pengelolaam Kelas dan Implikasinya Terhadap Pengembangan RPP”. Dalam jurnal tersebut, disebutkan beberapa pendekatan- pendekatan dalam Pengelolaan Kelas yaitu:

1. Pendekatan Pengubahan tingkah laku Yang mengatakan bahwa semua tingkah laku baik yang sesuai maupun tidak sesuai adalah hasil belajar.

2. Pendekatan Iklim Sosio Emosional Yang didasarkan pada suatu keyakinan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, dengan guru sebagai penentu utama hubungan interpersonal dan iklim kelas.

3. Pendekatan Proses Kelompok Yang memiliki empat asumsi dasar, yaitu:

a. Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, a. Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok,

c. Kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistem sosial masing-masing siswa,

mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang dimaksud. Pendekatan eclectic dilaksanakan oleh guru dengan jalan mewujudkan suasana kelas yang menyenangkan, interaktif, komunikatif dan mengutamakan budaya tutur yang santun, agar keteladanan guru dapat tertanam secara otomatis sehingga menjadi karakter yang mempribadi pada setiap murid. Seperti yang terjadi di SMP N 7 Surakarta, dengan adanya guru PPKn yang mengajar menggunakan pendekatan eclectic, telah membuat siswa memiliki kesadaran diri untuk disiplin terhadap setiap peraturan yang ada tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Ini membuktikan bahwa cara guru menyampaikan materi pelajaran dengan membiasakan budaya tutur yang santun serta memberi teladan bagi peserta didik, lebih efektif dalam menanamkan karakter disiplin diri yang mempribadi pada diri peserta didik, daripada menerapkan peraturan dengan sanksi yang keras tanpa toleransi. Contoh keteladanan guru di SMP N 7 Surakarta adalah mereka senantiasa disiplin dalam managemen waktu, dan senantiasa menyampaikan materi pelajaran dengan bahasa yang menyenangkan dan membuat siswa tertarik dengan materi yang disampaikan. Setiap pagi sebelum memulai pelajaran, guru yang mengajar tidak lupa memberikan motivasi-motivasi bagi peserta didik agar lebih bersemangat dalam menjalani kegiatan belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003, BAB XI (Pasal 40, Huruf a dan c) yang berbunyi:

d. Tugas

pengelola kelas

adalah

Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban :

a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;

c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Dalam PP, No 19 Tahun 2005, tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN, BAB IV (Pasal 19, ayat 1), disebutkan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.

Secara implicit keberhasilan belajar akan di kaji dari sudut pandang “Disiplin Kelas”, karena merupakan suatu permasalahan yang penting dalam pengelolaan kelas yang merupakan salah satu kriteria dalam menilai kualitas keberhasilan mengajar seorang guru. Ini dikuatkan oleh pendapat:

The foremost concern of new teachers is managing the classroom effectively, but, too often, managing effectively is seen as simply dealing with misbehavior. To view good classroom management as a set of strategies for disciplining student is to misunderstand the basis on which good management rests. Effective classroom managers are distinguished by their success in preventing problems from arising in the first place, rather than by special skills in dealing with problems once they occur. Good management practice begins on the first day of school with carefully organized, systematic plans for accomplishing classroom tasks and activities. Good managers also make clear their expectation for students work and behavior, rules and procedures, routines for checking and monitoring student academic work, procedures for grading and giving feedback to students, incentives and deterrens, methods for grouping student, and a whole variety of seemingly minor but essential procedures. Proactive planning helps avert behavior problems by providing students with ways to be successful. (Carolyn M. Evertson, dalam Ornstein, C.Allan, 1990:350)

Artikel tersebut memperlihatkan bahwa hal utama yang harus dikuasai oleh seorang guru yang masih baru adalah kemampuan dalam mengelola kelas, karena ketika menghadapi situasi yang baru seorang guru mayoritas memiliki tantangan dalam hal mengendalikan siswa dan menciptakan iklim yang kondusif dalam kelas. Akan tetapi mayoritas guru meremehkan hal ini dan menganggap pengelolaan kelas yang baik cukup dilakukan dengan memberikan hukuman dan tindakan tegas pada peserta didik yang melanggar peraturan.

Untuk melihat pengelolaan kelas yang baik sebagai satu paket strategi

untuk mendisiplinkan siswa, adalah dengan tidak menyalah-artikan dasar utama yang merupakan tujuan dari pengelolaan yang baik. Pengelola kelas yang efektif dibedakan oleh kesuksesannya dalam mencegah berkembangnya suatu permasalahan sejak pertama terjadi, daripada oleh kemampuan khusus yang dimiliki dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada suatu ketika. Praktek pengelolaan yang baik dimulai sejak hari pertama di sekolah, dengan pengorganisasian yang hati-hati, perencanaan yang sistematis untuk menyelesaikan tugas serta aktivitas kelas. Pengelola yang baik juga menyatakan dengan benar harapannya tentang pekerjaan dan tingkah laku siswa yang diinginkan, peraturan dan prosedurnya, kebiasaan untuk mengecek dan memonitor pekerjaan akademik siswa, prosedur untuk meningkatkan prestasi dan pemberian umpan balik pada siswa, penghargaan dan pemberian ketakutan, metode untuk mengelompokkan siswa, dan memperhatikan hal-hal yang kecil namun merupakan prosedur yang penting. Perencanaan yang pro-aktiv dapat membantu dalam mencegah permasalahan yang timbul dengan menyediakan jalan menuju kesuksesan bagi siswa.

Keberhasilan pendidikan yang dilihat dari meningkatnya kedisiplinan siswa yang selaras dengan perkembangan karakter siswa di jaman globalisasi seperti sekarang ini, juga disetujui oleh beberapa ahli pendidikan yang dituangkan dalam sebuah journal internasional yaitu:

Thus one of the features of the current higher education environment, as far as management teaching is concerned, is the polarization of teaching and research into increasingly local disciplines and sub-discipline while at the same time extending the boundary of the meta discipline of management to increased knowledge domains in the pursuit of relevance and legitimation. For individual academics this polarization is reflected in the increasingly local focus of their individual subject areas narrow down and increasingly seek legitimation from within their own knowledge domains. Thus increased localization is the direction of polarization for individual academics, whereas for business schools as the whole the polarity is towards increased globalization as the schools compete and recognition through the vaunting of their universal specialism and relevance.The localization of focus for academics as far as teaching is concerned can be seen to be manifest in the increasing number of discipline studied, research and taught in business school, together with the increasing separation of these disciplines from each other. Increasingly these discipline as taught as discrete subject, with Thus one of the features of the current higher education environment, as far as management teaching is concerned, is the polarization of teaching and research into increasingly local disciplines and sub-discipline while at the same time extending the boundary of the meta discipline of management to increased knowledge domains in the pursuit of relevance and legitimation. For individual academics this polarization is reflected in the increasingly local focus of their individual subject areas narrow down and increasingly seek legitimation from within their own knowledge domains. Thus increased localization is the direction of polarization for individual academics, whereas for business schools as the whole the polarity is towards increased globalization as the schools compete and recognition through the vaunting of their universal specialism and relevance.The localization of focus for academics as far as teaching is concerned can be seen to be manifest in the increasing number of discipline studied, research and taught in business school, together with the increasing separation of these disciplines from each other. Increasingly these discipline as taught as discrete subject, with

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis telah mengkaji masalah pengelolaan kelas sebagai bagian dari pengelolaan pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan eclectic, dengan judul “ PENERAPAN PENDEKATAN ECLECTIC DALAM PEMBELAJARAN PPKN (Studi Kasus di SMP N 7

Surakarta) ”, sehingga mendapatkan hasil penelitian yang semoga memberi manfaat, agar mutu pendidikan di Indonesia dapat terus ditingkatkan dari waktu ke waktu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan pendekatan eclectic dalam pembelajaran PPKn di SMP N 7 Surakarta?

2. Bagaimanakah kendala-kendala pelaksanaan pendekatan eclectic dalam pembelajaran PPKn di SMP N 7 Surakarta?

3. Mengapa pendekatan eclectic diterapkan dalam pembelajaran PPKn di SMP N 7 Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan uraian perumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui praktik penerapan pendekatan eclectic dalam pembelajaran PPKn di SMP N 7 Surakarta.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dijumpai pada pelaksanaan pendekatan eclectic dalam pembelajaran PPKn di SMP N 7 Surakarta.

3. Untuk mengetahui alasan penerapan pendekatan eclectic dalam pembelajaran PPKn di SMP N 7 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial, dan menambah khasanah pustaka.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

a. Bagi penulis, merupakan sarana untuk dapat mengembangkan gagasan atau pikiran dalam menerapkan teori-teori dengan keadaan yang sebenarnya.

b. Bagi Program PKn sebagai bahan masukan untuk pengayaan khasanah materi perkuliahan.

c. Bagi siswa SMP N 7 Surakarta pada khususnya maupun siswa diseluruh nusantara pada umumnya agar mendapat pengajaran serta pendidikan yang lebih baik.

BAB II LANDASAN TORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Pendekatan Eclectic

a. Pengertian Pendekatan Eclectic

Pengertian dari “Pendekatan Eclectic”, tentunya tidak terlepas dari pengertian “Pendekatan” dan “Eclectic”. Pendekatan secara umum dapat diartikan dengan “cara yang digunakan untuk mendekati atau meraih sesuatu”.

Sedangkan kata “eclectic” dalam kamus bahasa Inggris–Indonesia, memiliki arti sebagai kata sifat yaitu, “bersifat memilih dari berbagai sumber”. Sehingga dapat dikatakan bahwa Pendekatan Eclectic atau Eclectic Aproach adalah, suatu cara yang digunakan sebagai jalan untuk mencapai suatu tujuan dengan memilih hal yang paling sesuai dengan kebutuhan dan mengambil dari berbagai sumber yang berkaitan.

Hal tersebut diperkuat oleh pendapat dari Martinis Yamin dan Maisah (2009:68) yang menyatakan bahwa, “…seyogyanya seorang guru menggunakan pendekatan eclectic (Eclectic Approach). Untuk maksud itu seorang guru seharusnya; Menguasai pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas yang potensial, dalam hal ini pendekatan perubahan tingkah laku, penciptaan iklim sosio-emosional dan proses kelompok, serta dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas. Pendekatan perubahan tingkah laku dipilih bila tujuan tindakan pengelolaan yang akan dilakukan adalah menguatkan tingkah laku peserta didik yang baik dan/atau menghilangkan tingkah laku peserta didik yang kurang baik; pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan pengelolaan adalah peningkatan hubungan antar pribadi guru dan peserta didik serta antar peserta didik; sedangkan pendekatan proses kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.”

Selain pendapat tersebut, Soedomo Hadi (2005:81) juga menambahkan bahwa, “Di dalam melaksanakan pendekatan-pendekatan tersebut, guru tidak harus memilih salah satu pendekatan saja, tetapi dapat juga mengkombinasikan beberapa pendekatan, sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dalam hal ini berarti guru menggunakan pendekatan eclectic”.

Masih menurut Soedomo Hadi (2005:86), menyatakan bahwa, “Pendekatan-pendekatan tersebut adalah ibarat sudut pandang yang berbeda terhadap masalah yang sama. Oleh karena itu, guru harus bersikap eclectic. Untuk itu harus; Menguasai pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas yang potensial (3 pendekatan tersebut) serta dapat menggunakan pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur dengan baik dalam masalah pengelolaan kelas.”

Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan eclectic adalah sebuah pendekatan dalam pengelolaan kelas yang bersumber dari tiga jenis pendekatan, yaitu pendekatan perubahan tingkah laku, pendekatan iklim sosio emosional dan pendekatan proses kelompok, yang dalam penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

b. Jenis Pendekatan Eclectic

Dalam pendekatan eclectic terdapat beberapa pendekatan yang dapat dipilih dan digunakan oleh guru agar murid-murid dapat mencapai tujuan belajar dengan efektif dan efisien. Setiap guru harus benar-benar memahami pola-pola pendekatan yang digunakan-nya dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sebagai alternative terbaik yang dipilih-nya. Beberapa pendekatan tersebut menurut weber dalam Iskandar (2009:211) ialah, “…pendekatan otoriter (autority approach ), pendekatan permisif (permissive approach) dan pendekatan modifikasi tingkah laku.”

Soedomo Hadi (2005:66) dalam bukunya yang berjudul “Pengelolaan Kelas”, menyebutkan bahwa, “Banyak konsep tentang pengelolaan kelas, di mana sebagian diantaranya telah dianggap tidak memadai, misalnya; Pandangan otoriter, yang melihat pengelolaan kelas Soedomo Hadi (2005:66) dalam bukunya yang berjudul “Pengelolaan Kelas”, menyebutkan bahwa, “Banyak konsep tentang pengelolaan kelas, di mana sebagian diantaranya telah dianggap tidak memadai, misalnya; Pandangan otoriter, yang melihat pengelolaan kelas

Pendapat tersebut senada dengan Martinis Yamin dan Maisah (2009:65-67) yang mengemukakan bahwa, “Terdapat sejumlah konsep tentang pengelolaan kelas yang sebagian diantaranya tidak lagi dianggap memadai, misalnya pandangan otoriter yang melihat pengelolaan kelas semata-mata sebagai upaya untuk menegakkan tata tertib, atau pandangan permissive yang terlalu lemah. Bagi yang tidak memusatkan perhatian pada usaha ini akan dikemukakan tiga pandangan yang tampaknya memberi harapan, baik dari penalarannya maupun berdasarkan informasi yang diperoleh melalui penelitian-penelitian. Tiga pendekatan tersebut adalah: Behavior-Modification Approach yang mengemukakan asumsi bahwa semua tingkah laku, yang “baik” maupun yang “kurang baik” merupakan

hasil proses belajar. Socio-Emosional-Climate Approach yang mengasumsikan bahwa dalam proses pembelajaran yang efektif mempersyaratkan iklim sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru - peserta didik dan antara peserta didik. Serta Group Processes Approach yang memiliki asumsi pokok bahwa pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam konteks kelompok sosial, sehingga tugas guru yang utama dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesive.”

Apabila disimak secara seksama maka ketiga pendekatan yang telah diuraikan tersebut adalah ibarat sudut pandangan yang berbeda-beda terhadap objek yang sama. Oleh Martinis Yamin dan Maisah, penerapan ketiga pendekatan tersebut dinyatakan sebagai penerapan pendekatan Apabila disimak secara seksama maka ketiga pendekatan yang telah diuraikan tersebut adalah ibarat sudut pandangan yang berbeda-beda terhadap objek yang sama. Oleh Martinis Yamin dan Maisah, penerapan ketiga pendekatan tersebut dinyatakan sebagai penerapan pendekatan

Dari penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan perubahan tingkah laku perlu digunakan oleh guru bila tujuan tindakan pengelolaan yang akan dilakukan adalah untuk menguatkan tingkah laku peserta didik yang baik atau menghilangkan tingkah laku peserta didik yang kurang baik; pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional perlu dipergunakan apabila sasaran tindakan pengelolaan adalah peningkatan hubungan antar pribadi guru dan peserta didik serta antar peserta didik; sedangkan pendekatan proses kelompok perlun dijalankan bila seorang guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif.

c. Penerapan Pendekatan Eclectic Oleh Guru

Salah satu tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan perilaku peserta didiknya. Dalam hal ini, Abin Syamsuddin Makmun dalam sebuah artikel di internet yang berjudul “Memahami Perilaku Individu”, menyebutkan bahwa, “Tugas guru antara lain sebagai pengubah perilaku peserta didik (behavioral changes). Oleh sebab itu, agar perilaku peserta didik dapat berkembang optimal, tentu saja seorang guru seyogyanya harus dapat memahami tentang bagaimana proses dan mekanisme terbentuknya perilaku para peserta didik. Untuk memahami perilaku individu dapat dilihat dari dua pendekatan, yang saling bertolak belakang, yaitu: behaviorisme dan holistik atau humanisme.”

Masih dalam situs yang sama, penjelasan kedua pendekatan tersebut ialah sebagai berikut, “Mekanisme pembentukan perilaku menurut aliran Behaviorisme yang memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan. Dan mekanisme pembentukan perilaku menurut aliran Holistik (Humanisme) yang memandang bahwa terbentuknya perilaku itu patilah memiliki suatu tujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan Masih dalam situs yang sama, penjelasan kedua pendekatan tersebut ialah sebagai berikut, “Mekanisme pembentukan perilaku menurut aliran Behaviorisme yang memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan. Dan mekanisme pembentukan perilaku menurut aliran Holistik (Humanisme) yang memandang bahwa terbentuknya perilaku itu patilah memiliki suatu tujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan

Pengelolaan

serangkaian kegiatan merencanakan mengorganisasikan, memotivasi, mengendalikan, dan mengembangkan

pendidikan

merupakan

mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Atau bisa juga diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan/organisasi pendidikan. (Sobri, Asep jihad dan Charul Rochman, 2009:3)

Sehingga dalam arti yang sederhana dapat dikatakan bahwa, pengelolaan pendidikan merupakan proses pencapaian tujuan pendidikan melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, dan pengendalian. Dan dalam pengelolaan terhadap siswa, harus memperhatikan beberapa prinsip dasar seperti yang tersebut dibawah ini:

Dalam mengelola siswa terdapat empat prinsip dasar, yaitu: siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka; kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, social ekonomi, minat dan seterusnya, oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal; siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotor. (Sobri, Asep Jihad, dan Charul, 2009:48)

Hal tersebut semakin memberikan sebuah pandangan bahwa dalam pengelolaan kesiswaan, terdapat sebuah tujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Dan memang dalam hal pengelolaan kesiswaan, guru akan memperoleh banyak tantangan dikarenakan keadaan siswa dalam sebuah kelompok memiliki kemampuan yang beraneka ragam. Hal ini seperti dipaparkan sebagai berikut:

Siswa dalam suatu kelompok kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam, terutama dalam menerima sejumlah pengalaman belajar termasuk didalamnya materi yang harus dikuasainya. Oleh karena itu guru hendaknya memahami tentang karakteristik terutama berkenaan dengan kemampuan belajar. (Sobri, Asep Jihad dan Charul Rochman, 2009:111)

Untuk itulah, setiap guru perlu menguasai perihal psikologi pendidikan yang dapat diimplikasikan dengan jalan menerapkan pendekatan eclectic dalam pengelolaan kelas, agar guru dapat dengan mudah mengetahui karakteristik setiap anak didik yang beragam.

Hal ini senada dengan pernyataan dari Iskandar (2009:1) yaitu, “Upaya menciptakan proses pembelajaran yang bermutu dan berhasil, dapat dilakukan dengan mewujudkan perilaku psikologis proses pengajaran dan pembelajaran antara pendidik dan peserta didik, agar dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran”.

Di dalam proses pengajaran dan pembelajaran terjadi proses (interaksi) antara pendidik dengan peserta didik, dalam interaksi ini terdapat peristiwa psikologis yang dijadikan rambu-rambu oleh para pendidik dalam memperlakukan perserta didik secara efektif dan efisien. Para tenaga pendidik dituntut untuk memahami dan menguasai teori dan aplikasi psikologi pendidikan agar mereka melaksanakan pengajaran dalam proses pendidikan secara berdayaguna dan berhasil guna. (Iskandar, 2009:7)

Sesuai dengan hal tersebut, maka dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru atau dosen (pendidik) melalui pertimbangan- pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat:

1) Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.

2) Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.

3) Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.

4) Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.

5) Menciptakan iklim belajar yang kondusif.

6) Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.

7) Menilai atau mengevaluasi hasil pembelajaran yang adil. (Iskandar, 2009:7-8)

Pentingnya psikologi pendidikan dalam dunia pendidikan memang tidak boleh dikesampingkan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika guru mengetahui perihal psikologi pendidikan secara lebih mendalam. Psikologi pendidikan memiliki arti seperti tersebut dibawah ini:

Psikologi Pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan. (Akhmad Sudrajat, 2009).

Tanpa pengetahuan dan pemahaman tentang psikologi dalam proses pendidikan, mustahil proses pengajaran dan pembelajaran akan berjalan dengan lancar. Hal ini senada dengan sebuah pernyatan sebagai berikut:

Agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu, kelompok, maupun social sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif. Dengan demikian mempelajari dan memahami Psikologi Pendidikan merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. (Iskandar, 2009:11).

2. Tinjauan Tentang Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran memiliki pengertian yang sama dengan proses belajar mengajar. Oleh karena itu mendefinisikan proses belajar mengajar sama halnya dengan mendefinisikan pembelajaran. Lebih jelasnya, penulis jabarkan sebagaimana berikut dibawah ini, yaitu:

1) Pengertian Proses Pengertian “proses” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, “Runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu, rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk”.

“Proses dalam pengertiannya disini merupakan interaksi antara semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan.” (Uzer Usman, 2009:5).

Menurut Makmun (2004:156) proses belajar mengajar merupakan, “Suatu rangkaian interaksi antara siswa dengan guru dalam rangka mencapai tujuannya. Maknanya terjadi perilaku belajar pada siswa dan perilaku mengajar pada pihak guru yang terjadi hubungan interaktif yang bersifat mengikat antara aktivitas kedua belah pihak.”

Proses pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar yang dilakukan siswa (peserta didik). Kegiatan belajar yang dilaksanakan siswa di bawah bimbingan guru. Guru bertugas merumuskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pada saat mengajar. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk merancangkan sejumlah pengalaman belajar. (Cronbach dalam Iskandar, 2009:98)

2) Pengertian Belajar

Sardiman (2001:3) berpendapat bahwa “Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.”

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Burton menyatakan, “learning is a change in the individual due to instruction of that individual and his environment, which fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment” . (W.H. Burton dalam Uzer Usman, 2009:5)

Daryanto (2009:194) juga memberikan definisi tentang belajar sebagai berikut, “Suatu proses usaha yang dilakukan setiap individu Daryanto (2009:194) juga memberikan definisi tentang belajar sebagai berikut, “Suatu proses usaha yang dilakukan setiap individu

Begitu pentingnya belajar maka Islam sebagai agama rahmah li al- alamin sangat mewajibkan umatnya untuk selalu belajar. Bahkan, Allah mengawali menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia dengan ayat yang memerintahkan rasul-Nya, Muhammad Saw., untuk membaca dan membaca (iqra’). Iqra’ merupakan salah satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dan dalam arti yang luas, dengan iqra’ pula manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki kehidupannya. Betapa pentingnya belajar, karena itu dalam Al-Qur’an Allah berjanji akan meningkatkan derajat orang yang belajar daripada yang tidak. (Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2008:29)

Masih menurut Quraish Shihab dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2008:31), “Iqra’ berasal dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari kata menghimpun inilah lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Berbagai makna yang muncul dari kata tersebut sebenarnya secara tersirat menunjukkan perintah untuk melakukan kegiatan belajar, karena dalam belajar juga mengandung kegiatan-kegiatan seperti mendalami, meneliti, membaca, dan lain sebagainya.”

Hal ini sesuai dengan apa yang dijabarkan oleh Charunie Baroroh (2009:23), yang menyatakan bahwa, “Al Qur’an memiliki arti sebagai bacaan, yang berasal dari kata ‘qara’a’ yang berarti ‘membaca’, mupun ‘iqra’ yang memiliki arti ‘bacalah, telitilah, dalamilah’. Al-Qur’an adalah bacaan yang Allah Tuhan turunkan kedunia dan dibawa oleh malaikat Jibril untuk diberikan kepada utusan-Nya yang terkasih Rasullullah Muhammad SAW untuk disampaikan/dijelaskan kepada manusia, akan pentingnya bagi kehidupan dunia dan kehidupan yang akan datang/akhirat”. Hal yang menarik disini adalah selain dengan Hal ini sesuai dengan apa yang dijabarkan oleh Charunie Baroroh (2009:23), yang menyatakan bahwa, “Al Qur’an memiliki arti sebagai bacaan, yang berasal dari kata ‘qara’a’ yang berarti ‘membaca’, mupun ‘iqra’ yang memiliki arti ‘bacalah, telitilah, dalamilah’. Al-Qur’an adalah bacaan yang Allah Tuhan turunkan kedunia dan dibawa oleh malaikat Jibril untuk diberikan kepada utusan-Nya yang terkasih Rasullullah Muhammad SAW untuk disampaikan/dijelaskan kepada manusia, akan pentingnya bagi kehidupan dunia dan kehidupan yang akan datang/akhirat”. Hal yang menarik disini adalah selain dengan

Karena tabiat manusia yang cenderung untuk meniru, maka teladan yang baik merupakan hal yang paling penting dalam membentuk perilaku manusia. Oleh sebab itu, salah satu tujuan Nabi Muhammad Saw., diutus oleh Allah adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dengan memberikan teladan bagi umatnya, bukan hanya dalam hal beribadah tetapi juga dalam perilaku kehidupan sehari-hari. (Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2008:35)

3) Pengertian Mengajar Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung

jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. (Uzer Usman, 2009:6)

Penjelasan tersebut diperkuat oleh Nana Sudjana (2009:29) yang menjelaskan bahwa, “Mengajarpun pada hakikatnya merupakan suatu proses, yang mencakup proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahapan berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.” Sehingga dapat dikatakan bahwa mengajar tidak semata-mata membutuhkan kemampuan dalam penguasaan terhadap materi yang disampaikan saja. Namun seorang pengajar juga harus memiliki kemampuan dalam menciptakan kondisi kelas yang kondusif. Hal ini senada dengan pendapat seperti tersebut dibawah ini:

Agar mampu mengelola interaksi belajar mengajar, guru harus menguasai bahan atau materi, mampu mendisain program belajar mengajar, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif, Agar mampu mengelola interaksi belajar mengajar, guru harus menguasai bahan atau materi, mampu mendisain program belajar mengajar, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif,

4) Pengertian Proses Belajar Mengajar Uzer Usman (2009:4) berpendapat bahwa, “Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Dalam hal ini bukan hanya memiliki makna penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan juga mencakup penanaman sikap serta nilai pada diri siswa yang sedang belajar.” Ini diperkuat oleh pendapat sebagai berikut: