47 BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DESAIN RANGKA DAN BODY 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DESAIN RANGKA DAN BODY

3.1 Diagram Alir Proses Perancangan

  Data proses perancangan kendaraan hemat bahan bakar seperti terlihat pada diagram alir berikut ini : Gambar. 3.1 Diagram Alur Perancangan dan Perhitungan

  Mulai Selesai

  Menghitung Element Mesin Baut

  Menghitung Poros Perhitungan Pegas

  Menghitung Bantalan Perhitungan Gaya Hambat

  Kendaraan Kesimpulan

  Gambar Teknik Perhitungan Kekuatan Rangka

  Perhitungan Kendaraan Berdasarkan Kapasitas Gesek

  3.2 Data dan Spesifikasi Kendaraan

Gambar 3.2 Kendaraan Hemat Bahan Bakar

  Perencanaan kendaraan ini menggunakan mesin 4 langkah yang telah dimodifikasi. Spesifikasi rangka kendaraan yang rencana akan dibuat : a.

  Panjang = 200 cm

  b. = 80 cm Lebar

  c. = 110 cm Tinggi d.

  Jarak sumbu = 142 cm

  3.3 Penghitungan Rangka

  Perancangan rangka ini dirancang seringkas mungkin untuk mengurangi beban yang berlebih pada rangka, tapi dalam perancangan tetap memperhitungkan segala aspek yang diperlukan dalam perancangan. Selain itu dalam pembuatan kendaraan ini juga mempertimbangkan proses perawatan yang sangat penting untuk suatu kendaraan.

  Dengan alternatif rangka yang ada, alternatif desain dengan model rangka H merupakan alternatif yang terbaik untuk acuan pembuatan kendaraan hemat bahan bakar. Karena untuk pembuatnnya lebih mudah dan tidak terlalu banyak penyambungan. Dan satu rangka ini menjadi satu rangka utama yang akan menompang mesin dan pengemudi.

Gambar 3.3 Rencana Rangka

  Yang dimaksud rangka utama adalah bagian rangka yang memiliki kelurusan dari depan sampai belakang atau tidak terdapat sambungan sehingga akan didapat rangka yang lebih kuat.

  Rancangan dibuat seperti gambar, dalam perkembangannya rangka dibuat lebih rumit jika analisis kekuatan terbukti kuat maka rancangan riil bisa lebih kuat. Tinjauan yang sesuai keadaan riil sulit dilakukan secara manual dan perlu perangkat lunak.

Gambar 3.4 Diagram pembebanan

  Keterangan gambar:

  A, B = Titik tumpu beban kendaraan

  a, b dan c = Titik tumpu penampang Wm = Beban mesin W1 = Beban orang di penampang 1 W2 = Beban orang di penampang 2

  Pada analisis rangka kendaraan ini, data dari rangka dan beban statis utamanya adalah:

  1. mesin 2. pengemudi 3.

   chassis

  Karena beban masing-masing diatas penempatannya simetris sama, maka secara riil tiap-tiap roda baik samping kanan maupun kiri mendapat pembebanan yang sama pula.

  MC = 13,5.17 = 297,5 kg.cm

  l

  A2 = 17,5 kg ΣMB = 0 A1 = A2 = 17,5 kg

  

34

595

  = 0 A2 =

  35.17

  l ) = 0

  l

  ΣMA1 = 0 Wm. 1

  3.3.1. distribusi beban statis pada frame chassis kendaraan 1.

  l C 2 l A2

  A1 1

   = 17 cm Wm

  l l

  Beban mesin didistribusikan ke sisi kanan dan sisi kiri rangka, dengan data sebagai berikut: Wm = 35 kg 1 2

  Distribusi beban statis 1)

  • A2. (
  • 1<

    • 2
      • – A2.34

  2) Beban pengemudi didistribusikan ke kanan dan ke kiri

  a) Penampang 2

  Beban di penampang 2 adalah beban pengemudi sebesar 56 kg, karena beban ini diterima 2 penampang maka beban dibagi 2, jadi beban yang digunakan untuk mengkalkulasi beban dipenampang 2 adalah W2 = 56 kg:2

  =28 kg

  ll1 2 13 cm 1 W2 2 B1 l C l B2

  ΣMA = 0 1 l 1 2 W2. l - B2. ( l ) = 0

  • 28.13 = 0
    • – B2.26

  364

  B2 =

  26 B2 = 14 kg 1.

  B1= B2 = 14 kg MC = 14.13 = 182 kg.cm b) Penampang 1

  Beban yang digunakan adalah beban dari penumpang yang duduk telentang, jadi beban yang didapat adalah beban kaki pengemudi. W1 = 13 kg

  ll1 2 11 , 5 cm

  W1

  l l 1 2 BR1 C BR2

  ΣMA = 0 1 l 1 2 W2. l - BR2. ( l ) = 0

  • 13.11,5 = 0
    • – BR2.23

  149

  BR2 =

  23 BR2 = 6,5 kg

  BR1 = BR2 = 6,5 kg MC = 6,5.11,5 = 74,75 kg.cm

  3) Perhitungan reaksi tumpuan rangka utama pada sumbu roda depan dan belakang

  Dari beban yang dihitung diatas, maka dapat digunakan sebagai perhitungan. Beban yang diterima pada sumbu roda depan dan belakang digambarkan dan dapat dihitung dengan data sebagai berikut: 1 A1 = 17,5 kg l = 45 cm

  l 2 B1 = 14 kg = 14 cm l 3 BR1= 6,5 kg = 73 cm l = 10 cm 4 A1 B1 BR1 l 3 l 1 l D 2 l B 4 A C E

  ΣMA = 0 1 1 2 1 2 l l 3 1 2 3 A1. l + B1.( l + l ) + BR1.( l + l + ) l + l + ) = 0

  • B. ( 17,5. 45 + 14.59 + 6,5.132
  • B.142 = 0 787,5 + 826
  • – B.142 = 0

  2471 ,

  5 17 , 405  kg

  B =

  142

  ΣMB = 0

  l l l l l l 2 3 4 3

4

4 A ) + B1.( ) + BR1. = 0

    • – A1.( A = 0
    • – 17,5.97 – 14.83 – 6.5.10 A.142
    • – 1697,5 – 1162 – 65

  2924 ,

  5  20 , 595

  A = kg

  142 l 1 MC = A.

  = 20,595.45 = 926,775 kg.cm

  • – A1.
  • 2<
  • – 17,5.14 = 970,105kg.cm ME = A. (
  • 1<
  • – A1. (
  • 2

    • – 17,5.87 – 14.73 = 174,04kg.cm

      , 146 92 , 1 . . 8 , 8 , mm kg ijin g     

      Tegangan geser ijin bahan 2 /

      9  mm kg

      8 17 ,

      1

      / 146 ,

      Angka keamanan : 8, 2

      mm

      9,17kg/ 2

      Ditinjau dari tegangan geser Bahan rangka alumunium paduan 1100 tegangan tarik 90-170MPa =

    Gambar 3.5 SFD dan BMD beban rangka yang terjadi 3.3.2.

      = 20,595.132

      l

      ) – B1. 3

      l + 3 l

      )

      l + 2 l + 3 l

      = 20,595.59

      

    l

      l + 2 l )

      MD = A. ( 1

      Moment inersia bahan alumunium rangka

    Gambar 3.6 Bentuk bahan rangka

      A   

      Luas bahan rangka : 2

    30 A mm

      28 70 .

      30 . . mm

      I A B

          x

          

            

      

          

      I I x x B B B A A A x

      I I A y I y A

      12 70 .

      Moment inersia :

      30

      131 23 , 67 , 68 . 67 ,

      12 67 , 68 . 67 ,

      28

      67 , 68 . 67 ,

         4 2 3 2 3

    2

    2 83844 550 , .

      Maka moment inersianya adalah:

    Gambar 3.7 Menghitung moment inersia

      28 . 70 . Dimana: x

      I

      Ditinjau dari tegangan bengkok yang terjadi pada rangka utama

      I k gm m   

      M

      5 ,1 1 5 / x ijin

      4 4 ,5

      8

      3

      8

      5

      7 1 ,0

      2 m a x 9

      Fmax = Gaya normal (kg) A = Luas (mm 2 )

      = Moment inersia A I = Moment inersia bangun A

      Dimana:  = Tegangan (kg/mm 2 )

      / 106 , 131 23 , 14 max

          2

        

      F

      ijin mm kg A

      = Titik berat B Perhitungan tegangan yang terjadi pada rangka utama, maka yang mampu diterima oleh rangka adalah :

      B y

      = Momnet inersia bangun B A y = Titik berat A

      I

      B

         

    3.3.3. Analisa titik berat

    Gambar 3.8 Titik berat kendaraan

      Data-data yang didapat: Beban kendaraan kosong = 52 kg Beban pengemudi = 70 kg

      Beban total = 122 kg Massa gandar depan = 16,5 kg Massa gandar belakang = 35 kg

      

    Gambar 3.9 Analisa titik berat dari samping Dimana: TB = Titik berat H = Tinggi titik berat Lf = Jarak titik berat dari poros depan Lr = Jarak titik berat dari poros belakng L = Jarak sumbu roda Wr = Beban di roda belakang Wf = Beban di roda depan

      Dari data tersebut didapatkan jarak titik berat dari poros roda depan

      m . L r

      Lf =

      m 35 . 1420

      =

      122

      = 407,47 mm Jarak titik berat dari poros roda belakang

      m . L f

      Lr =

      m

      16 , 5 . 1420 =

      122 = 192,05 mm

      Tinggi titik berat H = r+hf

      Dimana, hf =  tan .

       m H = r + hf

      ( 5 , 75 ,  

        ).

      Tegangan geser ijin a a

      / 6 mm kg a  

      Baja liat dengan kandungan karbon 0,22(%)C Tegangan tarik ijin 2

      3.4.1 Sambungan untuk penampang mesin Beban mesin dan chassis = 35 kg Beban di titik A = 17,5 kg = 171,675 N Spesifikasi baut :

      = 0,3+0,05= 0,35 m

      = 05 , 45 , 25 ,

      . . m L m L m r f

      . 21 , tan 122 . 19 , 122 42 , 1 . 5 , 16 

      =

      

      . . m L m L m r f

       tan .

       =0,21, Sehingga, hf =

      sin  = r/L= 0,3/1,42

      

    3.4 Penghitungan Sambungan Rangka

      2 2  6 kg / mm   , 5 . 6  3 kg / mm

        a a Model penyambungan adalah baut yang dibebani sejajar dan tegak lurus sumbu baut.

    Gambar 3.10 Sambungan baut (Sitanggang, N)

      Pada rangka nyatanya penyambungan akan dilakukan seperti gambar dibawah

    Gambar 3.11 Pembebanan sambungan

      Penyambungan dengan menggunakan plat profil L ukuran 25 x 25 x 3 yang memiliki tegangan tarik (terlampir) untuk menyambungkan penampang dengan rangka utamanya..

    Gambar 3.12 Plat L penyambung

      Dengan penyambungan seperti itu maka baut mengalami gaya resultan, maka:

    Gambar 3.7 Gaya resultan

      P s

    Gambar 3.13 Gaya resultan baut karena penyambungan terdapat di sisi kanan dan kiri maka beban yang

      diterima tiap bagian sambungan:

      P 171 , 6755 A

        85 , 837 N

      2

      2 Dan untuk gaya gesernya adalah

      P P

      

      s

      2 85 , 837

      P N

        42 , 918

      s

    2 Torsi yang terjadi di tiap baut sebesar:

       T P .

      25 T  85 , 837 . 25  2145 , 944 N . mm

    1 Gaya ( F ) yang terjadi terhadap baut:

      Lebar plat 25 mm, karena sumbu baut berada tepat ditengah plat penyambung, maka 25 : 2 = 12,5 mm

      F 1 2 2 T  .( 12 , 5  12 , 5 ) 12 ,

      5 312 , 5 . F 1 2145 , 944 

      12 ,

      5 26824 , 297 F1

      312 ,

    5 F 

      1 85 , 837 N

      12 ,

      5 FF . 2 1 12 ,

      5 F2 85 , 837 .

      1 F 85 , 837 N 2

      Gaya resultan yang terjadi:

      2

    2 F  P  F

      R s

      1

      2

      2 F  42 , 918  85 , 837 R

       F 95 , 969 N

      R

      Diameter baut  2 F . d .  R

      4 2 R F .

      4 d2  .  95 , 969 .

      4 d

       3 , 14 .

      3 40 , 75 6 ,

      38 d   mm

      Dengan demikian baut yang akan digunakan adalah M8 dengan spesifikasi baut sebagai berikut: 1

      d = 8 mm d = 6,647 mm 2 d = 7,188 mm P = 1,25 mm 1 H = 0,677 mm

      Gaya akibat pengencangan = 10%.171,675 = 17,1675 N

      Gaya total = 171,675 + 17,1675 = 188,325 N Faktor keamanan = 1,2 Maka W adalah = 188,325.1,2

      = 225,99 N Jumlah baut (n) untuk mengikat di rangka utama pada penampang mesin adalah 8 baut, maka beban yang diterima baut (Ws):

      W total Ws n ,

      99 225  28 ,

      25 WN s

    8 Maka jumlah ulir ( z ) adalah:

      Ws z  . d H . q

       2 1 a 28 ,

      25 z   , 62 mm

      3 , 14 . 7 , 188 . , 677 .

    3 Tinggi mur:

      H = z.p = 0,62.1,25 = 0,775 mm

      Ukuran standar H = 0,8.p H = 0,8.1,25 = 1 mm

      Besar tegangan geser yang terjadi, K untuk ulir metris 0,84

      d Ws t t

      1 / 08 ,

      2 . 62 , 25 , 1 . . 84 , 647 , 6 . 14 ,

      3 25 , 28 . . . .

      N mm z p k d Ws b b

           

      Pembebanan tegangan geser aksial murni

         

      2

    4 N mm

      28 .

      4 14 , 3 25 ,

      647 , 6 .

         

      2 2 2 1 / 82 ,

        

        

      3.4.2 Sambungan untuk penampang pengemudi Beban pengemudi total = 70 kg Beban diterima 2 penampang, 56:2 = 28 kg Maka W adalah: = m. c

      f

      = 28.1,2 = 33,6 kg Beban di titik A = 14 kg

      

      137,34 N Spesifikasi baut :

      Baja liat dengan kandungan karbon 0,22(%)C Tegangan tarik ijin 2

      /

    6 mm kg

    a  

         

       ( ,

    5  ,

    75 ).

      

     

    a a

      Tegangan geser ijin 2 2

       6 kg / mm   , 5 . 6  3 kg / mm

       aa Sambungan yang digunakan untuk menyabung bagian ini berbeda dengan sambungan sebelumnya. Sambungan ini model sambungan baut dengan 1 irisan (tegangan geser tegak lurus dengan sumbu baut).

    Gambar 3.14 Pembebanan sambungan (Sitanggang, N)

      Diameter inti baut 4 m .

      d =

       .  4 .

      33 ,

      6

      = = 4,22 mm

      3 , 14 .

    3 Untuk keamanan dipilih baut dengan diameter lebih besar, yaitu baut M6.

      1

      d = 6 mm d = 4,917 mm 2 d = 5,350 mm P = 1 mm 1 H = 0,541 mm

      Karena penyambungan terdapat di sisi kanan dan kiri maka beban yang diterima tiap bagian sambungan:

      P 137 , A

      34 68 ,

      67 N  

      2

    2 Gaya akibat pengencangan

      f = 10%.68,67 N

      = 6,867 N Gaya total = 68,67 + 6,867 = 75,537 N Jumlah baut ( n ) 5, maka beban yang akan diterima baut adalah

      W total W s

      =

      n , 537 75 

      15 , 107 N

      =

    5 Maka jumlah ulir ( z ) adalah:

      Ws z

      

      . d H . q 2 1 a 15 , 107 z   ,

    55 mm

      3 , 14 . 5 , 350 . , 541 .

    3 Tinggi mur:

      H = z.p = 0,55.1 = 0,55 mm Menurut standar: H = 0,8.p H = 0,8.1 = 0,8

      Besar tegangan geser yang terjadi, K untuk ulir metris 0,84

      d Ws t t

    4 N mm

      Dalam perancangan kendaraan ini terdapat dua poros yang perlu direncanakan, yaitu:

      Poros adalah bagian dari elemen mesin yang sangat penting. Bukan hanya dalam permesinan produksi saja, pada kendaraan pun poros sangat dibutuhkan untuk mendistribusikan tenaga ke roda supaya kendaraan dapat berjalan sesuai harapan.

        

        

         

         

         

      15 .

      2 1 / 12 ,

      4 14 , 3 107 ,

      4 .

      2 2 2 1 / 7959 , 917 ,

      Pembebanan tegangan geser aksial murni

           

      N mm z p k d Ws b b

      3 107 , 15 . . . .

      2 . 55 , 1 . . 84 , 917 , 4 . 14 ,

    3.5 Perencanaan dan Perhitungan Poros

      3.5.1 Perencanaan poros utama ( poros belakang )

    Gambar 3.15 Desain poros belakang

      Perhitungan poros belakang jika dengan melihat dari pembebanan dan kecepatan asumsi.

      Massa yang akan diterima poros belakang 35 kg. F = massa . grafitasi F = 35 kg x 9,81 = 343,35 N Maka W adalah:

      f 343 ,

    35 W  

      l

      25 W  13 , 734 N / cm

      Berikut gambar dari gaya yang bekerja terhadap poros belakang kendaraan

       W l l l 1 2 3 A C D B

      ΣMA = 0

      l 2 W . l .(  l )  RB .( lll ) 2 1 1 2

    3

      = 0

      2

      25 13 , 74 . 25 .(  RB 24 )  .(

    24 

    25  24 )

      = 0

      2 13 , 734 . 25 . 36 , 5  RB

      73

      = 0

      12532 , 275  171 , 675 N

      RB =

      73

      ΣMA = 0 RA = RB = 171,675 N

      MA = 0 MB = 0 MC = RA.24

      = 171,675.24 = 4120,2 N.cm MD = RA.49 - W.25.12,5 =171,675.49-13,734.25.12,5 =4120,2 N.cm

      Momentnya sama besar, karena beban terdistribusi secara merata ditengah-tengah poros, besarnya moment yaitu: 4120,2N.cm Spesifikasi bahan poros:

      Bahan = ST 60 3

      cm

      Tegangan tarik ( = 60 kg/ σ )

      Massa jenis (  ) = 7,89. 3 3

      = 18,639 N/ 3

      

      = 16,623 kw

      m

    s

      W.V = 1196,82.833,35 = 16622,833N

      W = 122.9,81 = 1196,82 N Maka daya yang dihasilkan adalah:

      = 17 kg Massa total = 122 kg

      c) Chassis

      b) Pengemudi = 70 kg

      = 35 kg

      a) Mesin

      Kecepatan (V) = 50 km/jam = 833,35 m/menit Massa:

      mm

      mm Maka torsi yang terjadi adalah: T = W.r

      / 10 m kg

      = 3,8.5,7 = 1,9 kg/ 3

      Maka tegangan geser ijin ( τ ) = (0,5-0,75). σ τ

        

      60 ) . ( mm kg Sf Sf

      6

      1 .

      / 6 , 7 3 ,

      τ = 3 2 1

      = (0,5- 0,75). σ

      = 1,3 Teg angan geser ijin ( τ )

      ) ( 2 Sf

      = 6 Faktor keamanan

      Faktor keamanan ) ( 1 Sf

      22,598 Hp

      = 1196,82 . 0,3 = 359,046 N.m Maka putaran yang dihasilkan jika kendaraan melaju dengan kecepatan 50km/jam ( 833,35 cm/menit ) adalah: Jika n = kecepatan putar dalam rpm, maka kecepatan sudut dari roda adalah:

      =

      V r

      =

      833, 35 0, 3

      = 2777,83 rad/min Karena perbandingan roda giginya adalah 32 : 14 = 2,28 : 1, maka kecepatan sudut roda tersebut adalah:

       = 2777,83 . 2.28 = 6333,45 rad/menit

      Dan putaran dalam rpm : n =

      2.

       

      =

      6333,45 2.3,14

      = 1008,52 rpm Moment puntir ekuivalen Te 2 2 T M  

      Perhitungan diameter poros yang diijinkan :

      98800,53

      6 1 ,4

      3

      5

      5 9 ,0

      4 1 ,2 2 3

      3.16 Perencanaan gandar 2 2

      3.5.2 Perencanaan poros depan ( gandar )

      = 46,23 mm

      = 3

      d = 3 .

      5782400 58,526

      = 3

      16.361400 3,14.18,64

      = 3

      Te

       

      16

      .

      

    0. N m    Data gandar: Pengemudi di penampang2 = 13 kg Pegas daun = 3,5 kg Maka totalnya = 16,5 kg Karena diterima 2 gandar maka

      16,5 : 2 = 8,25 kg Panjang = 160 mm Bahan = ST 60 Tegangan tarik

        

      Maka moment yang terjadi pada poros adalah

      mm = 18,639 N. 3 mm

      = 3,8.5,7 = 1,9 kg/ 3

      Maka tegangan geser ijin ( τ ) = (0,5-0,75). σ τ

      mm

      kg/ 3

      6 7 ,6 ( . ) 6 . S 1 ,3 fS f

      ( σ ) = 60 kg/ 3

      = 1 2

      ). σ σ

      Tegangan geser ijin ( τ ) = (0,5-0,75

      ) ( 2 Sf = 1,3

      = 6 Faktor keamanan

      Faktor keamanan ) ( 1 Sf

      cm Massa jenis = 7,89. 3 3 / 10 m kg

      M = W.L

      = 8,25.160 =1320 kg.mm

      Maka diameternya adalah  3

      .  . d b M =

      32 3 d 1320 = 0,098.7,6. 3 d

      = 1320:0,7448

       d = 12 mm

    3.6 Perencanaan dan Perhitungan Bantalan Poros

      3.6.1 Perencanaan bantalan poros utama ( poros belakang ) Diameter poros = 45 mm Nomor seri bantalan = 6009 Diameter dalam ( d ) = 45 mm Diameter luar ( D ) = 75 mm Lebar bantalan ( B ) = 16 mm Radius bantalan ( r ) = 1,5 mm Kapasitas nominal dinamis spesifik ( C ) = 1640 kg Kapasitas nominal statis spesifik ( Co ) = 1320 kg Putaran (n) = 1008,52 rpm Bantalan pada poros utama : Bantalan pada titik A (RA) =

      RA = 132,435N = 17,5 kg

      RA 17 ,

      5   , 0132 Co 1320

      (Lampiran 3. Tabel factor V, X, Y pada bantalan) V = 1,2 X = 0,56 Y = 2,30

      Beban ekuivalen Pr = X.V.Fr + Y.Fa Pr = 0,56.1,2.17,5 + 2,30.0 Pr = 11,76 kg

      Perhitungan umur bantalan Faktor keamanan: 1 3 .

      3   f  33 n n

        1 3  33 . 3  f     , 0041625 n

      1008,52   f  , n

    42 Faktor umur:

      C . ff h n P

      1640 f  , h 42 .  12 ,

      9 11 ,

      76 Umur nominal bantalan: 3 L = 500. f

      n h 3 L n = 500.12,9

      = 1073344,5 jam Umur bantalan p

       C6 L = x

      10   P a

        3

       1640  6 L = .10  

      11, 76   6 = 2712124,23.

    10 Umur bantalan menrut sularso

      L

      L =

      h

    60. N

      6

      2712124, 23.10 =

      60.1008,52 = 44820202,39 jam

      Keandalan umur bantalan, jika mengambil 99 % : L n = a

      1 . a 2 . a 3 . L h

      = (0,21) . 1 . 1 (44820202,39) = 9412242,5 jam

      3.6.2 Perencanaan bantalan poros depan (gandar) Diameter poros = 12 mm Nomor seri bantalan = 6001 Diameter dalam ( d ) = 12 mm Diameter luar ( D ) = 28 mm Lebar bantalan ( B ) = 8 mm Radius bantalan ( r ) = 0,5 mm Kapasitas nominal dinamis spesifik ( C ) = 400 kg Kapasitas nominal statis spesifik ( Co ) = 229 kg Bantalan pada poros utama Bantalan pada titik A (RA):

      WA = 8,25kg

      RA ,

      25 8  , 036 

      Co 229

      (Lampiran 3. Tabel factor V, X, Y pada bantalan) V = 1,2 X = 0,56 Y = 1,71

      Beban ekuivalen: Pr = X.V.Fr + Y.Fa Pr = 0,56.1,2.8,25 + 2,30.0 Pr = 5,544 kg

      Perhitungan umur bantalan Faktor keamanan: 1 /3

      P f ja m   

            = 3764000,92. 6

      .10 5,54

      L = 3 6 400

      P      

      10 p a C x

      L = 6

      = 13909063,5 jam Umur bantalan

      500.30,30

      L n = 3

      f

      = 3 500. h

      n

      Umur nominal bantalan: L

      4 h n h C f f

      3 3 .3 ,0

      4

      4 ,4 2 . 3 ,3 5 ,5

      Faktor umur: .

      

             

      3 ,4 2 n n f f

      4 2 ,3

      4

      

    5

      

    2

      6

      1

      4

      10 Umur bantalan menrut sularso

      L

      L h =

    60. N

      6

      376400,92.10 =

      60.1008,52 = 6220351,32 jam

      Keandalan umur bantalan, jika mengambil 99 % : L n = a

      1 . a 2 . a 3 . L h

      = (0,21) . 1 . 1 (6220351,32) = 1306273,78 jam

    3.7 Perhitungan Komponen-Komponen Shock Absorber dan Pegas Daun Kendaraan

    3.7.1 Shock absorber

      Besarnya diameter kawat yang dipilih harus mampu untuk menahan beban kejut maksimum dari kendaraan serta mampu untuk meredam getaran atau lendutan-lendutan yang terjadi pada kendaraan tersebut sehingga pengendara dapat berkendara dengan nyaman dan nyaman

      1) Mencari luasan diameter kawat

      Diketahui: Beban pengemudi = 70 kg Beban mesin dan chassis belakang = 35 kg

      tarik w   .

      2 w D W d  

      2 . 105

      5 , 97 . . 2 ,

      5 , 97 . 4 , . 105

      105 8 .

      5 , 97 . 4 , .

      5 , 97 . 4 , 105 8 .

      D  

      2 . 105 3 3 D d d

      2 , 5 , . 97 . 2 ,

      2 . 105 . 97 . 5 ,

      Maka: 3 . ,2 . .

       65 , 5 , . 97 150  65 ,  w

      W M  . 

      Maka besarnya diameter kawat pegas adalah: w w w

      16 ( d d M w   

      ). 2 ,

      Sedangkan 3 3 .

      

      W M  .

      kg.mm Mengingat bahwa w w w

      D P M w

      2 .

      kg.mm

      2 3 3 3     d d d D d D d

      840 d

      , 4 . 97 ,

      5 840 d

      39 d 21 , 534

       d  4 , 4 mm  5 mm

      Diameter lilitan pegas

      D = 8.d D = 8.5 D = 40 mm

      2) Jumlah lilitan aktif pegas

      Perhitungan jumlah lilitan untuk jenis-jenis jumlah gulungan yang tak aktif (ND) pada pegas tekan:

      1

      2

      a) kedua ujung pegas polos, putaran kekanan, ND =

      b) kedua ujung pegas persegi dan digerinda, putaran kekanan, ND =1

      c) kedua ujung pegas persegi dan digerinda, putaran kekiri, ND =2

      d) kedua ujung pegas polos dan digerinda, putaran kekiri, ND = 1

      Jenis ujung yang dipakai menghasilkan gulungan-gulungan yang mati atau tak aktif pada setiap ujung pegas tersebut, dan ini harus dikurangi dari jumlah gulungan total untuk mendapatkan jumlah gulungan yang aktif.

      Maka:

      12

      1

      13     

      N N N N N D T

      3) Konstanta pegas

      Untuk mencari konstanta dan lendutan yang terjadi pada pegas maka harus diketahui terlebih dahulu diameter rata-rata lilitan pegas. Maka, mencari diameter lilitan rata-rata:

    2 D mm

      22

      ` 5 ,

      5

      40

      D D d D rata rata rata rata rata rata

          

        

      Maka untuk mencari konstanta pegas dapat dicari dengan menggunakan rumus: 3 4 . .

      8 . d n D G

      K rata

      2

    Gambar 3.17 Pegas spiral

      96 ,

      8 4 3 4 3 1    

      . . .

      8 .

      . 105 22 . 5 ,

      5 12 .

      22 5000000 114817500 8000 .

      mm G d W n d rata

      2 5 3 4 / , 70859 10 .

      Defleksi/lendutan yang disebabkan oleh beban sebesar 1 W (kg)

        

      K mm kg K K

      8 5 , 8000 22 .

      12 .

      1 12000 2050312500 5 .

          Panjang pegas spiral sewaktu dibebani beban sebesar 105 kg

      L1 p 8 . dN . D L1 40  12 

    14 L 

      1 66 mm

      Dimana: 1 L = Panjang pegas sewaktu dibebani (mm) D = 8.d = Diameter pegas (mm)

      Panjang pegas sebelum diberi beban

       LL1 L  66  22 ,

      96 L  88 , 96 mm

      Dimana:

      L

      = Panjang pegas sebelum diberi beban (mm)

      L 1

      = panjang pegas sewaktu dibebani (mm)  = lendutan/defleksi (mm)

      Jika diameter kawat adalah ds (mm), maka besarnya moment tahanan puntir kawat adalah:  3 W  ( ). d w

      16 D T  ( ). W 1

      2 Maka tegangan gesernya adalah:

      T

    16 D . W

      1

       a   . 3 W  . d w

      2 8 . D . W 1 2

        kg / mm a 3  . d 8 .

      40 . 105

        a 3

      3 , 14 .

      7 2

      

      31 , 19 kg / mm a

      Mencari tegangan tekan yang dijinkan pada bahan, maka didapat dengan menggunakan rumus:  max

        tekan

      V 31 ,

      19

        tekan

      12 2

        tekan 2 , 6 ( kg / mm ) Dimana:

       tekan = tegangan tekan yang diizinkan pada bahan 2

      mm

      (kg/ )  max

      =tegangan maksimal bahan V = factor keamanan

      Tegangan tekan yang terjadi pada bahan

      F   tekan

      A Dimana:  2 A  . d

      4 2 A  , 785 .

      5 2 A  19 , 625 mm

      Maka:

      F

        tekan

      A 105

        tekan

      19 , 625 2

        tekan 5 , 3 ( km / mm ) Dimana: 2

       tekan mm = tegangan tekan yagn terjadi (kg/ )

      F = beban maksimal (kg) 2 mm

      A = Luas penampang ( )

        tekan

      Dari perhitungan yang telah dilakukan ternyata tekan &lt; atau 2 2

      mm mm

      (2,6 kg/ ) &lt; (5,2 kg/ ), maka bahan cukup kuat dan aman untuk digunakan.

      Poros Untuk mencari dimensi poros yang akan digunakan sebagai peredam pada suspensi maka harus menghitun terlebih dahulu luas penampang atau diameter poros yang akan digunakan dengan asumsi bahwa poros yang akan digunakan terbuat dari bahan baja S30C, maka:

      F

       

      A 105 48  2 , 785 . d 2 , 785 . d . 48 105 

      105 d

       , 785 .

      48 d  1 , 67 mm  4 mm

      Ternyata dengan beban 105 kg dengan bahan poros yang sama tidak memerlukan diameter yang besar seperti pada poros sepeda motor yang berdiameter 10 mm.

      Mencari panjang poros L = 10.d L = 10.10 L = 100 mm

      Dimana:

      L = Panjang poros (mm) d = Diameter poros (mm)

      Mur dan baut Perhitungan mur dan baut dilakukan untuk mengetahui diameter minimum dari mur. Faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan adalah gaya yang bekerja pada mur baut. menentukan diameter mur pada batang penghubung d (mm), besarnya nilai a 2 2  6 kg/ mm mm tegangan yang diijinkan atau sama dengan 58,8 N/ .

    4 F

      d    . a 4.105 d

      3,14.6 d

      4,72 mm Perancang memilih baut M6 untuk keamanan Keterangan: a 2

       =Tegangan geser yang diijinkan (kg/ mm )

      F = Beban (kg) d = Diameter (mm)

      Gaya yang terjadi pada suspensi

    Gambar 3.18 Gaya pembebanan

       P cos phiP . y

      = cos10.105 = 103,4 kg

      Dimana:

      Py = Gaya yang terjadi pada sumbu y terhadap beban P Cosphi = Besarnya susut yang terjadi terhadap sumbu y P = Beban yang terjadi

      3.7.2 Perhitungan pegas daun Dengan inovasi perancang, penggunaan pegas daun dapat digunakan untuk menjadi pegas yang multi fungsi. Selayaknya fungsi pegas daun, perancang juga merancangnya untuk dapat digunakan sebagai lengan ayun kendaraan. Berikut perhitungan untuk pegas daun.

      Direncanakan: Beban = 16,5 kg Panjang pegas daun (L)= 70 cm Lebar (b) = 5 cm Tebal (t) = 0,3 cm

      Spesifikasi pegas daun: 

      = 250 MPa 3 2

      10 mm E = 210 x N/ Maksimum bebab terletak ditengah, maka: Tegangan bengkoknya adalah:

      M = W.L = 16,5.35 = 577,5 kg.cm

      Section modulus 2 b . t

      Z =

      6 2 5.0, 3

      =

      6 0,45 2  0,075

      = cm

    6 Untuk tegangan bengkoknya

      M

      σ =

      Z 6.557,5

      =

      0,075 2

      = 462kg/m Dan untuk defleksinya adalah: Momen inersia 3 L b .

      I =

      12 3 70.5 8750

      = 

      12

      12

      =729,16 cm 4 Defleksinya

      = 3

      Dimana: TB = Titik berat H = Tinggi titik berat

    Gambar 3.19 Titik berat kendaraan

      Dalam menentukan gaya gesek maksimum antara ban dengan jalan dapat dtentukan dari koefisien adhesi jalan dan parameter berat kendaraan.

      =12,32.10 3 cm

      5659500 459370 10 x

      2 9 ,1 6 x

      I E L W . .

      0.7

      01

      1

      1 6 ,5 .7 3 .2

      = 3 3

      3 . . 3  

    3.8 Perhitungan Kendaraan Berdasarkan Kapasitas Gesek

    3.8.1 Gaya traksi kendaraan

      Lf = Jarak titik berat dari poros depan Lr = Jarak titik berat dari poros belakng L = Jarak sumbu roda Wr = Beban di roda belakang Wf = Beban di roda depan

      Diketahui sebelumnya: L = 1420 mm Lf = 407,47 mm Lr = 192,05 mm H = 0,35 m  = 0,75 (lampiran) .

      Fr = 0,014 (lampiran) Untuk gaya traksinya adalah:

      

      . W .( Lffr . H ) / L

      F = X

      . H

      1  L

      , 75 . 1196 , 82 .( , 40  , 014 . , 35 ) / 1 ,

      42 =

      = 306,39 N , 75 . ,

      35 1  1 ,

      42

    3.8.2 Analisa perancangan rem

      Persamaan umum untuk sistem pengereman menurut hukum newton II untuk sumbu x, persamaannya dapat dilihat di bawah ini: ∑F = m.a F - F = m.a rem X Maka

      F = F + m.a rem X V= V - a.t Dimana: 2 a = Perlambatan linier (m/s )

      V = Kecepatan Awal (m/s) V = Kecepatan akhir (m/s) t = Waktu perlambatan (s) F = Gaya pengereman (N) rem F = Gaya normal kendaraan X Sehingga jika

      V =50 km/jam = 13,89 m/detik V = 0 m/s t = 2 s (diasumsikan) V = V - a.t Maka percepatan yang dialami

      V

      V

      a =

      t

      13 , 89  =

      2 2 = 6,95 m/s

      Gaya pengeramannya adalah: F = F + m.a rem X

      = 3492,09+122.6,95 = 4339,99 N

    3.8.3 Analisa gaya gesek ban

      Gaya kendaraan yang terjadi adalah N = m.g

      = 122.9,81 = 1196,82 N k

      F =  .N = 0,75.1196,82 = 897,62 N

      Maka gaya yang diterima tiap ban adalah

      897 ,

      62 F =  224 ,

      41 N

      4 Gaya yang terjadi ditiap permukaan ban jika luas permukaan ban yang bersinggungan dengan jalan adalah L = p.l = 8.3 = 24 cm

      Maka gayanya adalah = 224,41.24 =5385,84 N.cm

    3.9 Perhitungan Gaya Hambat yang Terjadi Pada Kendaraan

    Gambar 3.20 Rencana Desain Body Kendaraan

      Secara sederhana perancang memperhitungkan gaya hambat yang terjadi pada kendaraan yang dialami kendaraan dengan kecepatan 50 km/jam.

      Dengan data sebagai berikut, maka:

      Direncanakan: Beban:

      a. = 70 kg Beban pengemudi

      b. = 35 kg Beban mesin

      c. = 17 kg Lain-lain k Total = 122 kg

       roda = 0,75 (lampiran)

      Kecepatan (V) = 50 km/jam = 13,89 m/detik 2

      

      

      m

      

    25

      udara = 1,18 kg/ (

      C) Maka untuk gaya kendaraan yang terjadi adalah

      N = m.g = 122.9,81 1 k = 1196,82 N

      F =  .N = 0,75.1196,82 = 897,62 N

      Maka daya kendaraan tanpa hambatan adalah 1 = F .V = 897,62.13,89 = 122467,94 N.m/detik

      Untuk gaya hambat angin atau tekanan yang terjadi pada permukaan datar jika kecepatan anginnya rata-rata kecepatan angin lingkungan adalah 2 V

      . . g

      P = 

      2. g 13 , 89 = . 1 , 18 . 9 ,

      81 2 . 9 ,

      81 2

      = 113,83 N/m Dimana: 2 P: Tekanan (N/m )

      V: Kecepatan (km/jam) g : Kecepatan grafitasi (m/detik) 2  : Berat jenis udara (kg/ m )

      Gaya hambat yang terjadi pada saat permukaan diam adalah

    Gambar 3.21 Ukuran permukaan

      Perhitungan gaya jika tekanan udara menekan pada permukaan datar dengan kecepatan yang telah ditentukan

    Gambar 3.22 Gaya pada permukaan datar

      1) Permukaan 1 2 F = P.A

      = 113,83.(0,67.0,8) = 61,01 N/m

      2) Permukaan 2 2 F = P.A

      = 113,83.(0,36.0,8) = 32,78 N/m

      3) Permukaan 3 2 F = P.A

      = 113,83.(0,25.0,8) = 22,76 N/m

      Gaya kendaraan jika terjadi hambatan pada saat kendaraan melaju adalah 1)

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning terhadap Prestasi Belajar Tema 3 Perubahan di Alam, Subtema 2 Perubahan Iklim dan Cuaca Kelas III SD Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 16

4.1 Uji Prasyarat 4.1.1 Uji Normalitas - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning terhadap Prestasi Belajar Tema 3 Perubahan di Alam, Subtema 2 Perubahan Iklim dan Cuaca Kelas III SD Tah

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning terhadap Prestasi Belajar Tema 3 Perubahan di Alam, Subtema 2 Perubahan Iklim dan Cuaca Kelas III SD Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning terhadap Prestasi Belajar Tema 3 Perubahan di Alam, Subtema 2 Perubahan Iklim dan Cuaca Kelas III SD Tahun Pelajaran 2016/2017

0 0 64

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Definisi Hasil Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media

0 1 12

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tegalsari Semester 1 Ta

0 0 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Ne

0 0 24

ANALISIS KINERJA KEUANGAN TERHADAP EFISIENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN PATI

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII SMPN 1 JATI KUDUS SKRIPSI

0 0 16

PENGARUH INDEPENDENSI, GAYA KEPEMIMPINAN, KOMITMEN ORGANISASI, KEPUASAN KERJA, PROFESIONALISME, DAN PEMAHAMAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA AUDITOR PEMERINTAH (STUDI PADA AUDITOR PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS)

0 3 14