UPAYA PEMBERDAYAAN DIFABEL MELALUI PROGR

PROCEEDING
International Seminar of Special Education
Education for All (EFA) Implementation toward Children with Special Needs in
The Era of ASEAN Economic Community (AEC) 2015

Jember, 12 Oktober 2014

KATA PENGANTAR

Education For All (EFA) dicetuskan pada tahun 1991 di Bangkok dan

GLODQMXWNDQ SDGD WDKXQ  GL 6DODPDQFD 6SDQ\RO \DQJ PHQJKDVLONDQ ³the
Salamanca statement on inclusive education´ .RPLWPHQ LQL GLWLQGDN ODQMXWL ROHK
pemerintah Indonesia pada tahun 2004 dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dan
pada tahun 2005 dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi. Kesungguhan
pemerintah ini terus berlanjut dengan berpartisipasinya pemerintah Indonesia untuk
meratifikasi Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui UndangUndang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention
On The Rights Of Persons With Disabilities, pasal 24 Ayat (1) undang-undang

tersebut menyebutkan bahwa Negara-Negara Pihak mengakui hak penyandang
disabilitas atas pendidikan. Dalam rangka memenuhi hak ini tanpa diskriminasi

dan berdasarkan kesempatan yang sama, Negara-Negara Pihak harus
menjamin sistem pendidikan yang bersifat inklusif pada setiap tingkatan dan
pembelajaran seumur hidup yang terarah kepada: a) Pengembangan
seutuhnya potensi diri dan rasa martabat dan harga diri, serta penguatan
penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan
keragaman manusia; b) Pengembangan atas kepribadian, bakat dan kreatifitas,
serta kemampuan mental dan fisik dari penyandang disabilitas hingga
mencapai potensi mereka sepenuhnya; dan c) Memungkinkan penyandang
disabilitas untuk berpartisipasi secara efektif di dalam masyarakat yang bebas.
Namun bagaimana pemerintah Indonesia mengimplementasikan konsep
Pendidikan bagi semua khususnya bagi Difabel dalam menyongsong era
ASEAN Economic Community (AEC) pada Tahun 2015.
Untuk menggali lebih mendalam permasalahan tersebut, Prodi. PLB FIP
IKIP PGRI Jember menyelenggarakan seminar internasional dengan tema:
Implementasi Pendidikan Untuk Semua bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Era
ASEAN Economic Cummunity (AEC) Tahun 2015

Tim Editor.

INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | iii


DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................................. iii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iv
BAHAN BANTU MENGAJAR DALAM PENGAJARAN BAHASA INGGERIS
BAGI MURID-MURID PENDIDIKAN KHAS BERMASALAH PENDENGARAN
Mohd Hanafi Mohd Yasin, Abdul Al Hariss bin Abdul Samad ........................................ 1
UPAYA PEMBERDAYAAN DIFABEL MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN
VOKASIONAL INFORMAL OLEH ORGANISASI PERSATUAN PENYANDANG
CACAT (PERPENCA) DI KABUPATEN JEMBER
Asrorul Mais .................................................................................................................... 9
PENGGUNAAN KAEDAH TERAPI MAIN DALAM MENGECAM HURUF VOKAL
BAGI MURID PENDIDIKAN KHAS BERMASALAH PEMBELAJARAN
Kamarudin bin Abu Hassan, Siti Nurhanis binti Abdul Bahar ....................................... 21
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SEKOLAH INKULSIF
Syamsul Hidayat ........................................................................................................... 29
EFEKTIVITAS KOLABORASI METODE VAKT DAN PERMAINAN IMAJINATIF
DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA
ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Lailil Aflahkul Yaum ...................................................................................................... 37
PENGEMBANGAN PROTOTIPE VIDEO PEMBELAJARAN KONSEP
BINATANG DALAM UPAYA PENGUASAAN KONSEP DAN KONSENTRASI
PADA SISWA AUTIS
Partiwi Ngayuningtyas Adi ............................................................................................ 47
PROGRAM INTERVENSI DINI BERSUMBER DAYA KELUARGA PADA
ANAK DENGAN KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK
Rosika Novia Megaswarie ............................................................................................ 53
PENGAPLIKASIAN KAEDAH PENGAJARAN MONTESSORI DALAM
PENGUASAAN KEMAHIRAN PRANOMBOR BAGI MURID SINDROM DOWN
Tumerah binti Rosmin, Kamarudin Bin Abu Hassan, Nur Hidayah binti Adar .............. 61
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN INQUIRY DAN MOTIVASI BELAJAR
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA TUNANETRA DI SMPLB
BONDOWOSO DAN JEMBER
Qorry Nurul Hidayah ..................................................................................................... 73
EFEKTIVITAS PELATIHAN ASERTIVITAS UNTUK MENINGKATKAN
PERILAKU ASERTIF SISWA KORBAN BULLYING
Akhmad Rifqi Azis......................................................................................................... 83
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS MINAT BERMAIN
PADA ANAK AUTIS DI SLB AUTIS MITRA ANANDA TAHUN PELAJARAN 2013

Khusna Yulinda Udhiyanasari....................................................................................... 93

iv | PROCEEDING

MODEL INSAN MELAYU DALAM NOVEL-NOVEL S. OTHMAN KELANTAN
BAGI INSAN NORMAL DAN KURANG UPAYA
Robiah binti Mohamad ................................................................................................ 103
IMPLEMENTASI MANAJEMEN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN PENDIDIKAN
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Vera Firdaus ............................................................................................................... 121
EFEKTIFITAS INSTRUMEN MUSIK GAMELAN LARAS SLENDRO
TERHADAP PENGENDALIAN EMOSI DAN KONSENTRASI ANAK AUTIS
Ninus Kemalasari........................................................................................................ 139
DEMOKRASI DAN RULE OF LAW : JAMINAN TERHADAP AKSESIBILITAS
PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS
St. Fannatus Syamsiyah ............................................................................................. 153
ISU-ISU KRITIS PENDIDIKAN INKLUSIF DALAM BINGKAI
EDUCATION FOR ALL
Abdul Muis .................................................................................................................. 163

PEMEROLEHAN ASPEK SEMANTIK DALAM KALANGAN KANAK-KANAK
SINDROM DOWN: SATU KAJIAN KES
Ismail bin Hasbullah.................................................................................................... 171
KOMPETENSI KESANTUNAN LAKUAN BAHASA DIREKTIF GURU PELATIH
OPSYEN PEMULIHAN KHASDALAM PENGAJARAN
Zanariah binti Ibrahim, Maslida binti Yusof, Karim bin Harun ..................................... 181
PERSEPSI GURU PELATIH KURSUS PERGURUAN LEPAS IJAZAH (KPLI)
KURSUS DALAM CUTI (KDC) PENDIDIKAN KHAS TERHADAP PELAKSANAAN
RANCANGAN PENDIDIKAN INDIVIDU (RPI): SATU TINJAUAN
Amerrudin bin Othman................................................................................................ 193
PENGGUNAAN e-ANGKA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN MURID
BERKEPERLUAN KHAS MENGENAL ANGKA 1 HINGGA 10
Sarimah binti Ahmad, Nurul Ain binti Mohd. Yusof .................................................... 203
STUDI TENTANG HUBUNGAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN
TERHADAP PERILAKU AGRESIF ANAK USIA DINI
Mudafiatun Isriyah ...................................................................................................... 213
MENINGKATKAN KEMAHIRAN MEMBUNDAR NOMBOR EMPAT DIGIT
KEPADA PULUH YANG TERDEKAT MENGGUNAKAN KAEDAH MODEL
µANTHILL¶,17(5$.7,)%$*,085,'SLOW LEARNER
Halimah binti Haji Che Mat, Nur Zahidah binti Said .................................................... 227

PENGAPLIKASIAN MULTIMEDIA BAGI MENGATASI MASALAH KEMAHIRAN
MENAMBAH DENGAN MENGUMPUL SEMULA
MURID SLOW LEARNER
Hamzah bin Dollah, Siti Atiqah binti Elias ................................................................... 241

INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | v

PENGGUNAAN KAEDAH PERMAINAN PLAY AND SAVE BAGI
MENINGKATKAN TUMPUAN MURID SLOW LEARNER MENGUASAI
KEMAHIRAN MEMBACA PERKATAAN BAHASA MELAYU DUA
SUKU KATA KVK + KVK
Mohd Israfi Bin Sayati, Nur Fatin Binti Tarmizi ........................................................... 249
PENTINGNYA PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP LIFE SKILL
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN DAN LAYANAN KHUSUS
Amin Silalahi ............................................................................................................... 267

vi | PROCEEDING

UPAYA PEMBERDAYAAN DIFABEL MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN
VOKASIONAL INFORMAL OLEH ORGANISASI PERSATUAN PENYANDANG

CACAT (PERPENCA) DI KABUPATEN JEMBER
Asrorul Mais
IKIP PGRI Jember
e-mail: asrorulmais.plb@gmail.com
Abstract: This research aimed to describe the efforts to empower the disabled
through informally vocational education by Association of Disabled Persons in
Jember District. The research used qualitative method. Data were collected by
interview, observation, and document analysis. The results showed that
Association of Disabled Persons efforts to empowering disabled consisted of
two ways: (1) direct empowerment of people with disabilities done by the
organization in the form of giving motivation and job training, and (2) indirect
empowerment of people with disabilities involve with the appropriate institutions
in the form of addressing the needs of disability aids, rehabilitation needs,
training needs, and capital needs of the business. Type of informal vocational
education given to disabled adapted to the needs and characteristics of
disabilities which consists of four types of training for visual, hearing, mental,
physical impairment, with four stages: identification of the problems and training
needs of the disabled, planning, implementation and evaluation.
Keywords: empowerment, disabilities and informally vocational education
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya pemberdayaan

terhadap difabel melalui pendidikan vokasional informal oleh organisasi
Persatuan Penyandang Cacat di Kabupaten Jember. Metode penelitian
menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa upaya Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember dalam
pemberdayaan difabel terdiri dari dua cara yaitu: (1) perberdayaan penyandang
cacat secara langsung yang dilakukan sendiri oleh organisasi tersebut berupa
pemberian motivasi dan pelatihan kerja dan (2) pemberdayaan penyandang
cacat secara tidak langsung dengan melibatkan instansi-instansi terkait berupa
upaya pemenuhan kebutuhan alat bantu ketunaan, kebutuhan rehabilitasi,
kebutuhan pelatihan, dan kebutuhan permodalan usaha. Jenis pendidikan
vokasional informal yang diberikan pada difabel disesuaikan dengan kebutuhan
dan karakteristik difabel yang terdiri atas empat jenis yaitu pelatihan bagi
tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa dengan empat tahapan yaitu
identifikasi permasalahan dan kebutuhan pelatihan difabel, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Kata Kunci: pemberdayaan, difabel dan pendidikan vokasional informal

Pendahuluan
Berdasarkan data BPS tahun 2010, jumlah penyandang difabel di Kabupaten Jember

sebanyak 27.447 dari 1.945.597 jiwa dengan kualifikasi kesulitan melihat (5.570),
kesulitan berjalan atau naik tangga (6.236), kesulitan mengingat atau berkonsentrasi
(5.789), kesulitan mengurus diri sendiri (5.037) dan kesulitan mendengar (4.815).
Jumlah ini setara dengan 1,41% dari keseluruhan penduduk di Kabupaten Jember
yang tersebar di 31 kecamatan (http://sp2010.bps.go.id).
Sebagai kaum minoritas, para penyandang difabel juga ingin menikmati dan berperan
serta dalam proses pembangunan termasuk membangun dirinya sendiri. Namun,
karena tidak adanya akses untuk mengembangkan potensi dan daya guna, akhirnya

INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | 9

para penyandang cacat hanya bisa menjadi penonton tanpa bisa menikmati hasil dari
proses pembangunan. Untuk itu diperlukan suatu kepedulian dari pihak-pihak terkait
untuk memberdayakan penyandang difabel agar dapat ikut serta dan menikmati
pembangunan.
Di beberapa negara maju, para penyandang difabel sudah dipersiapkan untuk memiliki
keterampilan yang bersifat life skill untuk menunjang kemandirian dan penghidupannya
kelak setelah mereka dewasa. Mynatt dan Gibbons (2011) dalam penelitiannya di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa pemerintah mempersiapkan karir siswa
berkebutuhan khusus dari usia sekolah dengan melakukan bimbingan dan eksplorasi

karir dengan partisipasi orang tua, pelatihan keterampilan, asesmen kemampuan
keterampilan dan membantu mencarikan alternatif pekerjaan bagi mereka setelah lulus
sekolah.
Spichtinger, dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pemerintah Jerman
telah mempersiapkan regulasi dan penyediaan pasar tenaga kerja bagi difabel dengan
melakukan pemetaan dan persiapan pendidikan vokasional bagi penyandang difabel
usia muda.
Hirvonen (2010) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa pendidikan vokasional
bagi siswa difabel di Finlandia telah mampu merubah konsep pendidikan inklusif
menjadi pendidikan berbasis vokasi agar siswa berkebutuhan khusus lebih mudah
diterima di lingkungan masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang masih berkembang tentunya masih belum memiliki
kebijakan seperti di negara maju dalam memikirikan dan melaksanakan program
pendidikan vokasional bagi difabel untuk mempersiapkan masa depan mereka.
Berdasarkan alasan ini dan didasarkan pada belum optimalnya organisasi atau institusi
pemerintahan atau swasta yang menangani penyandang cacat secara terorganisir
maka muncul suatu ide oleh beberapa penyandang difabel untuk membentuk lembaga
yang menangani pemberdayaan difabel di Kabupaten Jember.
Yayasan lembaga swadaya masyarakat yang telah berdiri sekitar satu dekade lalu ini
merupakan suatu lembaga nirlaba non pemerintah yang berkomitmen kuat dalam

program pemberdayaan penyandang difabel usia produktif pasca sekolah dalam
membantu mereka untuk menjadi tenaga terampil dan cakap di bidangnya masingmasing sehingga keberadaan Persatuan Penyandang Cacat atau yang lebih dikenal
dengan PERPENCA yang terlahir dari ide para difabel untuk pemberdayaan difabel
dan dilakukan oleh difabel sendiri layak untuk diteliti lebih dalam.
Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa fokus penelitian,
selanjutnya fokus tersebut dijabarkan dalam beberapa rumusan masalah, yakni: (1)
Bagaimana upaya Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember dalam
pemberdayaan difabel? (Konsep makro pemberdayaan), (2) Apa saja jenis pendidikan
vokasional informal yang diberikan pada difabel dan bagaimana proses
pelaksanaannya? (Tahapan teknis dalam pelatihan)
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui sejauh mana upaya yang telah
dilakukan Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember dalam pemberdayaan
difabel dan jenis-jenis pendidikan vokasional informal yang diberikan pada mereka
serta proses pelaksanaannya

10 | PROCEEDING

Kajian Literatur
Pemberdayaan Difabel
Menurut UU No.19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of
Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) bahwa
Penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan
berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka
dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Mereka seringkali
kurang dihargai dan bahkan dicap sebagai orang yang malas, lemah yang disebabkan
oleh dirinya sendiri. Padahal ketidakberdayaan mereka seringkali merupakan akibat
dari adanya kekurangadilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.
Sennet dan Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam Suharto (2006) menyatakan
bahwa ketidakberdayaan penyandang cacat ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti: ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politik,
ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan
pelatihan-pelatihan dan adanya ketegangan fisik maupun emosional.
Para teoritis seperti Seeman (1985), Seligman (1972) dan Learner (1986) dalam
Suharto (2006) meyakini bahwa ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok
masyarakat seperti penyandang cacat merupakan akibat dari proses internalisasi yang
dihasilkan dari interaksi mereka (penyandang cacat) dengan masyarakat. Penyandang
cacat menganggap diri mereka lemah dan tidak berdaya karena masyarakat memang
PHQJDQJJDSQ\D GHPLNLDQ 6HHPDQ PHQ\HEXW NHDGDDQ LQL GHQJDQ LVWLODK ¶DOLHQDVL¶
Sementara Seligman menyebutnya sebagai ketidakberdayaan yang dipelajari (learned
helplessness  GDQ /HDUQHU PHQDPDNDQQ\D GHQJDQ LVWLODK ¶NHWLGDNEHUGD\DDQ VXUSOXV¶
atau surplus powerlessness´
Kieffer (1984) dalam Suharto (2006) menyatakan bahwa ketidakberdayaan dapat
berasal dari penilaian diri yang negatif, interaksi negatif dengan lingkungan atau
berasal dari blokade dan hambatan yang berasal dari lingkungan yang lebih besar. (1)
Penilaian diri yang negatif. Ketidakberdayaan dapat berasal dari adanya sikap
penilaian yang negatif yang ada pada diri seseorang yang terbentuk akibat adanya
penialian negatif dari orang lain. (2) Interaksi negatif dengan orang lain.
Ketidakberdayaan dapat bersumber dari pengalaman negatif dalam interaksi antara
korban yang tertindas dengan sistem di luar mereka yang menindasnya. (3)
Lingkungan yang lebih luas. Lingkungan yang lebih luas dapat menghambat peran dan
tindakan kelompok tertentu. Situasi ini dapat mengakibatkan tidak berdayanya
kelompok yang tertindas tersebut dalam mengekspresikan atau menjangkau
kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat misalnya kesempatan dalam
memperoleh pekerjaan dan pendidikan.
Dengan demikian, dibutuhkan adanya suatu usaha untuk melepas atau mengeluarkan
penyandang cacat dari ketidakberdayaan yaitu melalui upaya pemberdayaan.
Pemberdayaan menurut Payne (1997) dalam Adi (2003) adalah membantu klien
memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia
lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi
dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
kemampuan dengan rasa percaya diri untuk membentuk masa depan sesuai dengan
keinginan mereka.
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya
kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal
INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | 11

(misalnya persepsi mereka sendiri) maupaun karena kondisi eksternal (misalnya
ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dicapai melalui
penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P yaitu:
pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, dan pemeliharaan (suharto:
2006): (1) Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan
masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat. (2) Penguatan:
memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam
memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus
mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri
masyarakat yang menunjang kemandirian mereka. (3) Perlindungan: melindungi
masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok
kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat)
antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat
terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala
jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. (4)
Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu
menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu
menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin
lemah dan terpinggirkan. (5) Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar
tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan
yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
Dubois dan Miley dalam Suharto (2006) memberi beberapa cara atau teknik yang lebih
spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan meliputi: (1) Membangun relasi
pertolongan yang: (a) merefleksikan respon empati; (b) menghargai pilihan dan hak
klien menentukan nasibnya sendiri (self determination); (c) menghargai perbedaan dan
keunikan individu; (d) menekankan kerjasama klien (client partnerships). (2)
Membangun komunikasi yang: (a) menghormati martabat dan harga diri klien; (b)
mempertimbangkan keragaman individu; (c) berfokus pada klien; (d) menjaga
kerahasian klien. (3) Terlibat dalam pemecahan masalah yang: (a) memperkuat
pertisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah; (b) menghargai hakhak klien; (c) merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar; (d)
melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi. (4) Merefleksikan sikap
dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui: (a) ketaatan terhadap kode etik profesi; (b)
keterlibatan dalam pengembangan profesional, riset, dan perumusan kebijakan; (c)
penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik; (d) penghapusan
segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.
Pendidikan Vokasional
Menurut Sumarto (2006) Pendidikan vokasional merupakan penggabungan antara
teori dan praktik secara seimbang dengan orientasi pada kesiapan kerja lulusannya,
pendidikan vokasional membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan
belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan,
berani menghadapi problema kehidupan, serta memecahkannya secara kreatif.
Pendidikan vokasional dalam konteks difabel adalah pendidikan life skill yang dapat
menjamin para difabel untuk dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan kondisi
disabilitas yang disandangnya.
Menurut Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Bab 1 Pasal 13, Pendidkan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
12 | PROCEEDING

lingkungan. Pelaksanaan pendidikan berlangsung tidak dengan cara-cara artificial,
melainkan secara alamiah atau berlangsung secara wajar, oleh sebab itu pendidikan
dalam keluarga disebut pendidikan informal.
Pelaksanaan pendidikan vokasional yang berorientasi pada life skill bagi difabel
dilaksanakan dalam setting pendidikan informal baik yang dilaksanakan oleh difabel
untuuk difabel dan oleh lembaga terkait untuk difabel yang dijembatani oleh
PERPENCA.
Syamsi (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pengembangan bentuk
pelatihan untuk anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan karakteristik anak
berkebutuhan khusus dan berbentuk pelatihan kewirausahaan yang bersifat fleksibel,
praktis dan ekonomis sehingga memiliki keefektifan yang tinggi dan berdaya guna bagi
anak berkebutuhan khusus.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2010) juga menyatakan bahwa perilaku
masyarakat berkubuthan khusus dalam mendapatkan kemampuan keterampilan kerja
menunjukkan hasil yang optimal jika didukung oleh partisipasi masyarakat, sarana dan
prasarana yang memadai, selain itu masyarakat berkebutuhan khusus secara
psikologis merasa diperhatikan, dihargai, dan dapat menumbuhkan semangat hidup,
berkarya dan hidup mandiri.
Metode
Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut
Moleong (2010:5) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan
jalan berbagai metode yang ada.
Adapun tujuan dari penelitian kualitatif menurut Yuswan di dalam Bungin (2001:147)
bertujuan agar dapat mendeskripsikan secara lebih rinci, lebih jelas dan lebih akurat.
Jadi yang dihasilkan oleh penelitian ini adalah data deskriptif yang berisi tentang
gejala-gejala sosial, fakta-fakta sosial lalu makna dari fakta-fakta yang ditemukan saat
penelitian. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini diharapkan
mampu mendeskripsikan tentang keadaan yang sebenarnya (naturalistik) dilapangan.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif, Menurut
Hamidi (2010), Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan menyajikan
informasi secara sangat tepat dan teliti (accurately and precisely) tentang karakteristik
yang sangat luas populasi.
Dengan penelitian ini diharapkan peneliti mampu menggambarkan keadaan yang
sebenarnya (naturalistik) di lapangan. Yang menjadi objek dalam penelitian deskriptif
ini adalah suatu pola pemberdayaan yang dilakukan oleh pengurus perpenca untuk
anggota,. Dalam penelitian ini, data-data kuantitatif masih diperlukan, tapi ini sekedar
untuk pelengkap.
Implikasi dari penelitian ini adalah bertumpu pada pencarian data sebanyakbanyaknya. Data dilapangan dikumpulkan sejauh dianggap cukup, guna memberikan
gambaran maksimal yang diinginkan untuk menentukan, membuktikan dan
mengembangkan secara sistematis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis
berusaha untuk menggambarkan secara jelas mengenai upaya yang telah dilakukan
Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember dalam pemberdayaan difabel dan
jenis-jenis pendidikan vokasional yang diberikan pada mereka serta proses
pelaksanaannya
INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | 13

Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di Sekretariat Perpenca
(Persatuan Penyandang Cacat) Jember, Dinas Sosial, Rumah Pengurus PERPENCA,
dan Rumah difabel mantan peserta pelatihan.
Data, Sumber Data, dan Narasumber
Terdapat dua kelompok data dalam penelitian ini, yaitu data utama dan data
pendukung. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan atau peristiwa. Data tersebut dipeoleh dari informan yaitu orang-orang yang
terlibat langsung dalam kegiatan sebagai subjek penelitian. Data pendukung berasal
dari dokumen-dokumen yang ada di PERPENCA Jember.
Adapun narasumber dalam penelitian ini adalah: a). Kepala Perpenca Jember, sebagai
pimpinan organisasi b). Sekretaris c). Bendahara d). Seksi Humas, e). Seksi
Pendidikan dan Pelatihan, f) penyandang difabel mantan peserta pelatihan dari
tunadaksa, g) penyandang difabel mantan peserta pelatihan dari tunarungu, dan h)
pegawai Dinas Sosial Kab. Jember.
Kehadiran Peneliti
Peran peneliti baik secara individu maupun dengan bantuan orang lain pada penelitian
kualitatif adalah merupakan alat pengumpul data yang utama. Peneliti terjun langsung
di objek penelitian untuk terlibat langsung dalam proses menggali informasi sebanyakbanyaknya dalam setiap tahap-tahap penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Wawancara (interview)
Pada penelitian ini peneliti dalam melakukan wawancara tidak terpaku pada waktu dan
tempat yang ditentukan, wawancara ini dapat dilakukan di lembaga Perpenca maupun
di rumah informan atau di tempat-tempat yang lain misalnya di tempat pelatihan.
Observasi
Pada metode observasi ini peneliti menggunakan observasi tak berstruktur, dimana
peneliti dalam melaksanakan observasinya melakukan pengamatan secara bebas
(tanpa pedoman).
Dokumentasi
Metode dokumentasi ini dilakukan guna memperoleh data sekunder yang diperlukan
dengan jalan mencatat dan mempelajari data-data yang ada di Persatuan Penyandang
Cacat (Perpenca), buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian, serta dokumen
lain yang terkait.
Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sebagai teknik keabsahan
data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (Moleong: 2006). Triangulasi dapat dicapai dengan
jalan: (a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b)
Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi, (c) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menganalisa data dengan menggunakan analisis
deskriptif, di mana obyek suatu penelitian digambarkan dalam kata-kata dan bukan
14 | PROCEEDING

berupa angka-angka. Dengan demikian dalam penelitian ini peneliti menganalisis dan
menggambarkan upaya-upaya yang dilakukan oleh PERPENCA dalam usaha
memberdayakan penyandang cacat dengan data-data yang sudah diperoleh dan
dikumpulkan baik dari observasi, wawancara maupun data dokumentasi.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari wawancara, observasi dan pencatatan
dokumen dapat dikemukakan beberapa hasil penelitian.
Gambaran Umum PERPENCA Jember
Yayasan Lembaga Swadaya Masyarakat Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA)
Jember berdiri pada tanggal 9 Juli 2003 dengan akta notaris nomor 02 tanggal 02
Oktober 2003 dan telah terdaftar di pengadilan negeri Jember dengan nomor:
46/Y/2003 dengan alamat sekretariat Jl. Imam Bonjol 146 Kaliwates Jember 68133.
Organisasi ini memiliki 273 anggota penyandang difabel dengan kualifikasi tunadaksa
sebanyak 217 orang, tunanetra sebanyak 10 orang, tunarungu sebanyak 41 orang dan
tunagrahita sebanyak 5 orang yang kesemuanya membutuhkan bantuan
pemberdayaan. Selain itu, organisasi ini juga memiliki 15 perwakilan kecamatan dan 4
perwakilan ketunaan.
Visi dari PERPENCA adalah (1) Kesetaraan, (2) Pemberdayaan, (3) Kemandirian, (4)
Kesejahteraan bagi penyandang cacat baik untuk diri sendiri dan juga sesama.
Sedangkan Misi Perpenca adalah mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban
dan peran penyandang cacat di masyarakat dengan sarana dan upaya yang memadai,
terpadu dan berkesinambungan. Adapaun tujuannya adalah: (1) Sebagai sarana untuk
menjembatani antara pemerintah dengan penyandang cacat begitu juga sebaliknya.
(2) Mempersatukan penyandang cacat se-Kabupaten Jember, dan (3) Sebagai forum
komunikasi dan silaturahmi para penyandang cacat se-Kabupaten Jember.
Upaya Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember dalam Pemberdayaan
Difabel
Secara garis besar, upaya Upaya Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember
dalam pemberdayaan difabel terdiri dari dua cara yaitu: (1) perberdayaan penyandang
cacat secara langsung dan (2) pemberdayaan penyandang cacat secara tidak
langsung. Upaya pemberdayaan ini difokuskan pada difabel usia produktif pasca
sekolah atau difabel yang tidak bersekolah.
Pemberdayaan secara langsung
Pemberdayaan secara langsung diawali dari proses pendataan langsung oleh
perwakilan kecamatan yang tersebar di 15 kecamatan dengan langsung mendatangi
rumah-rumah warga yang mengalami difabel atau yang memiliki anak, saudara, atau
tetangga yang mengalami difabel untuk melakukan pendekatan secara individu guna
mengetahui secara mendalam profil dan kemungkinan kendala-kendala yang dihadapi
oleh para difabel tersebut.
Data hasil kunjungan dari rumah ke rumah tersebut kemudian dikumpulkan untuk
dibahas dalam rapat rutin pengurus yang dilaksanakan setiap tiga bulan. Di forum
inilah setiap difabel satu persatu diinventarisir kebutuhan pelatihan, kendala, dan
upaya solusi yang mungkin sesuai dengan kondisi dan tingkat ketunaan yang
dialamainya. Setiap permasalahan yang ada diputuskan berdasarkan kemungkinan
permasalahan para difabel tersebut dapat ditangani langsung oleh PERPENCA
ataukah memrlukan bantuan dari instansi lain.

INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | 15

Masalah yang dapat ditangani langsung oleh PERPENCA pada umumnya adalah
masalah yang berhubungan dengan motivasi diri baik yang bersumber dari diri
penyandang difabel maupun dari lingkungan atau orang terdekat difabel yang masih
memiliki persepsi negative terhadap keberadaan difabel di tengah-tengah mereka.
Selain itu permasalahan yang dapat ditangani langsung oleh PERPENCA adalah
permasalahan tentang kebutuhan pendidikan vokasional informal berupa pelatihan
keterampilan kerja yang tidak membutuhkan biaya yang relatif besar serta PERPENCA
memiliki sumber daya pelatih di bidang tersebut.
Sumber daya pelatih yang dimiliki PERPENCA adalah para difabel yang sudah bekerja
mandiri dan sudah menekuni bidang keterampilan tertentu serta bersedia menjadi
relawan untuk membantu memberikan pendidikan keterampilan tertentu kepada difabel
lain secar suka rela. Para sumber daya ini pada umumnya berasal dari mantan peserta
pelatihan yang dibina oleh Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, dan PERPENCA sendiri
yang ingin menyumbangkan ilmu dan keterampilan mereka untuk berbagi pada
sesama karena terdorong oleh perasaan senasib.
Setelah memberikan pelatihan bagi difabel lainnya, para pelatih ini juga
mengupayakan untuk mencarikan lapangan pekerjaan bagi difabel yang sudah dilatih
oleh mereka atau merekomendasikan untuk melanjutkan ke tempat pelatihan yang
dikelola oleh Dinas Sosial atau Dinas Tenaga Kerja.
Pemberdayaan secara tidak langsung
Pemberdayaan tidak langsung yang dilakukan oleh PERPENCA adalah pemberdayaan
yang melibatkan instansi terkait dalam prosesnya. Proses ini diawali dari pendetaan
penyandang difabel di 31 kecamatan yang ada di Kabupaten Jember yang beker
jasama dengan Dinas Sosial Kabupaten Jember dan para perangkat desa dan
kelurahan setempat. Sistem pendataan ini cenderung memiliki banyak kelemahan
karena data yang didapat adalah data berupa angka jumlah penyandang difabel
secara keseluruhan di setiap kecamatan sehingga tidak mampu memberikan
gambaran secara rinci bagaimana kondisi dan kebutuhan pelatihan yang dibutuhkan
oleh mereka. Data tersebut masih harus ditelusuri untuk memberikan gambaran
kebutuhan pelatihan yang dibutuhkan oleh mereka, hal ini dilakukan oleh PERPENCA.
Cara yang dilakukan oleh PERPENCA adalah dengan menyebarkan angket yang
berisikan profil difabel dan berbagai hal yang dibutuhkan oleh mereka dalam suatu
forum pertemuan kecamatan yang biasanya diselenggarakan di kantor desa atau
kantor kecamatan setempat. Di tempat tersebut, PERPENCA memberikan penjelasan
dan penyuluhan kepada masyarakat dengan didampingi oleh perangkat desa atau
kecamatan, tokoh masyarakat setempat, dan beberapa contoh para difabel yang
sudah berhasil karena telah mengikuti program pelatihan.
Proses pemberdayaan ini lebih kompleks karena PERPENCA mengklasifikasikan
kebutuhan difabel atas empat hal yaitu: (1) kebutuhan alat bantu ketunaan, (2)
kebutuhan rehabilitasi, (3) kebutuhan pelatihan, dan (4) kebutuhan permodalan usaha.
Setelah semua kebutuhan para difabel teridentifikasi, PERPENCA membahasnya
dalam rapat rutin pengurus yang dilaksanakan setiap tiga bulan.
Kebutuhan akan alat bantu ketunaan terdiri dari: (1) bagi tunadaksa berupa crutch,
brace, protease, walkerdan kursi roda, (2) bagi tunanetra berupa tongkat tuna netra
dan alat tulis reglet serta stilus, (3) bagi tunarungu berupa hearing aids. Kesemua alat
bantu ketuaan tersebut dimintakan melalui proposal yang dibuat oleh PERPENCA baik
kepada Departemen Sosial maupun kepada beberapa yayasan yang peduli terhadap
difabel di seluruh Indonesia.
16 | PROCEEDING

Kebutuhan akan rehabilitasi baik medis maupun sosial dan kebutuhan akan pelatihan
dilakukan oleh PERPENCA dengan membantu para difabel untuk dikirim ke pusatpusat rehabilitasi sosial seluruh Indonesia melalui Dinas Sosial Kabupaten Jember.
Kebutuhan akan permodalan usaha bagi para difabel yang sudah memiliki
keterampilan namun masih belum merintis usaha karena belum memiliki cukup modal
dilakukan oleh PERPENCA dengan melibatkan Koperasi Simpan Pinjam Wanita
Penyandang Difabel yang merupakan bagian dari PERPENCA. Koperasi ni
memberikan pinjaman lunak tanpa agunan kepada para difabel agar dapat memulai
usaha dengan bantuan dan bimbingan yang intensif dari para difabel lainnya yang
sudah berpengalaman dalam bidang usaha tersebut.
Jenis Pendidikan Vokasional Informal yang Diberikan pada Difabel dan Proses
Pelaksanaannya
Tidak semua jenis pendidkan vokasional informal dapat diberikan kepada para difabel,
setiap pelatihan yang akan dilatihkan pada para difabel dikaji oleh PERPENCA
berdasarkan kemampuan fisik para difabel, tingkat pendidikan dan ekonomi, dan
keterserapan pasar. Hal ini yang menjadi penentu jenis pelatihan keterampilan yang
akan dilatihkan pada para difabel.
Adapun jenis pendidikan vokasional informal yang diberikan pada difabel terbagi atas
empat jenis yaitu: (1) pelatihan pijat, musik, dan komputer bicara bagi tunanetra, (2)
pelatihan bordir, jahit, sablon, perbengkelan, las dan kerajinan tangan bagi tunarungu,
(3) pelatihan tambal ban, pembuatan kerupuk, pembuatan tempe, pembuatan sulak,
keset dan kapur tulis bagi tunagrahita (4) pelatihan jahit, bordir, disain grafis, servis
elektronika, handphone, komputer, kerajinan tangan dan sablon bagi tuna daksa.
Proses pelaksanaan pendidikan vokasional informal yang dilakukan oleh PERPENCA
terdiri dari empat tahap yaitu: (1) identifikasi permasalahan dan kebutuhan pelatihan
difabel, (2) perencanaan, (3) pelaksanaan dan (4) evaluasi. Keseluruh tahapan siklus
ini dilaksanakan dan dilaporkan oleh Ketua PERPENCA dalam musyawarah besar
tahunan yang dilaksanakan setiap tahun.
Hal ini sejalan denga pendapat W.A. Friedlander dalam Herawati (2011) yang
meyatakan bahwa Metode Bimbingan Sosial Masyarakat berlangsung dari proses
permulaan hingga proses terakhir. Dalam hal ini terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu
sebagai berikut: (1) Tahap penyelidikan, pada tahap ini pekerja sosial dan partisipan
yang berminat menyelidiki masalah yang diusulkan dengan mengumpulkan data dan
fakta yang ada dalam masyarakat dengan selengkap-lengkapnya. (2)Tahap diagnostik,
pada tahap ini, selain dilaksanakan klasifikasi masalah, juga ditetapkan saluran,
sumber, alat, serta pendekatan yang akan ditempuh berdasar data dan fakta yang ada.
(3) Tahap perencanaan pada tahap ini semua permasalahan, aspek-aspek yang
terkait, data dan fakta, serta pendapat dari berbagai pihak dipelajari dengan cermat
dan hasilnya digunakan untuk menyusun rencana dan tindakan apa yang akan
dilakukan dalam melaksanakan praktik pekerjaan bimbingan sosial masyarakat. (4)
Tahap pelaksanaan atau tindakan, pada tahap ini, perencanaan dilaksanakan atau
direalisasikan dalam tindakan. Dengan kata lain, pelaksanaan bimbingan harus
dilakukan sesuai dengan perencanaan pada tahap ketiga.
Pada tahap identifikasi permasalahan dan kebutuhan pelatihan difabel, setiap
kebutuhan diklasifikasikan untuk kemudian ditentukan pelatihan yang banyak
dibutuhkan oleh para difabel. Setiap tahun PERPENCA mengusulkan sedikitnya tiga
jenis pelatihan kepada Dinas Sosial yang masing-masing jenis pelatihan dapat diikuti
minimal 10 orang difabel. Sedangkan bagi jenis pelatihan yang tidak diselenggrakan
INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | 17

oleh Dins Sosial akan dilaksanakan secara mandiri oleh PERPENCA.
Setelah melakukan tahap identifikasi permasalahan dan kebutuhan pelatihan,
PERPENCA melakukan tahap perencanaan. Pada tahap ini berfokus pada pelatihan
yang dilaksanakan secara mandiri oleh PERPNCA. Perencanaan yang dilakukan
meliputi jenis pelatihan yang akan dilatihkan, sumber daya pelatih yang akan melatih,
tempat pelatihan, waktu pelaksanaan, teknis pelaksanaanya dan sumber dana.
Pelaksanaan pelatihan yang dilakukan PERPENCA tidak dilaksanakan dalam waktu
yang bersamaan, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi di lapangan
yang ada. Pelaksanaan pelatihan selain dilaksanakan di rumah masing-masing pelatih,
juga sangat dimungkinkan pelatih mendatangi rumah difabel yang akan dilatih, kondisi
seperti ini dikhususkan bagi para penyandang difabel berat yang meiliki tingkat
mobilitas yang sangat rendah..
Setelah semua pelaksanaan pelatihan selesai dilakukan, dilakukan evaluasi untuk
mengukur tingkat keterserapan pelatihan dan keberhasilan pelatihan dan pengaruhnya
terhadap kemampuan keterampilan difabel guna mendukung proses kemandirian
mereka dalam mencari penghidupan yang layak. Hasil dari evaluasi ini yang nantinya
akan mendasari perencanaan dalam kegiatan pelatihan di tahun-tahun berikutnya.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Dari hasil temuan, pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini, maka
disimpulkan bahwa upaya Persatuan Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember dalam
pemberdayaan difabel terdiri dari dua cara yaitu: (1) perberdayaan penyandang cacat
secara langsung dan (2) pemberdayaan penyandang cacat secara tidak langsung.
Pemberdayaan secara langsung adalah pemberdayaan yang dilakukan oleh para
difabel yang sudah bekerja mandiri dan sudah menekuni bidang keterampilan tertentu
kepada difabel yang masih belum memiliki keterampilan life skill berupa pemberian
motivasi psikologis kepada para difabel dan lingkungan sekitarnya serta dilanjutkan
dengan pemberian pelatihan kerja, sedangkan pemberdayaan tidak langsung yang
dilakukan oleh PERPENCA adalah pemberdayaan yang melibatkan instansi terkait
dalam prosesnya. Adapun kebutuhan difabel yang diajukan oleh PERPENCA kepada
kepada dinas-dinas terkait yaitu: (1) kebutuhan alat bantu ketunaan, (2) kebutuhan
rehabilitasi, (3) kebutuhan pelatihan, dan (4) kebutuhan permodalan usaha. Jenis
pendidikan vokasional informal yang diberikan pada difabel disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakteristik difabel yang terdiri atas empat jenis yaitu pelatihan bagi
tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa dengan empat tahapan yaitu: (1)
identifikasi permasalahan dan kebutuhan pelatihan difabel, (2) perencanaan, (3)
pelaksanaan dan (4) evaluasi. Kesemua proses itu dibahas dan didiskusikan dalam
forum rapat rutin tiga bulanan dan dipertanggung jawabkan dalam musyawarah
tahunan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa pihak yang diharapkan dapat
mendukung program pendidikan vokasional informal yang dilakukan oleh organisasi
Persatuan Penyandang Cacat. Bagi penyandang difabel khususnya yang berdomisili di
Kabupaten Jember hendaknya lebih berperan aktif dalam membantu kegiatan
pemberdayaan tersebut. Bagi PERPENCA hendaknya untuk mempersiapkan
kaderisasi kepengurusan sehingga kelangsungan upaya pemberdayaan tersebut dapat
terjaga dengan baik. Bagi instansi terkait dan pembuat kebijakan agar lebih merespon
dengan baik dan turun langsung ke lapangan untuk dapat lebih memahami tentang
permasalahan pemberdayaan bagi penyandang difabel. Dan bagi peneliti selanjutnya
18 | PROCEEDING

agar melakukan penelitian dan pengkajian lebih mendalam lagi terkait dengan upaya
pemberdayaan difabel baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun instansi terkait.
Pustaka Acuan
Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
BPS. 2010. Sensus Penduduk Tahun 2010. (online), dalam (http://sp2010.bps.go.id/
index.php/site?id=3509000000&wilayah=Jember) diakses pada tanggal 12
Desember 2012
Bungin, B. 2001. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Haryanto. 2010. Pendidikan Keterampilan Kerja Bagi Warga Berkebutuhan Khusus
Melalui Pelayanan Keliling di Pedesaan. Jurnal Pendidikan & Kebudayaan. 16
(1): 104-115
Hermawati, Istiana. 2011. Metode dan Teknik Dalam Praktik Pekerjaan Sosial.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Hirvonen, Maija .2010. From Vocational Training To Open Learning Environments:
Vocational Special Needs Education During Change. Journal of Research in
Special Educational Needs. 11 (2). (online), dalam (http://onlinelibrary.wiley.
com/doi/10.1111/j.1471-3802.2010.01159.x/abstract) diakses pada tanggal 3
Januari 2013
Moleong J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung; PT.
Remaja Rosdakarya
______________. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Mynatt , dkk. 2011. Preparing Students With Disabilities for Their Future Careers.
American Counseling Association Conference, March 25-27, 2011, New
Orleans, LA. (online), dalam (http://counselingoutfitters.com/vistas/vistas11
/Article_08.pdf) diakses pada tanggal 3 Januari 2013
Spichtinger, dkk . 2013. Prevocational Training Situation of Young People with Special
Educational Needs (SEN) In Germany. Social Welfare Interdisciplinary
Approach 3 (1). (online), dalam (http://www.su.lt/bylos/mokslo_leidiniai/Social_
Welfare/3013_3_1/spichtinger_valaike.pdf) diakses pada tanggal 3 Januari
2013
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT
Refika Aditama
Sumarto. 2006. Pendidikan Berkelanjutan Dalam Bidang Vokasi. Seminar
Internasional: Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di
Indonesia
(online),
dalam
(http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=22642&val=1364&title) diakses pada tanggal 3 Januari 2013
Syamsi, Ibnu. 2010. Membuka Peluang Berwirausaha Untuk Pemberdayaan Anak
Berkebutuhan. Jurnal Pendidikan & Kebudayaan. 16 (1): 90-103
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights
of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas) (online),
dalam (http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu2011_19.pdf)
diakses pada tanggal 3 Januari 2013
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. (online) dalam (http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/13662/
nprt/538/uu-no-20-tahun-2003-sistem-pendidikan-nasional)
diakses
pada
tanggal 3 Januari 2013

INTERNATIONAL SEMINAR OF SPECIAL EDUCATION | 19