PDF ini Analisis Risiko Penawaran Underestimate Terhadap Kualitas Proyek Konstruksi Gedung di Kabupaten Pesisir Selatan | Yudelvia | 1 PB

Fredi Yudelvia

Analisis Risiko Penawaran Underestimate Terhadap Kualitas Proyek Konstruksi Gedung
di Kabupaten Pesisir Selatan
Fredi Yudelvia
Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Sipil, Kekhususan Manajemen Konstruksi, Universitas Bung Hatta
E-mail : yudelvia_82@yahoo.com

Abstrak
Didalam proses seleksi kontraktor untuk pelaksanaan proyek konstruksi pada umumnya dilakukan dengan
proses tender. Problematika yang timbul adalah jika penawaran underestimate. Agar tidak mengalami kerugian
atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan tertentu, kontraktor melakukan strategi yang salah satunya
mengurangi alokasi biaya pelaksanaan di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko
penawaran underestimate serta menentukan tindakan preventive dan corrective, terhadap kualitas proyek
konstruksi gedung di Kabupaten pesisir selatan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode
survey. Hasil penelitian mengidentifikasi risiko yang paling dominan adalah biaya untuk ketersediaan material
kurang memadai, biaya untuk pelaksanaan metode tidak memadai dan biaya untuk SDM tidak memadai.
Kata Kunci : Penawaran Underestimate, Kualitas Proyek, Manajemen Risiko
Abstract
The contractor selection process for the implementation of construction projects are generally done by tender
process. Problem arises if the offer is underestimated. In order not to gain loss or to obtain value of a certain

benefit, the contractor applied strategy to reduce the cost allocation for implementation in the field. This
research aims to identify underestimate offer risks and determine preventive and corrective actions to the quality
of building projects in South pesisir district. This research is a quantitative study with survey method. The
research result identified the most dominant risks is the cost of inadequate availability of materials, the cost for
Implementation of inadequate methods and costs for human resources inadequate.
Keywords : Bid Underestimate, Project Quality, Risk Management
1. Pendahuluan
Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah
satu dari 19 kabupaten / kota di Propinsi sumatra
barat, dengan luas wilayah 5.749,89 Km2. Wilayah
Kabupaten Pesisir Selatan terletak di bagian selatan
Propinsi sumatra barat, memanjang dari utara ke
selatan dengan panjang garis pantai 234 Km [1].
Dari data lelang kategori konstruksi gedung
di Kabupaten Pesisir Selatan dari Januari 2012
sampai dengan November tahun 2013, lima puluh
persen dari kegiatan yang di lelang melakukan
penawaran underestimate atau praktek banting harga
sampai dengan 22 % turun dari HPS. [2]
Kabupaten Pesisir Selatan termasuk daerah

rawan gempa, menurut pusat vulkanologi dan
mitigasi bencana departemen energi, merupakan
kawasan yang tergolong rawan terjadinya gempa
bumi. Menurut Fauzi (2009), dari Pusat Gempa
Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika
mengatakan kerugian akibat gempa bumi tidak
langsung disebabkan oleh gempa bumi, namun
disebabkan oleh kerentanan bangunan sehingga

terjadi keruntuhan bangunan, kebakaran, tsunami dan
tanah longsor. Faktor kerentanan bangunan , faktor
kualitas tanah dan kualitas bangunan adalah faktor
yang sangat menentukan untuk pengkajian resiko
gempa bumi dimasa yang akan datang, diharapkan
bangunan di daerah sumbar khususnya kabupaten
pesisir selatan harus bangunan ramah gempa. [3]
Pertumbuhan dari kompetisi di dalam mutu
telah merangsang perluasan strategis bisnis yang
meliputi perencanaan dalam mutu dan struktur
organisasi yang berkualitas (Blanton A. Godfrey,

1998). [4]
Menteri PU minta kepada panitia tender agar
tidak perlu lagi memenangkan tender kepada peserta
yang memang wajar dalam penawarannya. Pasalnya,
pengalaman membuktikan banyak kontrak-kontrak
yang dimenangkan akibat tawaran rendah, namun
pada akhirnya hasilnya buruk, jelas Djoko Kirmanto.(
www.pu.go.id ).[5]
Hatush
dan
Skitmore
(1998),
telah
mengindikasikan bahwa pada evaluasi supplier model
tradisional (metode tender penawaran terendah),

Fredi Yudelvia

maka kontraktor berkompetisi semata-mata hanya
pada harga bidding dan ini akan berpotensi mutu

konstruksi akan rendah. [6]
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) menilai praktik banting harga
dalam tender pengadaan barang dan jasa pemerintah
masih tinggi dan berpotensi menurunkan kualitas
proyek. Kepala LKPP mengatakan, pemborong dan
kontraktor masih ada yang menawar harga tender
hingga di bawah 50%. Meskipun penawaran tender
yang rendah menguntungkan pemerintah, tetapi
praktik banting harga itu dikhawatirkan akan
menurunkan kualitas dan mutu barang atau proyek
infrastruktur (Bisnis Indonesia, 2008). [7]
Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI)
menilai sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
untuk proyek infrastruktur dengan penawaran harga
terendah menjadi pemicu utama rendahnya kualitas
konstruksi di Indonesia (Bisnis Indonesia, 2009). [8]
Menurut Stokes, M (1977), Underestimate
terjadi bila suatu organisasi proyek ingin
mengerjakan pekerjaan dengan biaya lebih rendah

dari pada yang seharusnya, dengan harapan
melakukan penawaran rendah mereka akan
mendapatkan pekerjaan tersebut dan kemudian
menutupi kerugian yang dialaminya dengan
mengajukan change order. [9]
Persiapan estimasi biaya sangat penting bagi
masing-masing pihak dalam proses pengambilan
keputusan. Dimana pada masing-masing tahapan,
perkiraan biaya harus didasarkan dengan proyek yang
terdahulu. Organisasi owner harus menentukan biaya
proyek maksimum dan minimum yang realistis,
meliputi biaya disain dan konstruksi. Organisasi
konsultan harus menentukan biaya penyelenggaraan
tugas disain dan pembuatan dokumen kontrak, serta
biaya pemasangan yang yang mungkin menjadi
bagian dari proses disain. Organisasi kontraktor
konstruksi harus menentukan biaya semua material,
tenaga kerja, dan peralatan untuk pelaksanaan proyek
(Garold D. Oberlender, 1993). [10]
Didalam proses seleksi kontraktor untuk

pelaksanaan proyek konstruksi pada umumnya
dilakukan dengan proses tender. Dimana pada
akhirnya kontraktor diminta untuk mengajukan
penawaran harga. Penawaran harga kontraktor ini
bisa terjadi tiga hal antara lain over, sesuai dengan
anggaran yang ditetapkan dan under. Problematika
yang timbul adalah jika penawaran underestimate .
Maka dalam rangka agar tidak mengalami kerugian
atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan
tertentu, kontraktor melakukan strategi yang salah
satunya mengurangi alokasi biaya pelaksanaan di
lapangan, yang berdampak menurunkan kualitas
pelaksanaan proyek.(Darma hendra 2009). [11]

Apabila alokasi biaya dilapangan direduksi
akibat penawaran underestimate, maka akan timbul
risiko-risiko antara lain seperti mutu material tidak
sesuai dengan spesifikasi, menempatkan manajerial
yang kurang berpengalaman, metode yang tidak
memadai, dan lain sebagainya yang pada akhirnya

mengurangi kualitas proyek konstruksi secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian
untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor
risiko yang dominan pada penawaran underestimate ,
dan bagaimana mengelola risiko agar proyek dapat
diselesaikan sesuai dengan spesifikasi yang telah
direncanakan.
Untuk memenangkan persaingan, estimasi
biaya proyek yang efisien sangat penting bagi
kontraktor. Jika estimasi biaya proyek terlalu rendah
akan menimbulkan kualitas produk yang tidak sesuai
spesifikasi teknis yang diharapkan. Dengan demikian,
estimasi biaya harus akurat dengan memperhitungkan
risiko-risiko yang akan terjadi dan merupakan dasar
untuk pengambilan keputusan pelaksanaan pekerjaan
proyek baik bagi owner maupun kontraktor.
Agar tidak mengurangi kualitas proyek yang
dikehendaki, karena persaingan penawaran harga
yang semakin tinggi, maka ada suatu keterkaitan
antara risiko harga penawaran underestimate yang

dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi. Oleh
karena itu penulis mencoba untuk mengidentifikasi
risiko-risiko yang harus diperhitungkan pada
penawaran underestimate yang dapat mempengaruhi
kualitas akhir proyek nantinya.
Perumusan masalah adalah untuk membatasi
masalah penelitian yang telah ditetapkan. Perumusan
masalah juga merupakan inti dari suatu penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang dari penelitian ini,
sehingga akan mendapatkan suatu rumusan masalah
yang akan dijawab dari penelitin ini.
Dalam rangka meningkatkan kualitas proyek
konstruksi dan daya saing kontraktor nasional,
penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengkaji
risiko-risiko yang terjadi pada tahap penawaran.
Dengan demikian risiko sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi
biaya
penawaran
dapat

diperhitungkan dengan lebih pasti. Sedangkan tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui risiko-risiko yang harus
diperhitungkan
terhadap
penawaran
underestimate yang dapat mempengaruhi kualitas
proyek konstruksi gedung.
2. Untuk menentukan tindakan terhadap risiko
penawaran
underestimate
yang
dapat
mempengaruhi kualitas proyek konstruksi
gedung.
Adapun batasan masalah di dalam penelitian
yang dilakukan ini adalah pada hal-hal berikut :

Fredi Yudelvia


1.

2.

3.

Penelitian dilakukan terhadap proyek Konstruksi
Gedung yang berada di Kabupaten Pesisir
Selatan Propinsi Sumatera Barat.
Penelitian difokuskan pada pelaksanaan
pengadaan proyek jasa konstruksi pemerintah,
yang diikuti oleh kontraktor kualifikasi kecil.
Responden penelitian ini adalah Owner,
Kontraktor dan Konsultan Supervisi.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Estimasi Biaya
Estimasi biaya yang dibahas pada sub bab ini
adalah jenis definitif estimate, yaitu estimasi yang
paling akurat dan prosesnya memerlukan upaya dan

persiapan yang besar. Ditinjau dari segi
pembuatannya defenitif estimate ada dua versi, yaitu
versi owner dan versi kontraktor.
Defenitif estimate dari versi owner, yang
sering disebut dengan owner estimate, pada
umumnya disusun berdasarkan atas data pengalaman
masa lalu dan menerapkan konsep evaraging (ratarata) oleh cost engineer yang bekerja atas perintah
owner (Asiyanto, 2005) [12].
Sedangkan defenif estimate versi kontraktor,
nantinya digunakan sebagai bid price (harga
penawaran), disusun lebih detail dengan persiapan
yang cukup, dan dilakukan oleh cost engineer
berpengalaman, karena mereka akan menghadapi
risiko yang tidak kecil. Beberapa kontraktor yang
kurang professional, sering melakukan estimasi
dengan pendekatan konsep evaraging. Seperti banyak
dilakukan oleh pihak owner, dan bahkan banyak
menghitung bergantung pada informasi besarnya
owner estimate yang diperoleh, sehingga upaya yang
lebih besar adalah dalam memperoleh informasi
owner estimate tersebut. Sedangkan proses cost
estimatenya berjalan dengan cara mundur. Yaitu
angka angka akhir sudah diperoleh, kemudian baru
menjabarkan kepada rinciannya. Namun demikian hal
ini terkadang juga bukan kesalahan dari pihak
kontraktor, tetapi lebih disebabkan oleh sempitnya
waktu yang tersedia untuk proses estimasi (Asiyanto,
2005) [13].
V ERSI
OW NER

Asiyanto (2005) mengatakan bahwa proses
pembuatan cost estimate sering diulang bila mendapat
angka yang kurang diinginkan. Oleh karena itu,
prosesnya merupakan suatu siklus yang dapat
ditunjukkan seperti Gambar 2.4 [14] :
Survey Lokasi
Proyek

• Kontrak
• Spesifikasi
• Gambar
• Addenda
A

Work Breakdown Structures (WBS)
• Time Schedule
• Constuction Method
• Harga Satuan, dan
Produktifitas sumber
daya
• Kebijakan keuangan

Bill of
Quantity
(x)

Direct Cost
(+)

Unit Price

Biaya Proyek

Mark Up
C

B

Gambar 2.2. Siklus Cost Estimate
Sumber : Asiyanto, 2005
2.2 Harga Penawaran
Estimasi biaya proyek yang dilakukan oleh
para kontraktor dalam melakukan penawaran biasa
disebut bid price atau harga penawaran. Pada masa
lalu, struktur harga penawaran (bid price ) terdiri dari
• Jumlah biaya (diperoleh dari seluruh item
pekerjaan, kuantitasnya dan unit price-nya)
• Overhead, keuntungan dan risiko
• Pajak-pajak
• Jumlah penawaran.
Tetapi sekarang ini, overhead, keuntungan
dan risiko, tidak lagi ditampilkan dengan berbagai
alasan, dan dianggap sudah termasuk dalam unit price
penawaran. Padahal dalam proses cost estimating,
unit price adalah belum termasuk overhead,
keuntungan dan risiko atau yang disebut mark up.
Mark up sendiri memang hanya diputuskan
berdasarkan intuisi bisnis dengan cara menetapkan
sejumlah persentase dari direct cost (yang dihitung
berdasarkan quantity dan unit price dari pekerjaan).
Dengan demikian dalam proses pembuatan
harga penawaran (bid price), terjadi perubahan unit
price, dari direct cost menjadi unit price penawaran,
yang prosesnya ada beberapa cara, tergantung
strategi. Proses cost estimate dan unit price tersebut
dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.5 [15]:

OW NER
E S T IM AT E

B il l
Q u a n ti t y
D ir e c t C o st
D E F IN IT IV E
E S T IM AT E

D ATA

N IL A I
K O N TRAK

U n it
P ric e
M ark U p

V ERSI
K O N T RAK TOR

B ID
P R IC E

B il l
Q u a n ti t y
U n it p ric e
p lus

Gambar 2.1. Siklus Definitve Estimate
Sumber : Asiyanto, 2005

P ro je c t
C o st E sti m a te
P aja k
( Ppn )

P ro je c t
C o st E st i m a t e
P a ja k
( Ppn )

B id
P r ic e

Gambar 2.3. Proses Cost Estimating dan
Proses Bid Price

Fredi Yudelvia

Sumber : Asiyanto, 2005
Adapun salah satu strategi harga penawarn
untuk menghadapi persaingan yang tinggi antara lain
yaitu strategi menentukan besar Mark Up. Yaitu
strategi menetapkan unsur biaya tetap perusahaan dan
keuntungan yang diperoleh. Perubahan penetapan
mark up, pada dasarnya adalah mengatur besarnya
kedua unsur tersebut, bisa salah satu atau bahkan
kedua-duanya.
Proses pengadaan didalam konstruksi telah
berjalan dengan kompetitif
“low bid”. Ini
mempunyai satu peningkatan yang dianjurkan pada
desakan pada harga, perkembangan dari sistem
konstruksi dan produk untuk menjumpai spesifikasi
yang minimum, memaksa kontraktor untuk
menghasilkan volume yang lebih besar, dan hal
bukan kinerja konstruksi serta proses pengadilan.
Proses tawaran rendah telah telah menghasilkan
pekerjaan mutu rendah, kondisi kerja yang kurang
baik, menghasilkan change orders, claims, proses
pengadilan dan peningkatan biaya project
management (Kashiwhgi and Byfield, 2002) [16].
Sebagai contoh, di Denmark satu kontraktor
dipilih dengan menolak kedua-duanya paling tinggi
dan dua pemohon paling rendah dan dengan memilih
yang satu penawaran itu harga terdekat ke rata-rata
(Hatush dan Skitmore, 1998) [17]. Di Italia, Portugal
dan Korea Selatan hanyalah paling tinggi dan
pemohon paling rendah dikeluarkan dan yang satu
terdekat ke rata-rata dipilih. Di Perancis, pemohon
penawaran yang menawarkan dengan tidak normal
murah ditolak (E.K. Zavadaskas and T. Vilutiene,
2006) [18]. Pemilihan kontraktor di Australia adalah
berlandaskan kriteria berbeda dan proses diterapkan
pada dua langkah: pertama, pengalamannya
kontraktor dievaluasi kemudian mendatangi dan
meminta penawaran harga (Kashiwhgi dan Byfield,
2002) [19].
Menurut Wei, Han, Yu, & John (2006),
uderestimate adalah metode penghargaan kontrak
untuk proyek konstruksi kepada penawar yang
mengajukan harga penawaran terendah. Salah satu
kelemahan utama metode ini adalah bahwa pengajuan
penawaran yang rendah tidak wajar. Pemberian
kontrak untuk penawar yang rendah tidak wajar
sering menyebabkan penundaan dan hasil konstruksi
berkualitas buruk. Sebagian besar kasus-kasus
semacam kontrak berakhir dalam sengketa atau
litigasi. Selain itu, statistik, proyek diberikan kepada
tawaran terendah lebih cenderung mengalami
pertumbuhan biaya berlebihan dibandingkan proyekproyek yang tawaran diberikan lebih masuk akal [20].
Meskipun administrator proyek proyekproyek konstruksi publik diperbolehkan untuk
menolak tawaran terendah jika harga penawaran

dianggap tidak masuk akal, dalam kenyataannya
sangat sedikit tawaran ditolak. Tanpa proses objektif
yang dijelaskan dalam dokumen tender untuk
mendukung evaluasi tawaran mereka. Penawar yang
ditolak mungkin tantangan seperti praktik dengan
merujuk ke pengadilan (Wei, Han, Yu, & John ,
2006) [21].
Penawaran underestimate bisa terjadi karena
ketidaksengajaan maupun disengaja oleh kontraktor.
Menurut Wei, Han, Yu, & John (2006) adapun alasan
kontraktor
sengaja
melakukan
penawaran
underestimate antara lain sebagai berikut [22]:
1. Karena perekonomian Taiwan mengalami
pertumbuhan rendah atau bahkan menurun,
kontraktor dapat melakukan tawaran untuk proyek
yang menggunakan harga rendah tidak wajar
hanya untuk mendapatkan proyek demi
kelangsungan hidup perusahaan.
2. Kontraktor mengakui bahwa strategi penawaran
underestimate hanya ditujukan untuk memperoleh
kontrak,
meningkatkan
volume
bisnis
perusahaannya,
dan
dengan
demikian
mengizinkan dia untuk keuntungan penjualan
saham.
Sedangkan menurut Jin, Yujie dan Zhun
(2009) adapun alasan kontraktor, suatu proyek harus
diupayakan untuk didapatkan antara lain [23]:
1. Apabila perusahaan bekerja saat ini adalah fokus
pada penciptaan nama di suatu daerah tertentu,
dapat berpartisipasi dalam penawaran walaupun
keuntungan proyek yang diharapkan hanya
mencapai tingkat keuntungan sedikit.
2. Karena perusahaan memiliki masalah kekurangan
dan kebutuhan mendesak untuk mendapatkan
proyek pada tahap sekarang.
3. Pada tahap desain yang diperkirakan, jika
perusahaan memiliki tugas yang cukup dan bisa
memuaskan keuntungan dari proyek yang
diharapkan.
4. Pada tahap desain yang diperkirakan, jika
perusahaan memiliki tugas yang cukup dan
beberapa proyek lain yang lebih menarik.
Dari beberapa hasil penelitian yang telah
dilakukan, adapun beberapa strategy yang dilakukan
kontraktor pada tahap pelaksanaan terhadap
penawaran underestimate, antara lain sebagai berikut
1. Kontraktor utama memanfaatkan dan menekan
harga terhadap subkontraktor kecil. Subkontraktor
bersedia bekerja sama karena prospek bisnis yang
berulang (Yat, 2009) [24].
2. Mengurangi tenaga kerja, mengurangi gagal
bekerja, dan pada akhirnya meminimalkan biaya
& waktu (Yat, 2009) [25].
3. Dengan melakukan penawaran rendah, kontraktor
akan mendapatkan pekerjaan tersebut. Kemudian

Fredi Yudelvia

menutupi kerugian yang dialaminya dengan
mengajukan change order (Stokes, M (1977) [26].
4. Menurut Wei, Han, Yu, & John, (2006)
tawaran rendah yang tidak realistis
menyiratkan
bahwa
pemenang
dapat
memotong jalan selama konstruksi untuk
mempertahankan
keuntungan.
Yakni,
pemenang dapat menjalankan proyek dengan
strategy [27]:
- Menggunakan peralatan atau bahan diganti
dengan kualitas rendah,
- Membangun kualitas kerja yang buruk,
atau
- Tidak cukup mengalokasikan jumlah
insinyur dan buruh untuk menghemat
biaya.
2.3 Proses Pengadaan Pekerjaan Konstruksi
Metoda
pemilihan
penyedia
jasa
pemborongan/barang/jasa lainnya di Indonesian ada
empat macam antara lain pelelangan umum,
pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan
penunjukan langsung.
Dalam proses tender/ pengadaan pekerjaan
konstruksi gedung di Kabupaten pesisir selatan, pada
umumnya dokumen pengadaan disusun berdasarkan
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir
diubah dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012
beserta petunjuk teknisnya serta ketentuan teknis
operasional pengadaan barang/jasa secara elektronik.
2.4 Manajemen Risiko
Risiko sangat terkait dengan ketidakpastian,
tetapi ada perbedaan antara ketidakpastian dengan
Risiko, menurut Bramantyo (2008) perbedaannya
adalah[28]:
• Ketidakpastian (uncertainty) diartikan dengan
keadaan dimana ada beberapa kemungkinan
kejadian yang akan menyebabkan hasil yang
berbeda , Tetapi tingkat kemungkinan atau
probabilitas kejadiannya tidak diketahui secara
kuantitatif.
• Sedangkan Risiko yang terkait dengan keadaan
adanya
ketidakpastian
dan
tingkat
ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif,
apabila kita dapat memperoleh informasi.
Menurut
Manduh
(2009),
dalam
manajemen risiko, risiko terbagi menjadi dua
bagian yaitu yang terdiri dari :
• Dynamic Risk adalah risiko yang terjadi
sehubungan dengan pengambilan keputusan
dalam menspesikulasikan (mengangtisiasi) situasi
proyek.

• static risk adalah risiko yang akibat keadaan yang
tiba-tiba menyebabkan kerugian
Risiko muncul karena ada ketidak pastian.
Ketidak pastian itu sendiri ada banyak tingkatan dan
karakteristiknya, tingkatan ketidak pastian seperti
Menurut Ahmad (2006) Resiko yang diakibatkan
oleh static risk, apabila telah teridentifikasi, the risk
taker dalam hal ini adalah CM, harus mengevaluasi
potensial kerugiannya, dan membuat perhitungan
bagaimana cara menanganinya , berberapa alternative
sebagai
berikut
yaitu
:[29],Penghapusan,
penghindaran, Pencegahan, pengurangan, penyerahan
atau penahanan, pengelolaaan.
Alternatif yang dipilih oleh pelaku proyek
konstruksi pada tahap konsep mempunyai pengaruh
yang terbesar pada lingkup terakhir proyek, kualitas,
waktu dan biaya proyek.
Oleh sebab itu menurut Widemen, (1992)
kebutuhan akan suatu proses untuk penilaian realistis
dari faktor yang mempengaruhi tahap pemenuhan
dari proyek adalah penting [30].

Gambar 2.4: Integrating Risk With Other Project
Management Function
Sumber : R. Max Widemen, 1992
Menurut PMBOK (Project Management Institute
Body of Knowledge)(2008), Definisi manajemen
risiko adalah merupakan proses formal dimana
faktor-faktor risiko secara sistematis diidentifikasi,
dianalisis, respon, dan dikendalikan. Merupakan
suatu metode pengelolaan sistematis yang formal
yang berkonsentrasi pada mengidentifikasi dan
mengendalikan area atau kejadian-kejadian yang
berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perubahan
yang tidak diinginkan. Di dalam konteks suatu
proyek, merupakan suatu seni dan iptek dalam
mengidentifikasi, menganalisis, dan merespon
terhadap faktor-faktor risiko yang ada selama
pelaksanaan suatu proyek. [31]
Enam tahapan dalam manajemen risiko
a) Perencanaan Manajemen Risiko
b) Identifikasi Risiko
c) Analisa Risiko Kualitatif
d) Analisa Risiko Kuantitatif

Fredi Yudelvia

e)
f)

Perencanaan Respon Risiko
Kontrol dan Monitoring Risiko
Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk
meningkatkan kinerja proyek
dari awal sampai selesai dengan melakukan
identifikasi, evaluasi, dan kontrol yang berhubungan
dengan risiko proyek.
Menurut asiyanto (2009), Untuk dapat
menghindari risiko usaha yang mungkin terjadi,
dengan cara sebaik-baiknya, maka perlu dilakukan
kajian secara mendalam agar memperoleh panduan
yang tepat, dalam rangka mencari cara bertindak yang
tepat setiap risiko yang terindentifikasi dan yang
mungkin terjadi. Risiko yang telah dapat
terindentifikasi, harus dibuatkan suatu perencanaan
bahkan bila perlu dibuat suatu sistim untuk dapat
mengurangi menjadi seminimal mungkin sampai
pada batas yang dapat diterima. Dalam mengelola
risiko diperlukan adanya suatu laporan atau
monitoring,untuk dapat mengevaluasi semua
peristiwa yang terjadi, untuk dipergunakan sebagai
umpan balik, bagi perencanaan atau tindakan
berikutnya [32]
Menurut Leo J & Victor ( 2010), Penerapan
kerangka kerja manajemen risiko mengambil pola
pada manajemen mutu, yaitu siklus PDCA (Plan, Do,
Check, Action), Plan adalah perencanaan kerangka
kerja manajemen risiko, Do adalah proses penerapan
kerja ,Check merupakan proses memantau dan
memeriksa dan selanjutnta Action dengan tujuan
adalah untuk melakukan perbaikan sesuai dengan
hasil Check dan meningkatkan dan memperbaiki
rencana awal sesuai kebutuhan yang bersifat dinamis
dan sangat tergantung pada hasil monitoring dan
review yang dilakukan. [33]
2.5 Kualitas Proyek Konstruksi
2.5.1 Konsep Kualitas
Menurut T.E.Lim dan B.c.Niem (1994),
bahwa kualitas adalah karakteristik dari suatu barang
atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam
memuaskan kebutuhan pemilik, mutu yang
dibutuhkan akan selalu mengikuti perkembangan dari
pemikiran dan perasaan manusia. [34]
Jadi Definisi mutu jelas menekankan pada
kepuasan pelanggan atau pemakai produk. Dalam
suatu proyek konstruksi gedung, pelanggan dapat
berarti pemberi tugas, penyewa gedung atau
masyarakat pemakai. Misalnya dari segi disain,
kepuasan dapat diukur dari segi estetika, pemenuhan
fungsi, keawetan bahan, keamanan, dan ketepatan
waktu serta kekuatan konstruksi jika terjadi gempa.
Sedangkan dari segi pelaksanaan, ukurannya adalah
pada kerapihan penyelesaian, integritas (sesuai

gambar dan spesifikasi) pelaksanaan, tepatnya waktu
penyerahan dan biaya, serta bebas cacat.
2.5.2 Kualitas Proyek Konstruksi Gedung
Charles L. Huston (1998), mengatakan
bahwa kemampuan atau kapabilitas dari bidder
untuk melakuan kontrol terhadap kualitas pekerjaan
yang dijelaskan dalam Request for Proposal (RFP)
merupakan faktor utama dalam evaluasi pemilik
proyek pada proposal penawaran. Persyaratan
kualitas yang ditetapkan pemilik proyek harus di
telaah dengan teliti oleh peserta lelang. Selanjutnya
untuk menjalankan kualitas dari kontrak pekerjaan,
persyaratan kualitas yang ditetapkan pemilik proyek
dapat digunakan untuk pendekatan harga dan
schedule dalam pengerjaan proyek. Bagian berikut ini
merupakan persyaratan-persyaratan yang harus
dipertimbangkan oleh peserta lelang untuk mengatur
material, peralatan, engginering, dan kontrak
konstruksinya [35].
Menurut Jannadi (1997) kekuarangan
pengalaman manajerial merupakan salah satu
penyebab kegagalan bisnis konstruksi di Arab Saudi.
Manajer memegang peranan penting dalam suksesnya
suatu perusahaan. Perusahaan yang kompetitif harus
memiliki team dengan kualifikasi yang tinggi dan
pengalaman manajerial yang baik [36].
Arditi. D (1998) mengatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi mutu/kualitas secara
umum adalah [37]:
1) Kepemimpinan dan komitmen manajemen,
karena program manajemen pada langkah awal
adalah mengenali masalah, dan komitmennya
adalah menindak lanjuti masalah tersebut.
Kelompok ini terdiri dari : Pengawasan
kontraktor, pemilihan kontraktor, anggaran
konstruksi, teknik manajemen, pengawasan oleh
pemilik proyek, gambar kerja, teknologi yang
digunakan dll.
2) Pelatihan, pelatihan umumnya dilaksanakan oleh
tenaga ahli misal: site manager karena ia yang
paling mengetahui kondisi penyebab pekerjaan
ulang dan kesalahan.
3) Kerjasama tim, merupakan faktor yang perlu
diperhatikan karena memungkinkan terjadinya
konflik.
Tim-tim
dapat
meningkatkan
mutu/kualitas jika mereka diberi keluasaan untuk
mengekspresikan pendapat mereka. Tindakan
yang memicu konflik seperti tumpang tindih
pekerjaan, kekurangan material, alokasi sumber
daya yang tidak efisien.
4) Keterlibatan penyedia/pengguna (pemesan),
produksi sangat bergantung pada hubungan
antara penyedia dan pemesan, sehingga kualitas
pada setiap tahapan dalam suatu proses sangat

Fredi Yudelvia

ditentukan oleh tahapan yang dilakukan
sebelumnya.
Menurut Akinci & Fischer (1998), dalam
pelaksanaan proyek konstruksi banyak pekerjaan
yang
diserahkan
kepada
pihak
ke
tiga
(subkontraktor). Walupun tindakan ini memberikan
keuntungan bagi kontrkator utama, tetapi juga
memberikan risiko tambahan. Jika subkontraktor
gagal dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan, maka kontraktor
utama akan bertanggungjawab atas hal tersebut.
Pengalaman subkontraktor dengan proyek yang telah
dilaksanakan sebelumnya akan sangat berpengaruh
terhadap kinerja dari subkontraktor tersebut [38].
Mutu pekerjaan dari subkontraktor yang
menawar terlalu rendah sebagian besar dapat
bervariasi, terutama ketika ada permintaan tinggi
untuk tenaga kerja yang memaksa subkontraktor
untuk merekrut para pekerja di bawah standard untuk
melakukan pekerjaan tersebut. Mobilitas yang tinggi
dari pekerja juga membuat para subkontraktor
menolak untuk menyediakan pelatihan untuk
meningkatkan efisiensi pekerjaan dan mutu (Francis
& Joseph, 2008) [39].
Menurut
Jahren
&
Ashe
(1990),
kompleksitas disain merupakan fungsi dari
constructability, pemakaian teknologi maju, metoda
dan peralatan khusus serta integrasi bermacammacam disiplin. Metode yang baik sangat
berpengaruh terhadap barunya alat yang digunakan.
Kontraktor yang telah memiliki pengalaman terhadap
metode dan alat yang digunakan, akan menghadapi
risiko yang lebih kecil [40].
Menurut Razek (1998), insentif adalah
penghargaan kepada tenaga kerja yang bekerja
dengan baik. Untuk meningkatkan mutu, pelaksana
proyek harus melakukan beberapa hal yang salah
satunya adalah meningkatkan kepuasan pekerja. Hal
ini dapat dilakukan antara lain dengan memperbaiki
insentif dan mengkaitkannya dengan mutu [41].
Maloney & Mc Fillen (1987), menyatakan
bahwa pekerja konstruksi
diharuskan untuk
menggunakan pengetahuan konstruksi, peralatan,
tenaga kerja dan material yang berada didalam
tanggungjawabnya untuk meyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan rencana dan spesifikasi dalam caracara efektif dan efisien [42]. Hinzen &
Kuchenmeister (1981), menyatakan bahwa faktor
yang memperendah kinerja proyek salah satunya
adalah material yang tidak sesuai spesifikasi [43].
Menurut Mahsun (2006), adapun indikator
kinerja mutu proyek konstruksi pemerintah daerah
antara lain [44]:
1) Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu
yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan

2)

3)

4)

5)

6)

dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
Indikator ini mengukur jumlah sumber daya
seperti sumber daya manusia, perlatan dan
masukan lainnya yang dipergunkan untuk
melaksanakan kegiatan.
Indikator proses (process) yaitu dalam indikator
proses ini organisasi merumuskan ukuran
kegiatan baik dari kecepatan, ketepatan maupun
tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
Indikator keluaran (output) yaitu suatu yang
diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu
kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik.
Indikator atau tolak ukur keluaran digunakan
untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari
suatu kegiatan.
Indikator hasil (outcome) adalah segala sesuatu
yang mencerminkan berfungsinya keluaran
kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
Indikator outcome menggambarkan tingkat
pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin
mencakup kepentingan banyak pihak.
Indikator manfaat (benefit) adalah suatu yang
terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan
kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan
manfaat yang diperoleh dari indikator hasil.
Indikator dampak (impact) adalah pengaruh
yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.

2.6 Risiko Penawaran Underestimate Terhadap
Kualitas Proyek Konstruksi Gedung
Dalam menghitung analisa risiko kuantitatif
terhadap mutu jauh lebih sulit dibandingkan terhadap
biaya dan waktu. Harus dilakukan sejumlah usaha
dalam menghitung risiko terhadap mutu. Pada
pelaksanaannya secara praktis digunakan gabungan
antara metode dan model kuantitatif yang ada
terhadap subsistem dan digunakan penilaian subjektif
sebagai pendekatan untuk estimasi dari sistem pada
risiko mutu. Berdasarkan kerangka teori yang telah
dijelaskan di atas, adapun risiko yang harus
diperhitungkan pada penawaran Underestimate yang
dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi
3. Metodologi Penelitian
3.1 Pemilihan Strategi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk Untuk
mengetahui risiko-risiko yang harus diperhitungkan
terhadap penawaran underestimate yang dapat
mempengaruhi kualitas proyek konstruksi gedung
dan untuk menentukan tindakan terhadap risiko
penawaran underestimate yang dapat mempengaruhi
kualitas proyek konstruksi gedung. Berdasarkan teori
di atas, dapat dijelaskan bahwa setelah menemukan
tujuan penelitian yang telah didukung dengan
tinjauan pustaka pada bab 2, maka dilanjutkan dengan

Fredi Yudelvia

membuat suatu penelitian yang lebih detail, dimana
diperlukan suatu usaha atau tahapan untuk membuat
suatu pertanyaan yang harus dijawab dalam rangka
pengumpulan data yang relevan.
3.2 Proses Penelitian
Penelitian merupakan suatu siklus. Setiap
tahapan akan diikuti oleh tahapan lain secara terus
menerus. Untuk dapat melaksanakan penelitian sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, maka proses
penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar 5.
Statistical Model Building Process
Sumber : Hasil olahan
3.2.1

Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu
variabel terikat (dependent variable) sebagai obyek
pokok yang difokuskan berupa peningkatan kualitas
proyek konstruksi, serta variabel bebas (Independent
variabel) berupa faktor-faktor risiko penawaran
underestimate yang berpengaruh dalam peningkatan
kinerja kualitas proyek konstruksi.
a. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang
memberikan reaksi jika dihubungkan dengan
variabel bebas. Variabel ini faktornya diamati
dan diukur untuk menentukan pengaruh yang
disebabkan oleh variabel bebas. Jika besaran
pengaruhnya berbeda maka manipulasi terhadap
variabel bebas membuktikan adanya hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan merupakan variabel yang
mempengaruhi variabel lain. Variabel ini faktornya
diukur, dimanipulasi, atau dipilih untuk menentukan
hubungan dengan suatu gejala yang diteliti. Variabel

bebas merupakan faktor-faktor yang berperan dan
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja kualitas
proyek yang digunakan dalam penelitian ini.
Beberapa
faktor-faktor
risiko
yang
harus
diperhitungkan pada penawaran underestimate yang
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja kualitas
proyek konstruksi gedung dapat dilihat pada table .1
3.2.2

Instrument Penelitian
Alat yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala
ordinal. Alat ini merupakan instrument yang efisiensi
dalam mengumpulkan keterangan-keterangan yang
diperlukan untuk mendapatkan tujuan penelitian.
Variable terikat dalam penelitian ini adalah kinerja
kualitas proyek konstruksi. Kinerja kualitas dapat
diukur dengan besarnya faktor pekerjaan ulang
(rework). Menurut Hwang, Thomas, Haas, & Caldas
(2009), Construction Industry Institute (CII)
mengembangkan satu metrik untuk penjumlahan
dampak pekerjaan ulang (rework) pada prestasi biaya
konstruksi. Metrik didefinisikan sebagai Total field
rework factor (TFRF) dengan rumus sebagai berikut
[71]:
TFRF =

% T o ta l d ir e c t c o s t o f fie ld r e w o r k
% T o ta l c o n s tr u c tio n c o s t

Dimana TFRF adalah total faktor pekerjaan
ulang (rework), dan Total direct cost of field rework
adalah Persentase total biaya langsung bagian
pekerjaan yang diulang, sedangkan Total construction
cost adalah total persentase nilai uang dengan jumlah
tertentu yang telah disepakati antara pihak kontraktor
dengan owner untuk suatu pekerjaan proyek, dimana
nilainya berasal dari penawaran yang dilakukan pihak
kontraktor pada waktu proses pelelangan/ tender
proyek dengan nilai 100%. Adapun skala dan kriteria
penilaiannya, sebagai berikut :
Tabel 2. Skala penilaian kinerja kualitas proyek
Skala

Penilaian

Keterangan

1

Sangat
Tinggi

Total field rework factor
≥ 0.1

2

Tinggi

Total field rework factor
0.07 ≤ s/d < 0.1

3

Sedang

Total field rework factor
0.04 ≤ s/d < 0.07

4

Rendah

Total field rework factor
0.01 ≤ s/d < 0.04

Fredi Yudelvia

5

Sangat
Rendah

Total field rework factor
< 0.01

2.

Sumber : Hwang, Thomas, Haas, & Caldas, 2009
3.
Untuk vaiabel bebas, penilaian terhadap
frekuensi risiko dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Skala output frekuensi risiko
Skala
Penilaian
Keterangan
1
Sangat Rendah
Jarang terjadi, hanya
pada kondisi tertentu
2
Rendah
Kadang terjadi pada
kondisi tertentu
3
Sedang
Terjadi pada kondisi
tertentu
4
Tinggi
Sering terjadi pada setiap
kondisi
5
Sangat Tinggi
Selalu terjadi pada setiap
kondisi
Sumber : Tom Kendrick, 2003
Untuk vaiabel bebas, penilaian terhadap
pengaruh risiko dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Skala
1
2
3
4
5

3.2.3

Tabel 4. Skala dampak/ pengaruh risiko
Penilaian
Keterangan
Sangat Rendah
Tidak berdampak pada
kualitas proyek
Rendah
Kadang berdampak pada
kualitas proyek
Sedang
Berdampak pada kualitas
proyek
Tinggi
Sering berdampak pada
kualitas proyek
Sangat Tinggi
Selalu berdampak pada
kualitas proyek
Sumber : Tom Kendrick, 2003

Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini adapaun teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara survei.
Survei dilakukan dengan menggunakan beberapa cara
yaitu kuesioner dan wawancara. Data yang akan
diteliti dan dianalisa dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data akan dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner pada responden. Penulis akan
melukan survey dengan menyebarkan kuesioner
dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan terhadap proyek konstruksi
gedung yang berada di kabupaten Pesisir selatan
propinsi Sumatera barat

4.

5.

6.

Penelitian difokuskan pada pelaksanaan
pengadaan proyek jasa konstruksi pemerintah
dengan, yang diikuti oleh kontraktor Grade 2,3,4
(kualifikasi kecil)
Populasi penelitian ini melibatkan Owner,
kontraktor dan Konsultan Supervisi.
Sampel yang digunakan adalah responden yang
memenuhi kriteria dalam penelitian ini
berdasarkan dari pengalaman, reputasi dan
kerjasama
Kriteria pakar yang akan digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Memiliki pengalaman dalam memimpin
suatu perusahaan jasa konstruksi atau
instansi yang terkait lainnya selama kurang
lebih 15 tahun.
b. Memiliki reputasi yang baik dan memiliki
pendidikan yang menunjang dibidangnya.
Kriteria responden/ stakeholder adalah sebagai
berikut:
a. Responden penelitian ini adalah Owner,
kontraktor dan Konsultan Supervisi.
b. Owner adalah Kepala Satker/ Kuasa
Pengguna Anggaran, dan Pejabat Pembuat
Komitmen serta Pengendali Teknis.
c. Bagi Kontraktor dan Konsultan Supervisi
memiliki pengalaman memimpin perusahaan
jasa konstruksi.
d. Memiliki reputasi yang baik.
e. Memiliki pendidikan yang menunjang
dibidangnya

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pada analisa peringkat dengan AHP,
dilakukan uji konsistensi matriks dan konsisten
hirarki.
4.1.1 Uji Konsistensi Matriks
Banyaknya elemen dalam matriks (n) adalah
5, maka λmaks = 26.21 / 5, sehingga didapat λmaks
sebesar 5,24, dengan demikian karena nilai λmaks
mendekati banyaknya elemen (n) dalam matriks yaitu
5 dan sisa eigen value adalah 0.24 yang berarti
mendekati nol, maka matriks adalah konsisten.
Matriks berpasangan untuk dampak dan frekuensi
adalah sama sesuai dengan tabel 4.7 dan 4.8 maka
hasil ini sama untuk dampak dan frekuensi, yaitu
masing-masing matriks konsisten.

4.1.2 Uji Konsistensi Hirarki dan Tingkat Akurasi
Berdasarkan hasil uji banyaknya elemen
dalam matriks (n) adalah 5, besarnya CRI untuk n=5
sesuai dengan tabel 4.23 adalah 1.12, maka

Fredi Yudelvia

CCI=( λmaks – n)/(n-1) sehingga didapat CCI sebesar
0.061. Selanjutnya karena CRH = CCI/CRI, maka
CRH = 0.061/1.12 = 0.05. Nilai CRH yang didapat
adalah cukup kecil atau dibawah 10 % berarti hirarki
konsisten dan tingkat akurasi tinggi.
4.1.3 Analisa Level Risiko
Dalam rangka meningkatkan kinerja kualitas
proyek konstruksi biasanya perusahaan fokus pada
level risiko H (High) dan S (Significant) saja, dalam
arti kata sesuai dengan tujuan manajemen Risiko.
Oleh sebab itu dalam menganalisa level risiko
dilakukan dengan indeks level risiko, dimana indeks
level risiko adalah perkalian antara frekuensi dan
dampak. Hasilnya yang dipilih yang menjadi faktor
risiko utama adalah variabel yang level risikonya H
(High) dan S (Significant) saja. Untuk peringkat
faktor risiko berdasarkan AHP dan level risiko bisa
kita lihat pada tabel 4.24. yang menyatakan variabel
X4 dan X3 pada level risiko H (High), sedangkan
X20,X5,X1 dan X16 berada pada level risiko S
(Significant).
4.2 Hasil Korelasi
Temuan selanjutnya dilakukan analisi
korelasi untuk menjawab tujuan penelitian pertama
untuk mengetahui risiko-risiko yang harus
diperhitungkan terhadap penawaran underestimate
yang dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi
gedung.
Adapun hasil temuan dari korelasi adalah
korelasinya positif. Yang berarti semakin besar
tingkat pengaruh maka semakin besar nilai rework
atau rework semakin ada, berarti kualitas proyek
semakin rendah.
Dengan demikian nilai kinerja Y kemudian
ditranspose dengan rumus 5-n+1. Dimana angka 5
menunjukkan skala penilaian tertinggi dan “n” adalah
penilaian tingkat pengaruh sebelumnya. Dari hasil
analisa korelasi terhadap variabel dengan rangking
tertinggi hasil analisa AHP yaitu X3 dan X4 dengan
kinerja kualitas proyek (Y), dengan bantuan korelasi
pearson didapat bahwa faktor risiko utama yaitu :
1. X3 (Material yang digunakan kurang dari
yang dibutuhkan)
Pada output antara variabel X3 dengan kinerja Y
menghasilkan angka -0,519. Angka tersebut
menunjukkan kuatnya korelasi antara material
yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan
dengan kinerja kualitas proyek konstruksi,
karena > 0,5. Sedangkan tanda negatif
menunjukkan bahwa semakin besar risiko
material yang digunakan kurang dari yang
dibutuhkan terjadi, maka kinerja kualitas proyek
akan semakin turun. Dan sebaliknya, semakin

sedikit risiko material yang digunakan kurang
dari yang dibutuhkan terjadi akan membuat
kinerja kualitas proyek justru semakin
meningkat.
2.

X4 (Mutu material tidak sesuai dengan
spesifikasi)
Pada output antara variabel X4 dengan kinerja Y
menghasilkan angka -0,527. Angka tersebut
menunjukkan kuatnya korelasi antara mutu
material tidak sesuai dengan spesifikasi dengan
kinerja kualitas proyek konstruksi, karena > 0,5.
Sedangkan tanda negatif menunjukkan bahwa
semakin besar risiko mutu material tidak sesuai
dengan spesifikasi terjadi, maka kinerja kualitas
proyek akan semakin turun. Dan sebaliknya,
semakin sedikit risiko mutu material tidak sesuai
dengan spesifikasi terjadi akan membuat kinerja
kualitas proyek justru semakin meningkat.

3.

X20 (Metode pelaksanaan pekerjaan proyek
tidak tepat) dan X5 (Menempatkan
manajerial yang kurang berpengalaman)
Pada output antara variabel X20 dan X5 dengan
kinerja Y menghasilkan angka mendekati angka
0,5. Angka tersebut menunjukkan kuatnya
korelasi antara X20 dan X5 dengan kinerja
kualitas proyek konstruksi.

4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil AHP dan analisa korelasi
telah ditemukan variabel-variabel yang dominan yang
dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi
gedung di Kabupaten Pesisir Selatan. Berdasarkan
hasil AHP, yang mempunyai bobot risiko yang paling
besar adalah X1, X3, X4, X5, X16 dan X20.
Sedangkan hasil korelasi, faktor risiko yang paling
dominan adalah X3, X4, X5 dan X20. Yang mana
variabel tersebut berdampak menurunkan kualitas
proyek konstruksi. Variabel-variabel tersebut antara
lain sebagai berikut :
1.

X1 (Melakukan order untuk perubahan
spesifikasi (Change orders))
Menurut Kashiwhgi & Byfield (2002), proses
pengadaan didalam konstruksi telah berjalan
dengan kompetitif “low bid”. Ini mempunyai
satu peningkatan yang dianjurkan pada desakan
pada harga, perkembangan dari sistem konstruksi
dan produk untuk menjumpai spesifikasi yang
minimum,
memaksa
kontraktor
untuk
menghasilkan volume yang lebih besar, dan hal
bukan kinerja konstruksi serta proses pengadilan.
Proses tawaran rendah telah telah menghasilkan

Fredi Yudelvia

proyek dilakukan dengan 2 cara, yaitu
penyimpangan jadwal (schedule variance), dan
Indeks kinerja jadwal (schedule performance
indeks).
Kinerja waktu dengan penyimpangan jadwal
adalah proses dari
memperbandingkan jadwal aktual dengan
jadwal yang direncanakan.

pekerjaan mutu rendah, kondisi kerja yang
kurang baik, menghasilkan change orders,
claims, proses pengadilan dan peningkatan biaya
project management [82].
2.

X3 (Material yang digunakan kurang dari
yang dibutuhkan)
Kekurangan material merupakan faktor yang
perlu diperhatikan karena memungkinkan
terjadinya konflik. Kekurangan material dapat
menurunkan mutu/kualitas jika melebihi batasan
toleransi. Dalam rangka agar tidak mengalami
kerugian atau untuk mendapatkan suatu nilai
keuntungan tertentu, kontraktor melakukan
strategi yang salah satunya mengurangi alokasi
biaya material di lapangan, yang berdampak
menurunkan kualitas pelaksanaan proyek. Karena
biaya untuk ketersediaan material tidak memadai
disebabkan harga penawaran terlalu rendah.

X4 (Mutu material tidak sesuai dengan
spesifikasi)
Hinzen & Kuchenmeister (1981), menyatakan bahwa
faktor yang memperendah kinerja proyek salah
satunya adalah material yang tidak sesuai spesifikasi
[84]. Dikarenakan penawaran terlalu rendah, maka
alokasi biaya untuk ketersediaan material tidak
memadai. Sehingga agar tidak mengalami kerugian
atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan
tertentu, kontraktor melakukan strategi yang salah
satunya mengurangi alokasi biaya pelaksanaan di
lapangan, yang berdampak menurunkan kualitas
pelaksanaan proyek.

6.

X20 (Metode pelaksanaan pekerjaan proyek
tidak tepat)
Razek (1998) mengatakan bahwa untuk
meningkatkan mutu proyek, pelaksana harus
melakukan beberapa hal, yang salah satunya
adalah meningkatkan proses dan aturan kerja,
hal ini dapat dilakukan antara lain dengan
meningkatkan metode dan prosedur kerja [87].
Jika biaya untuk pelaksanaan metode tersebut
tidak memadai, maka akan berdampak atas
turunnya kualitas proyek konstruksi.

3.

4.

5.

X5 (Material yang digunakan kurang dari
yang dibutuhkan) Kekurangan material dari
yang
dibutuhkan
dapat
menurunkan
mutu/kualitas jika melebihi batasan toleransi.
Kekurangan material dapat salah satu faktor
terjadinya konflik. Kontraktor dalam rangka
mengantisipasi agar tidak mengalami kerugian
atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan
tertentu,dengan melakukan strategi mengurangi
alokasi biaya material di lapangan, yang
berdampak menurunkan kualitas pelaksanaan
proyek.
X16 (Schedule pelaksanaan proyek tidak
tepat)
Kinerja proyek dapat diukur dari pencapaian
kinerja waktu proyek.
Pelaksanaan proyek dalam rangka untuk
mencapai kinerja waktu proyek.
Berdasarkan PMBOK Guide 2004, pengukuran
kinerja waktu pelaksanaan

4.4 Resume
Sesuai dengan penjelasan diatas didapati
bahwa faktor-faktor risiko penawaran underestimate
yang signifikan berdampak menurunkan kinerja
kualitas proyek konstruksi gedung di Kabupaten
Pesisir Selatan adalah :
1. Biaya untuk ketersediaan material tidak
memadai
• X4 (mutu material tidak sesuai dengan
spesifikasi),
• X3 (material yang digunakan kurang dari
yang dibutuhkan)
2. Biaya untuk pelaksanaan metode tidak memadai
• X20 (metode pelaksanaan pekerjaan proyek
tidak tepat),
3. Biaya untuk SDM tidak memadai
• X5 (menempatkan manejerial yang kurang
berpengalaman)

Daftar Acuan
[1] “Kabupaten pesisir selatan salah satu dari 19
kabupaten/kota di Propinsi sumatera barat”.
http://www.pesisirselatan.go.id/2013/09/10.
[2] Informasi pemenang lelang“ proyek konstruksi
gedung
Kabupaten
pesisir
selatan”.
http://lpse.pesisirselatan.go.id/2013/10/12.
[3] Fauzi “Daerah rawan gempa bumi tektonik di
Indonesia, Kenapa selalu ada kerusakan?”
Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan
Geofisika
http://www.bmg.go.id
dan
http://aeic.bmg.go.id

Fredi Yudelvia

[4] Blanton A Godfrey, Juran Quality Handbook,
Fifth Edition (Singapore: McGraw Hill
International Edition, 1998), hal. 7.20.
[5] Joko Kirmanto “Mentri PU minta kepada panitia
tender agar tidak memenangkan tender kepada
peserta yang tidak wajar dalam penawarannya”.
http://www.pu.go.id/2013/09/10
[6] Z. Hatush and M. Skitmore, “Contractor selection
using multi-criteria utility theory: an additive
model,” Build Environt, 33,1998 : hal. 105–115.
[7] Roestam Sjarief, “Praktek Banting Harga dalam
Tender Masih Tinggi”. Bisnis Indonesia. 19
Nopember
2008.
02
Mei
2009.
http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisiharian/sup-properti/1id89078.html
[8] Achmad Daniri, “Sitem Tender Pemicu Mutu
Rendah,
Praktik
Banting
Harga
Tak
Terhindarkan”. Bisnis Indonesia 17 April 2009.
26 April 2009,
http://www.madaniri.com/2009/04/18
[9] Stokes. M, Construction Law in Contractor’s
Languange (USA : Kingsport Press, 1977), hal.
54-55.
[10]Oberlender, Garold. D, Project Management For
Engineering and Construction (Singapore :
McGraw Hill International Edition, 1993), hal.
28.
[11]Darma
hendra,
“Analisis
penawaran
underestimate terhadap kualitas proyek
konstruksi jalan dan jembatan di DKI
Jakarta”.FT-UI 2009.hal 4
[12]Asiyanto,
Construction
Project
Cost
Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,
2005), hal. 5.
[13]Asiyanto,
Construction
Project
Cost
Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,
2005), hal. 6.
[14]Asiyanto,
Construction
Project
Cost
Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,
2005), hal. 51.
[15]Asiyanto,
Construction
Project
Cost
Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,
2005), hal. 106.
[16]D.Kashiwhgi, R.E. Byfield, “Selecting the best
contractor to get performance: on time, on
budget, meeting quality expectations,” Journal
of Facilities Management, 1, 2002 : hal. 103–
116.
[17]Hatush. Z and Skitmore. M, “Contractor selection
using multi-criteria utility theory: an additive
model,” Build Environ, 33, 1998 : hal. 105–115.
[18]Zavadaskas. E.K and Vilutiene. T, “A multiple
criteria evaluation of multi-family apartment
block’s maintenance contractors: I–model for

maintenance contractor evaluation and the
determination of its selection criteria,” Journal
Building and Environment, 41, 2006 : hal. 621–
632.
[19]D. Kashiwhgi, R.E. Byfield, “Selecting the best
contractor to get performance: on time, on
budget, meeting quality expectations,” Journal
of Facilities Management , 1, 2002 : hal. 103–
116.
[20]Wei Chih Wanga, Han Hsiang Wang, Yu Ting
Lai, & John Chien Chung Li, “Unit-price-based
model for evaluating competitive bids,”
International Journal of Project Management,
24(2) 2006 : hal. 156-166.
[21]Wei Chih Wanga, Han Hsiang Wang, Yu Ting
Lai, & John Chien Chung Li, “Unit-price-based
model for evaluating competitive bids,”
International Journal of Project Management,
24(2) 2006 : hal. 156-166.
[22]Wei Chih Wanga, Han Hsiang Wang, Yu Ting
Lai, & John Chien Chung Li, “Unit-price-based
model for evaluating competitive bids,”
International Journal of Project Management,
24(2) 2006 : hal. 156-166.
[23]Jin Wang, Yujie Xua & Zhun Li, “Research on
project selection system of pre-evaluation of
engineering
design
project
bidding,”
International Journal of Project Management,
27 (6) 2009 : hal. 584-166.
[24]Yat Hung Chiang, “Subcontracting and its
ramifications: A survey of the building industry
in Hong Kong,” International Journal of Project
Management, 27(1) 2009 : hal. 80-88.
[25]Yat Hung Chiang, “Subcontracting and its
ramifications: A survey of

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65