HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN DIS

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun
Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA
MASYARAKAT USIA 30-49 TAHUN DI DESA SEPUNGGUK WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SALO TAHUN 2015

Syafriani
Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia
ABSTRACT
In Indonesia, the affected population is estimated dyspepsia approximately 4050% of the population aged 40 years about 10 million people or 6.5% of the total
population. In 2020 an estimated three-fold from 10 million to 28 million or
11.3% of the total population in Indonesia. Dyspepsia is a phenomenon
characterized by heartburn, nausea, vomiting and bloating, full feeling, belching
and a burning sensation in the chest yng spread. The design used in this study
quantitative analytic with cross sectional design. The population in this study are
all people aged 30-49 years in the village Sipungguk using simple random
sampling method as many as 137 data collection was done in two ways using the
primary data and secondary data. Analysis of the data used are univariate and
bivariate. The results of the bivariate analysis is known to have a significant
relationship between knowledge and the incidence of dyspepsia disease with p

value 0.002. It is therefore expected for health workers in order to educate the
public about the importance of diet and increase knowledge about the disease
dyspepsia.
Keywords
: Knowledge and Dyspepsia
Bibliography : 23 (2001 - 2014)

PENDAHULUAN
Kesehatan
adalah
keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
mungkin
setiap
orang
hidup
produktif
secara
sosial,
dan

ekonomis, pemeliharaan kesehatan
adalah upaya penanggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan
yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan ( WHO,
World Health Organization, 2012)
Pengertian
sehat
meliputi
kesehatan jasmani, rohani, serta
sosial dan bukan sajak keadaan bebas
dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Masarakat Indonesia di cita-citakan

adalalah:
masyarakat
yang
mempunyai kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat
sehingga tercapai derajat kesehatan

yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya sebagai salah
satu unsur dari pembangunan sumber
daya manusia Indonesia seutuhnya
(Depkes, RI, 2009).
Dispepsia merupakan salah satu
masalah penyakit kesehatan yang
sering ditemukan dokter dalam
praktek sehari-hari. Diperkirakan
hampir 60%. Dispepsia merupakan
sekumpulan gejala rasa panas pada

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 47

Syafriani

ulu hati, perih, mual dan kembung.

Penyebab
penyakit
dyspepsia
bermacam-macam diantara tukak
lambung yang disebabkan oleh obat
NSAIDs (Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs), polamakan,
infeksi dan alcohol, faktor stress atau
tekanan pskologis yang berlebihan
dan
pengetahuan.
(Dhamika
Djojoningrat, 2009).
Angka
kejadian
dispepsia
diperkirakan antara 1-8% di Negara
barat. Di Inggris dan Skandinava
dilaporkan prevalensinya berkisar 714% tetapi hanya 10-20% yang
mencari pertolongan medis. Insiden

dyspepsia pertahun diperkirakan
antara1-8%. Di Daerah Asia Pasifik,
dyspepsia juga merupakan keluhan
yang sering dijumpai (WHO, World
Health Organization,2012).
Di Indonesia, penduduk yang
terkena dyspepsia sekitar 40-50%
diperkirakan penduduk berusia 40
tahun sekitar 10 juta jiwa atau 6,5%
dari total populasi penduduk.
Padatahun 2020 diperkirakan 3 kali
lipat dari 10 juta jiwa menjadi 28 juta
jiwa atau 11,3% dari total penduduk

di Indonesia. Di DKI Jakarta, tahun
2007,
didapatkan
prevalensi
dyspepsia sebesar 58% data tersebut
di temukan dalam seminar abdominal

dispepsia yang diadakan pelatihan
dan
pengembangan
pendidikan
Koprofesional
berkelanjutan
di
Jakarta (Sanusi, 2011).
Berdasarkan
data
Dinas
Kesehatan Propinsi Riau dyspepsia
termasuk 10 penyakit terbesar di
ruang rawat inap di Rumah Sakit
Arifin Ahmad Propinsi Riau tahun
2009 dengan 11,88% (Propil
Kesehatan Propinsi Riau 2012).
Berdasarkan data laporan Dinas
Kesehatan Kabupaten Kampar pada
tahun 2014 terdapat 10 penyakit

terbanyak di Kabupaten Kampar
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Menurut data laporan Dinas
Kesehatan Kabupaten Kampar pada
Tahun 2014 terdapat 10 penyakit
terbanyak di Kabupaten Kampar
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1 : Sepuluh Penyakit Terbanyak Di Dinas Kesehatan Kabupaten
Kampar Tahun 2014
No
1

Jenis Penyakit
Infeksi saluran nafas bagian atas akut
lainnya

2

Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas Akut


3

Dispepsia

7487

6,49

%

4

Hipertensi esensial (primer)

7332

6,35

%


5

Artritis rheumatoid

5482

Gastritis

3923

3,40

%

Disentri amuba akut

3403

2,95


%

Infeksi kulit dan jaringan subkutan

3215

2,79

%

9

Influenza

3169

10

Dermatitis dan Eksim


3005

11

Penyakit lainnya
Jumlah

6
7
8

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Jumlah
18210
12294

47876
115396

Persentasi
15,78 %
10,65 %

4,75

2,75
2,60

%

%
%

41,49 %
100,00 %

Page 48

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun
Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

Menurut data yang didapat
dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Kampar tahun 2014, jumlah
kasus
penyakit
dyspepsia
tertinggi pada 10 Puskesmas
adalah sebagai berikut:

Berdasarkan tabel diatas
dapat dilihat bahwa penyakit
dispepsia menempati urutan ke
tiga dari penyakit terbanyak
lainnya yaitu sebanyak 7487
penderita (6,49%) Penderita
dispepsia dari tahun 2014.

Tabel 1.2 Jumlah Kasus Dispepsia Di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tahun 2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Puskesmas
Jumlah Kasus Dispepsia
Kuok
975
Kampar Timur
595
Salo
538
Bangkinang
511
XIII Koto Kampar
511
Bangkinang Seberang
477
Tapung II
437
397
Tapung Hilir I
388
Siak Hulu II
342
Kampar Kiri Tengah
Jumlah
5171
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, 2014

Kampar

Persentase
18,86%
11,51%
10,41%
9,89%
9,89%
9,23%
8,46%
7,68%
7,51%
6,62%
100%

Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat jumlah kasus dyspepsia nomor tiga
terdapat di Puskesmas Salo yaitu tercatat 538 (10,41%) kasus pada tahun
2014 (Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, 2014)
Sedangkan jumlah kasus dispepsia di Wilayah Kerja Puskesmas Salo
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.3 Jumlah Kasus Dispepsia Di Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun
2014
No
1
2
3
4
5
6

Desa
Jumlah Kasus Dispepsia
Sepungguk
112
Genting damai
95
Genting
94
Salo
82
Salo timur
79
Siabu
76
Jumlah
538
Sumber: Dinas kesehatan kabupaten Kampar 2014

Berdasarkan tabel 1.3
dapat dilihat jumlah kasus
dyspepsia tertinggi berada
di desa sepungguk yaitu 112
(20,8%) orang

Persentase
20,8%
17,7%
17,5%
15,2%
14,7%
14,1%
100

Menurut data yang didapat dari
Puskesmas Salo Tahun 2014,
jumlah kasus penyakit dyspepsia
menurut golongan umur adalah
sebagai berikut

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 49

Syafriani

Tabel 1.4: Jumlah Golongan Umur Penderita Dispepsia Di Wilayah Puskesmas
Salo .
No

Usia

1

17-19

2
3
4
5
6
7

20-29
30-39
40-49
50-59
60-69
70-80
Jumlah

Masyarakat

Persentase

228

Jumlah umur
penderita dispepsia
15

277
415
305
149
131
86
1531

19
29
25
11
10
3
112

6,8%
7,0%
8,1%
7,3%
12,%
18,7%
100%

6,5%

Sumber: puskesmas salo, 2014

Berdasarkan tabel 1.4 dapat
dilihat jumlah kasus dyspepsia
tertinggi pada usia yaitu 30-39 dan
40-49 yaitu sebanyak 210 orang
Banyak
jumlah
kasus
dyspepsia disebabkan oleh banyak
individu yang tidak peduli dengan
dispepsia. Mereka tahu bahwa ada
perasaan tidak enak dan tidak
nyaman di lambung mereka.Tetapi
hal itu tidak membuat mereka
merasa perlu periksa diri ke dokter.
Padahal
dyspepsia
bias
membahayakan diri-sendiri. Oleh
karna dyspepsia perlu diketahui,
dicegah, diperlukan perawatanperawatan yang bias mengobati
terjadi dispepsia (Syamsurizal,
2009).
Berikut ini sejumlah faktor
yang
mendorong
terjadinya
dispepsia (Yuliari, 2009) yaitu:
infeksi bakteri, obat penghilang
nyeri, alkohol, stress, asam
empedu,
serangan
terhadap
lambung.
Menurut
Susanti
(2011),
kebiasaan mengkonsumsi makanan
dan minuman, seperti makanan
pedas, asam, minuman teh, kopi,
dapat
menimbulkan
resiko
munculnya
gejala
dispepsia.

Suasana yang sangat asam pada
lambung
dapat
membunuh
organism pathogen yang tertelan
bersama makanan. Namun bila
lambung telah rusak , maka suasana
yang sangat asam di lambung akan
memperberat iritasi pada dinding
lambung (Herman, 2004)
Pengetahuan merupakan media
pembentukan karakter seseorang
dimana yang membentuk karakter
yang
dimilikinya.
Dimana
seseorang mempunyai pengetahuan
yang
lebih
tinggi
memiliki
kesempatan dan peluang lebih besar
untuk hidup sehat. Pengetahuan
yang kurang tentang penyakit
dyspepsia
seprti
konsumsi
minuman bersoda, obat-obatan bias
menimbulkan penyakit dyspepsia
dan mengkonsumsi makanan yang
pedas (Hermanto, 2011).
Penelitian yang dilakukan
Verawati (2013) pada pasien di Rs.
M. Djamil Padang Tahun 2013
didapatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit dispepsia rendah
(65%), pengetahuan sedang (20%)
dan pengetahuan tinggi (15%).
Berdasarkan dari latar belakang
penelitian diatas maka penelitian
tertarik meneliti tentang hubungan

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 50

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di
Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

pengetahuan
dengan
kejadian
penyakit dispepsia pada masyarakat
di Desa Sepungguk Wilayah Kerja
Puskesmas Salo Tahun 2015.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini
adalah penelitian kualitatif
analitik dengan rancangan
cross
sectional,
yakni
merupakan
rancangan
penelitian dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan
variabel
independen
(pengetahuan) dan variabel
dependen (kejadian dispepsia)
pada
saat
bersamaan.
a. Pendidikan

Penelitian ini di lakukan pada
masyarakat di desa sepungguk
berjumlah 76 orang.

HASIL PENELITIAN
A. Analisa Univariat
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden terdiri
dari umurdan jenis kelamin
Karakteristik
responden
merupakan
data
kategorik
sehingga
dianalisis
dengan
menghitung
distribusi
frekuensinya. Hasil analisa dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikandi di Desa
Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015
No
1
2
3

Pendidikan
Pendidikan Dasar (SD dan SMP
Pendidikan Menengah
Perguruan Tinggi
Jumlah

f
31
21
24
76

Dari tabel 4.1 dapat dilihat
bahwa sebagian responden

(%)
40,8
27,6
31,6
100

berpendidikan dasar yaitu
sebanyak 31 orang (40,8%).

b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015
No
1
2

c.

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Dari tabel 4.2 dapat dilihat
bahwa
sebagian
besar
responden berjenis kelamin
Pekerjaan

F
24
52
76

(%)
31,6
68,4
100

perempuan yaitu sebanyak
52 orang(67,9%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa
Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015
No
1
2

Pekerjaan
Bekerja
Tidak bekerja (IRT)
Jumlah

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

F
115
22
76

(%)
84,0
16,0
100

Page 51

Syafriani

Dari tabel 4.3 dapat
dilihat bahwa sebagian besar

responden
bekerja
yaitu
sebanyak 115 orang (84,0%).

d. Pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Desa
Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015
No
1
2

Pengetahuan
Baik
Kurang
Jumlah

Dari tabel 4.4 dapat
dilihat bahwa sebagian
besar responden memiliki
pengetahuan yang kurang

F
35
41
76

(%)
46,1
53,9
100

tentang penyakit dispepsia
yaitu sebanyak 41 orang
(53,9%).

e. Kejadian Penyakit Dispepsia
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Penyakit
Dispepsia di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015
No
1
2

Kejadian Penyakit Dispepsia
Ya
Tidak
Jumlah

Dari tabel 4.5 dapat dilihat
bahwa
sebagian
besar
responden
mengalami
dispepsia yaitu sebanyak 44
orang(57,9%).
B. Analisa Bivariat
Analisa bivariat ini memberi
gambaran hubungan pengetahuan
dengan kejadian dispepsia pada
masyarakat di Desa Sepungguk
Wilayah Kerja Puskesmas Salo
Tahun 2015.Analisa bivariat ini
menggunakan
uji
chi-square,
sehingga dapat dilihat hubungan
antara kedua variabel tersebut.
Hasil analisis disajikan pada tabel
berikut:

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

F
44
32
76

(%)
57,9
42,1
100

1. Hubungan
pengetahuan
dengan kejadian dispepsia
pada masyarakat di Desa
Sepungguk Wilayah Kerja
Puskesmas Salo 2015
Untuk melihat hubungan
pengetahuan dengan kejadian
dispepsia pada masyarakat di
Desa Sepungguk Wilayah Kerja
Puskesmas
Salo
Tahun
2015dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

Page 52

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di
Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

Tabel 4.6

Hubungan pengetahuan dengan kejadian dispepsia pada
masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo
tahun 2015

Pengetahuan

Kurang
Baik
Jumlah

Kejadian Penyakit Dispepsia
Ya
Tidak
N
%
N
%
31
75,6 10
24,4
13
37,1 22
62,9
44
57,9 32
42,1

Berdasarkan tabel 4.6
dapat dilihat bahwa dari 41
orangberpengetahuan
kurang,
mengalami kejadian dispepsia
sebanyak 31 orang (64,5%).
Berdasarkan
uji
statistik
diperoleh nilai p = 0,002 (p <
0,05), dengan demikian secara
statistik ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan
dengan kejadian disepsia pada
masyarakat di Desa Sepungguk
Wilayah Kerja Puskesmas Salo
tahun 2015

PEMBAHASAN
1.

Hubungan
Pengetahuan
Dengan Kejadian Dispepsia
Pada Masyarakat Di Desa
Sepungguk Wilayah Kerja
Puskesmas Salo 2015
Dari hasil penelitian
dapat diketahui bahwa bahwa
dari
41
respondenyang
berpengetahuan
kurang
terdapat kejadian dispepsia
sebanyak
31
responden
(40,8%).
Berdasarkan
uji
statistik diperoleh nilai p =
0,002 (p < 0,05), dengan
demikian secara statistik ada
hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan
kejadian
disepsia
pada
masyarakat di Desa Sepungguk

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Total
N
41
35
76

P value
%
100
100
100

0,002

Wilayah Kerja Puskesmas Salo
tahun 2015.
Menurut asumsi peneliti,
kurangnya
pengetahuan
masyarakat tentang tentang
penyakit dispepsia dipengaruhi
oleh faktor pendidikan. Dari
hasil penelitian didapatkan
bahwa responden sebagian
besar responden berada pada
kategori pendidikan dasar.
Tinggi rendahnya pendidikan
erat hubungannya dengan
tingkat pengetahuan yang
diperoleh.Disaping itu perilaku
juga
dipengaruhi
oleh
pendidikan yang rendah karena
pendidikan merupakan wadah
untuk meyerap informasi.
Pendidikan
yang
rendah
cenderung memiliki perilaku
yang negative sehingga kurang
mengetahui informasi yang
berkaitan dengan kesehatan
dirinya. Jadi sesorang yang
tidak
menegtahui
tentang
informasi kesehatan makan
akan
lebih
cenderung
mengkonsumsi makanan yang
pedas, dan berbumbu yang
tajam sehingga menyebabkan
kejadian dyspepsia.
Faktor
mempengaruhi

lain
yang
kurangnya

Page 53

Syafriani

pengetahuan tentang penyakit
dispepsia pada masyarakat
salah satunya dipengaruhi oleh
pekerjaan responden yang
sebagian besar responden
bekerja
sebagai
petani,
sehingga dengan sibuk bekerja
maka responden tidak memiliki
waktu luang untuk mencari
informasi tentang penyakit
dispepsia seperti pengertian,
penyebab,
gejala
klinis,
pencegahan
dan
pengobatannya, dan hal ini
dapat menimbulkan terjadinya
penyakit dispepsia, dengan
bekerja masyarakat juga lupa
waktu makan. Jika seseorang
fokus pada pekerjaannya maka
seseorang
maka
lebih
cenderung
untuk
menyelesaikan pekerjaannya,
sehingga
seseorang
lupa
dengan jadwal makannya.
Kondisi tersebut lambung akan
memproduksi asam lambung
secara normal walaupun dalam
keadaan kosong. Dispepsia
biasanya diawali dengan pola
makan yang tidak teratur
sehingga lambung menjadi
lebih sensitive bila asam
lambung
meningkat.
Bila
seseorang telat makan sampai
2-3 jam maka asam lambung
yang
diproduksi
semakin
banyka dan berlebih sehingga
dapat
meritasi
mukosa
lambung serta meningkatkan
rasa
nyeri
di
sekitar
epigastrium.
Faktor stres juga dapat
mempengaruhi
terjadinya
penyakit dispepsia. Dari hasil
penelitian dapat diketahui
bahwa
sebagian
besar
responden berada pada berjenis

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

kelamin perempuan karena
masalah
psikologis
yang
menyebabkan
terjadinya
peningkatan asam lambung
sehingga dapat menyebabkan
iritasi
lambung.Pada
perempuan
biasanya
mempunyai banyak pikiran
sehingga bisa menyebabkan
hilangnya selera makan dan
dapat menyebabkan timbulnya
gangguan pencernaan (Rohima,
2007).
Menurut
Engel(2005)
dikutip oleh Ali Khomsan
(2009) pengetahuan adalah
informasi yang disimpan dalam
ingatan dan menjadi penentu
utama
perilaku
seseorang.Tingkat pengetahuan
seseorang
dapat
dapat
dipengaruhi oleh kemampuan
intelektualnya.
Tingkat
pengetahuan akan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku
seseorang karena berhubungan
dengan
daya
nalar,
pengalaman, dan kejelasan
konsep
mengenai
objek
tertentu yang diperoleh dari
pendidikan. tingkat pendidikan
akan
mempengaruhi
pengetahuan
seseorang
sehingga membuat seseorang
berpandangan luas, berfikir dan
bertindak rasional, karena
semakin
tinggi
tingkat
pendidikan seseorang, semakin
mudah menerima informasi
sehingga semakin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya.
Tingkat
pendidikan
juga
mempunyai peranan penting
dalam pencapaian kualitas
pengetahuan
seseorang.
Semakin
tinggi
tingkat
pengetahuan
seseorang,
semakin baik pula ia menyerap

Page 54

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di
Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

Hasil ini sesuai dengan
penelitian
Widyawati(2009)
dengan
judul
hubungan
pengetahuan dengan kejadian
penyakit disepsia di Wilayah
kerja Puskesmas Kaliwungu
Kabupaten
Kendal
yang
menyatakan
bahwa
ada
hubungan pengetahuan dengan
kejadian enyakit dispepsia
dengan p value 0,004.

ilmu
pengetahuan
dan
teknologi yang berkembang.
Menurut
(Suparyanto,
2012) pola makan yang baik
dan teratur merupakan salah
satu dari penatalaksanaan
dyspepsia
dan
juga
menrupakan tindakan preventif
dalam mencegah kejadian
dyspepsia.
Penyembuhan
dyspepsia
membutuhkan
pengaturan makanan sebagai
upaya untuk memperbaiki
kondisi
pencernaan
di
lambung.

KESIMPULAN
1. Sebagian besar masyarakat memiliki
pengetahuan yang kurang tentang
penyakit dispepsia
2. Sebagian
besar
masyarakat
mengalami penyakit dispepsia
3. Terdapat hubungan pengetahuan
dengan kejadian dispepsia pada
masyarakat di Desa Sepungguk
Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015

DAFTAR PUSTAKA
Annisa. (2009). Hubungan ketidakteraturan
makan dengan sindrome dispepsia
pada remaja perempuan di SMA
Plus
Al-Azhar
Medan.
darihttp://undip.ac.id.
Diperoleh
tanggal 19 Februari 2014
Dhamika (2009). Penyakit dispepsia dan
pencegahannya.
Dari
http//aryana.blogspot.com/2013/ma
kalah-dispepsia.html.
diperoleh
tanggal 20 April 2015
Depkes RI (2009). Pengertian pola makan
menurutDepkes
RI. Diperoleh
tanggal 19 Februari 2014

Dinkes.(2014),
Peringkat
Penyakit
Terbesar di Kabupaten Kampar
tahun 2014.
Elina. (2010). Penyakit dispepsia . Dari
http://maksehatan.co.id. diperoleh
tanggal 4 Maret 2014
Gunawan. (2012). Kriteria pola makan
yang
sehat.darihttp//pola
makan.co.id . diperoleh tanggal
20 Maret 2015
Harahap.(2010).Pencegahan
penyakit
dispepsia, http://penyakit-dispepsia.com/2013/001/.diperoleh tanggal
19 Februari 2015
Hermanto. (2011). Ilmu pengetahuan dan
seni. Jakarta: Salemba Medika
Julianto. (2012). Defenisi frekuensi
http://frekuensi
makan.Dari
makan,Wordpress.comDiperoleh
pada tanggal 12 April 2015
Khasanah. (2012). faktor-faktor yang
mempengaruhi sindroma dispepsia
mahasiswa Fakultas Keperawatan
USU. diperoleh tanggal 4 Maret
2015
Masri.

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

(2010).
Penyakit
dispepsia.darihttp://www.

Page 55

Syafriani

dispepsia-drscm.com. Diperoleh
pada tanggal 3 Maret 2015
Muttaqin. (2011). Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid 2,jakarta:Balai
penerbit FKUI

STIKes Tuanku Tambusai Riau. (2015).
Panduan Penulisan Karya Tulis
Ilmiah Mahasiswa.
Soetoso.

Notoatmodjo, S. (2011). Ilmu perilaku
kesehatan.
Edisi
Revisi.
Yogyakarta: Rhineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2011). Ilmu perilaku
kesehatan.
Edisi
Revisi.
Yogyakarta: Rhineka Cipta
Profil

Kesehatan
Provinsi
Riau,
(2012).jumlah penyakit gangguan
pencernaandi Provinsi Riau, http :
//profil
Kesehatan
Provinsi
Riau.com/2012/001/jumlah kasus
gangguan
pencernaan
//.html.
diperoleh tanggal 29 April 2015

Syamsurizal.(2009).
Gambaran
pengetahuan
klien
tentang
dyspepsia di Wilayah kerja
Puskesmas Bunga Raya.diperoleh
tanggal 20 Maret 2015
Sanusi. (2012). Pola makan yang buruk
bagi
kesehatan.
Dari
http://www.indonedia.com.
Diperoleh tanggal 13 Maret 2015

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

(2012). Fakto-faktor yang
mempengaruhi
sindroma
dispepsia mahasiswa Fakultas
Keperawatan USU. Diperoleh
tanggal 11 Maret 2015

Sugiono. (2011). Metode
Kualitatif Kuantitatif
D.Bandung : Alfa Beta

Penelitian
& R &

Oktaviani. (2009).Jumlah kasus dispepsia
menurut
WHOhttp
:
//lusi.com/2012/001/jumlah kasus
dispepsia//.html. diperoleh tanggal
22 Maret 2015

Warianto. (2011). Makanan yang
memicu dispepsia. Diperoleh
pada tanggal 10 Maret 2015
dari Http://warian.blogspoo2011-.com
Yunita.

(2010). Pola makan pemicu
penyakit
mematikan.
Dari
http://pola-makan-pemicu-penyakitmematikan.wordpress.
diperoleh
tanggal 4 Maret 201

Page 56