Hukum Perdata pertemuan 3 4 badan hukum perdata

Hukum Perdata
1. PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap
orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan
masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu
hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur
kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur
bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individuindividu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata.
Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
2. SEJARAH KUH PERDATA (BW)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk
Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan
tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon
sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu
dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper
dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi
KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober
1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).

Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia
kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota.
Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J.
scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J.
Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia
berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai
KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH
Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad
No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam
menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya
berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh
karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi
seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum
perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa

disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti

dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan
UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui
Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan
dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
merupakan induk hukum perdata Indonesia.
B. PEMBAGIAN GOLONGAN PADA ZAMAN HINDIA BELANDA
Ppasal 163 IS yang membagi penduduk hindia belanda berdasarkan asalnya atas tiga
golongan yaitu
1. golongan eropa ialah :
a) semua orang belanda
b) semua orang eropa lainnya
c) semua oaring jepang
d) semua orang yang berasal dari tempat lain yang di negaranya tunduk kepada hokum
keluarga yang pada pokoknya berdasarkan asas yang sama seperti hokum belanda
e) anak sah atau diakui menurut undang-undang ,dan anak yang dimaksud sub b dan c yang

lahir di hindia belanda
2. golongan bumi putera ialah semua orang yang termasuk rakyat Indonesia asli , yang tidak
beralih masuk golongan lain dan mereka yang semula termasuk golongan lain yang telah
membaurkan dirinya dengan rakyat Indonesia asli
3. golongan timur asing , ialah semua orang yang bukan golongan eropa dan golongan bumi
putera.
C. BERLAKUNYA KUHP PERDATA DI INDONESIA
Hokum perdata di Indonesia adalah hokum perdata barat dan hokum perdata nasional
1)hokum perdata barat adalah hokum bekas peninggalan zaman colonial belanda yang
berlakunya di Indonesia berdasarkan aturan peralihan UUD1945 misal BW (KUHPdt)
2)hokum perdata nasional adalah hokum perdata yang diciptakan di Indonesia
D. KEDUDUKAN KUHPERDATA PADA WAKTU SEKARANG
Bahwa secara yuridis formil kedudukan BW tetap sebagai UU sebab BW tidak pernah di
cabut dari kedudukannya sebagai UU
Namun pada waktu sekarang BW bukan lagi sebagai kitab UU hokum perdata yang bbulat
dan utuh seperti keadaan semula saat diundangkan
Beberapa bagian dari padanya sudah tidak berlaku lagi , baik karena peraturan baru dalam
lapangan perdata maupun karena disingkirkan dan mati oleh putusan-putusan hakim
(yurisprudensi)
3. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DALAM KUH PERDATA (BW)

1. Menurut KUHPerdata :
- buku I : tentang orang (van personen ) terdiri 18 bab

- buku II: tenyang benda (van zaxen ) terdiri 21 bab
- buku III: tentang perikatan (van verbentenissen ) terdiri dari 18 bab
- buku IV : tentang pembuktian dan daluwarsa (van bewijsen verjaring) terdiri dari 7 bab
2. menurut ilmu pengetahuan hokum :
- hokum perorangan /badan pribadi (personenrecht)
- hokum keluarga (familierecht)
- hokum harta kekayaan (vermogenrecht)
- hokum waris (erfrecht)

Isi KUH Perdata
KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
1. Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
2. Buku 2 tentang Benda
3. Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) Indonesia terdiri dari empat buku sebagai
berikut :

1. Buku I, yang berjudul ”perihal orang” (van persoonen), memuat hukum perorangan dan
hukum kekeluargaan.
2. Buku II, yang berjudul ”perihal benda” (van zaken), memuat hukum benda dan hukum
waris.
3. Buku III, yang berjudul ”perihal perikatan” (van verbintennisen), memuat hukum harta
kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang
atau pihak-pihak tertentu.
4. Buku IV, yang berjudul ”perihal pembuktian dan kadaluarsa” (van bewijs en verjaring),
memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubunganhubungan hukum.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan
hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada
hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum
agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundangundangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.

Hukum perdata Indonesia

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk
mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau

warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata
lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga
memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem
hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau
negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum
Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum
lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum

perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat
dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859.
Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan
beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :


Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga,
yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya
telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.




Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan
benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan
dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda
berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan
(iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian
tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai
penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya
UU tentang hak tanggungan.



Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan
yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya
perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk

bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai

sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.


Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek
hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya
dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Hukum acara perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara
(berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata,
dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh
Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
4. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian,
yaitu :
1. Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur
tentang :

a. Orang sebagai subjek hukum.
b. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk
melaksanakan hak-haknya itu.
2. Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
a. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti
hukum harta kekayaan suami dan istri.
b. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua
(ouderlijke macht).
c. Perwalian (voogdij).
d. Pengampunan (curatele).
3. Hukum kekayaan atau hukum harta jekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini
meliputi :
a. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
b. Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak
tertentu saja.
4. Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia
meninggal dunia
(mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang
ditinggalkan seseorang).

BAB II
HUKUM ORANG (PERSONEN RECHT)

1. MANUSIA SEBAGAI SUBYEK HUKUM
Manusia adalah perngertian biologis , yaitu mahluk hidup yang mempunyai panca indera dan
mempunyai budaya
Orang adalah pengertian yuridis ,yaitu gejala dalam hidup bermasyarakat

Menurut hokum modern ,”setiap manusia diakui sebagai manusia pribadi “. Artinya diakui
sebagai orang atau person . karena itu , setiap manusia diakui sebagai subyek hokum (recht
persoonlijkheid) yaitu pendukung hak dan kewajiban
2. KECAKAPAN , KETIDAKCAKAPAN DAN KEWENANGAN BERBUAT
Orang-orang yang menurut UU dinyatakan “tidak cakap “ untuk melakukan perbuatan hokum
adalah :
1. orang yang belum dewasa (belum mencapai umur 18 tahun atau belum melakukan
pernikahan) (pasal 1330 BW Jo pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974)
2. orang yang ditaruh dibawah pengampunan , yaitu orang-orang dewasa tapi dalam
keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros (pasal 1330 BW Jo. Pasal 433 BW)
3. orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan
hokum tertentu , misalnya orang yang dinyatakan pailit (pasal 1330 BW Jo.
Kepailitan )
orang yang cakap adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta tidak dilarang
oleh suatu UU untuk melakukan perbuatan-perbuatan hokum tertentu
3. PENDEWASAAN
Pendewasaan ((handlichting) yang diatur dalam pasal 419 s.d 432) . pendewasaan maksudnya
adalah memberikan kedudukan hokum (penuh,terbatas) sebagai orang dewasa kepada orangorang yang belum dewasa
Pendewasaan penuh ,hanya di berikan kepada orang-orang yang telah mencapai umur 18
tahun , yang diberikan dengan keputusan pengadilan negeri
4. NAMA
Masalah nama bagi orang-orang golongan eropa masalah yang cukup penting , karena
merupakan identifikasi seseorang sebagai subyek hokum . bahkan dari nama itu sudah dapat
diketahui keturunan siapa seorang yang bersangkutan
5. TEMPAT TINGGAL :
1. definisi
Tempat tinggal adalah dimana seorang berkedudukan serta mempunyai hak dan kewajiban
hokum
Tempat tinggal manusia pribadi disebut tempat kediaman
2. hak dan kewajiban
Hak dan kewajiban ini dapat timbul dalam bidang hokum public dan hokum perdata :
1) dalam bidang hokum public misalnya:
a) hak mengikuti pemilihan umum
b) kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan

c) kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor
2) dalam bidang hokum perdata misalnya :
a) debitur wajib membayar wesel / cek kepada kreditur
b) debitur berhak menerima kredit dari kreditur
3. status hokum
Dengan demikian hak dan kewajiban mengikuti tempat tinggal /alamat yang dipilih
berdasarkan perjanjian
4. jenis tempat tinggal
Menurut terjadinya peristiwa hokum dapat digolongkan menjadi 4 jenis :
1) tempat tinggal yuridis : karena peristiwa hokum kelahiran , perpindahan atau mutasi
2) tempat tinggal nyata : karena peristiwa hokum keberadaan sesungguhnya
3) tempat tinggal pilihan : karena peristiwa hokum membuat perjanjian
4) tempat tinggal ikutan : karena peristiwa hokum keadaan status hokum seseorang yang
ditentukan oleh UU.
6. KEADAAN TIDAK HADIR (AFWEZIGHEID)
1. definisi
Afwezigheid adalah keadaan tidak adanya seseorang di tempat kediamannya karena
berpergian atau meninggalkan tempat kediaman baik dengan izinmaupun tanpa izin
2. pengaruh keadaan tak hadir , ialah pada :
a) penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan
b) status hokum yang bersangkutan sendiri atau status hokum anggota keluarga yang
ditinggalkan menganai perkawianan dan perwarisan
3. tahap-tahap penyelsaian keadaan tak hadir :
1) tahap tindakan-tindakan sementara (pasal 463 KUHpdt)
2) tahap pernyataan barang kali meninggal dunia
3) tahap perwarisan secara definitive
7. CATATAN SIPIL


· Catatan sipil adalah catatan mengenai peristiwa perdata yang dialami oleh seseorang



· Kegiatan catatan sipil meliputi pencatatan sipil meliputi pencatatan peristiwa hokum
yang berlaku untuk umum untuk semua warga Negara Indonesia dan yang berlaku
khusus untuk warga Negara Indonesia yang beragama islam mengenai perkawinan
perceraian , lembaga catatan sipil yang berlaku umum di bawah departemen dalam
negeri sedangkan lembaga catatan sipil yang berlaku khusus berada dibawah
departemen agama



· Lembaga catatan sipil umum di kabupaten / kota madya dan lembaga catatan sipil
khusus kantor departemen agama di daerah



· Fungsi kantor catatan sipil adalah :

1) mencatat dan menerbitkan akta kelahiran, perceraian , kematian, pengakuan dan
pengesahan anak dan akta ganti nama


· UU mengenai catatan sipil maka dapat dihimpun 3 macam catatan sipil yaitu :

1. catatan sipil untuk warga Negara Indonesia tentang :kelahiran, kematian, dan penggantian
nama
2. catatan sipil untuk warga negara non islam tentang :perceraian, dan perkawinan
3. catatan sipil untuk warga Negara islam tentang, perkawinan dan perceraian
BAB III
HUKUM ORANG (PERSONENRECHT) BAG. 2

1. BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM
Badan hokum adalah subyek hokum dalam arti yuridis , sebagai gejala dalam hidup
bermasyarakat , sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hokum , mempunyai hak dan
kewajiban seperti manusia pribadi
Secara prinsipil badan hokum mempunyai ciri-ciri :
1) badan hokum yang dibuat pemerintah (perusahaan-perusahaan Negara )
2) badan hokum diakui pemerintah (perseroan terbatas, koperasi )
3) badan hokum yang diperbolehkan (yayasan, pendidikan, social, keagamaan )
dilihat dari wewenang hokum maka badan hokum dapat pula di klasifikasikan menjadi dua
macam :
1) badan hokum kenegaraan (MPR,MA, )
2) badan hokum privat /keperdataan (dibentuk oleh pemerintah swasta )
2. PENGERTIAN BADAN HUKUM
Badan hokum adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa sebagai lawan
pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia
3. TEORI-TEORI BADAN HUKUM
1. teori fictie (Von Savigny)
Badan hokum semata-mata buatan manusia
2. teori harta kekayaan bertujuan (A. Brinz)
hanya manusia yang menjadi subyek hukm dan ada kekayaan (vermogen) yang bukan
merupakan kekayaan seorang tetapi kekayaan itu terikat (badan hokum) tujuan tertentu
3.teori organ (otto van gierke)
Badan hokum adalah suatu organisme yang riil , yang menjelma sungguh-sungguh dalam
pergaulan hokum
4. teori propriete collective (planiol dan molengraff)
Hak dan kewajiban badan hokum adalah hak dan kewajiban para anggota bersama-sama
5. teori kenyataan yuridis /juridische realiteitsleere (majer)
Teori ini menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hokum dengan

manusia terbatas sampai pada bidang hokum saja .
4. PEMBAGIAN BADAN HUKUM
Menurut pasal 1653 BW :
1. badan hokum yang di adakan pemerintah
2. badan hokum yang di akui pemerintah
3. badan hokum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu
Dilihat dari segi wujudnya :
1. korporasi : kumpulan orang – orang yang dalam pergaulan hokum bertindak bersama-sama
sebagaio subyek hokum tersendiri (pt, koperasi )
2. yayasan : harta kekayaan yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu yaitu untuk
kepentingan sosioal
5. PERATURAN TENTANG BADAN HUKUM
BW tidak mengatur secara lengkap dan sempurna hanya termuat pada buku III title IX pasal
1653 sampai dengan 1665 (van zedelijke lichmen)
Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang badan hokum ini antara lain
termuat dalam :
1) stb. 1870 No. 156 (pengakuan badan hokum )
2) stb. 1927 No.156 (gereja dan organisasi agama)
3) UU No. 2 Thn. 1992 (usaha perasuransian )
4) UU No. 25 Thn 1992 (perkoperasian )
5) UU No.1 Thn. 1995 (perseroan terbatas )
6) UU No. 12 Thn.1998 (perbankan)
7) UU NO. 16 Thn. 2001 ( yayasan )
6. SYARAT-SYARAT BADAN HUKUM
Menurut doktrin :
1. adanya kekayaan yang bersifat terpisah
2. mempunyai tujuan tertentu
3. mempunyai kepentingan sendiri
4. adanya organisasi yang teratur
7. TANGGUNG JAWAB PERBUATAN BADAN HUKUM
Orang-orang yang bertindak untuk dan atas nama badan hokum di sebut organ (alat
pelengkapan seperti pengurus, direksi dsb.)
Perbuatan badan hokum ditentukan dalam anggaran dasar badan hokum , yang bersangkutan
maupun dalam peraturan lainnya
Dengan demikian , organ badan hokum tersebut tidak dapat berbuat sewenang-wenwng ,
sebab tindakan organ badan hokum yang melampaui batas-batas yang telah ditentukan , tidak
menjadi tanggung jawab badan hokum akan tetapi menjadi tanggung jawab pribadi organ ,

terkecuali menguntungkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1656 BW
BAB IV
HUKUM BENDA DALAM KUHPERDATA

1. PENGERTIAN BENDA (ZAAK)
Secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat di haki atau yang dapat menjadi obyek hak
milik ( pasal 499 BW)
2. ASAS-ASAS KEBENDAAN
1) asas hokum pemaksa (dewingenrecht)
Bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah diatur dalam UU
2) asas dapat di pindah tangankan
Semua hak kebendaan dapat dipindah tangankan , kecuali hak pakai dan mendiami
3) asas individualitas
Objek hak kebendaan selalu benda tertentu atau dapat ditentukan secara individual , yang
merupakan kesatuan
4)asas totalitas
hak kebendaan selalu terletak diatas seluruh objeknya sebagai satu kesatuan (psl 500, 588,
606 KUHPdt)
5) asas tidak dapat dipisahkan
Orang yang berhak tidak boleh memindah tangankan sebagian dari kekuasaan yang termasuk
suatu hak kebendaan yang ada padanya
6) asas prioritas
Semua hak kebendaan memberi kekuasaan yang sejenis dengan kekuasaan atas hak milik
(eigendom) sekalipun luasnya berbeda-beda
7) asas percampuran
Apabila hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan , maka hak
yang membebani itu lenyap (pasal 706, 718, 724, 736, 807 KUHPdt)
pengaturan berbeda terhadap benda bergerak dan tak bergerak
Terhadap benda bergerak tak bergerak terdapat perbedaan pengaturan dalam hal terjadi
peristiwa hokum penyerahan , pembebanan , bezit , dan verjaring
9) asas publisitas
Hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam register umum
10) asas mengenai sifat perjanjian
Hak yang melekat atas benda itu berpindah , apabila bendanya itu di serahkan kepada yang
memperoleh hak kebendaan itu
3. PEMBEDAAN MACAM-MACAM BENDA
Menurut system hokum perdata barat sebagaimana distur dalam BW benda dapat di bedakan
atas :
a) benda bergerak dan tidak bergerak
b) benda yang musnah dan benda yang tetap ada
c) benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti

d) benda yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi
benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan
4. SISTEM KEBENDAAN
Hokum benda yang termuat dalam buku II BW pasal 499 s.d 1232 adalah hokum yang
mengatur hubungan hokum benda (buku II BW) itu mengqnut system tertutup
5. PEMBEDAAN HAK KEBENDAAN
1. bersifat memberikan kenikmatan (zekelijk genotsrecht)
a) bezit
suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda , baik sendiri maupun dengan
perantaraan orang lain , seolah-olahnya benda itu miliknya sendiri
b) hak milik (hak eigendom)
disebutkan dalam pasal 570 BW menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati
kegunaan sesuatu benda dengan sepenuhnya dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap
benda itu
c) hak memungut hasil adalah hak untuk menarik hasil (memungut) hasil dari benda orang
lain , seolah-olah benda itu miliknya sendiri dengan kewajiban untuk menjaga benda tersebut
tetap dalam keadaan seperti semula .
d) hak pakai dan mendiami
dalam BW hak pakai dan hak mendiami ini diatur dalam buku II title XI dari pasal 818 s.d
829 . dalam pasal 818 BW hanya disebutkan bahwa hak pakai dan hak mendiami itu
merupakan hak kebendaan yang terjadinya dan hapusnya sama seperti hak memungut hasil
(vruchtgebruik)
2. bersifat memberikan zaminan :
1) hak gadai (pasal 1150 BW) : hak yang diperoleh atas suatu benda bergerak yang diberikan
kepadanya oleh debitur obyek : benda bergerak subyek : orang cakap
2) jaminan fidusia : hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak dan benda
tidak bergerak dibebani hak tanggungan. Subyek : orang yang membuat perjanjian
3) hypotheek : hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan kepada kreditur bahwa
piutangnya akan dilunasia debitur (dalam buku II title XXI pasal 1162 s.d 1232, tidak semua
berlaku )
4) privilege (piutang –piutang yang di istimewakan

BAB V
HUKUM KELUARGA (FAMILIRECHT) BAG.1
1. AKIBAT HUKUM PERKAWINAN :
1) hakdan kewajiban suami isteri
Hak dan kewajjiban suami isteri di muat dalam UU No. 1 Thn. 1974 diatur pada pasal 30 s.d
34
Jika suami isteri melalaikan kewajibannya , maka masing-masing dapat menuntutnya dengan

cara mengajukan gugatan kepada pengadilan
2) harta benda dalam perkawinan


Harta benda dalam perkawinan dalam UU No. 1 tahun 1974 diautr dalam pasal 35 s.d
37



Mengenai harta bersama , suami maupun isteridapat mempergunakannya dengan
persetujuan kedua belah pihak



Sedangkan mengenai harta bawaan suami atau isteri mempunyai hak sepenuhnya
(pasal 36)



Dalam UU NO. 1 tahun 1974 ditentukan , apabila perkawinan putus , maka harta
bersama diatur menurut humnya masing-masing

3)kedudukan anak


Bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah (pasal 42)



Anak yang lahir dari luar perkawinan itu hanya mewarisi harta benda yang
ditinggalkan ibunya dan keluarga ibunya



Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan istrinya , bilamana ia
dapat membuktikan bahwa istri nya berbuat zina



Selanjutnya mengenai asal usul anak termuat dalam pasal 55 UUPerkawinan

4) hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak


Bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaikbaiknya , sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri (pasal 45)



Kewajiban anak yang utama terhadap kedua orang tua adalah menghoremati dan
mentaati kehendak yang baik dari orang tuanya.

5) perwalian


Perwalian adalah kewajiban hokum untuk melakukan pengawasan dan pengurusan
mengenai pribadi anak yang belum dewasa dan harta bendanya pasal 50 ayat 2 UUP



Penunjukan wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan
orang tua , sebelum ia meninggal , dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan 2
orang saksi pasal 51



Yang dapat ditunjuk sebagai wali adalah keluarga anak tersebut atau oreang lain
(pasal 51 ayat 2 UUP)



Kekuasaan wali terhadap anak berlangsung hingga anak itu berumur 18 tahun atau
anak itu kawin



Wali bertanggung jawab atas pengurusan harta benda anak serta kerugia yang timbul
karena kesalahan atau klelalaian

2. PUTUSNYA PERKAWINAN
1) sebab-sebab putusnya perkawinan :
a) menurut ketentuan pasal 38 UUP, perkawinan dapat putus karena kematian , perceraian,
atas keputusan pengadilan
2) akibat putusnya perkawinan :
a) akibat terhadap anak isteri
b) akibat terhadap harta perkawinan
c) akibat terhadap status
BAB VI
HUKUM KELUARGA BAG.1
1. PENGAERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME
(UU No. 1 Thn. 1974)
2. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Menurut UU No. 1 Thn. 1974 adalah sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 s.d 12 adalah
sebagai berikut :
1) adanya persetujuan kedua calon mempelai
2) adanya izin kedua orang tua (wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun
3) usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 Thn dan wanita mencapai 16 Thn.
4) Antara calon mempelai pria dan wanita tidak ada hubungan darah
5) Tidak ada dalam ikatan perkawinan
6) Tidak melarang ke3 kalinya untuk menikah
7) Tidak dalam masa idah bagi calon mempelai wanita
3. PENCATATAN DAN TATA CARA PERKAWINAN


Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kepada
pegawai pencatat perkawinan (bagi beragama islam) dan kantor catatan sipil bagi non
muslim



Pemberitahuan memuat nama, umur, agama, pekerjaan, tempat kediaman,
pemberitahuan harus sudah disampaikan selambat-lambatnyan 10 hari



Setelah pegawai pencatatan menerima pemberitahuan maka pegawai pencatat
perkawinan melakukan penelitian (pasal 6 ayat(2) PP No.9 1975)



Apabila ketentuan tentang pemberitahuan dan penelitian telah dilakukan maka
melakukan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan dan pengumuman tersebut ditanda tangani oleh pegawai pencatat
perkawinan

4. PENCEGAHAN PERKAWINAN
Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan pernikahan (pasal 13 Jo. 20)
Orang-orang yang dapat mencegah pernikahan adalah:
1) para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari salah seorang
mempelai
2) saudara dari salah seorang mempelai
3) wali nikah dari salah seorang mempelai
4) pihak-pihak yang berkepentingan
pencegahan perkawinan di ajukan kepada pengadilan dalam daerah hokum dengan
memberitahukan kepada pegawai pencatat perkawinan
dengan BW pencegahan perkawinan ini di atur pada pasal-pasal 13 s.d 21 UU No. 1 Thn.
1974
5. PEMBATALAN PERKAWINAN


Perihal pembatalan perkawinan diatur dalam UU No. 1 Thn 1974 pasal 22 s.d 28 dan
peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 pada pasal 37 dan 38



Permohonan pembatalan perkawinan harus disampaikan kepada pengadilan daerah



Permohonan pembatalan perkawinan tersebut dalam pasal 23,24, dan 27 UU No. 1
Thn. 1974 yaitu :

1) para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri
2) suami atau istri
3) pejabat berwenang
6. PERKAWINAN CAMPURAN
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang diindonesia tunduk pada
hokum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.
Unsure-unsur perkawinan campuran :
1) perkawinan antara seorang pria dan wanita yang berbeda

2) di Indonesia tunduk pada hokum berlainan
3) karena perbedaan kewarganegaraan
syarat-syarat perkawinan campuran adalah menurut hokum yang berlaku kepada masingmasing pihak
bagi yang melakukan perkawinan campuran , dapat memperoleh kewernegaraan dari suami
atau istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya.