SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI SNMI
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
PENGARUH KECEPATAN POTONG
TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA
LOGAM BAJA AISI 1045 PADA PROSES MILLING
Sobron Lubis1), Nurdiana2), Dian Syahputra2)
1)
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta.
2)
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Medan
e-mail: [email protected]
Abstrak
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini bertujuan untuk menghasilkan produk
yang berkualitas, khususnya pada proses produksi yang menggunakan mesin-mesin perkakas
seperti mesin skrap, mesin milling, mesin bubut dan mesin bor. Ditemukannya mesin-mesin
produksi tersebut, akan mempermudah dalam pembuatan komponen-komponen mesin. sehingga
pembuatan komponen mesin menjadi semakin efisien dan memiliki ketelitian yang tinggi.Pada
proses pemesinan menggunakan mesin milling, banyak hal yang mempengaruhi terhadap kualitas
permukaan benda kerja yakni kekasaran permukaan benda kerja yang dihasilkan, salah satunya
adalah kecepatan potong dan kedalaman potong. Parameter tersebut merupakan hal yang perlu di
pertimbangkan dalam melakukan proses pemesininan. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati
faktor kecepatan potong dan kedalaman pemotongan terhadap kondisi permukaan pemesinan
logam yang dihasilkan pada proses milling.Untuk memenuhi objektif dari kajian ini, metode
penelitian yang dilakukan yakni metode eksperimental. Bahan benda yang digunakan adalah baja
karbon AISI 1045 yang memiliki dimensi 55 x 55 x 55 mm. Proses milling dilakukan pada
permukaan benda kerja dengan menggunakan mata pahat HSS. Variasi kecepatan potong (Vc1)
4,8 m/min, putaran spindel 90 rpm,(Vc2) 6,93m/min, putaran spindel 130 rpm,(Vc3) 9,44 m/min,
putaran spindel 177 rpm,(Vc4) 10,78 m/min, putaran spindel 202 rpm, dan (Vc5) 15,21 m/min,
putaran spindle 285 rpm. Variasi kedalaman potong yaitu 0,6 mm, 0,7 mm, 0,8 mm, 0,9 mm dan
1.0 mm. Setiap selesai melakukan proses pemotongan benda kerja, dilakukan pengukuran
kekasaran permukaan dengan cara mengukur pada titik yang berbeda menggunakan surface
tester. Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa kecepatan potong 4,8 m/min dan
putaran spindle 90 rpm dan kedalaman pemotongan 0,6 mm nilai kekasaran yang diperoleh 2,79
µm dan pada kecepatan potong yang tinggi 15,21 m/min, putaran spindel
285 rpm dan
kedalaman pemotongan 0,6 mm nilai kekasaran permukaan adalah 2,03 µm. Peningatan
kedalaman pemotongan memberi kontribusi yang significant terhadap peningkatan nilai
kekasaran permukaan benda kerja dibandingkan dengan peningkatan kecepatan potong.
Kata kunci : Surafcet test, pahat HSS , AISI 1045, mesin milling
1. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu hasil produksi
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas produksi, terutama pada proses produksi
menggunakan mesin-mesin perkakas seperti mesin skrap, mesin milling, mesin bubut dan
mesin bor. Pada dasarnya setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas permukaan
(kekasaran permukaan) yang berbeda-beda, tergantung dari fungsinya. Kualitas permukaan
dapat dilihat dari kekasaran permukaannya. Semakin kecil nilai kekasaran permukaan yang
dihasilkan, maka semakin halus permukaan benda kerja tersebut.
Menurut Muin [5] bahwa kualitas permukaan potong tergantung kepada kondisi
pemotongan (cutting condition), kondisi pemotongan yang dimaksud adalah besarnya kecepatan
potong (cutting speed), hantaran pemakanan (feeding) dan kedalaman pemakanan (depth of cut).
Proses pemesinan tidak terlepas dari penggunaan parameter pemotongan, dalam
proses pemesinan logam kecepatan pemotongan memberi efek terhadap perubahan terhadap
permukaan benda kerja yang dihasilkan. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
permukaan benda kerja pada proses milling, maka penelitian ini dilakukan. Parameter
pemotongan (kecepatan potong dan kedalaman pemotongan) divariasikan untuk mengetahui
nilai kekasaran permukaan yang dihasilkan. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk
106
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
mengetahui perubahan yang terjadi pada kondisi permukaan benda kerja yang dihasilkan agar
dapat diketahui nilai kekasaran permukaan yang paling baik dan kombinasi parameter
pemotongan yang sesuai.
2. Pemesinan logam
Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah
bentuk suatu benda kerja yang berupa logam menjadi bentuk yang diinginkan dengan cara
memotong. Proses pemotongan logam pada umumnya dilakukan dengan menggunakan mesin
perkakas disebut juga sebagai proses pemesinan (machining). Pahat yang bergerak relatif
terhadap benda kerja akan menghasilkan serpihan dan permukaan benda kerja secara terhadap
akan terbentuk menjadi komponen yang dikehendaki. Pahat tersebut biasanya dipasangkan
pada suatu jenis mesin perkakas. Untuk itu proses pemesinan dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis pahatnya, yaitu pahat bermata potong tunggal (single poin cutting tools) dan
pahat bermata potong jamak (multiple points cuttings tools).Gerak relatif pahat terhadap
benda kerja dapat dipisahkan menjadi dua macam komponen gerakan, yaitu gerak potong
(cutting movement) dan gerak makan (kedalaman potong movement).
Parameter pemesinan terbagi atas lima bagian [5], yaitu:
1. Laju pemotongan (cutting speed): Vc (m/menit)
2. Kedalaman potong (depth of cut): a (mm)
3. Waktu pemotongan (cutting time): tc (menit)
4. Laju suapan (feeding speed): vf (mm/menit)
5. Laju penghasilan geram (rate of metal removal): Z (mm³/menit)
Elemen dasar pemesinan dihitung berdasarkan dimensi benda kerja atau geometri
pahat serta besaran dari mesin perkakas. Besaran mesin perkakas yang dapat diatur ada
bermacam-macam tergantung pada jenis mesin perkakasnya. Pada penelitian ini mesin
perkakas yang digunakan adalah mesin milling. Besarnya kecepatan putaran spindle sumbu
utama tergantung pada kecepatan potong yang dijinkan dan diameter alat potong (cutter).
Pengaruh pemilihan kecepatan potong ini sangat esensial dalam mendukung keberhasilan
penyayatan. Apabila kecepatan potong terlalu tinggi, maka gigi alat potong tersebut aus,
namun jika kecepatan potong yang dipilih terlalu kecil, maka kapasitas penyayatan menjadi
rendah sehingga waktu yang diperlukan untuk proses penyayatan menjadi besar. Elemen
dasar pemesinan antara lain:
Kecepatan potong:
/
(1)
dimana:
Vc = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter mata pahat (mm)
n = putaran poros utama (rad/menit)
Kecepatan pemakanan:
(2)
Gerak makan pergigi (fz):
(3)
dimana:
Vf = kecepatan hantaran/suapan (mm/min)
z = jumlah gigi (mata potong) (mm/gigi)
n = putaran poros utama (rpm)
Waktu pemotongan (tc):
(min)
107
(4)
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Lt = Lv + Lw + Ln ; mm
dimana:
Lt = panjang pemotongan total (mm)
Lv = panjang pengawalan; mm => Lv >0
Lw = panjang pemotongan sesungguhnya ; mm
Ln = panjang pengakhiran; mm => Ln>d/2
I = banyaknya pemotongan; kali
(5)
Kedalaman pemotongan (depth of cut) merupakan salah satu parameter pemotongan.
Besar kecilnya kedalaman pemotongan (depth of cut) memerlukan gaya potong, agar dapat
memotong material. Dengan semakin meningkatnya kedalaman pemotongan (depth of cut)
maka gaya potong menjadi meningkat sehingga akan terjadi beban bengkok yang
menyebabkan perubahan defleksi hingga hasil akhir yang dicapai adalah kekasaran
permukaan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Nur.M.Arifin et.al [8] Menyatakan bahwa
kedalaman pemotongan (depth of cut) dapat mempengaruhi defleksi semakin naik, sehingga
hasilnya didapatkan nilai kekasaran permukaan meningkat.
3. Proses Milling
Mesin milling (milling machine) ini merupakan proses pemesinan awal, dimana
permukaan benda kerja yang tidak diperlukan akan diraut oleh pahat milling sehingga didapat
permukaan benda kerja dengan dimensi yang sesuai dengan yang diinginkan. Selama proses
perautan material yang tidak diperlukan akan di buang. Bentuk dari material yang dibuang
akan berupa serpihan (chips). Karakteristik dari pemesinan yang menggunakan mesin milling
ini adalah bahwa setiap mata potong dari pahat tersebut ikut berperan serta dalam proses
penghasilan geram dari benda kerja yang akan di mesin.Oleh karena itu proses pemesinan
dengan mesin milling selalu terjadi proses penyayatan benda kerja, maka gerak penyayatan
benda kerja terjadi apabila saat benda kerja yang terdapat di atas meja kerja disayat pada saat
mesin milling yang berputar. Proses pemotongan benda kerja dengan mesin milling ini
mampu untuk menghasilkan benda kerja dengan bentuk permukaan benda kerja yang datar,
bentuk berlubang, lubang pasak pada poros, lubang alur, hingga proses pembuatan roda gigi.
Mesin milling sering digunakan untuk membuat komponen yang memiliki fitur berupa suatu
profil yang kompleks misalnya pembuatan molding.
4. Kekasaran Permukaan
Pengukuran kekasaran/kehalusan dalam penelitian ini adalah proses pengukuran
kekasaran/kehalusan suatu permukaan benda kerja dari material baja karbon dengan cara
membandingkan terhadap acuan standar atau menguji dengan peralatan khusus. Tingkat
kekasaran rata-rata permukaan hasil pengerjaan masing-masing mesin perkakas tidak sama,
tergantung proses pengerjaannya.berikut ini disampaikan tingkat kekasaran permukaan benda
kerja untuk berbagai proses pengerjaan.
Tabel 1. Tingkat kekasaran permukaan (Sumber: Munadi, 1988:312)
Proses Pengerjaan
Flat and cylindrical lapping
Superfinishing diamond turning
Flat and cylindrical grinding
Finishing
Face and cylindrical turning, milling and reaming
Drilling
Shaping, planning horizontal milling
Sandcasting and forging
Extruding, cold rolling, drawing
Die casting
108
Selang (N)
N1 – N4
N1 – N6
N1 – N8
N4 – N8
N5 – N12
N7 – N10
N6 – N12
N10 – N11
N6 – N8
N6 – N7
Harga Ra
0,025 – 0,2
0,025 – 0,8
0,025 – 3,2
0,1 – 3,2
0,4 – 50,0
12,5 – 25,0
0,8 – 50,0
12,5 – 25,0
0,8 – 3,2
0,8 – 1,6
SE
EMINAR NA
ASIONAL ME
ESIN DAN IN
NDUSTRI (S
SNMI7) 2012
2
”Riset Multidisiplin
M
Untuk Menu
unjang Peng
gembangan
n Industri Na
asional”
Program Studi Teknik Mesin dan
n Teknik Industri Jurusan
J
Teknik Mesin
M
Fakultas Tekknik Universitas Tarumanagara
T
Dimana N1 sampaii N12 meruupakan kelaas kekasarann dari perm
mukaan dan
n Ra adalahh
rata-rrata harga kekasaranny
k
ya. Untuk memproduks
m
si profil suaatu permukaaan, sensor (stylus)
(
alatt
ukur harus digeerakkan meengikuti linttasan yang berupa garris lurus dengan jarak yang telahh
ditenntukan dahuulu.
Menurutt kajian yaang dilakukkan oleh Rodriquest et.al [10]] menjelask
kan bahwaa
penggaruh kondiisi pemesinnan proses freis
f
pada permukaan
p
benda kerjja yang terrfokus padaa
kekaasaran dan kekerasan
k
p
permukaan
b
benda
kerjaa. Kondisi freis
f
menunnjukkan bah
hwa operasii
pemootongan finnishing secaara significcant mampu
u menurunkkan kekasaaran permu
ukaan tanpaa
meruubah kekerasan. Sebaaliknya untuk pemoto
ongan rougghing menyyebabkan peningkatan
p
n
kekerasan. Perm
mukaan hassil machininng berkorelasi dengann laju pemakanan, seh
hingga lajuu
pemaakanan finishing 41% lebih besaar dari prosses roughing yang menjadikan peengurangann
panaas dan memiinimalkan pengaruh
p
terrhadap kekeerasan mateerial.
5. Metode
M
Peneelitian
Untuk mencapai
m
obbjektif dalaam penelitiaan ini makaa metode yyang digunaakan adalahh
metoode eksperim
mental denggan mengguunakan mesiin perkakas milling.
5.1. Bahan
B
Ben
nda Kerja
Penelitiaan ini dilakkukan di laaboratorium mesin Groowth Centrre Kopertis Wilayah I
selam
ma lebih kuurang satu bulan.
b
Dalaam penelitiaan ini mateerial benda kerja yang
g digunakann
adalaah baja AIS
SI 1045 deengan ukuraan panjang
g 55 mm, lebar
l
55 mm
m, dan teb
bal 55 mm..
Gam
mbar benda kerja
k
ditunjuukkan pada gambar.1.
SI 1045
Gambar 1. Benda Kerjja Baja AIS
Adappun komposiisi kimia beenda kerja teersebut antaara lain:
Tabel 2. Kom
mposisi Bajaa AISI 1045
5 (Sumber : www.efunnda.com)
C
Mn
P
S
Unsurr
Fee
%
0.43 – 0.50 0.66 – 0.90
0,040
0.0500
Sisa
5.2. Mata
M
Pahaat
Mata paahat millingg yang diguunakan dalam penelitiian ini adaalah jenis End
E millingg
cutteer. Bahan pahat
p
HSS (High Speeed Steel). Pisau ujunng mempunnyai gigi dii sekelilingg
badaannya dan juuga pada ujuungnya. Pissau ini ada yang
y
bertanngkai lurus aatau tirus dan ada pulaa
yangg tidak, pem
masangan paada pisau yaang bertangk
kai lurus dim
masukkan ppada kolet.
Gam
mbar 2. Pah
hat milling
109
SE
EMINAR NA
ASIONAL ME
ESIN DAN IN
NDUSTRI (S
SNMI7) 2012
2
”Riset Multidisiplin
M
Untuk Menu
unjang Peng
gembangan
n Industri Na
asional”
Program Studi Teknik Mesin dan
n Teknik Industri Jurusan
J
Teknik Mesin
M
Fakultas Tekknik Universitas Tarumanagara
T
5.3. Peralatan
P
m percobaaan ini antaraa lain:
Peralatann yang diguunakan dalam
a. Mesin
M
millinng vertikal dan
d perlenggkapannya
Gambar 3. Mesin Milling
M
Verttikal
b. SSurface Testter
P
Pengukuran
menggunakaan alat ukurr
kekasaran permukaann benda kerjja dilakukann dengan m
k
kekasaran
p
permukaan
Surface Roughness
R
tester Mituutoyo type 402. Nilaai kalibrasii
spesiman yaaitu 2.94 μm
m.
(surfacet tesst Mitotoyo
Gam
mbar 4. Alat pengukur Kekasaran
K
Permukaan
P
o 402)
5.4. Prosedur
P
E
Eksperimen
n
Dalam melaksanaka
m
an eksperim
men ini, beberapa proseedur dilakukkan guna mendapatkan
m
n
objekktif dari pennelitian. Proosedur tersebbut antara lain:
1. Persiapan:
P
- Benda Kerj
rja, Mata Paahat, Kalibraasi Mesin perkakas.
- Meratakann permukaann benda kerjja dengan mengupas
m
beenda kerja ssetebal 0,5 mm
m
2. Menentukan
M
n parameter pemotongaan.
a Kecepatann potong, Vc1, Vc2, Vc3,V
a.
, c4, Vc5
b Putaran sppindle n1, n2, n3, n4, n5
b.
c Kedalamaan pemotonggan: a1, a2, a3, a4, a5.
c.
3. Kemudian
K
m
melakukan
p
proses
pemootongan sesu
uai dengan parameter m
masing-massing.
4. Setelah
S
pem
motongan, diilakukan penngukuran kekasaran
k
peermukaan benda kerja
m
menggunaka
an surface teest.
5. Mencatat
M
nillai kekasaraan permukaaan yang dih
hasilkan
6. Pembahasan
P
n hasil ekpseerimen
7. Membuat
M
keesimpulan dari
d eksperim
men yang dilakukan.
d
110
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Diagram alir prosedur percobaan ditunjukan pada gambar 5:
Mulai
Persiapan
Pemotongan benda kerja
Pemilihan Parameter
Dan Benda Kerja
Setting peralatan
Proses Pemesinan
Variasi kecepatan potong
Pengukuran kekasaran
permukaan benda kerja
Pengumpulan data
pengolahan data
Kesimpulan
Selesai
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pemesinan Logam
6. Hasil dan Diskusi
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka diperoleh data sebagaimana disampaikan
didalam tabel berikut:
Tabel 3. Nilai kekasaran permukaan benda kerja.
No
1
2
3
4
5
Putaran
spindle,n
(rpm)
90
130
177
202
285
Kecepatan
potong ,Vc
( m/min)
4,8
6,93
9,44
10,78
15,21
a1,
(0,6 mm)
2,79
2,27
2,31
2,11
2,78
a2,
a3,
a4,
(0,7 mm)
(0,8 mm)
(0,9 mm)
Nilai kekasaran permukaan, (μm)
2,27
2,77
2,47
2,95
2,95
2,34
3,32
2,86
2,88
2,34
2,33
3,03
2,03
3,64
2,64
Benda kerja hasil pemesinan milling ditunjukkan pada gambar 6.
111
a5,
(1,0 mm)
2,78
2,26
3,10
2,46
2,14
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Gambar 6. Benda kerja setelah proses pemesina milling
Nilai Kekasaran Permukaan, μm
Berdasarkan data dari table.3 selanjutnya dilakukan analisa hubungan antar
kecepatan potong terhadap nila kekasaran permukaan. Hubungan tersebut dapat dilihat pada
gambar.7.
5.00
4.00
3.00
a=0,6
2.00
a=0,7
1.00
a=0,8
0.00
a=0,9
4.8
6.9
9.4
10.78
15.2
Kecepatan pemotongan, m/min
Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Kecepatan pemotongan terhadap
nilai Kekasaran Permukaan
Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa pada kedalaman potong 0,6 mm peningkatan
kecepatan pemotongan memberi pengaruh terhadap penurunan nilai kekasaaran permukaan
benda kerja. Hal ini terjadi oleh karena kecepatan yang tinggi menyebabkan gerakan pahat
menyentuh permukaan benda kerja menjadi lebih cepat sehingga serpihan yang dihasilkan
ikut terbuang dengan bentuk yang halus dan tidak menggores permukaan benda kerja yang
dihasilkan.
Namun seiring dengan meningkatnya kedalaman pemotongan yang digunakan,
ternyata peningkatan kecepatan pemotongan dan putaran spindel memberi pengaruh terhadap
peningkatan nilai kekasaran permukaan terutamanya pada kedalaman pemotongan 0,9 mm.
Pada kedalaman potong 0,7 mm peningkatan kecepatan pemotongan memberi
pengaruh terhadap penurunan nilai kekasaran permukaan namun pada kecepatan pemotongan
15,21 m/min dan putana spindel 285 rpm nilai kekasaran permukaan adalah sebesar 2,64 µm,
peningkatan ini terjadi oleh karena kecepatan pemotongan dan pengukuran yang dilakukan
pada titik yang berbeda. Pada kedalaman potong 0,8 mm menunjukan perubahan peningkatan
kecepatan pemotongan memberi efek terhadap peningkatan nilai kekasaran permukaan yang
bervariasi, pada kecepatan pemotongan 4,8 m/min dan putaran spindel 90 rpm nilai kekasaran
permukaan adalah 2,08 µm, dan kenaikan kecepatan pemotongan hingga 10,78 m/min pada
putaran spindel 130 rpm nilai kekasaran mengalami peningkatan namun pada kecepatan
pemotongan 15,21 m/min pada putaran 285 rpm nilai kekasaran permukaan menurun
menjadi2,08 µm. Hal ini terjadi akibat perbedaannya kecepatan pemotongan dan pengukuran
yang dilakukan pada titik yang berbeda.
112
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Pada kedalaman potong 0,9 mm dan kecepatan pemotongan 4,8 m/min dan putran
spindel 90 rpm nilai kekasaran permukaan adalah 2,47 µm, siiring dengan peningkatan
kecepatan pemotongan maka nilai kekasaran permukaan juga mengalami peningkatan, namun
pada kecepatan pemotongan 15,21 m/min pada putaran 285 rpm mengalami penurunan nilai
kekasaran permukaan 2,64 µm. Pada kedalaman potong 1.0 mm peningkatan kecepatan
pemotongan menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang bervariasi. Pada kecepatan
pemotongan 4,8 m/min putaran spindel 90 rpm nilai kekasaran permukaan adalah 2,78 µm,
kecepatan pemotongan 130 rpm nilai kekasaran permukaan adalah 2,26 µm, namun pada
kecepatan pemotongan 177 rpm nilai kekasaran permukaan mengalami kenaikan yaitu 3,1
µm, dan pada kecepatan pemotongan 202 rpm nilai kekasaran permukaan mengalami
penurunan yaitu 2,46 µm dan kecepatan pemotongan 285 rpm nilai kekasaran permukaan 2,14
µm, namun kecendrungan nilai kekasaran mengalami penurunan.
Selanjutnya hubungan antara kedalaman pemotongan terhadap nilai kekasaran
permukaan ditunjukkan pada gambar 8:
Nilai Kekasaran Permukaan, μm
5.00
4.00
Vc=4,8 m/min
3.00
2.00
Vc=6,8 m/min
1.00
Vc=9,4 m/min
0.00
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
Kedalaman pemotongan, mm
Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Kedalaman potong Terhadap
Kekasaran Permukaan
Dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa pada kecepatan pemotongan 4,8 m/min, putaran
spindle 90 rpm diperoleh bahawa nilai kekasaran permukaan mengalami penurunan. Pada
kecepatan potong 6,93 m/min, putaran spindel 130 rpm diketahui bahwa peningkatan
kedalaman potong memberi pengaruh terhadap nilia kekasaran permukaan benda kerja yang
dihasilkan. Pada kecepatan potong 9,44 m/min, putaran spindle 177 rpm dapat diketahui
bahwa peningkatan kedalaman potong memberi efek terhadap peningkatan nilai kekasaran
permukaan. Pada kecepatan potong 10,78 m/min, putaran spindle 202 rpm dapat dilihat
bahwa peningkatan kedalaman potong memberi efek terhadap peningkatan nilai kekasaran
permukaan benda kerja logam. Pada kecepatan potong 15,2 m/min, putaran spindle 285 rpm
diperoleh bahwa dengan peningkatan kedalaman pemotongan menyebabkan peningkatan nilai
kekasaran permukaan. Dari hasil yang dicapai tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kedalaman potong memberi pengaruh terhadap peningkatan nilai kekasaran permukaan benda
kerja.
7. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil eksperimen dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan
dari penelitian yaitu:
Ada pengaruh yang berarti pada kecepatan potong dan kedalaman potong terhadap
tingkat kekasaran permukaan, dapat dilihat dari hasil pengukuran. Peningkatan kecepatan
113
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
potong memberi pengaruh terhadap penurunan nilai kekasaran permukaan benda kerja,
terutama pada kedalaman potong 0,6 mm.
Peningkatan kedalaman pemotongan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
peningkatan nilai kekasaran permukaan benda kerja yang dihasilkan dibandingkan dengan
peningkatan kecepatan potong.
Ucapan Terima kasih
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Growth Centre Kopertis Wil I
yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di laboratorium Teknik
Mesin.
Daftar Pustaka
1. Amstead,B.H. (1995). Teknologi Mekanik Jilid 2 Edisi Ketujuh. Erlangga. Jakarta.
2. Boothroyd, G. (1989). Fundamentals of Metal Machining and Machine Tools. Mc.
Graw Hill Company. Singapore.
3. Bhattacharyya, A. (1998). Metal Cutting Theory and Practice. New Central Book
Agency (P) Ltd.8/1 Chintamoni Das Lane, Calcutta 700 09.
4. Kalpakjian, S. (1995). Manufacturing Engineering and Technology. Addison-Weslly
Publishing Company. United States of America.
5. Muin, Syamsir. (1986). Dasar-dasar Perencanaan Perkakas. Jakarta. Rajawali Mas.
6. Munadi, Sudji.(1988). Dasar-dasar Metrologi Industri. Jakarta. Departemen P & K
7. Nieman, G.(1992). Elemen Mesin I. Jakarta.Pradnya Paramita.
8. Nur.M.Arifin., Achmad,As’ad Sonief, Winarno.Y.A.(2011). Pengaruh Parameter Proses
Freis Terhadap Kekasaran Permukaan Baja Karbon Fasa Ganda. Jurnal Rekayas Mesin,
Vol.2 No.3.PP 182-192.
9. Rochim, Taufiq. (1993). Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, Jakarta, Higherr
Education Development Support Project.
10. Rodrigues, Alesandro,R. (2010). Effects of Milling Condition On the Surface Integrity of
Hot Forged Steel. Journal of The Braz. Soc. Of.Mech.Sci &Eng.Volume 32. Page 37-43.
11. Suryabrata, Sumadi.(1988). Desain Eksperimen. Jakarta. Rineka Cipta.
12. Djaprie, Sriati. (1995). Teknologi Mekanik I. Jakarta.Erlangga.
114
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
PENGARUH KECEPATAN POTONG
TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA
LOGAM BAJA AISI 1045 PADA PROSES MILLING
Sobron Lubis1), Nurdiana2), Dian Syahputra2)
1)
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta.
2)
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Medan
e-mail: [email protected]
Abstrak
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini bertujuan untuk menghasilkan produk
yang berkualitas, khususnya pada proses produksi yang menggunakan mesin-mesin perkakas
seperti mesin skrap, mesin milling, mesin bubut dan mesin bor. Ditemukannya mesin-mesin
produksi tersebut, akan mempermudah dalam pembuatan komponen-komponen mesin. sehingga
pembuatan komponen mesin menjadi semakin efisien dan memiliki ketelitian yang tinggi.Pada
proses pemesinan menggunakan mesin milling, banyak hal yang mempengaruhi terhadap kualitas
permukaan benda kerja yakni kekasaran permukaan benda kerja yang dihasilkan, salah satunya
adalah kecepatan potong dan kedalaman potong. Parameter tersebut merupakan hal yang perlu di
pertimbangkan dalam melakukan proses pemesininan. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati
faktor kecepatan potong dan kedalaman pemotongan terhadap kondisi permukaan pemesinan
logam yang dihasilkan pada proses milling.Untuk memenuhi objektif dari kajian ini, metode
penelitian yang dilakukan yakni metode eksperimental. Bahan benda yang digunakan adalah baja
karbon AISI 1045 yang memiliki dimensi 55 x 55 x 55 mm. Proses milling dilakukan pada
permukaan benda kerja dengan menggunakan mata pahat HSS. Variasi kecepatan potong (Vc1)
4,8 m/min, putaran spindel 90 rpm,(Vc2) 6,93m/min, putaran spindel 130 rpm,(Vc3) 9,44 m/min,
putaran spindel 177 rpm,(Vc4) 10,78 m/min, putaran spindel 202 rpm, dan (Vc5) 15,21 m/min,
putaran spindle 285 rpm. Variasi kedalaman potong yaitu 0,6 mm, 0,7 mm, 0,8 mm, 0,9 mm dan
1.0 mm. Setiap selesai melakukan proses pemotongan benda kerja, dilakukan pengukuran
kekasaran permukaan dengan cara mengukur pada titik yang berbeda menggunakan surface
tester. Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa kecepatan potong 4,8 m/min dan
putaran spindle 90 rpm dan kedalaman pemotongan 0,6 mm nilai kekasaran yang diperoleh 2,79
µm dan pada kecepatan potong yang tinggi 15,21 m/min, putaran spindel
285 rpm dan
kedalaman pemotongan 0,6 mm nilai kekasaran permukaan adalah 2,03 µm. Peningatan
kedalaman pemotongan memberi kontribusi yang significant terhadap peningkatan nilai
kekasaran permukaan benda kerja dibandingkan dengan peningkatan kecepatan potong.
Kata kunci : Surafcet test, pahat HSS , AISI 1045, mesin milling
1. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu hasil produksi
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas produksi, terutama pada proses produksi
menggunakan mesin-mesin perkakas seperti mesin skrap, mesin milling, mesin bubut dan
mesin bor. Pada dasarnya setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas permukaan
(kekasaran permukaan) yang berbeda-beda, tergantung dari fungsinya. Kualitas permukaan
dapat dilihat dari kekasaran permukaannya. Semakin kecil nilai kekasaran permukaan yang
dihasilkan, maka semakin halus permukaan benda kerja tersebut.
Menurut Muin [5] bahwa kualitas permukaan potong tergantung kepada kondisi
pemotongan (cutting condition), kondisi pemotongan yang dimaksud adalah besarnya kecepatan
potong (cutting speed), hantaran pemakanan (feeding) dan kedalaman pemakanan (depth of cut).
Proses pemesinan tidak terlepas dari penggunaan parameter pemotongan, dalam
proses pemesinan logam kecepatan pemotongan memberi efek terhadap perubahan terhadap
permukaan benda kerja yang dihasilkan. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
permukaan benda kerja pada proses milling, maka penelitian ini dilakukan. Parameter
pemotongan (kecepatan potong dan kedalaman pemotongan) divariasikan untuk mengetahui
nilai kekasaran permukaan yang dihasilkan. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk
106
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
mengetahui perubahan yang terjadi pada kondisi permukaan benda kerja yang dihasilkan agar
dapat diketahui nilai kekasaran permukaan yang paling baik dan kombinasi parameter
pemotongan yang sesuai.
2. Pemesinan logam
Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah
bentuk suatu benda kerja yang berupa logam menjadi bentuk yang diinginkan dengan cara
memotong. Proses pemotongan logam pada umumnya dilakukan dengan menggunakan mesin
perkakas disebut juga sebagai proses pemesinan (machining). Pahat yang bergerak relatif
terhadap benda kerja akan menghasilkan serpihan dan permukaan benda kerja secara terhadap
akan terbentuk menjadi komponen yang dikehendaki. Pahat tersebut biasanya dipasangkan
pada suatu jenis mesin perkakas. Untuk itu proses pemesinan dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis pahatnya, yaitu pahat bermata potong tunggal (single poin cutting tools) dan
pahat bermata potong jamak (multiple points cuttings tools).Gerak relatif pahat terhadap
benda kerja dapat dipisahkan menjadi dua macam komponen gerakan, yaitu gerak potong
(cutting movement) dan gerak makan (kedalaman potong movement).
Parameter pemesinan terbagi atas lima bagian [5], yaitu:
1. Laju pemotongan (cutting speed): Vc (m/menit)
2. Kedalaman potong (depth of cut): a (mm)
3. Waktu pemotongan (cutting time): tc (menit)
4. Laju suapan (feeding speed): vf (mm/menit)
5. Laju penghasilan geram (rate of metal removal): Z (mm³/menit)
Elemen dasar pemesinan dihitung berdasarkan dimensi benda kerja atau geometri
pahat serta besaran dari mesin perkakas. Besaran mesin perkakas yang dapat diatur ada
bermacam-macam tergantung pada jenis mesin perkakasnya. Pada penelitian ini mesin
perkakas yang digunakan adalah mesin milling. Besarnya kecepatan putaran spindle sumbu
utama tergantung pada kecepatan potong yang dijinkan dan diameter alat potong (cutter).
Pengaruh pemilihan kecepatan potong ini sangat esensial dalam mendukung keberhasilan
penyayatan. Apabila kecepatan potong terlalu tinggi, maka gigi alat potong tersebut aus,
namun jika kecepatan potong yang dipilih terlalu kecil, maka kapasitas penyayatan menjadi
rendah sehingga waktu yang diperlukan untuk proses penyayatan menjadi besar. Elemen
dasar pemesinan antara lain:
Kecepatan potong:
/
(1)
dimana:
Vc = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter mata pahat (mm)
n = putaran poros utama (rad/menit)
Kecepatan pemakanan:
(2)
Gerak makan pergigi (fz):
(3)
dimana:
Vf = kecepatan hantaran/suapan (mm/min)
z = jumlah gigi (mata potong) (mm/gigi)
n = putaran poros utama (rpm)
Waktu pemotongan (tc):
(min)
107
(4)
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Lt = Lv + Lw + Ln ; mm
dimana:
Lt = panjang pemotongan total (mm)
Lv = panjang pengawalan; mm => Lv >0
Lw = panjang pemotongan sesungguhnya ; mm
Ln = panjang pengakhiran; mm => Ln>d/2
I = banyaknya pemotongan; kali
(5)
Kedalaman pemotongan (depth of cut) merupakan salah satu parameter pemotongan.
Besar kecilnya kedalaman pemotongan (depth of cut) memerlukan gaya potong, agar dapat
memotong material. Dengan semakin meningkatnya kedalaman pemotongan (depth of cut)
maka gaya potong menjadi meningkat sehingga akan terjadi beban bengkok yang
menyebabkan perubahan defleksi hingga hasil akhir yang dicapai adalah kekasaran
permukaan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Nur.M.Arifin et.al [8] Menyatakan bahwa
kedalaman pemotongan (depth of cut) dapat mempengaruhi defleksi semakin naik, sehingga
hasilnya didapatkan nilai kekasaran permukaan meningkat.
3. Proses Milling
Mesin milling (milling machine) ini merupakan proses pemesinan awal, dimana
permukaan benda kerja yang tidak diperlukan akan diraut oleh pahat milling sehingga didapat
permukaan benda kerja dengan dimensi yang sesuai dengan yang diinginkan. Selama proses
perautan material yang tidak diperlukan akan di buang. Bentuk dari material yang dibuang
akan berupa serpihan (chips). Karakteristik dari pemesinan yang menggunakan mesin milling
ini adalah bahwa setiap mata potong dari pahat tersebut ikut berperan serta dalam proses
penghasilan geram dari benda kerja yang akan di mesin.Oleh karena itu proses pemesinan
dengan mesin milling selalu terjadi proses penyayatan benda kerja, maka gerak penyayatan
benda kerja terjadi apabila saat benda kerja yang terdapat di atas meja kerja disayat pada saat
mesin milling yang berputar. Proses pemotongan benda kerja dengan mesin milling ini
mampu untuk menghasilkan benda kerja dengan bentuk permukaan benda kerja yang datar,
bentuk berlubang, lubang pasak pada poros, lubang alur, hingga proses pembuatan roda gigi.
Mesin milling sering digunakan untuk membuat komponen yang memiliki fitur berupa suatu
profil yang kompleks misalnya pembuatan molding.
4. Kekasaran Permukaan
Pengukuran kekasaran/kehalusan dalam penelitian ini adalah proses pengukuran
kekasaran/kehalusan suatu permukaan benda kerja dari material baja karbon dengan cara
membandingkan terhadap acuan standar atau menguji dengan peralatan khusus. Tingkat
kekasaran rata-rata permukaan hasil pengerjaan masing-masing mesin perkakas tidak sama,
tergantung proses pengerjaannya.berikut ini disampaikan tingkat kekasaran permukaan benda
kerja untuk berbagai proses pengerjaan.
Tabel 1. Tingkat kekasaran permukaan (Sumber: Munadi, 1988:312)
Proses Pengerjaan
Flat and cylindrical lapping
Superfinishing diamond turning
Flat and cylindrical grinding
Finishing
Face and cylindrical turning, milling and reaming
Drilling
Shaping, planning horizontal milling
Sandcasting and forging
Extruding, cold rolling, drawing
Die casting
108
Selang (N)
N1 – N4
N1 – N6
N1 – N8
N4 – N8
N5 – N12
N7 – N10
N6 – N12
N10 – N11
N6 – N8
N6 – N7
Harga Ra
0,025 – 0,2
0,025 – 0,8
0,025 – 3,2
0,1 – 3,2
0,4 – 50,0
12,5 – 25,0
0,8 – 50,0
12,5 – 25,0
0,8 – 3,2
0,8 – 1,6
SE
EMINAR NA
ASIONAL ME
ESIN DAN IN
NDUSTRI (S
SNMI7) 2012
2
”Riset Multidisiplin
M
Untuk Menu
unjang Peng
gembangan
n Industri Na
asional”
Program Studi Teknik Mesin dan
n Teknik Industri Jurusan
J
Teknik Mesin
M
Fakultas Tekknik Universitas Tarumanagara
T
Dimana N1 sampaii N12 meruupakan kelaas kekasarann dari perm
mukaan dan
n Ra adalahh
rata-rrata harga kekasaranny
k
ya. Untuk memproduks
m
si profil suaatu permukaaan, sensor (stylus)
(
alatt
ukur harus digeerakkan meengikuti linttasan yang berupa garris lurus dengan jarak yang telahh
ditenntukan dahuulu.
Menurutt kajian yaang dilakukkan oleh Rodriquest et.al [10]] menjelask
kan bahwaa
penggaruh kondiisi pemesinnan proses freis
f
pada permukaan
p
benda kerjja yang terrfokus padaa
kekaasaran dan kekerasan
k
p
permukaan
b
benda
kerjaa. Kondisi freis
f
menunnjukkan bah
hwa operasii
pemootongan finnishing secaara significcant mampu
u menurunkkan kekasaaran permu
ukaan tanpaa
meruubah kekerasan. Sebaaliknya untuk pemoto
ongan rougghing menyyebabkan peningkatan
p
n
kekerasan. Perm
mukaan hassil machininng berkorelasi dengann laju pemakanan, seh
hingga lajuu
pemaakanan finishing 41% lebih besaar dari prosses roughing yang menjadikan peengurangann
panaas dan memiinimalkan pengaruh
p
terrhadap kekeerasan mateerial.
5. Metode
M
Peneelitian
Untuk mencapai
m
obbjektif dalaam penelitiaan ini makaa metode yyang digunaakan adalahh
metoode eksperim
mental denggan mengguunakan mesiin perkakas milling.
5.1. Bahan
B
Ben
nda Kerja
Penelitiaan ini dilakkukan di laaboratorium mesin Groowth Centrre Kopertis Wilayah I
selam
ma lebih kuurang satu bulan.
b
Dalaam penelitiaan ini mateerial benda kerja yang
g digunakann
adalaah baja AIS
SI 1045 deengan ukuraan panjang
g 55 mm, lebar
l
55 mm
m, dan teb
bal 55 mm..
Gam
mbar benda kerja
k
ditunjuukkan pada gambar.1.
SI 1045
Gambar 1. Benda Kerjja Baja AIS
Adappun komposiisi kimia beenda kerja teersebut antaara lain:
Tabel 2. Kom
mposisi Bajaa AISI 1045
5 (Sumber : www.efunnda.com)
C
Mn
P
S
Unsurr
Fee
%
0.43 – 0.50 0.66 – 0.90
0,040
0.0500
Sisa
5.2. Mata
M
Pahaat
Mata paahat millingg yang diguunakan dalam penelitiian ini adaalah jenis End
E millingg
cutteer. Bahan pahat
p
HSS (High Speeed Steel). Pisau ujunng mempunnyai gigi dii sekelilingg
badaannya dan juuga pada ujuungnya. Pissau ini ada yang
y
bertanngkai lurus aatau tirus dan ada pulaa
yangg tidak, pem
masangan paada pisau yaang bertangk
kai lurus dim
masukkan ppada kolet.
Gam
mbar 2. Pah
hat milling
109
SE
EMINAR NA
ASIONAL ME
ESIN DAN IN
NDUSTRI (S
SNMI7) 2012
2
”Riset Multidisiplin
M
Untuk Menu
unjang Peng
gembangan
n Industri Na
asional”
Program Studi Teknik Mesin dan
n Teknik Industri Jurusan
J
Teknik Mesin
M
Fakultas Tekknik Universitas Tarumanagara
T
5.3. Peralatan
P
m percobaaan ini antaraa lain:
Peralatann yang diguunakan dalam
a. Mesin
M
millinng vertikal dan
d perlenggkapannya
Gambar 3. Mesin Milling
M
Verttikal
b. SSurface Testter
P
Pengukuran
menggunakaan alat ukurr
kekasaran permukaann benda kerjja dilakukann dengan m
k
kekasaran
p
permukaan
Surface Roughness
R
tester Mituutoyo type 402. Nilaai kalibrasii
spesiman yaaitu 2.94 μm
m.
(surfacet tesst Mitotoyo
Gam
mbar 4. Alat pengukur Kekasaran
K
Permukaan
P
o 402)
5.4. Prosedur
P
E
Eksperimen
n
Dalam melaksanaka
m
an eksperim
men ini, beberapa proseedur dilakukkan guna mendapatkan
m
n
objekktif dari pennelitian. Proosedur tersebbut antara lain:
1. Persiapan:
P
- Benda Kerj
rja, Mata Paahat, Kalibraasi Mesin perkakas.
- Meratakann permukaann benda kerjja dengan mengupas
m
beenda kerja ssetebal 0,5 mm
m
2. Menentukan
M
n parameter pemotongaan.
a Kecepatann potong, Vc1, Vc2, Vc3,V
a.
, c4, Vc5
b Putaran sppindle n1, n2, n3, n4, n5
b.
c Kedalamaan pemotonggan: a1, a2, a3, a4, a5.
c.
3. Kemudian
K
m
melakukan
p
proses
pemootongan sesu
uai dengan parameter m
masing-massing.
4. Setelah
S
pem
motongan, diilakukan penngukuran kekasaran
k
peermukaan benda kerja
m
menggunaka
an surface teest.
5. Mencatat
M
nillai kekasaraan permukaaan yang dih
hasilkan
6. Pembahasan
P
n hasil ekpseerimen
7. Membuat
M
keesimpulan dari
d eksperim
men yang dilakukan.
d
110
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Diagram alir prosedur percobaan ditunjukan pada gambar 5:
Mulai
Persiapan
Pemotongan benda kerja
Pemilihan Parameter
Dan Benda Kerja
Setting peralatan
Proses Pemesinan
Variasi kecepatan potong
Pengukuran kekasaran
permukaan benda kerja
Pengumpulan data
pengolahan data
Kesimpulan
Selesai
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pemesinan Logam
6. Hasil dan Diskusi
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka diperoleh data sebagaimana disampaikan
didalam tabel berikut:
Tabel 3. Nilai kekasaran permukaan benda kerja.
No
1
2
3
4
5
Putaran
spindle,n
(rpm)
90
130
177
202
285
Kecepatan
potong ,Vc
( m/min)
4,8
6,93
9,44
10,78
15,21
a1,
(0,6 mm)
2,79
2,27
2,31
2,11
2,78
a2,
a3,
a4,
(0,7 mm)
(0,8 mm)
(0,9 mm)
Nilai kekasaran permukaan, (μm)
2,27
2,77
2,47
2,95
2,95
2,34
3,32
2,86
2,88
2,34
2,33
3,03
2,03
3,64
2,64
Benda kerja hasil pemesinan milling ditunjukkan pada gambar 6.
111
a5,
(1,0 mm)
2,78
2,26
3,10
2,46
2,14
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Gambar 6. Benda kerja setelah proses pemesina milling
Nilai Kekasaran Permukaan, μm
Berdasarkan data dari table.3 selanjutnya dilakukan analisa hubungan antar
kecepatan potong terhadap nila kekasaran permukaan. Hubungan tersebut dapat dilihat pada
gambar.7.
5.00
4.00
3.00
a=0,6
2.00
a=0,7
1.00
a=0,8
0.00
a=0,9
4.8
6.9
9.4
10.78
15.2
Kecepatan pemotongan, m/min
Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Kecepatan pemotongan terhadap
nilai Kekasaran Permukaan
Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa pada kedalaman potong 0,6 mm peningkatan
kecepatan pemotongan memberi pengaruh terhadap penurunan nilai kekasaaran permukaan
benda kerja. Hal ini terjadi oleh karena kecepatan yang tinggi menyebabkan gerakan pahat
menyentuh permukaan benda kerja menjadi lebih cepat sehingga serpihan yang dihasilkan
ikut terbuang dengan bentuk yang halus dan tidak menggores permukaan benda kerja yang
dihasilkan.
Namun seiring dengan meningkatnya kedalaman pemotongan yang digunakan,
ternyata peningkatan kecepatan pemotongan dan putaran spindel memberi pengaruh terhadap
peningkatan nilai kekasaran permukaan terutamanya pada kedalaman pemotongan 0,9 mm.
Pada kedalaman potong 0,7 mm peningkatan kecepatan pemotongan memberi
pengaruh terhadap penurunan nilai kekasaran permukaan namun pada kecepatan pemotongan
15,21 m/min dan putana spindel 285 rpm nilai kekasaran permukaan adalah sebesar 2,64 µm,
peningkatan ini terjadi oleh karena kecepatan pemotongan dan pengukuran yang dilakukan
pada titik yang berbeda. Pada kedalaman potong 0,8 mm menunjukan perubahan peningkatan
kecepatan pemotongan memberi efek terhadap peningkatan nilai kekasaran permukaan yang
bervariasi, pada kecepatan pemotongan 4,8 m/min dan putaran spindel 90 rpm nilai kekasaran
permukaan adalah 2,08 µm, dan kenaikan kecepatan pemotongan hingga 10,78 m/min pada
putaran spindel 130 rpm nilai kekasaran mengalami peningkatan namun pada kecepatan
pemotongan 15,21 m/min pada putaran 285 rpm nilai kekasaran permukaan menurun
menjadi2,08 µm. Hal ini terjadi akibat perbedaannya kecepatan pemotongan dan pengukuran
yang dilakukan pada titik yang berbeda.
112
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Pada kedalaman potong 0,9 mm dan kecepatan pemotongan 4,8 m/min dan putran
spindel 90 rpm nilai kekasaran permukaan adalah 2,47 µm, siiring dengan peningkatan
kecepatan pemotongan maka nilai kekasaran permukaan juga mengalami peningkatan, namun
pada kecepatan pemotongan 15,21 m/min pada putaran 285 rpm mengalami penurunan nilai
kekasaran permukaan 2,64 µm. Pada kedalaman potong 1.0 mm peningkatan kecepatan
pemotongan menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang bervariasi. Pada kecepatan
pemotongan 4,8 m/min putaran spindel 90 rpm nilai kekasaran permukaan adalah 2,78 µm,
kecepatan pemotongan 130 rpm nilai kekasaran permukaan adalah 2,26 µm, namun pada
kecepatan pemotongan 177 rpm nilai kekasaran permukaan mengalami kenaikan yaitu 3,1
µm, dan pada kecepatan pemotongan 202 rpm nilai kekasaran permukaan mengalami
penurunan yaitu 2,46 µm dan kecepatan pemotongan 285 rpm nilai kekasaran permukaan 2,14
µm, namun kecendrungan nilai kekasaran mengalami penurunan.
Selanjutnya hubungan antara kedalaman pemotongan terhadap nilai kekasaran
permukaan ditunjukkan pada gambar 8:
Nilai Kekasaran Permukaan, μm
5.00
4.00
Vc=4,8 m/min
3.00
2.00
Vc=6,8 m/min
1.00
Vc=9,4 m/min
0.00
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
Kedalaman pemotongan, mm
Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Kedalaman potong Terhadap
Kekasaran Permukaan
Dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa pada kecepatan pemotongan 4,8 m/min, putaran
spindle 90 rpm diperoleh bahawa nilai kekasaran permukaan mengalami penurunan. Pada
kecepatan potong 6,93 m/min, putaran spindel 130 rpm diketahui bahwa peningkatan
kedalaman potong memberi pengaruh terhadap nilia kekasaran permukaan benda kerja yang
dihasilkan. Pada kecepatan potong 9,44 m/min, putaran spindle 177 rpm dapat diketahui
bahwa peningkatan kedalaman potong memberi efek terhadap peningkatan nilai kekasaran
permukaan. Pada kecepatan potong 10,78 m/min, putaran spindle 202 rpm dapat dilihat
bahwa peningkatan kedalaman potong memberi efek terhadap peningkatan nilai kekasaran
permukaan benda kerja logam. Pada kecepatan potong 15,2 m/min, putaran spindle 285 rpm
diperoleh bahwa dengan peningkatan kedalaman pemotongan menyebabkan peningkatan nilai
kekasaran permukaan. Dari hasil yang dicapai tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kedalaman potong memberi pengaruh terhadap peningkatan nilai kekasaran permukaan benda
kerja.
7. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil eksperimen dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan
dari penelitian yaitu:
Ada pengaruh yang berarti pada kecepatan potong dan kedalaman potong terhadap
tingkat kekasaran permukaan, dapat dilihat dari hasil pengukuran. Peningkatan kecepatan
113
SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI7) 2012
”Riset Multidisiplin Untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional”
Program Studi Teknik Mesin dan Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
potong memberi pengaruh terhadap penurunan nilai kekasaran permukaan benda kerja,
terutama pada kedalaman potong 0,6 mm.
Peningkatan kedalaman pemotongan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
peningkatan nilai kekasaran permukaan benda kerja yang dihasilkan dibandingkan dengan
peningkatan kecepatan potong.
Ucapan Terima kasih
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Growth Centre Kopertis Wil I
yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di laboratorium Teknik
Mesin.
Daftar Pustaka
1. Amstead,B.H. (1995). Teknologi Mekanik Jilid 2 Edisi Ketujuh. Erlangga. Jakarta.
2. Boothroyd, G. (1989). Fundamentals of Metal Machining and Machine Tools. Mc.
Graw Hill Company. Singapore.
3. Bhattacharyya, A. (1998). Metal Cutting Theory and Practice. New Central Book
Agency (P) Ltd.8/1 Chintamoni Das Lane, Calcutta 700 09.
4. Kalpakjian, S. (1995). Manufacturing Engineering and Technology. Addison-Weslly
Publishing Company. United States of America.
5. Muin, Syamsir. (1986). Dasar-dasar Perencanaan Perkakas. Jakarta. Rajawali Mas.
6. Munadi, Sudji.(1988). Dasar-dasar Metrologi Industri. Jakarta. Departemen P & K
7. Nieman, G.(1992). Elemen Mesin I. Jakarta.Pradnya Paramita.
8. Nur.M.Arifin., Achmad,As’ad Sonief, Winarno.Y.A.(2011). Pengaruh Parameter Proses
Freis Terhadap Kekasaran Permukaan Baja Karbon Fasa Ganda. Jurnal Rekayas Mesin,
Vol.2 No.3.PP 182-192.
9. Rochim, Taufiq. (1993). Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, Jakarta, Higherr
Education Development Support Project.
10. Rodrigues, Alesandro,R. (2010). Effects of Milling Condition On the Surface Integrity of
Hot Forged Steel. Journal of The Braz. Soc. Of.Mech.Sci &Eng.Volume 32. Page 37-43.
11. Suryabrata, Sumadi.(1988). Desain Eksperimen. Jakarta. Rineka Cipta.
12. Djaprie, Sriati. (1995). Teknologi Mekanik I. Jakarta.Erlangga.
114