Analisis Pendapatan Petani Silvopastura di Desa Aman Damai, Kecamatan Sirapait, Kabupaten Langkat

TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA KONSEP Agroforestry

  Menurut Ainurrasjid (2001) agroforestri adalah manajemenpemanfaatan lahan secara optimal dan lestari,dengan cara mengkombinasikan kegiatankehutanan dan pertanian pada unit pengelolaanlahan yang sama, dengan memperhatikan kondisilingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budayamasyarakat yang berperan serta.

  Sedangkanmenurut Soermarwoto (1981) dalam Mahendra(2009) agroforestri adalah sistem tata guna lahanyang bersifat permanen. Tanaman semusimmaupun tanaman tahunan ditanam bersamaanatau dalam rotasi sehingga membentuk tajuk-tajukyang berlapis. Sistem ini memberikan keuntungansecara biologis maupun ekonomis.

  Agroforestri lebih mantap secara ekologi daripada sistem persawahan, lebih tahan hama dan penyakit daripada sistem monokultur. Dan produktivitasnya pun lebih besar. Bagi perusahaan yang menerapkan sistem agroforestri dijamin akan mendapatkan penghasilan tambahan diluar tanaman pokok. Sistem agroforetri juga menjamin ketahanan pangan karena kontinuitas produktifitasnya stabil setiap tahun. Bila salah satu tanaman tidak menghasilkan maka tanaman yang lain panen, begitu seterusnya tergantung seberapa banyak variasi jenis yang kita introduksikan pada lahan (Mahendra, 2009).

  Klasifikasi berdasarkan komponen penyusunnya

  Pengklasifikasian agroforestri yang paling umum, tetapi juga sekaligus yangpaling mendasar adalah ditinjau dari komponen yang menyusunnya.

  Komponen penyusun utama agroforestri adalah komponen kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan. Ditinjau dari komponennya,agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  Agrisilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponenkehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian(atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annualcrops). Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna (lihat lebih detil pada bagian multipurpose trees) atau pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahan-lahanpertanian (multipurpose trees/shrubs on farmlands, shelterbelt,

  windbreaks,atau soil conservation hedges ).Seringkali dijumpai kedua komponen

  penyusunnya merupakan tanamanberkayu (misal dalam pola pohon peneduh gamal/Gliricidia sepium padaperkebunan kakao/Theobroma cacao). Sistem ini dapat juga dikategorikansebagai agrisilvikultur (Shade trees for plantation crops). Pohongamal (jenis kehutanan) secara sengaja ditanam untuk mendukung (pelindungdan konservasi tanah) tanaman utama kakao (jenis perkebunan/pertanian).Pohon peneduh juga dapat memiliki nilai ekonomi tambahan. Interaksi yang terjadi dapat dilihat dari produksikakao yang menurun tanpa kehadiran pohon gamal (Nair, 1993).

  2. Silvopastura (Silvopastural systems)

  Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (atau tanamanberkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. Beberapa contoh silvopastura (Nair, 1993), antara lain: Pohon atau perdu pada padang penggembalaan (Trees and shrubson

  pastures ), atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu (integrated production of animals and wood products ).

  Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang danwaktu yang sama (misal: penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakanpinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem ‘cut and carry’ pada pola pagarhidup/living fences of fodder hedges and shrubs; atau pohon pakanserbaguna/multipurpose fodder trees pada lahan pertanian yang disebut

  

proteinbank ). Meskipun demikian, banyak pegiat agroforestri

  tetapmengelompokkannya dalam silvopastura, karena interaksi aspek konservasidan ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan terdapat komponenberkayu pada manajemen lahan yang sama.

  3. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems)

  Telah dijelaskan bahwa sistem-sistem agrosilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan merupakan sistem agrosilvopastura, walaupunketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaksud.

  Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secaraterencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnyakomponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to serve people).Tidak tertutup kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud juga didukung olehpermudaan alam dan satwa liar (lihat Klasifikasi agroforestri berdasarkan

  MasaPerkembangannya). Interaksi komponen agroforetri secara alami ini

  mudahdiidentifikasi. Interaksi paling sederhana sebagai contoh, adalah peranantegakan bagi penyediaan pakan satwa liar (buah-buahan untuk berbagaijenis burung), dan sebaliknya fungsi satwa liar bagi proses penyerbukan atauregenerasi tegakan, serta sumber protein hewani bagi petani pemilik lahan.

  Sistem Silvopastura

  Menurut Ainurrasjid (2001) mengatakanbahwa silvopastura adalah bentuk agroforestri yangmerupakan campuran kegiatan kehutanan danpeternakan, yang dilaksanakan di bawah tegakanhutan (Agathis sp, Pinus sp, Albizia sp, dan lainlain).Pada tegakan tersebut ditanami rumput-rumputan secara bersama- samatanpa merusak tegakannya. Sehingga sistemsilvopastura merupakan upaya pengelolaan lahanhutan untuk menghasilkan kayu dan untukmemelihara ternak.

  Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi dan bahkan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).

  HasilpenelitianMansyur,et al., (2009) diketahuibahwabudidaya HMT sepertirumputgajahdengansystemsilvopastura di DesaCijambumerupakansilvopastura yang dilakukanpenanamantanamanpakanpadasaat tanamankehutanansudahdewasa.

  Silvopastura yang adaseluas 38 ha, terdiridari 28 ha pengembangan yang pertama, 10 ha adalahpengembangantahapdua.Alasanpeternaksapiperahdalammelaksanakansyste msilvopastura.Pertama,kebutuhanpakanhijauanuntukpakanternaksapiperahnya, karenakegiatanusahasapiperahdianggapmampumeningkatkanstabilitasekonomi, sehinggakeberlangsunganusahatemaksapiperahperluterusdipertahankandengansela lumenggunakan HMT. Kedua, adanyakeinginanuntukmeningkatkanpenggunaansumberdayaalam yang lain, berupalahankehutanan, agar memberikanmanfaat yang lebihtinggi.Petemaksangatmenyadaribahwasumberdayalahan yang dimilikinyatidakakanmampumendukungusahapeternakansapiperahnysecaraoptima l.

  Aspek Sosial Ekonomi masyarakat

  Dilihat dari aspek ekonomi, penerapan sistem Silvopastura memiliki masa depan yang cerah. Sebagai sebuah sistem yang memadukan berbagai jenis tanaman dalam satu lahan, maka akan memungkinkan naiknya produktifitas hasil panen. Logikanya, setiap tanaman memiliki nilai jual masing-masing, ketika dalam sistem agroforestri di kombinasikan tanaman-tanaman yang komersial maka total pendapatan pasca panen akan melimpah (Mahendra, 2009).

  Keadaan sosial masyarakat setempat dapat dikatakan baik, hal ini terlihat karena jarangnya konflik yang terjadi di wilayah tersebut. Jika dikaitkan dengan sistem silvopastura, keharmonisan warga terlihat dengan adanya tolong menolong antara yang satu dengan yang lainnya.

  Umur

  Berdasarkan hasil wawancara, semakin tua umur responden ( >50 tahun) biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan - kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. Hal ini sesuai dengan penelitian Soekartawi (1988) bahwa semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi.Dinusia yang muda juga, mereka juga belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.

  Petani yang berusia lanjut yaitu berumur 50 tahun ke atas biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidup. Mereka cenderung bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru sehingga mereka hanya melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh pendahulu atau masyarakat sekitar (Kartasapoetra, 1991).

  Pendidikan formal

  Syafruddin (2003) menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Dengan demikian hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi pertanian adalah berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik inovasi baru tersebut.

  Sekolah dinamakan lembaga pendidikan formal karena mempunyai bentuk yang jelas, dalam arti memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan ditetapkan dengan resmi, misalnya di sekolah ada rencana pelajaran, jam pelajaran dan peraturan lain yang menggambarkan bentuk dari program sekolah secara keseluruhan (Hasbullah, 2005).

  Luas kepemilikan lahan

  Rusdiyanto (2005) menambahkan bahwa, setiap hari lahan pertanian mengalami penyusutan, akibat dari pembangunan yang sangat pesat di bidang properti dan industri. Adapun lahan pertanian yang tersisa untuk bercocok tanam bagi sebagian besar masyarakat perkotaan, hanya berupa lahan pekarangan.

  Karenanya, betapapun terbatasnya lahan pekarangan yang dimiki, akan tetapi bila dimanfaatkan secara optimal, dapat mendatangkanhasil yang cukup menguntungkan.

  Pendapatan Usaha Ternak

  Pendapatan (income statement) lebih menunjukkan kepada sumber penerimaan tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana riil untuk periode selanjutnya. Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisi usaha juga dapat memberikan informasi lengkap tentang modal, besar biaya untuk bibit, pakan, dan kandang, lamanya modal akan kembali dan tingkat keuntunga yang di peroleh.

  Pendapatan usaha ternak sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh (Soekartawi, 1995).

  Komponen penyusun silvopastura

  Komponen penyususn silvopastura meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (pasture) disebutsebagai sistem silvopastura. Beberapa contoh silvopastura (Nair, 1993), antara lain: Pohon atau perdu pada padang penggembalaan (Trees and shrubs on pastures), atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu (integrated production of animals and wood products). mengelompokkannya dalam silvopastura, karena interaksi aspek konservasi dan ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan terdapat komponen berkayu pada manajemen lahan yang sama.

  Mustofa, dkk. (2003) mendefinisikan bahwa silvopastura merupakan salah satu sistem agroforestri yang mengintergrasikan antara tegakan pohon, tanaman pakan, dan temak dalam suatu kegiatan yang terstruktur dan menggambar berbagai interaksi. Tujuan silvopastura sendiri bagaimana dapat mengoptimalkan ketiga komponen tersebut. Pada sistem tersebut tegakan pohon diatur untuk menghasilkan kayu gelondongan yang bernilai tinggi, dan mengelola vegetasi dibawah tegakan yang berupa tanaman pakan untuk dapat disajikan atau digembalakan oleh ternak.

  Populasi Ternak

  Sugiyono (2001) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.Jadipopulasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain.

  Kerbau

  Kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya di daerah belahan utara tropika. Ternak kerbau sangat menyukai air. Sisa – sisa fosil kerbau yang sekarang masih tersimpan di India (Lembah Hindus) menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lumpur domestikasi tampaknya berasal dari daratan China. Kerbau termasuk familia Bovidae dan sejarah mencatat telah diternakkan di India, Malaysia dan Mesir. Ternak ini berfungsi triguna : perah, daging dan ternak kerja. Kemampuannya yang menonjol adalah dapat memanfaatkan tanaman yang terkasar dan merubahnya menjadi produk ternak (Reksohadiprodjo, 1984).

  Ketersediaan Pakan Ternak

  Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan merupakan faktor utama dalam keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan tatalaksana. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan produksi maupun reproduksi ternak (Anggorodi, 1985).

  Budidaya tanaman hijauan pakan ternaksudah mulai dikembangkan di lahan kering sejalandengan program konservasi tanah. Pembuatanteras gulud atau teras bangku pada lahan-lahanmiring, selalu dilengkapi dengan penanamanrumput atau leguminosa untuk pakandan penguat teras dan juga ditanam di sela- selatanaman kehutanan atau ditanam di bawahtegakan pohon. Pada umumnya pengembanganusaha ternak di lahan kering lebih banyakditekankan pada peningkatan populasi ternak. Kekurangan pakan merupakansalah satu kendala dalam pengembangan ternak.(Adimihardja, 1990 dalam Salomon, 2005).

  Jenis pakan ternak yang terpenting adalah hijauan karena merupakan pakan utama temak ruminansia, 70% dari makanan temak ruminansia adalah hijauan (Nitis, et al., 1992), sehingga ketersediaan pakan baik dari segi kuantitas, kualitas dan secara berkesinambungan sepanjang tahun perlu diperhatikan.

  Beberapa jenis hijauan pakan dapat dijadikan alternatif pilihan untuk menjamin ketersediaan hijauan pakan ternak baik dari segi kuantitas maupun segi kualitas yang tinggi.

  Menurut Syamsu (2008) hijauan pakan ternak adalahsemua pakan sumber serat kasar yang berasal daritanaman, khususnya bagian tanaman yangberwarna hijau. Sebagaimana diketahui pakanternak bisa dibagi menjadi lima jenis, yaitu hijauanpakan ternak, sisa hasil pertanian, hasil ikutanpertanian, limbah agroindustri dan pakan nonkonvensional. Sisa hasil pertanian, hasil ikutanpertanian dan limbah agroindustri biasanya disebutsebagai limbah tanaman.

  Hijauan pakan ternakberupa rumput dan leguminosa merupakan halpenting bagi produksi dan pengembangan temakruminansia. Hijauan pakan ternak dapat dibagimenjadi dua kategori.Pertama hijauan liar yaituhijauan yang tidak sengaja ditanam dan tumbuhdengan sendirinya dan yang kedua yaitu hijauan menjaga kelestarian hutan.

  Budidaya tanaman hijauan pakan ternak sudah mulai dikembangkan di lahan kering sejalan dengan program konservasi tanah. Pembuatan teras gulud atau teras bangku pada lahan-lahan miring, selalu dilengkapi dengan penanaman rumput atau leguminosa pada bagian guludan atau bibir pada tebing teras yang sesuai untuk pakan dan penguat teras dan juga ditanam disela-sela tanaman kehutanan atau ditanam di bawah tegakan pohon. Pada umumnya pengembangan usaha ternak di lahan kering lebih banyak ditekankan pada peningkatan populasi ternak, tetapi kurang didukung oleh upaya pengembangan hijauan pakannya.

  Kekurangan pakan merupakan salah satu kendala dalam pengembangan ternak. Khususnya pada musim kemarau pengembangan hijauan pakan lahan kering, baik rumput maupun leguminosa, merupakan suatu usaha penting dalam rangka untuk mendukung pengembangan pakan ternak dalam suatu sistem usaha tani (Adimihardja, 1990 dalam Salomon, 2005).

  Perencanaan pengembangan HMT dengan sistem silvopastura untuk kebutuhan hijauan peternak. Tentunya penggunaan rumput gajah sebagai bahan baku pakan ternak ruminansia hanya tidak memungkinkan, maka perlu adanya pemilihan spesies yang persisten dalam sistem silvopastura dan dapat digunakan untuk bahan baku. Jenis - jenis hijauan pakan yang cocok untuk ditanam dan tumbuh di bawah naungan telah banyak dilakukan dan telah banyak menghasilkan jenis hijauan yang cocok untuk dikembangkan pada berbagai kondisi tersebut contoh rumput gajah (Pennisetum purpureum L.), rumput setaria (Setaria sp.) (Salomon, 2005).

  Produktivitas hijauan makanan ternak merupakan kemampuan menghasilkan suatu hijauan pakan yang dihasilkan. Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau manajemen. McIlroy (1977) dalam Riyanto(2008) menjelaskan bahwa produktivitas rumput tergantung pada faktor- faktor seperti persistensi (ketahanan) agresivitas, kemampuan tumbuh kembali, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kesuburan tanah, dan iklim.

  Hasil penelitian Prasetyo (2008) diketahuiproduksi rumput gajah dengan luas lahan 1 Ha mampu menampung sapi perah sebanyak 20 ekor selama setahun sedangkan kebutuhan ternak sapi akan hijauan segar yaitu 10% dari berat badan per hari per ekor. Jikaberat seekor sapi perah 600 kg, maka kebutuhan hijauan per hari adalah 60 kg, jadi kebutuhan akan hijauan per tahun 21,9 ton. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti rumput raja dapat menampung 49 ekor sapi perah/ha/tahun secara potong angkut.

  Pakan kambing sebagian besar terdiri dari hijauan, yaitu rumput dan daun- daunan tertentu (daun nangka, daun waru, daun pisang dan daunan leguminosa).

  Seekor kambing dewasa membutuhkan kira - kira 6 kg hijauan segar sehari yang diberikan 2 kali, pagi dan sore, tetapi kambing lebih suka mencari dan memilih pakannya sendiri di alam terbuka. Untuk kambing jantan yang sedang dalam periode memacek sebaiknya ditambah pakan penguat (konsentrat) ± 1 kg.

  Konsentrat yang terdiri dari campuran 1 bagian dedak dengan 1 bagian bungkil kelapa ditambah garam secukupnya adalah cukup baik sebagai pakan penguat.

  Pakan penguat tersebut diberikan sehari sekali dalam bentuk bubur yang kental (Sosroamidjojo, 1985).

  Pemberian hijauan dalam keadaan segar, umumnya lebih disukai ternak ruminansia, dibandingkan pemberian dalam keadaan layu atau kering. Namun ada beberapa jenis hijauan yang dalam keadaan segar masih mengandung racun yang bisa membahayakan kehidupan ternak ruminansia, misalnya daun singkong dan gliricidae. Karenanya, pakan berupa hijauan tersebut harus dilayukan terlebih dahulu selama 2-3 jam dibawah terik matahari. Bisa juga diinapkan selama semalam sebelum diberikan kepada ternak (Sodiq dan Abidin, 2002).

  Komposisi Jenis Tanaman Kehutanan

  Komposisi jenis adalah susunan dan jumlah jenis pada suatu komunitas tumbuhan. Komposisi jenis bisa bersifat homogen juga heterogen. Lahan yang memiliki komposisi jenis yang homogen artinya lahan tersebut baik pekarangan maupun hutan di dominasi kira-kira 90 % jenis yang sama, sehingga terlihat seragam. Keadaan seperti ini dalam suatu tegakan biasa disebut dengan tegakan murni, sedangkan apabila tersusun atas jenis-jenis yang beragam disebut tegakan campuran (Mahendra, 2009).

  Komposisi jenis merupakan kumpulan dari beberapa vegetasi. Menurut Spuur dan Barnes (1980) vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan yang hidup di suatu wilayah yang tersusun atas berbagai jenis dengan kelimpahan relatifnya. Vegetasi disuatu wilayah dapat dilukiskan dengan berbagai cara baik struktur, kelimpahan, kepadatan dan lain-lainnya.

  Untuk tanaman penghasil buah dipilih jenis durian, rambutan dan coklat yang nilai jualnya tinggi dan khusus untuk coklat apabila sudah berbuah maka hampir setiap hari bisa dipetik hasilnya. Selain jenis yang sengaja ditanam ada juga jenis yang tumbuh secara liar, misalnya jenis rumput, gulma dan tumbuhan bawah lain. Jenis ini juga bermanfaat untuk hijauan makanan ternak (HMT) sehingga di beberapa daerah misalnya Gunung kidul, bebrapa jenis rumput seperti kolonjono sudah banyak dibudidayakan (Mahendra, 2009).

  Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

  Aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Dengan kegiatan-kegiatan kehutanan yang baik, sumber-sumber daya hutan mampu memberikan kontribusi langsung dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Mata pencaharian masyarakat di pedesaan, mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari upah pekerja (Prasetyo, 2008).

  Sumber pendapatan utama rumah tangga dilokasi penelitian berasal dari pengelolaan agroforestri karet yaitu Rp. 485. 415.000 (78, 47 %), dan sisanya Rp.

  133.333.000 (21,53%) berasal dari luar agroforestri. Dengan persentase pendapatan sebesar 78, 47% terhadap total pendapatan rumah tangga, maka pengelolaan agroforestri karet di Desa Lau Demak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan rumah tangga (Azmy, 2004).

  Analisis nilai ekonomiadalah analisis yang mengacu pada keunggulan komparatif atau efisiensi dari penggunaan barang dan jasa dalam satu kegiatan produktif. Efisien di sini diartikan bahwa alokasi sumber-sumber ekonomi digunakan untuk kegiatan yang menghasilkan output dengan nilai ekonomi tertinggi. Sedangkan perbedaannya dengan analisis finansial yaitudalam evaluasi manfaat biaya mengacu kepada penerimaan dan pengeluaran yang mencerminkan harga pasar aktual yang benar-benar diterima atau yang dibayar oleh petani (Budidarsono, 2001).

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Investasi - Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 1 7

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

0 0 9

Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2010

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akuisisi 2.1.1. Pengertian Akuisisi - Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2010

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2010

0 1 8

Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2010

0 0 10

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Singkat Kartu Prabayar GSM (Global System for Mobile) - Analisis Preferensi Mahasiswa Terhadap Kartu Prabayar GSM dengan Metode Konjoin Full-Profile (Studi Kasus: Mahasiswa FMIPA USU)

0 0 16

Mata Pencaharian Buruh (orang) Petani (orang) Pedagang (orang) PNS (orang) TNIPOLRI (orang)

0 0 16