ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CEDERA
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN CEDERA MEDULA SPINALIS
(Sistem Neurobehaviour)
Posted on Maret 22, 2014 by mikimikiku
Standar
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Medulla spinalis adalah bagian dari system saraf yang membentuk system kontinu dengan
batang otak yang keluar dari hemisfer , serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung
otak dan saraf perifer , seperti pada kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis
pada jari-jari. Medulla spinalis ini pemanjangan dari foramen magnum di dasar tengkorak
sampai ke bagian lumbal kedua tulang belakang , yang berakhir di dalam berkas serabut yang
disebut konus medullaris. Seterusnya di bawah lumbal kedua adalah akar saraf, yang
memanjang melabihi konus, dan disebut kauda equine dimana akar saraf ini menyerupai akar
kuda . saraf-saraf medulla spinalis tersusun atas 33 segmen yaitu 7 segmen servikal , 12
torakal, 5 lumbal , 5 sakral , dan 5 segmen koksigius . Medulla spinalis mempunyai 31
pasang sara spinal , masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Seperti
otak , medulla spinalis terdiri atas subtansi grisea dan alba. Subtansia grisea di dalam otak
ada di daerah eksternal dan subtansia alba ada pada bagian internal. Cedera medula spinalis
adalah cidera yang mengenai servikalis vetebralis dan lumbali akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang Amerika Serikat , dengan perkiraan 10.000
cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria kasus ini akibat
dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh , olahraga dan kejadian
industry dan luka tembak. Dua pertiga kejadian adalah usia 30 tahun atau lebih muda. Kirakira jumlah jumlah total biaya yang digunakan untuk cedera ini mencapai 2 juta dolar
pertahun. Hal ini merupakan frekuensi yang tinggi dihubungkan dengan cedera dan
komplikasi medis. Vertebra yang sering mengalami cedera adalah medula spinalis pada
daerah servikal ke-5,6,7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan
karena rentang mobilitasnya yang lebih besar dalam kolumna vertebral pada area ini.
1. Tujuan
Untuk memenuhi tugas kelompok Sistem Neurobehaviour yang diberikan oleh dosen
pembimbing , serta mengetahui bagaimana konsep penyakit atau cedera Medula Spinalis
serta bagaimana asuhan keperawatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Medula spinalis ( spinal cord) merupakan bagian susunan sarafpusat yang terletak di dalam
kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region
lumbalis .Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan
yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap
dari medulla spinalis dengan quadriplegia.
1. ETIOLOGI
1)
Kecelakaan di jalan raya ( penyebab paling sering)
2)
Kecelakaan Olahraga
3)
Menyelam pada air yang dangkal
4)
Luka tembak atau luka tikam
5)
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis
servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera
progresif terhadap medulla spinalis dan akar ; mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun
non infeksi ; osteoporosis yang di sebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra ; siringmielia
; tumor infiltrasi maupun kompresi ; dan penyakit vascular.
1. PATOFISIOLOGI
Cedera medulla spinalis kebanyakan terjadi sebagai akibat cedera pada vertebra. Medula
spinalis yang mengalami cedera biasanya berhubungan dengan akselerasi , deselerasi atau
kelainan yang di akibatkan oleh berbagai tekanan yang mengenai tulang belakang. Tekanan
cedera pada medulla spinalis mengalami kompresi, tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi
cedera umumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6 dan T11, atau L2.
Fleksi rotasi ,dislokasi,dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan C6.Jika
mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12-L1.Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi
pada daerah tulang belakang bagian bawah.Bentuk cedera ini mengenai ligament,fraktur
vertebra,kerusakan pembuluh darah,dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis.
Hiperekstensi .Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki
perubahan degenerative vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera leher saat menyelam.Jenis
cedera ini menyebabkan medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan
mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi lengkap dan medulla
spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan kehilangan
fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi.Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari ketinggian
dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra dan
menekan medulla spinalis .Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medulla
spinalis .Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan
edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi
sensasi.
1. KLASIFIKASI
1)
Cedera tulang
1. Stabil.Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk
bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera.Komponen arkus neural intak serta
ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang,terutama ligament longitudinal
posterior tidak robek.Cedera stabil disebabkan oleh tenaga fleksi,ekstensi,dan
kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling sering tampak
pada daerah toraks bawah serta lumbal (fraktur baji badan ruas tulang belakang sering
disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).
2. Tidak stabil.Fraktur mempengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh.Hal ini
disebabkan oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup
untuk merobek ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural,
baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
2)
Cedera neurologis
1. Tanpa deficit neurologis
2. Disertai deficit neurologis, dapat terjadi di daerah punggung karena kanal spiral
terkecilterdapat di daerah ini.
1. GEJALA KLINIS
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus dimana setelah cedera klien mengeluh
nyeri serta terbatasnya pergerakan klien dan punggung.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
1)
Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis,tindakan atas cedera lain yang
menyertai,mencegah,serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut.Reabduksi
atas subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang –ed) untuk mendekompresi
koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melindungi koral spiral.
2)
Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal atau
debridement luka terbuka
3)
Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang belakang,
cedera ligament tanpa fraktur, deformitas tulang belakang progresif , cedera yang tak dapat
direabduksi,dan fraktur non-union.
4)
Terapi steroid,nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral spiral.Dosis
tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 30 mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23 jam
berikutnya.Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis.
Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral spiral.
5)
Penilaian keadaaan neurologis setiap jam,termasuk pengamatan fungsi
sensorik,motorik, dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau asenden.
6)
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat,fungsi ventilasi, dan melacak keadaan
dekompensasi.
7)
Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang,fraktur proses transverses ,spinosus,dan lainnya.Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang),imobilisasi dengan fisioterapi untuk
pemulihan kekuatan otot secara bertahap
8)
Cedera tak stabil disertai defisit neurologis.Bila terjadi pergeseran ,fraktur memerlukan
reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
1. Metode reabduksi antara lain :
Traksi memakai sepit (tang) yang dipasang pada tengkorak.Beban 20 kg tergantung
dari tingkat ruas tulang belakang, mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1
Manipulasi dengan anestesi umum
Reabduksi terbuka melalui operasi
1. Metode imobilisasi antara lain :
Ranjang khusus, rangka,atau selubung plester
Traksi tengkorak perlu beban sedang untuk mempertahankan cedera yang sudah
direabduksi
Plester paris dan splin eksternal lain
Operasi
9)
Cedera stabil disertai defisit neurologis .Bila fraktur stabil, kerusakan neurologis
disebabkan oleh :
a)
Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma langsung
terhadap koral spiral atau kerusakan vascular
b)
Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti
spondiliosis servikal
c)
Fragmen tulang atau diskus terdorong ke kanal spiral
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada saat
pertama kali di periksa :
Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif
Cedera didaerah servikal ,leher dimobilisasi dengan kolar atau sepit (caliper) dan
diberi metil prednisolon
Pemeriksaan penunjang MRI
Cedera nurologis tak lengkap konservatif
Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal, traksi tengkorak,
dan metil prednisolon
Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya
Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburuk maka lakukan
mielografi
Cedera tulang tak stabil
Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imobilisasi. Melindungi dengan
imobilisasi seperti penambahn perawatan paraplegia
Bila defisit neurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi ,diikuti imobilisasi untuk
sesuai jenis cederanya
Bila diperlukan operasi dekompresi kanal spiral dilakukan pada saat yang sama
Cedera yang menyertai dan komplikasi :
ü Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak,toraks,berhubungan dengan ominal, dan
vascular
ü Cedera berat yang dapat menyebabkan kematian,aspirasi,dan syok
1. PENGELOLAAN CEDERA
1.Pengelolaan hemodinamik
1. Bila tejadi hipotensi,cari sumber perdarahan dan atasi syok neurogenik akibat
hilangnya aliran adrenergic dari system saraf simpatis pada jantung dan vascular
perifer setelah
2. cedera diatas tingkat T .Terjadi hipotensi, bradikardia,dan hipotermi.Syok neurogenik
lebih mengganggu distribusi volume intravascular daripada menyebabkan hipovalensi
sejati sehingga perlu pertimbangan pemberian terapi atropine,dopamine,atau fenilefrin
jika penggantian volume intravascular tidak bereaksi
3. Pada fase akut setelah cedera,dipasang beberapa jalur intravena perifer dan
pengamatan tekanan darah melalui jalur arteri dipasang,dan resusitasi cairan dimulai
4. Bila hipotensi tak bereaksi atas cairan dan pemberian tranfusi, lakukan kateterisasi
pada arteri pulmonal untuk mengarahkan ke perbedaan mekanisme hipovolemik,
kardiogenik atau neurogenik.
2.pengelolaan system pernapasan
1.
2.
3.
4.
5.
Ganti posisi tubuh berulang .
Perangsangan batuk.
Pernapasan dalam.
Spirometri intensif.
Pernapasan bertekanan (+) yang berkesinambungan dengan masker adalah cara
mempertahankan ekspansi paru atau kapasitas residual fungsional.
6. Pasien yang mengalami gangguan fungsi ventilasi dilakukan trakeostomi.
3. pengelola nutrisional dan system pencernaan
1. Lakukan pemeriksaan CT-Scan berhubungan dengan omen/lavasi peritoneal bila
diduga ada perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal.
2. Bila ada ileus lakukan pengisapan (suction) nasogastrik, penggantian elektrolit ,dan
pengamatan status cairan .
3. Terapi nutrisional awal yang harus dimetabolisme (50-100% diatas normal).
4. Bila ada hiperalimentasi internal elemental . pasang duoclenol yang fleksibel melalui
atau dengan dengan bantuan fluoroskopi(ileus).
5. Pencegahan ulkus dengan antagonis Hz (simetidin , ranitidin ) atau antacid.
6. Bila mendapat gastric feeding, pasang duodenal feeding (NGT).
7. Beri difonoksilat hidroklorida dengan atropin sulfat bila mendapat NGT untuk
mencegah diare.
8. Jika terjadi kehilangan fungsi sfingter anal beri dulcolax.
4. pengelolaan gangguan koagulasi
1. Untuk mencegah terjadinya thrombosis vena dan emboli paru beri heparin dosis
minimal (500 untuk subkutan , 2-3 x sehari).
2. Ranjang yang berosilasi.
3. Ekspansi volume.
4. Stoking elastic setinggi paha.
5. Strokering prenmatis anti emboli.
6. Antiplatelet serta anti koagulasi untuk pencegahan.
5. pengelolaan genitourinaria
1. Pasang kateter dower (dower catheter – DC).
2. Amati urine output (OU).
6. pengelolaan ulkus dekubitus
1. Untuk mencegah tekanan langsung pada kulit , kurang berfungsi jaringan, dan
kurangnya mobilitas , gunakan busa atau kulit kambing penyanggan tonjolan tulang.
2. Putar atau ganti posisi tubuh berulang.
3. Perawatan kulit yang baik.
4. Gunakan ranjang yang berosilasi.
7. pengelolaan pasien paraplegia
1. Respirasi dengan pemasangan endotrakea , kemudian trakeostomi serta perbaikan
keadaan neurologi dengan menutup trakeostomi.
2. Perawatan kulit dengan mengubah posisi tidur pasien setiap 2 jam.
3. Kandung kemih:
–
Lakukan kompresi manual untuk mengosongkan kandung kemih secara teratur agar
mencegah terjadinya inkontenensia overflow dan drobbling.
–
Kateterisasi intermittten.
–
Kateterisasi indwelling.
–
Tindakan bedah jika cara-cara tersebut gagal.
1.
Buang air besar (BAB)
Untuk mendapat mengosongan rectum mendadak dilakukan dengan cara :
–
Tambahkan diet serat .
–
Gunakan laksatif.
–
Pemberian supositoria.
–
Enema untuk BAB atau pengosongan rectum teratur tanpa inkontinensia mendadak.
1. Anggota gerak
–
Cegah kontraktur akibat pembedahan spastisitas kelompok otot berlawanan dengan
latihan memperbaiki medikasi dan mencegah pemisahan tendo tertentu.
–
Nutrisi umum tinggi kalori.
Rehabilitasi pasien yang mengalami paraplegia
1)
Rehabilitasi fisik
1. Fisioterapi dan latihan peregangan otot yang masih aktif pada lengan atas dan tubuh
bagian bawah.
2. Pebiasaan terhadap alat dan perangkat rumah tangga.
3. Perlengkapan splint dan kapiler.
4. Transplantasi tendon.
2)
Perbaikan mobilisasi
1. Latihan dengan kapiler dan kruk untuk pasien cedera tulang belakang bawah.
2. Latihan kursi roda untuk pasien dengan otot tulang belakang dan tungkai yang tak
berfungsi.
3. Kendaraan khusus untuk dijalan raya.
4. Rehabilitasi psikologis.
5. Penerimaan di rumah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
1. Aktivitas dan istirahat
Tanda :
–
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada bawah lesi.
–
Kelemahan umum atau kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
1. Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar , pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda :
–
Hipotensi , hipotensi postural , ektremitas dingin dan pucat.
–
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
1. Eliminasi
Tanda :
–
Inkontinensia defekasi dan berkemih .
–
Retensi urine.
–
Distensi berhubungan dengan omen , peristaltic usus hilang.
–
Melena , emesis berwarna seperti kopi, tanah (hematemesis).
1. Inegritas ego
Gejala : menyangkal , tidak percaya , sedih , marah.
Tanda : takut , cemas , gelisah , menarik diri.
1. Makanan dan cairan
Tanda :
–
Mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum.
–
Peristaltic usus hilang ( ileus paralitik )
1. Hygiene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi).
1. Neurosensorik
Gejala :
–
Kebas , kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki.
–
Paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi , bergantung pada
area spinal yang sakit.
Tanda :
–
Kelumpuhan , kesemutan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok
spinal ).
–
Kehilangan tonus otot atau vasomotor.
–
Kehilangan atau asimetris termasuk tendon dalam.
–
Perubahan reaksi pupil , ptosis , hilangnya keringat dari berbagai tubuh yang terkena
karena pengaruh spinal.
1. Nyeri /kenyamanan
Gejala :
–
Nyeri atau nyeri tekan otot.
–
Hiperestesia tepat di daerah trauma.
Tanda :
–
Mengalami deformitas.
–
Postur dan nyeri tekan vertebral.
1. Pernapasan
Gejala : napas pendek , kekurangan oksigen , sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal atau labored , periode apnea , penurunan bunyi napas, ronkhi ,
pucat, sianosis.
1. Keamanan
Gejala : suhu yang berluktuasi ( suhu tubuh di ambil dalam suhu kamar ).
1. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali berfungsi normal
Tanda : ereksi tidak terkendali (pripisme) , menstruasi tidak teratur.
1. Penyuluan / pembelajaran
Rencana pemulangan :
–
Pasien akan memerlukan bantuan dalam transportasi , berbelanja , menyiapkan
makanan , perawatan diri, keuangan , pengobatan atau terapi , atau tugas sehari-hari di
rumah.
–
Pasien akan membutuhkan perubahan susunan rumah , penempatan alat di tempat
rehabilitasi.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d kerusakan tulang punggung ,disfungsi neurovascular,
kerusakan system muskuloskletal , ditandai dengan :
DS : pasien mengatakan sulit bernapas , sesak napas.
DO : penurunan tekanan alat inspirasi dan respirasi , penurunan menit ventilasi, pemakaian
otot pernapasan, pernapasan cuping hidung, dispnea, orthopnea, pernapasan lewat mulut,
frekuensi dan kedalaman pernapasan abnormal, penurunan kapasitas vital paru.
1. Resiko penurunan curah jantung b.d kerusakan jaringan otak , ditandai dengan :
DS : Pasien / keluarga mengatakan pasien mengalami kebingungan .
DO : Penurunan tingkat kesadaran (bingung ,letargi, stupor, koma), perubahan tanda vital,
mungkin terdapat perdarahan pada otak , papiledema, nyeri kepala yang hebat.
1. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan neurovascular , ditandai
dengan :
DS : Pasien / keluarga mengatakan adanya kesulitan bergerak.
DO : Kelemahan , Parestesia, Paralisis, Tidak mampu , Kerusakan koordinasi , Keterbatasan
rentang otak , Penurunan kekuatan otot.
1. Kurang perawatan diri (mandi,gigi, berpakaian) yang berhubungan dengan:
DS : Klien bedres
DO : Perubahan tanda vital, Penurunn tingkat kesadaran,gangguan anggota gerak.
1. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral,
Di tandai dengan:
DS : Pasien / keluarga mengatakan adanya kesulitan berkomunikasi .
DO : Disartria, Afasia ,Kata-kata, tidak di mengerti, tidak mampu memahami bahasa lisan
1. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan sekunder terhadap paralisis, di tandai dengan:
DS : Pasien / keluarga mengatakan adanya kesulitan menelan makanan .
DO : Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi, terjadi penurunan BB 20 % atau lebih dari
berat badan ideal, Konjungtiva anemis, Hb abnormal, sulit membuka mulut, sulit menelan,
lidah sulit di gerakkan.
1. Resiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menelan, di
tandai dengan:
DS : Klien mengatakan sulit menelan.
DO : Batuk saat menelan , Dispnea, Bingung, Penurunan PaCO2.
1. Risiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis, di tandai dengan:
DS : Klien atau keluarga mengatakan kelumpuhan anggota gerak.
DO : Hemiplegia , Klien dengan bantuan atau alat bantu, Berjalan lamban.
INTERVENSI
NDiagnos Tujuan
oe
kepera
watan
1 Nyeri Setelah
b.d
dilakukan
kompres tindakan
i akar keperawata
saraf
n selama
servikali 1×24 jam
s
diharapkan
nyeri
berkurang
2 skala dari
skala
sebelumny
a , dengan
criteria
hasil:
–
Secara
subjektif
pasien
Intervensi
1. Kaji skala nyeri (P,Q,R,S,T)
1. Istirahatkan leher pada posisi fisiologis.
1. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri muncul.
1. Batasi jumlah pengunjung dan ciptakan lingkungan tenang.
rasio
mengataka
n nyeri
berkurang.
–
Pasien
tidak
gelisah.
1. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic.
2. Sebagai indicator untuk menentukan tindakan selanjutnya .
3. Posisi fisiologi akan menurunkan kompresi saraf leher untuk menjaga
kestabilan.
4. Meningkatkan asuan O2 sehingga menurunkan nyeri sekunder.
5. Pembatasan jumlah pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi
O2 dan lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulud nyeri
6. Untuk proses penyembuhan pasien dan menurunkan tingkat nyeri.
2 Ketidak Setelah
efektifan dilakukan
pola
intervensi
nafas
selama
b.d
1×24 jam,
kerusaka dengan
n tulang kriteria:
punggun
g ,disfun
gsi
neurova 1.Klien
scular, akan
kerusaka merasa
n system nyaman.
muskulo
skletal 2.Klien
mengataka
n sesak
berkurang
dan dapat
membandi
ngkan
dengan
keadaan
sesak pada
saat
serangan
yang
berbeda
1. Observasi tanda vital tiap jam atau sesuai respons klien.
2. Istirahatkan klien dalam posisi semiflowler.
3. Pertahankan oksigenasi NRM
8-10/mnt.
1. U
men
kead
umu
pasie
2. Po
semi
mem
dala
eksp
ototpern
deng
peng
grav
3.
Oksi
sang
pent
untu
reak
mem
supl
waktu.
3.TD
dalam
batas
normal:
Bayi:90/60
mmHg
36th:110/70
mmHg
710th:120/80
mmHg
1117th:130/80
mmHg
4.Kolaborasi pemeriksaan AGD.
1844th:140/90
mmHg
4564th:150/95
mmHg
th
>65 :160/9
5mmHg
(Campbell,
1978)
Nadi dalam
batas
normal:
Janin:120160x/mnt
Bayi:80-
ATP
Kek
n ok
pada
jarin
akan
mem
asam
(asid
meta
serta
asido
resp
) yan
dapa
men
an
meta
e.Re
si A
akan
berh
sehin
tidak
lagi
ener
yang
dan
kem
(Rop
1996
4. U
pros
peny
an p
180x/mnt
Anak:70140x/mnt
Remaja:50
-110x/mnt
Dewasa:70
-82x/mnt
(Campbell,
1978)
4.AGD
dalam
batas
normal:
pH:7,357,45
C02:20-26
mEq
(bayi),2628 mEq
(dewasa)
PO2(PaO2
):80-110
mmHg
PCO2(PaC
O2):3545mmHg
SaO2:9597%
3 Resiko Setelah
1. Ubah posisi klien secara berangsur.
penurun dilakukan
an curah intervensi
jantung keperawata
1. K
deng
para
risik
b.d
n, klien
kerusaka tidak
n
menunjukk
jaringan an adanya
otak.
peningkata
n TIK,
dengan
kriteria:
1.Klien
akan
mengataka
n tidak
sakit
kepala dan
merasa
nyaman.
2.Mencega 2. Atur posisi klien bedrest.
h cedera
3. GCS
dalam
batas
normal
(E4,
V5,M6).
3. Jaga suasana tenang.
4.
Peningkata
n
pengetahua
n pupil
membaik.
5.Tanda 4. Kurangi cahaya ruangan.
vital dalam
batas
normal.
5. Tinggikan kepala.
terja
teka
(dek
.Peru
posi
setia
jam
sesu
resp
klien
men
terja
luka
akib
teka
yang
kare
jarin
terse
akan
keku
nutri
oksi
yang
diba
oleh
2.
Bedr
ujua
men
i ker
fisik
kerja
jantu
3. Su
tena
akan
mem
n ras
nyam
pada
dan
men
kete
.
6. Hindari rangsangan oral.
7. Angkat kepala dengan hati-hati.
8. Awasi kecepatan tetesan cairan infus.
9. Berikan makanan menggunakan sonde sesuai jadwal.
10. Pasang pagar tempat tidur.
11. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK dengan cara:
*Kaji respons membuka mata
4. C
meru
salah
rang
yang
beris
terha
peni
n TI
5.
Mem
drain
vena
men
i kon
sereb
kula
6.
Rang
n ora
risik
terja
peni
n TI
7.
Tind
yang
beris
terha
peni
n TI
4=spontan
8.
3=dengan perintah
2=dengan nyeri
1=tidak berespon
Men
resik
ketid
seim
n vo
caira
*Kaji respons verbal
5=bicara normal (orientasi orang,waktu,tempat, dan situasi)
4=kalimat tidak mengandung arti
3=hanya kata-kata saja
2=hanya bersuara saja
1=tidak ada suara
9.
Men
ketid
seim
n nu
kura
kebu
tubu
mem
at pr
peny
an.
*Kaji respons motorik
6=dapat melakukan semua perintah rangsang nyeri
1
5=melokalisasi nyeri
4=menghindari nyeri
3=fleksi
2=ekstensi
1=tidak berespons
12. Periksa pupil dengan senter.
13. Kaji perubahan tanda vital.
1
14. Catat muntah, sakit kepala (konstan,letargi), gelisah pernapasan yang
kuat,gerakan yang tidak bertujuan, dan perubahan fungsi.
15. Konsul dengan dokter untuk pemberian pelunak fese bila diperlukan.
(Hic
1992
Carp
1995
1
2
3
1
4 Ganggu Setelah
1. Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan,mengobservasi setiap ekstremitasn
an atau dilakukan secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal,respons terhadap
kerusaka intervensi rangsang.
n
keperawata
mobilita n,klien
s fisik akan
yang
memiliki
berhubu mobilitas
ngan
fisik yang 2. Ubah posisi klien setiap 2 jam.
dengan maksimal,
ganggua dengan
n
criteria:
neurova
scular 1.Tidak
ada
kontraktur
otot.
2. Tidak
ada
ankilosis 3. Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien dilante saat
pada sendi. duduk dikursi atau papan penyangga saat tidur ditempat tidur.
3.Tidak
terjadi
4. Topang kaki saat mengubah posisi dengan meletakkan bantal disatu sisi saat
1. Lo
fron
parie
beris
saraf
yang
men
posi
moto
dan
sens
dan
dipe
i ole
iskem
atau
peni
n tek
2.
Men
terja
luka
akib
terla
lama
satu
penyusutan membalik klien.
otot
sehin
jarin
yang
terte
4. Efektif
akan
pemakaian
keku
alat
5. Pada saat klien ditempat tidur letakkan bantal diketiak diantara lengan atas dan nutri
yang
dinding dada untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan lengan posisi b.d
0
diba
abduksi sekitar 60 .
dara
mela
oksi
6. jaga lengan dalam posisi sedikit fleksi. Letakkan telapak tangan di atas bantal
lainnya seperti posisi patung liberty dengan siku di atas bahu dan pergelangan
tangan di atas siku.
3.
7. letakkan tangan dalam posisi berfungsi dengan jari-jari sedikit fleksi dan ibu Men
defo
jari dalam posisi berhubungan dengan abduksi. Gunakan pegangan berbentuk
dan
roll. Lakukan latihan pasif. Jika jari dan pergelangan spastik, gunakan splint.
kom
sepe
8. lakukan latihan di tempat tidur. Lakukan latihan kaki sebanyak 5 kali
food
kemudian di tingkatkan secara perlahan sebanyak 20 kali setiap kali latihan.
9. lakukan latihan berpindah(ROM)
4 x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika sudah tidak mendapat terapi.
10. bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur.
11. gunakan kursi roda bagi klien hemiplegia.
4. D
terja
dislo
pang
jika
mele
kaki
terku
dan
Dan
men
fleks
5. Po
mem
i bah
dala
berp
dan
men
edem
akib
fibro
6.
Men
kont
fleks
7.
Mem
klien
hem
latih
temp
tidur
bera
mem
n da
mem
pkan
aktiv
kem
hari
pera
optim
semb
8. K
hem
dapa
bela
men
an k
yang
men
kelu
n.
9. Le
dapa
men
an n
dan
kete
n
perg
berh
n de
fibro
send
subl
10. K
hem
mem
ketid
seim
n seh
perlu
bant
untu
kese
n da
keam
11. K
hem
perlu
latih
untu
bela
berp
temp
deng
cara
dari
toile
kurs
5 Kurang Setelah
1. Lakukan oral higine
perawat dilakukan
an diri tindakan
(mandi, keperawata
gigi,
n selama
berpakai 1×24 jam ,
an) yang diharapkan
b.d
pemenuhan
kebersihan
diri
mandi ,gigi
,dan
mulut ,berp
akaian ,
menyisir ,r
ambut
terpenuhi .
dengan
keriteria
hasil:
2. Bantu klien mandi
– Napas
tidak
berbau
– Pasien
tampak
bersih dan
rapi
1.
Mem
kan
dan
klien
pera
dapa
men
n be
kela
sepe
adan
palsu
karie
krus
berd
bau
seba
khas
pend
DM,
adan
tumo
Tem
haru
lapo
pera
2.
Mem
an k
meru
salah
cara
mem
il inf
noso
. De
mem
3. Bantu klien berpakain.
4. bantu klien menyisir rambut.
5. bantu klien mengganti alas tempat tidur.
n kli
pera
akan
men
n be
kela
pada
sepe
tand
luka
mem
callu
puca
kare
ding
kutil
bent
kuku
deku
ruam
ulku
boro
3. B
ruma
men
an p
khus
untu
klien
Nam
yang
Klie
haru
men
n pa
RS k
di ra
dala
kead
eme
tidak
kelu
yang
men
cuci
paka
6. ganti alas tempat tidur.
men
peny
men
men
inko
ia ur
atau
mela
an ti
pem
n.
4. M
ramb
meru
bent
terap
Men
ramb
klien
laku
pera
terut
pada
yag
berb
5.
Mer
salah
kebu
fisio
man
Klie
tak b
dapa
men
inko
ia B
BAK
sehin
men
an b
sekit
dan
kulit
sehin
pera
perlu
mem
n ba
6. Pe
temp
tidur
koto
meru
temp
berk
g bia
kum
6
Setelah
1. lakukan terapi bicara
Ganggu dilakukan
an
tindakan
komunik keperawata
asi
n ,pasien
verbal akan dapat
yang
berkomuni
b.d
kasi secara
ganggua efektif ,
n
dengan
sirkulasi criteria
2. Kaloborasi dengan ahli terapi bicara.
serebral hasil:
– Pasien
memahami
dan
membutuh
kan
komunikas
i
– Pasien
menunjuka
n
memahami
komunikas
i dengan
1
orang lain 3. gunakan petunjuk terapi bicara bicara (jika klien tidak memahami bahasa lisan,
ulangi petunjuk sederhana sampai mereka mengerti seperti ‘minum jus’;jangan
tutup’). Klien akan mendengar, bicara pelan, dan jelas. Gunakan komunikasi
nonvebral.
jika klien tidak dapat mengenal objek dengan menyebut namanya, berikan
latihan menerima imaginasi kata. Contoh: tunjukan objek dan sebutkan
namanya (misalnya tangan, gelas).
Jika klien sulit mengerti ekspresi verbal, berikan latihan dengan
mengulangi kata ‘kamu’ mulai dengan kata sederhana dan pemahaman
(‘ya’;’tidak’;’di sini makan pagi’).
Jika berjalan dengan klien afasia, latihan kalimat (lambat), dan jarak
(berikan waktu klien untuk merespons).
Bantu klien afasia berkomunikasi berikan model seperti berkomunikasi
Dengarkan dan amati secara saksama saat berkomunikasi dengan klien afasia.
Coba memahami untuk mencegah (antisipasi) kebutuhan klien afasia, untuk
memahami perasaan tak mampu perasaan tak mampu berkomunikasi.
Jika berkomunikasi dengan klien afasia yang sangat sulit di pahami,
berdiri dengan jarak 6 kaki dan langsung berhadapan dengan klien.
Langsung ke topik pembicaraan dan katakan ketika kamu akan mengganti
topik.
Jika kata-kata klien kurang jelas, berikan petunjuk sederhana dan ulangi
sampai klien mengerti.
Jika klien menderita afasia, sering lakukan latihan dengan menggunakan
objek untuk memudahkan ingatan.
Jika klien menderita motorik afasia, bantu latihan dalam mencoba
mengulangi kata-kata dan suara sesudah perawat.
1
7 Ketidase Setelah
imbanga dilakukan
n nutrisi tindakan
kurang keperawata
dari
n selama
kebutuh 1×24 jam
an tubuh kebutuhan
yang
nutrisi
b.d
terpenuhi
ketidak sesuai
mampua kebutuhan
n
tubuh ,
menelan dengan
sekunde criteria
r
hasil:
terhadap
paralisis – Pasien
mengataka
n
keinginan
untuk
makan
1. Kaji kebiasaan makan klien.
1
1. Catat jumlah yang dimakan.
1. Kalaborasi dengan tim gizi dan dokter untuk penentuan kalori. Diet sesuai
dengan penyebab stroke seperti hipertensi, DM,dan penyakit lainnya.
1
– Makanan
yang
disediakan
sesuai
kebutuhan
nutrisi
habis
– Berat
badan
dalam
batas
maksimal
1
Keb
karb
di
sesu
deng
kesa
n tub
untu
men
anny
8 Resiko Setelah
aspirasi dilakukan
yang
tindakan
b.d
keperawata
kehilang n selama
an
1×24 jam
kemamp pasien
uan
tidak
untuk menunjuka
menelan n tandatanda
aspirasi.
Dengan
criteria
1. Kaji tanda aspirasi seperti demam, bunyi crackles, bunyi ronkhi,bingung,
penurunan Pa02 pada AGD, meberikan makanan dengan oral atau NGT
dengan senter pada bagian pipi dengan spatel, lemaskan otot lidah,
gunakan tisu lembut di bawah mandibula dan angkat ujung lidah dari
belakang.
2. Kaji perubahan warna kulit seperti sianosis, pucat.
1
hasil:
– Tidak
tersedak
ketika
makan ,tid
ak
demam ,tid
ak batuk
ketika
makan ,
tidak ada
ronkhi
– Tidak
ada
perubahan
warna kulit
1
9 Risiko Setelah
cedera dilakukan
atau
tindakan
trauma keperawata
yang b.d n selama
paralisis 3x24jam
pasien
tidak akan
mengalami
trauma .
dengan
criteria
hasil :
1. Pasang pagar tempat tidur.
1. Gunakan cahaya yang cukup.
– Tidak
jatuh
– Tidak
terdapat
luka lecet
dan tidak
terdapat
luka bakar
1. Anjurkan klien berjalan pelan-pelan.
1. Anjurkan istirahat cukup saat berjalan.
1. Kaji adanya tanda trauma pada kulit.
1
1
1
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca ,B. Fransisca.2008.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persaraan.
Jakarta: Salemba Medika
DENGAN CEDERA MEDULA SPINALIS
(Sistem Neurobehaviour)
Posted on Maret 22, 2014 by mikimikiku
Standar
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Medulla spinalis adalah bagian dari system saraf yang membentuk system kontinu dengan
batang otak yang keluar dari hemisfer , serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung
otak dan saraf perifer , seperti pada kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis
pada jari-jari. Medulla spinalis ini pemanjangan dari foramen magnum di dasar tengkorak
sampai ke bagian lumbal kedua tulang belakang , yang berakhir di dalam berkas serabut yang
disebut konus medullaris. Seterusnya di bawah lumbal kedua adalah akar saraf, yang
memanjang melabihi konus, dan disebut kauda equine dimana akar saraf ini menyerupai akar
kuda . saraf-saraf medulla spinalis tersusun atas 33 segmen yaitu 7 segmen servikal , 12
torakal, 5 lumbal , 5 sakral , dan 5 segmen koksigius . Medulla spinalis mempunyai 31
pasang sara spinal , masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Seperti
otak , medulla spinalis terdiri atas subtansi grisea dan alba. Subtansia grisea di dalam otak
ada di daerah eksternal dan subtansia alba ada pada bagian internal. Cedera medula spinalis
adalah cidera yang mengenai servikalis vetebralis dan lumbali akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang Amerika Serikat , dengan perkiraan 10.000
cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria kasus ini akibat
dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh , olahraga dan kejadian
industry dan luka tembak. Dua pertiga kejadian adalah usia 30 tahun atau lebih muda. Kirakira jumlah jumlah total biaya yang digunakan untuk cedera ini mencapai 2 juta dolar
pertahun. Hal ini merupakan frekuensi yang tinggi dihubungkan dengan cedera dan
komplikasi medis. Vertebra yang sering mengalami cedera adalah medula spinalis pada
daerah servikal ke-5,6,7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan
karena rentang mobilitasnya yang lebih besar dalam kolumna vertebral pada area ini.
1. Tujuan
Untuk memenuhi tugas kelompok Sistem Neurobehaviour yang diberikan oleh dosen
pembimbing , serta mengetahui bagaimana konsep penyakit atau cedera Medula Spinalis
serta bagaimana asuhan keperawatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Medula spinalis ( spinal cord) merupakan bagian susunan sarafpusat yang terletak di dalam
kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region
lumbalis .Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan
yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap
dari medulla spinalis dengan quadriplegia.
1. ETIOLOGI
1)
Kecelakaan di jalan raya ( penyebab paling sering)
2)
Kecelakaan Olahraga
3)
Menyelam pada air yang dangkal
4)
Luka tembak atau luka tikam
5)
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis
servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera
progresif terhadap medulla spinalis dan akar ; mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun
non infeksi ; osteoporosis yang di sebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra ; siringmielia
; tumor infiltrasi maupun kompresi ; dan penyakit vascular.
1. PATOFISIOLOGI
Cedera medulla spinalis kebanyakan terjadi sebagai akibat cedera pada vertebra. Medula
spinalis yang mengalami cedera biasanya berhubungan dengan akselerasi , deselerasi atau
kelainan yang di akibatkan oleh berbagai tekanan yang mengenai tulang belakang. Tekanan
cedera pada medulla spinalis mengalami kompresi, tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi
cedera umumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6 dan T11, atau L2.
Fleksi rotasi ,dislokasi,dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan C6.Jika
mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12-L1.Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi
pada daerah tulang belakang bagian bawah.Bentuk cedera ini mengenai ligament,fraktur
vertebra,kerusakan pembuluh darah,dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis.
Hiperekstensi .Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki
perubahan degenerative vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera leher saat menyelam.Jenis
cedera ini menyebabkan medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan
mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi lengkap dan medulla
spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan kehilangan
fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi.Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari ketinggian
dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra dan
menekan medulla spinalis .Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medulla
spinalis .Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan
edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi
sensasi.
1. KLASIFIKASI
1)
Cedera tulang
1. Stabil.Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk
bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera.Komponen arkus neural intak serta
ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang,terutama ligament longitudinal
posterior tidak robek.Cedera stabil disebabkan oleh tenaga fleksi,ekstensi,dan
kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling sering tampak
pada daerah toraks bawah serta lumbal (fraktur baji badan ruas tulang belakang sering
disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).
2. Tidak stabil.Fraktur mempengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh.Hal ini
disebabkan oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup
untuk merobek ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural,
baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
2)
Cedera neurologis
1. Tanpa deficit neurologis
2. Disertai deficit neurologis, dapat terjadi di daerah punggung karena kanal spiral
terkecilterdapat di daerah ini.
1. GEJALA KLINIS
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus dimana setelah cedera klien mengeluh
nyeri serta terbatasnya pergerakan klien dan punggung.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
1)
Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis,tindakan atas cedera lain yang
menyertai,mencegah,serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut.Reabduksi
atas subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang –ed) untuk mendekompresi
koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melindungi koral spiral.
2)
Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal atau
debridement luka terbuka
3)
Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang belakang,
cedera ligament tanpa fraktur, deformitas tulang belakang progresif , cedera yang tak dapat
direabduksi,dan fraktur non-union.
4)
Terapi steroid,nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral spiral.Dosis
tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 30 mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23 jam
berikutnya.Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis.
Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral spiral.
5)
Penilaian keadaaan neurologis setiap jam,termasuk pengamatan fungsi
sensorik,motorik, dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau asenden.
6)
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat,fungsi ventilasi, dan melacak keadaan
dekompensasi.
7)
Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang,fraktur proses transverses ,spinosus,dan lainnya.Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang),imobilisasi dengan fisioterapi untuk
pemulihan kekuatan otot secara bertahap
8)
Cedera tak stabil disertai defisit neurologis.Bila terjadi pergeseran ,fraktur memerlukan
reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
1. Metode reabduksi antara lain :
Traksi memakai sepit (tang) yang dipasang pada tengkorak.Beban 20 kg tergantung
dari tingkat ruas tulang belakang, mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1
Manipulasi dengan anestesi umum
Reabduksi terbuka melalui operasi
1. Metode imobilisasi antara lain :
Ranjang khusus, rangka,atau selubung plester
Traksi tengkorak perlu beban sedang untuk mempertahankan cedera yang sudah
direabduksi
Plester paris dan splin eksternal lain
Operasi
9)
Cedera stabil disertai defisit neurologis .Bila fraktur stabil, kerusakan neurologis
disebabkan oleh :
a)
Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma langsung
terhadap koral spiral atau kerusakan vascular
b)
Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti
spondiliosis servikal
c)
Fragmen tulang atau diskus terdorong ke kanal spiral
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada saat
pertama kali di periksa :
Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif
Cedera didaerah servikal ,leher dimobilisasi dengan kolar atau sepit (caliper) dan
diberi metil prednisolon
Pemeriksaan penunjang MRI
Cedera nurologis tak lengkap konservatif
Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal, traksi tengkorak,
dan metil prednisolon
Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya
Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburuk maka lakukan
mielografi
Cedera tulang tak stabil
Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imobilisasi. Melindungi dengan
imobilisasi seperti penambahn perawatan paraplegia
Bila defisit neurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi ,diikuti imobilisasi untuk
sesuai jenis cederanya
Bila diperlukan operasi dekompresi kanal spiral dilakukan pada saat yang sama
Cedera yang menyertai dan komplikasi :
ü Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak,toraks,berhubungan dengan ominal, dan
vascular
ü Cedera berat yang dapat menyebabkan kematian,aspirasi,dan syok
1. PENGELOLAAN CEDERA
1.Pengelolaan hemodinamik
1. Bila tejadi hipotensi,cari sumber perdarahan dan atasi syok neurogenik akibat
hilangnya aliran adrenergic dari system saraf simpatis pada jantung dan vascular
perifer setelah
2. cedera diatas tingkat T .Terjadi hipotensi, bradikardia,dan hipotermi.Syok neurogenik
lebih mengganggu distribusi volume intravascular daripada menyebabkan hipovalensi
sejati sehingga perlu pertimbangan pemberian terapi atropine,dopamine,atau fenilefrin
jika penggantian volume intravascular tidak bereaksi
3. Pada fase akut setelah cedera,dipasang beberapa jalur intravena perifer dan
pengamatan tekanan darah melalui jalur arteri dipasang,dan resusitasi cairan dimulai
4. Bila hipotensi tak bereaksi atas cairan dan pemberian tranfusi, lakukan kateterisasi
pada arteri pulmonal untuk mengarahkan ke perbedaan mekanisme hipovolemik,
kardiogenik atau neurogenik.
2.pengelolaan system pernapasan
1.
2.
3.
4.
5.
Ganti posisi tubuh berulang .
Perangsangan batuk.
Pernapasan dalam.
Spirometri intensif.
Pernapasan bertekanan (+) yang berkesinambungan dengan masker adalah cara
mempertahankan ekspansi paru atau kapasitas residual fungsional.
6. Pasien yang mengalami gangguan fungsi ventilasi dilakukan trakeostomi.
3. pengelola nutrisional dan system pencernaan
1. Lakukan pemeriksaan CT-Scan berhubungan dengan omen/lavasi peritoneal bila
diduga ada perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal.
2. Bila ada ileus lakukan pengisapan (suction) nasogastrik, penggantian elektrolit ,dan
pengamatan status cairan .
3. Terapi nutrisional awal yang harus dimetabolisme (50-100% diatas normal).
4. Bila ada hiperalimentasi internal elemental . pasang duoclenol yang fleksibel melalui
atau dengan dengan bantuan fluoroskopi(ileus).
5. Pencegahan ulkus dengan antagonis Hz (simetidin , ranitidin ) atau antacid.
6. Bila mendapat gastric feeding, pasang duodenal feeding (NGT).
7. Beri difonoksilat hidroklorida dengan atropin sulfat bila mendapat NGT untuk
mencegah diare.
8. Jika terjadi kehilangan fungsi sfingter anal beri dulcolax.
4. pengelolaan gangguan koagulasi
1. Untuk mencegah terjadinya thrombosis vena dan emboli paru beri heparin dosis
minimal (500 untuk subkutan , 2-3 x sehari).
2. Ranjang yang berosilasi.
3. Ekspansi volume.
4. Stoking elastic setinggi paha.
5. Strokering prenmatis anti emboli.
6. Antiplatelet serta anti koagulasi untuk pencegahan.
5. pengelolaan genitourinaria
1. Pasang kateter dower (dower catheter – DC).
2. Amati urine output (OU).
6. pengelolaan ulkus dekubitus
1. Untuk mencegah tekanan langsung pada kulit , kurang berfungsi jaringan, dan
kurangnya mobilitas , gunakan busa atau kulit kambing penyanggan tonjolan tulang.
2. Putar atau ganti posisi tubuh berulang.
3. Perawatan kulit yang baik.
4. Gunakan ranjang yang berosilasi.
7. pengelolaan pasien paraplegia
1. Respirasi dengan pemasangan endotrakea , kemudian trakeostomi serta perbaikan
keadaan neurologi dengan menutup trakeostomi.
2. Perawatan kulit dengan mengubah posisi tidur pasien setiap 2 jam.
3. Kandung kemih:
–
Lakukan kompresi manual untuk mengosongkan kandung kemih secara teratur agar
mencegah terjadinya inkontenensia overflow dan drobbling.
–
Kateterisasi intermittten.
–
Kateterisasi indwelling.
–
Tindakan bedah jika cara-cara tersebut gagal.
1.
Buang air besar (BAB)
Untuk mendapat mengosongan rectum mendadak dilakukan dengan cara :
–
Tambahkan diet serat .
–
Gunakan laksatif.
–
Pemberian supositoria.
–
Enema untuk BAB atau pengosongan rectum teratur tanpa inkontinensia mendadak.
1. Anggota gerak
–
Cegah kontraktur akibat pembedahan spastisitas kelompok otot berlawanan dengan
latihan memperbaiki medikasi dan mencegah pemisahan tendo tertentu.
–
Nutrisi umum tinggi kalori.
Rehabilitasi pasien yang mengalami paraplegia
1)
Rehabilitasi fisik
1. Fisioterapi dan latihan peregangan otot yang masih aktif pada lengan atas dan tubuh
bagian bawah.
2. Pebiasaan terhadap alat dan perangkat rumah tangga.
3. Perlengkapan splint dan kapiler.
4. Transplantasi tendon.
2)
Perbaikan mobilisasi
1. Latihan dengan kapiler dan kruk untuk pasien cedera tulang belakang bawah.
2. Latihan kursi roda untuk pasien dengan otot tulang belakang dan tungkai yang tak
berfungsi.
3. Kendaraan khusus untuk dijalan raya.
4. Rehabilitasi psikologis.
5. Penerimaan di rumah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
1. Aktivitas dan istirahat
Tanda :
–
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada bawah lesi.
–
Kelemahan umum atau kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
1. Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar , pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda :
–
Hipotensi , hipotensi postural , ektremitas dingin dan pucat.
–
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
1. Eliminasi
Tanda :
–
Inkontinensia defekasi dan berkemih .
–
Retensi urine.
–
Distensi berhubungan dengan omen , peristaltic usus hilang.
–
Melena , emesis berwarna seperti kopi, tanah (hematemesis).
1. Inegritas ego
Gejala : menyangkal , tidak percaya , sedih , marah.
Tanda : takut , cemas , gelisah , menarik diri.
1. Makanan dan cairan
Tanda :
–
Mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum.
–
Peristaltic usus hilang ( ileus paralitik )
1. Hygiene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi).
1. Neurosensorik
Gejala :
–
Kebas , kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki.
–
Paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi , bergantung pada
area spinal yang sakit.
Tanda :
–
Kelumpuhan , kesemutan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok
spinal ).
–
Kehilangan tonus otot atau vasomotor.
–
Kehilangan atau asimetris termasuk tendon dalam.
–
Perubahan reaksi pupil , ptosis , hilangnya keringat dari berbagai tubuh yang terkena
karena pengaruh spinal.
1. Nyeri /kenyamanan
Gejala :
–
Nyeri atau nyeri tekan otot.
–
Hiperestesia tepat di daerah trauma.
Tanda :
–
Mengalami deformitas.
–
Postur dan nyeri tekan vertebral.
1. Pernapasan
Gejala : napas pendek , kekurangan oksigen , sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal atau labored , periode apnea , penurunan bunyi napas, ronkhi ,
pucat, sianosis.
1. Keamanan
Gejala : suhu yang berluktuasi ( suhu tubuh di ambil dalam suhu kamar ).
1. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali berfungsi normal
Tanda : ereksi tidak terkendali (pripisme) , menstruasi tidak teratur.
1. Penyuluan / pembelajaran
Rencana pemulangan :
–
Pasien akan memerlukan bantuan dalam transportasi , berbelanja , menyiapkan
makanan , perawatan diri, keuangan , pengobatan atau terapi , atau tugas sehari-hari di
rumah.
–
Pasien akan membutuhkan perubahan susunan rumah , penempatan alat di tempat
rehabilitasi.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d kerusakan tulang punggung ,disfungsi neurovascular,
kerusakan system muskuloskletal , ditandai dengan :
DS : pasien mengatakan sulit bernapas , sesak napas.
DO : penurunan tekanan alat inspirasi dan respirasi , penurunan menit ventilasi, pemakaian
otot pernapasan, pernapasan cuping hidung, dispnea, orthopnea, pernapasan lewat mulut,
frekuensi dan kedalaman pernapasan abnormal, penurunan kapasitas vital paru.
1. Resiko penurunan curah jantung b.d kerusakan jaringan otak , ditandai dengan :
DS : Pasien / keluarga mengatakan pasien mengalami kebingungan .
DO : Penurunan tingkat kesadaran (bingung ,letargi, stupor, koma), perubahan tanda vital,
mungkin terdapat perdarahan pada otak , papiledema, nyeri kepala yang hebat.
1. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan neurovascular , ditandai
dengan :
DS : Pasien / keluarga mengatakan adanya kesulitan bergerak.
DO : Kelemahan , Parestesia, Paralisis, Tidak mampu , Kerusakan koordinasi , Keterbatasan
rentang otak , Penurunan kekuatan otot.
1. Kurang perawatan diri (mandi,gigi, berpakaian) yang berhubungan dengan:
DS : Klien bedres
DO : Perubahan tanda vital, Penurunn tingkat kesadaran,gangguan anggota gerak.
1. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral,
Di tandai dengan:
DS : Pasien / keluarga mengatakan adanya kesulitan berkomunikasi .
DO : Disartria, Afasia ,Kata-kata, tidak di mengerti, tidak mampu memahami bahasa lisan
1. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan sekunder terhadap paralisis, di tandai dengan:
DS : Pasien / keluarga mengatakan adanya kesulitan menelan makanan .
DO : Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi, terjadi penurunan BB 20 % atau lebih dari
berat badan ideal, Konjungtiva anemis, Hb abnormal, sulit membuka mulut, sulit menelan,
lidah sulit di gerakkan.
1. Resiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menelan, di
tandai dengan:
DS : Klien mengatakan sulit menelan.
DO : Batuk saat menelan , Dispnea, Bingung, Penurunan PaCO2.
1. Risiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis, di tandai dengan:
DS : Klien atau keluarga mengatakan kelumpuhan anggota gerak.
DO : Hemiplegia , Klien dengan bantuan atau alat bantu, Berjalan lamban.
INTERVENSI
NDiagnos Tujuan
oe
kepera
watan
1 Nyeri Setelah
b.d
dilakukan
kompres tindakan
i akar keperawata
saraf
n selama
servikali 1×24 jam
s
diharapkan
nyeri
berkurang
2 skala dari
skala
sebelumny
a , dengan
criteria
hasil:
–
Secara
subjektif
pasien
Intervensi
1. Kaji skala nyeri (P,Q,R,S,T)
1. Istirahatkan leher pada posisi fisiologis.
1. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri muncul.
1. Batasi jumlah pengunjung dan ciptakan lingkungan tenang.
rasio
mengataka
n nyeri
berkurang.
–
Pasien
tidak
gelisah.
1. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic.
2. Sebagai indicator untuk menentukan tindakan selanjutnya .
3. Posisi fisiologi akan menurunkan kompresi saraf leher untuk menjaga
kestabilan.
4. Meningkatkan asuan O2 sehingga menurunkan nyeri sekunder.
5. Pembatasan jumlah pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi
O2 dan lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulud nyeri
6. Untuk proses penyembuhan pasien dan menurunkan tingkat nyeri.
2 Ketidak Setelah
efektifan dilakukan
pola
intervensi
nafas
selama
b.d
1×24 jam,
kerusaka dengan
n tulang kriteria:
punggun
g ,disfun
gsi
neurova 1.Klien
scular, akan
kerusaka merasa
n system nyaman.
muskulo
skletal 2.Klien
mengataka
n sesak
berkurang
dan dapat
membandi
ngkan
dengan
keadaan
sesak pada
saat
serangan
yang
berbeda
1. Observasi tanda vital tiap jam atau sesuai respons klien.
2. Istirahatkan klien dalam posisi semiflowler.
3. Pertahankan oksigenasi NRM
8-10/mnt.
1. U
men
kead
umu
pasie
2. Po
semi
mem
dala
eksp
ototpern
deng
peng
grav
3.
Oksi
sang
pent
untu
reak
mem
supl
waktu.
3.TD
dalam
batas
normal:
Bayi:90/60
mmHg
36th:110/70
mmHg
710th:120/80
mmHg
1117th:130/80
mmHg
4.Kolaborasi pemeriksaan AGD.
1844th:140/90
mmHg
4564th:150/95
mmHg
th
>65 :160/9
5mmHg
(Campbell,
1978)
Nadi dalam
batas
normal:
Janin:120160x/mnt
Bayi:80-
ATP
Kek
n ok
pada
jarin
akan
mem
asam
(asid
meta
serta
asido
resp
) yan
dapa
men
an
meta
e.Re
si A
akan
berh
sehin
tidak
lagi
ener
yang
dan
kem
(Rop
1996
4. U
pros
peny
an p
180x/mnt
Anak:70140x/mnt
Remaja:50
-110x/mnt
Dewasa:70
-82x/mnt
(Campbell,
1978)
4.AGD
dalam
batas
normal:
pH:7,357,45
C02:20-26
mEq
(bayi),2628 mEq
(dewasa)
PO2(PaO2
):80-110
mmHg
PCO2(PaC
O2):3545mmHg
SaO2:9597%
3 Resiko Setelah
1. Ubah posisi klien secara berangsur.
penurun dilakukan
an curah intervensi
jantung keperawata
1. K
deng
para
risik
b.d
n, klien
kerusaka tidak
n
menunjukk
jaringan an adanya
otak.
peningkata
n TIK,
dengan
kriteria:
1.Klien
akan
mengataka
n tidak
sakit
kepala dan
merasa
nyaman.
2.Mencega 2. Atur posisi klien bedrest.
h cedera
3. GCS
dalam
batas
normal
(E4,
V5,M6).
3. Jaga suasana tenang.
4.
Peningkata
n
pengetahua
n pupil
membaik.
5.Tanda 4. Kurangi cahaya ruangan.
vital dalam
batas
normal.
5. Tinggikan kepala.
terja
teka
(dek
.Peru
posi
setia
jam
sesu
resp
klien
men
terja
luka
akib
teka
yang
kare
jarin
terse
akan
keku
nutri
oksi
yang
diba
oleh
2.
Bedr
ujua
men
i ker
fisik
kerja
jantu
3. Su
tena
akan
mem
n ras
nyam
pada
dan
men
kete
.
6. Hindari rangsangan oral.
7. Angkat kepala dengan hati-hati.
8. Awasi kecepatan tetesan cairan infus.
9. Berikan makanan menggunakan sonde sesuai jadwal.
10. Pasang pagar tempat tidur.
11. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK dengan cara:
*Kaji respons membuka mata
4. C
meru
salah
rang
yang
beris
terha
peni
n TI
5.
Mem
drain
vena
men
i kon
sereb
kula
6.
Rang
n ora
risik
terja
peni
n TI
7.
Tind
yang
beris
terha
peni
n TI
4=spontan
8.
3=dengan perintah
2=dengan nyeri
1=tidak berespon
Men
resik
ketid
seim
n vo
caira
*Kaji respons verbal
5=bicara normal (orientasi orang,waktu,tempat, dan situasi)
4=kalimat tidak mengandung arti
3=hanya kata-kata saja
2=hanya bersuara saja
1=tidak ada suara
9.
Men
ketid
seim
n nu
kura
kebu
tubu
mem
at pr
peny
an.
*Kaji respons motorik
6=dapat melakukan semua perintah rangsang nyeri
1
5=melokalisasi nyeri
4=menghindari nyeri
3=fleksi
2=ekstensi
1=tidak berespons
12. Periksa pupil dengan senter.
13. Kaji perubahan tanda vital.
1
14. Catat muntah, sakit kepala (konstan,letargi), gelisah pernapasan yang
kuat,gerakan yang tidak bertujuan, dan perubahan fungsi.
15. Konsul dengan dokter untuk pemberian pelunak fese bila diperlukan.
(Hic
1992
Carp
1995
1
2
3
1
4 Ganggu Setelah
1. Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan,mengobservasi setiap ekstremitasn
an atau dilakukan secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal,respons terhadap
kerusaka intervensi rangsang.
n
keperawata
mobilita n,klien
s fisik akan
yang
memiliki
berhubu mobilitas
ngan
fisik yang 2. Ubah posisi klien setiap 2 jam.
dengan maksimal,
ganggua dengan
n
criteria:
neurova
scular 1.Tidak
ada
kontraktur
otot.
2. Tidak
ada
ankilosis 3. Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien dilante saat
pada sendi. duduk dikursi atau papan penyangga saat tidur ditempat tidur.
3.Tidak
terjadi
4. Topang kaki saat mengubah posisi dengan meletakkan bantal disatu sisi saat
1. Lo
fron
parie
beris
saraf
yang
men
posi
moto
dan
sens
dan
dipe
i ole
iskem
atau
peni
n tek
2.
Men
terja
luka
akib
terla
lama
satu
penyusutan membalik klien.
otot
sehin
jarin
yang
terte
4. Efektif
akan
pemakaian
keku
alat
5. Pada saat klien ditempat tidur letakkan bantal diketiak diantara lengan atas dan nutri
yang
dinding dada untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan lengan posisi b.d
0
diba
abduksi sekitar 60 .
dara
mela
oksi
6. jaga lengan dalam posisi sedikit fleksi. Letakkan telapak tangan di atas bantal
lainnya seperti posisi patung liberty dengan siku di atas bahu dan pergelangan
tangan di atas siku.
3.
7. letakkan tangan dalam posisi berfungsi dengan jari-jari sedikit fleksi dan ibu Men
defo
jari dalam posisi berhubungan dengan abduksi. Gunakan pegangan berbentuk
dan
roll. Lakukan latihan pasif. Jika jari dan pergelangan spastik, gunakan splint.
kom
sepe
8. lakukan latihan di tempat tidur. Lakukan latihan kaki sebanyak 5 kali
food
kemudian di tingkatkan secara perlahan sebanyak 20 kali setiap kali latihan.
9. lakukan latihan berpindah(ROM)
4 x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika sudah tidak mendapat terapi.
10. bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur.
11. gunakan kursi roda bagi klien hemiplegia.
4. D
terja
dislo
pang
jika
mele
kaki
terku
dan
Dan
men
fleks
5. Po
mem
i bah
dala
berp
dan
men
edem
akib
fibro
6.
Men
kont
fleks
7.
Mem
klien
hem
latih
temp
tidur
bera
mem
n da
mem
pkan
aktiv
kem
hari
pera
optim
semb
8. K
hem
dapa
bela
men
an k
yang
men
kelu
n.
9. Le
dapa
men
an n
dan
kete
n
perg
berh
n de
fibro
send
subl
10. K
hem
mem
ketid
seim
n seh
perlu
bant
untu
kese
n da
keam
11. K
hem
perlu
latih
untu
bela
berp
temp
deng
cara
dari
toile
kurs
5 Kurang Setelah
1. Lakukan oral higine
perawat dilakukan
an diri tindakan
(mandi, keperawata
gigi,
n selama
berpakai 1×24 jam ,
an) yang diharapkan
b.d
pemenuhan
kebersihan
diri
mandi ,gigi
,dan
mulut ,berp
akaian ,
menyisir ,r
ambut
terpenuhi .
dengan
keriteria
hasil:
2. Bantu klien mandi
– Napas
tidak
berbau
– Pasien
tampak
bersih dan
rapi
1.
Mem
kan
dan
klien
pera
dapa
men
n be
kela
sepe
adan
palsu
karie
krus
berd
bau
seba
khas
pend
DM,
adan
tumo
Tem
haru
lapo
pera
2.
Mem
an k
meru
salah
cara
mem
il inf
noso
. De
mem
3. Bantu klien berpakain.
4. bantu klien menyisir rambut.
5. bantu klien mengganti alas tempat tidur.
n kli
pera
akan
men
n be
kela
pada
sepe
tand
luka
mem
callu
puca
kare
ding
kutil
bent
kuku
deku
ruam
ulku
boro
3. B
ruma
men
an p
khus
untu
klien
Nam
yang
Klie
haru
men
n pa
RS k
di ra
dala
kead
eme
tidak
kelu
yang
men
cuci
paka
6. ganti alas tempat tidur.
men
peny
men
men
inko
ia ur
atau
mela
an ti
pem
n.
4. M
ramb
meru
bent
terap
Men
ramb
klien
laku
pera
terut
pada
yag
berb
5.
Mer
salah
kebu
fisio
man
Klie
tak b
dapa
men
inko
ia B
BAK
sehin
men
an b
sekit
dan
kulit
sehin
pera
perlu
mem
n ba
6. Pe
temp
tidur
koto
meru
temp
berk
g bia
kum
6
Setelah
1. lakukan terapi bicara
Ganggu dilakukan
an
tindakan
komunik keperawata
asi
n ,pasien
verbal akan dapat
yang
berkomuni
b.d
kasi secara
ganggua efektif ,
n
dengan
sirkulasi criteria
2. Kaloborasi dengan ahli terapi bicara.
serebral hasil:
– Pasien
memahami
dan
membutuh
kan
komunikas
i
– Pasien
menunjuka
n
memahami
komunikas
i dengan
1
orang lain 3. gunakan petunjuk terapi bicara bicara (jika klien tidak memahami bahasa lisan,
ulangi petunjuk sederhana sampai mereka mengerti seperti ‘minum jus’;jangan
tutup’). Klien akan mendengar, bicara pelan, dan jelas. Gunakan komunikasi
nonvebral.
jika klien tidak dapat mengenal objek dengan menyebut namanya, berikan
latihan menerima imaginasi kata. Contoh: tunjukan objek dan sebutkan
namanya (misalnya tangan, gelas).
Jika klien sulit mengerti ekspresi verbal, berikan latihan dengan
mengulangi kata ‘kamu’ mulai dengan kata sederhana dan pemahaman
(‘ya’;’tidak’;’di sini makan pagi’).
Jika berjalan dengan klien afasia, latihan kalimat (lambat), dan jarak
(berikan waktu klien untuk merespons).
Bantu klien afasia berkomunikasi berikan model seperti berkomunikasi
Dengarkan dan amati secara saksama saat berkomunikasi dengan klien afasia.
Coba memahami untuk mencegah (antisipasi) kebutuhan klien afasia, untuk
memahami perasaan tak mampu perasaan tak mampu berkomunikasi.
Jika berkomunikasi dengan klien afasia yang sangat sulit di pahami,
berdiri dengan jarak 6 kaki dan langsung berhadapan dengan klien.
Langsung ke topik pembicaraan dan katakan ketika kamu akan mengganti
topik.
Jika kata-kata klien kurang jelas, berikan petunjuk sederhana dan ulangi
sampai klien mengerti.
Jika klien menderita afasia, sering lakukan latihan dengan menggunakan
objek untuk memudahkan ingatan.
Jika klien menderita motorik afasia, bantu latihan dalam mencoba
mengulangi kata-kata dan suara sesudah perawat.
1
7 Ketidase Setelah
imbanga dilakukan
n nutrisi tindakan
kurang keperawata
dari
n selama
kebutuh 1×24 jam
an tubuh kebutuhan
yang
nutrisi
b.d
terpenuhi
ketidak sesuai
mampua kebutuhan
n
tubuh ,
menelan dengan
sekunde criteria
r
hasil:
terhadap
paralisis – Pasien
mengataka
n
keinginan
untuk
makan
1. Kaji kebiasaan makan klien.
1
1. Catat jumlah yang dimakan.
1. Kalaborasi dengan tim gizi dan dokter untuk penentuan kalori. Diet sesuai
dengan penyebab stroke seperti hipertensi, DM,dan penyakit lainnya.
1
– Makanan
yang
disediakan
sesuai
kebutuhan
nutrisi
habis
– Berat
badan
dalam
batas
maksimal
1
Keb
karb
di
sesu
deng
kesa
n tub
untu
men
anny
8 Resiko Setelah
aspirasi dilakukan
yang
tindakan
b.d
keperawata
kehilang n selama
an
1×24 jam
kemamp pasien
uan
tidak
untuk menunjuka
menelan n tandatanda
aspirasi.
Dengan
criteria
1. Kaji tanda aspirasi seperti demam, bunyi crackles, bunyi ronkhi,bingung,
penurunan Pa02 pada AGD, meberikan makanan dengan oral atau NGT
dengan senter pada bagian pipi dengan spatel, lemaskan otot lidah,
gunakan tisu lembut di bawah mandibula dan angkat ujung lidah dari
belakang.
2. Kaji perubahan warna kulit seperti sianosis, pucat.
1
hasil:
– Tidak
tersedak
ketika
makan ,tid
ak
demam ,tid
ak batuk
ketika
makan ,
tidak ada
ronkhi
– Tidak
ada
perubahan
warna kulit
1
9 Risiko Setelah
cedera dilakukan
atau
tindakan
trauma keperawata
yang b.d n selama
paralisis 3x24jam
pasien
tidak akan
mengalami
trauma .
dengan
criteria
hasil :
1. Pasang pagar tempat tidur.
1. Gunakan cahaya yang cukup.
– Tidak
jatuh
– Tidak
terdapat
luka lecet
dan tidak
terdapat
luka bakar
1. Anjurkan klien berjalan pelan-pelan.
1. Anjurkan istirahat cukup saat berjalan.
1. Kaji adanya tanda trauma pada kulit.
1
1
1
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca ,B. Fransisca.2008.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persaraan.
Jakarta: Salemba Medika