BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Role Ambiguity dan Role Conflict Terhadap Perilaku Cyberloafing pada Karyawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini teknologi informasi mengalami perkembangan yang pesat,

  khususnya internet. Internet (interconnection networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global transmission

  

control protocol/ internet protocol suite sebagai protokol pertukaran data untuk

  melayani penggunanya diseluruh dunia. Internet memungkinkan individu yang berada di lokasi yang berbeda untuk berinteraksi dan bertukar informasi tanpa harus bertemu langsung (wikipedia.org).

  Data dari Kemkominfo pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia hingga tahun 2014 telah mencapai 82 juta orang. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2013 yang mencapai angka 71,19 juta orang, dan tahun 2012 yang berjumlah 63 juta orang. Dengan capaian tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-8 di dunia (Kemkominfo, 2014).

  Saat ini penggunaan internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi sebagian orang, internet yang pada awalnya hanya sekedar kebutuhan tersier, kini menjadi kebutuhan primer

  . Hal ini didukung oleh istilah “makan nggak makan asal connect” yang diperkenalkan sejak pertama kali dilakukan studi terhadap netizen di Indonesia pada tahun 2010. Setelah empat kali penelitian untuk menilik perilaku dari para pengguna internet aktif, semakin terlihat bahwa para netizen di Indonesia semakin „lapar‟ terhadap bandwidth. Pada survei tersebut terlihat bahwa netizen menghabiskan uangnya sekitar Rp. 50.000 – Rp. 100.000 untuk Internet per bulan. Bahkan terdapat 16,8% netizen yang rela mengeluarkan kocek di atas Rp 150.000 per bulan hanya untuk keperluan Internet (Marketeers, 2014).

  Selain itu di Indonesia sendiri, internet sudah mulai masuk ke segala lapisan masyarakat (Levina, 2014). Dalam riset Netizen pada tahun 2013 yang dilakukan terhadap 2150 responden yang tinggal di 10 kota besar di Indonesia: Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Pekanbaru, Denpasar, Banjarmasin dan Makassar, terlihat bahwa Internet di Indonesia dinikmati oleh kalangan tua dan muda, berpenghasilan lebih dan berkecukupan. Hampir separuh dari pengguna internet di Indonesia merupakan pengguna internet muda berusia di bawah 30 tahun, sedangkan 16% adalah para pengguna internet berusia di atas 45 tahun.

  Kemudian, banyak perangkat yang bisa dengan mudah mengakses internet di mana saja dan kapan saja, perangkat yang dimaksud yaitu laptop, smartphone atau tablet, dan lain sebagainya. Bahkan, hampir 95% dari pengguna internet tersebut adalah pengguna internet melalui perangkat mobile / smartphone.

  Di zaman informasi ini, teknologi internet telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bisnis dan membawa manfaat yang sangat besar bagi organisasi atau perusahaan (Kay, Yao, Chern, & Kangas, 2009). Internet telah merubah cara organisasi melakukan aktivitasnya dengan menawarkan komunikasi yang cepat dan meningkatkan akses dan distribusi informasi (Henle & Blanchard, 2008). Dimana kebanyakan bisnis saat ini memanfaatkan akses informasi instan yang mereka butuhkan dan mengintegrasikannya ke seluruh lokasi kantor atau membuat lebih banyak informasi tersedia untuk digunakan secara lokal. Seiring dengan perubahan tersebut, dunia kerja saat ini menuntut para pelakunya memiliki wawasan luas dan fleksibilitas tinggi, sehingga dapat mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan informasi dan pekembangan teknologi yang cepat di dalam era globalisasi.

  Peranan lain yang dimiliki internet dalam dunia kerja, diantaranya internet bisa mempermudah, mempercepat suatu proses dalam pekerjaan (kirim file dan surat lewat email, mengadakan conference dalam membahas suatu hal ketika seluruh anggota tim tidak mungkin berada di satu tempat yang sama, dll). Keberadaannya menjadi sumber daya yang konstruktif yang memungkinkan suatu usaha dapat mengurangi biaya, waktu siklus produk yang lebih pendek, sehingga dapat membantu efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan (Lim, 2002). Sehingga, internet merupakan alat teknologi yang mengarah pada pengembangan peluang yang signifikan dan peningkatan produktivitas karyawan (Lim, 2005).

  Namun demikian, di samping terdapat manfaat yang diperoleh, internet juga mempunyai dampak negatif bagi organisasi. Karyawan pengguna internet dapat melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugasnya. Sebagai contoh, karyawan yang mengakses internet pada waktu jam kerja dengan tujuan bukan untuk kepentingan organisasi, melainkan untuk menghindari tugas atau menghilangkan kebosanan. Hal inilah yang disebut dengan perilaku cyberloafing. Cyberloafing mengacu pada penggunaan internet organisasi oleh karyawan untuk mengakses dan mengirim email pada saat jam kerja dengan tujuan yang tidak terkait dengan pekerjaan (Lim, 2002).

  Cyberloafing telah menjadi masalah yang harus dihadapi manajemen

  perusahaan, dimana cyberloafing sebagai bentuk penyimpangan dalam lingkungan kerja (Lim,2002; Lim dan Teo, 2005). Hal ini disebabkan oleh kegiatan cyber (browsing dan emailing) yang dilakukan di tempat kerja pada jam kerja menghasilkan penggunaan waktu yang tidak produktif dan mengalihkan karyawan dari menyelesaikan pekerjaan mereka (Lim dan Chen, 2009). Sebuah survey yang dilakukan pada tahun 2005 oleh websense.com (www.websense.com) yaitu sebuah perusahaan yang memonitor internet, menunjukkan bahwa 61% dari pekerja Amerika melakukan cyberloafing. Survey lain dari websense.com pada tahun 2006 menunjukkan bahwa rata-rata perkerja Amerika menghabiskan 24% waktu kerjanya untuk melakukan aktivitas cyberloafing. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan dalam satu minggu untuk aktivitas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada setiap karyawan mencapai 10 jam.

  Cyberloafing juga dapat membahayakan perusahaan/organisasi jika karyawan

  terlibat dalam aktivitas online ilegal (mendownload musik, perjudian) atau melakukan pelecehan dengan melihat maupun mengirim materi yang bersifat ofensif (lichtash, 2004; Panko & Beh, 2002). Diestimasikan bahwa sekitar 20-30% perusahaan telah memecat karyawannya karena cyberloafing, dimana termasuk didalamnya : mengakses situs porno, perjudian online, dan belanja online (Case dan Young, 2002; Greenfield dan Davis, 2002). Beberapa studi di Indonesia (Antariksa, 2012) menunjukkan bahwa rata-rata karyawan mengalokasikan waktu hingga satu jam per hari mengakses Internet untuk keperluan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan (browsing Facebook atau Kaskus, dan lain-lain), sehingga selama sebulan seorang karyawan bisa menghabiskan jam kerja hingga 20 jam lebih (1 jam x 20-an hari kerja), atau sama dengan 2,5 hari kerja penuh (Antariksa, 2012).

  Pekerjaan merupakan bagian utama dari kehidupan para pekerja. Aktifitas pekerjaan dan non pekerjaan saling bergantungan. Faktor pekerjaan dan non pekerjaan semua berpotensi sebagai stressor. Menurut Robbins dan Judge (2009)

  

stressor dapat dibagi ke dalam tiga kategori besar, yakni stressor yang berasal dari

  faktor lingkungan (environmental factors), faktor organisasi (organiational factors), dan faktor individu (personal factors). Salah satu komponen dalam faktor organisasi tersebut adalah tuntutan peran (role demand) yang merupakan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dijalankan dalam organisasi tersebut. Dalam penejelasannya mengenai sumber-sumber stres kerja, Arnold, Cooper, dan Robertson (1995) memasukkan role ambiguity dan role conflict sebagai sumber stres kerja yang berkaitan dengan peran seseorang di dalam organisasi.

  Lingkungan organisasi dapat mempengaruhi harapan setiap individu mengenai perilaku peran mereka (Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, dan Rosenthal, 1964).

  Harapan tersebut meliputi norma-norma atau tekanan untuk bertindak dalam cara tertentu. Individu akan menerima pesan tersebut, menginterpretasikannya, dan merespon dalam berbagai cara. Masalah akan muncul ketika pesan yang dikirim tersebut tidak jelas, tidak secara langsung, tidak dapat diinterpretasikan dengan mudah, dan tidak sesuai dengan daya tangkap si penerima pesan. Akibatnya, pesan tersebut dinilai ambigu atau mengandung unsur konflik. Ketika hal itu terjadi, individu akan merespon pesan tersebut dalam cara yang tidak diharapkan oleh si pengirim pesan.

  Adapun ambiguitas peran (role ambiguity) merupakan sebuah konsep yang menjelaskan ketersediaan informasi yang berkaitan dengan peran. Pemegang peran harus mengetahui apakah harapan tersebut benar dan sesuai dengan aktivitas dan tanggung jawab dari posisi mereka. Selain itu, individu juga harus memahami apakah aktivitas tersebut telah dapat memenuhi tanggung jawab dari suatu posisi dan bagaimana aktivitas tersebut dilakukan (Ahmad dan Taylor, 2009).

  Kahn et al. (1964) mengemukakan bahwa role ambiguity juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi merasa tidak puas dengan perannya, mengalami kecemasan, memutarbalikkan fakta, dan kinerjanya menurun. Selain itu,

  role ambiguity juga dapat meningkat ketika kompleksitas organisasi melebihi rentang

  pemahaman seseorang. Akibatnya, karyawan tersebut tidak mengetahui apa yang diharapkan darinya, dan tidak mengetahui bagaimana ia akan dinilai, dan tidak mengetahui wewenangnya untuk mengambil suatu keputusan, sehingga dalam pengambilan keputusan karyawan akan ragu-ragu dan dalam memenuhi ekspektasi atasannya karyawan akan menggunakan pendekatan trial and error (Rizzo, House, dan Lirtzman, 1970).

  Peran perilaku dipengaruhi oleh harapan peran untuk perilaku yang sesuai dalam posisi ini, dan perubahan perilaku peran terjadi melalui proses yang berulang- ulang (Thompson, 2001). Apabila terdapat harapan-harapan yang sulit untuk dipenuhi atau dipuaskan maka akan menciptakan role conflict (Robbins & Judge, 2009). Role

  

conflict dipandang sebagai ketidaksesuaian harapan-harapan yang dikomunikasikan

  yang berdampak pada kinerja peran yang dijalankan (Rizzo et al., 1970). Seperti adanya perbedaan nilai dengan perusahaan, situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (Davis dan Newstrom dalam Margiati, 1999).

  Kats dan Kahn (dalam Damajanti, 2003) mengungkapkan apabila terdapat dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan maka individu akan mengalami konflik yang ditujukan pada diri individu tersebut. Konflik pada setiap individu disebabkan karena individu tersebut harus menyandang dua peran yang berbeda dalam waktu yang sama. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas.

  Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan. Sehingga, kondisi ini dapat menimbulkan konflik dimana individu akan berada dalam suasana terombang-ambing, terjepit, dan serba salah (Leigh et al. dalam Nimran, 1999).

  Dengan adanya stressor tersebut membuat karyawan yang bekerja menjadi lelah atau lalai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, sehingga mendorong mereka untuk menghindar dari konsekuensi negatif , salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan cyberloafing (Garrett dan Danziger, 2008). Dalam hal ini

  

cyberloafing dapat memberikan efek yang positif pada pekerjaan, karena cyberloafing

  digunakan sebagai palliative coping strategy terhadap pengalaman negatif atau stressor yang dialami di tempat kerja (Stanton, 2002; Anandarajan dan Simmer, 2005). Namun akan memunculkan dampak negatif apabila perilaku cyberloafing dilakukan secara berlebihan dan akan semakin meningkat apabila tidak segera diwaspadai, dimana internet yang seharusnya dapat menunjang secara positif pelaksanaan tugas karyawan. justru sebaliknya dapat menghambat pelaksanaan kewajiban karyawan dan memunculkan biaya bagi organisasi.

  Penelitian ini dilakukan pada salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan, yaitu PT Asian Agri. PT Asian Agri merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia yang memiliki wilayah operasional di tiga provinsi di pulau Sumatra, Indonesia. Asian Agri mempunyai pelanggan yang beraneka ragam (well diversified customer base), seperti China, India, dan pasar internasional lainnya (rgei.com). Hal ini menjadikan Asian Agri sebagai perusahaan yang bertaraf internasional. Terdapat beberapa jenis pekerjaan yang ada di Asian Agri, baik yang bekerja di lapangan dan bekerja pada tingkat manajerial. Pada tingkat manajerial tentunya ditempatkan di kantor Asian Agri yang berbasis di Medan dan Jakarta.

  Asian Agri merupakan perusahaan yang bertaraf internasional maka akses internet sudah pasti disediakan agar dapat dengan mudah melakukan transfer informasi antar karyawan maupun dengan pelanggan. Dengan berbagai macam tuntuan pekerjaan dan mudahnya para karyawan untuk mengkases internet, tidak menutup kemungkinan untuk karyawan melakukan cyberloafing. Namun akses internet yang disediakan oleh perusahaan menggunakan batasan atau memiliki aturan pemakaian dimana akses internet hanya bisa digunakan untuk keperluan pekerjaan, sehingga untuk mengakses media sosial tidak dapat dilakukan. Selain tersedianya akses internet oleh perusahaan terdapat juga akses internet pribadi, dilihat dari penggunaan gadget pribadi yang hampir dimiliki oleh seluruh karyawan di perusahaan tersebut.

  Berdasarkan hal diatas peneliti berniat untuk melihat pengaruh role ambiguity dan role conflict terhadap cyberloafing.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu : “Apakah role ambiguity dan role conflict berpengaruh terhadap perilaku

  cyberloafing

  ?”

  C. Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui pengaruh role ambiguity dan role conflict terhadap perilaku cyberloafing yang muncul pada karyawan.

  D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis a.

  Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah bacaan, referensi, dan pengaplikasian ilmu Psikologi, khususnya bidang

  Psikologi Industri dan Organisasi, terutama mengenai pengaruh role ambiguity dan role conflict terhadap cyberloafing.

  b.

  Hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan perilaku cyberloafing yang terkait dengan pengaruh role ambiguity dan role conflict.

2. Manfaat Praktis a.

  Hasil penelitian diharapkan untuk dapat memberikan gambaran mengenai role ambiguity dan role conflict yang mempengaruhi munculnya perilaku cyberloafing, juga agar dapat memberikan gambaran mengenai perilaku cyberloafing.

  b.

  Kemudian untuk dapat melihat dari antara role ambiguity dan role

  conflict, manakah yang lebih berperan pada munculnya perilaku cyberloafing.

  c.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi institusi perusahaan dalam kaitannya mengenai role ambiguity dan

  role conflict terhadap perilaku cyberloafing yang dialami oleh karyawan.

E. Sistematika Penulisan

  Bab I : Pendahuluan Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II : Landasan Teori Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat landasan teori tentang role ambiguity, role

  conflict, dan perilaku cyberloafing.

  Bab III : Metode Penelitian Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, metode pengambilan data, dan metode analisa data penelitian. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesa utama dan uji hipotesa tambahan dan menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.

  Bab V : Kesimpulan dan Saran Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap Corporate Financial PerformanceStudi Empiris Pada perusahaanyang terdaftar di National Center forSustainability Reporting 2010-2013

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap Corporate Financial PerformanceStudi Empiris Pada perusahaanyang terdaftar di National Center forSustainability Reporting 2010-2013

0 0 8

Pengaruh Corporate Social Performance Terhadap Corporate Financial PerformanceStudi Empiris Pada perusahaanyang terdaftar di National Center forSustainability Reporting 2010-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Permintaan Kredit Multiguna Pegawai Negeri Sipil Pada Perbankan Di Kota Panyabungan

0 0 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PARADIGMA KAJIAN - Pola Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan Usia Remaja (Studi kasus pola komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan perkawinan usia remaja di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabu

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH - Pola Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan Usia Remaja (Studi kasus pola komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan perkawinan usia remaja di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputusan dan Pengambilan Keputusan 2.1.1 Definisi - Implementasi Perbandingan Algoritma Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dalam Pemilihan Website Hosting

0 0 11

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Shortest Path - Implementasi Metode Exhaustive Search untuk Menentukan Shortest Path Antar Pusat Perbelanjaan di Kota Medan

1 1 11

Pengaruh Role Ambiguity dan Role Conflict Terhadap Perilaku Cyberloafing pada Karyawan

0 3 31

A. Cyberloafing 1. Definisi Cyberloafing - Pengaruh Role Ambiguity dan Role Conflict Terhadap Perilaku Cyberloafing pada Karyawan

1 0 15