BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Penentuan Nilai PRI (Plasticity Retention Index) Crumb Rubber Berdasarkan Perbedaan Pencampuran Bahan Baku Compo Dan Slab Di PT. Perkebunan Nusantara III

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Karet

  Karet pertama kali dikenal di Eropa, yaitu sejak ditemukannya benua Amerika oleh Christopher Columbus pada tahun 1476. Orang Eropa yang pertama kali menemukan ialah Pietro Martyre d’Anghiera. Penemuan tersebut dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul De Orbe Novo (Edisi 1530). Pada tahun 1730-an, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan (karet) tersebut.

  Istilah rubber pada tanaman karet mulai dikenal setelah seorang ahli kimia dari Inggris (tahun 1770) melaporkan bahwa, karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari pensil. Kemudian masyarakat Inggris mengenalnya dengan istilah Rubber (dari kata to rub, yang berarti menghapus). Pada dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis (termasuk karet) ialah elastomer, tetapi istilah rubber-lah yang lebih populer di kalangan masyarakat pada waktu itu.

  Pada awal abad ke-19, seorang ilmuwan bernama Charles Macintosh dari Skotlandia, dan Thomas Hancock mencoba untuk mengolah karet menggunakan bahan cairan pelarut berupa terpentin (turpentine). Hasilnya karet menjadi kaku di musin dingin dan lengket di musim panas. Hingga akhirnya Charles Goodyear pada tahun 1838 menemukan bahwa dengan dicampurkannya belerang kemudian dipanaskan maka keret tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca. Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet.

  Menidaklanjuti apa yang disampaikan Charles Marie de la Condamine dan Francois Fresneau dari Perancis bahwa ada beberapa jenis tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, kemudian Sir Clement R. Markham bersama Sir Joseph Dalton Hooker berusaha membudidayakan beberapa jenis pohon karet tesebut. Hevea brasiliensis merupakan jenis pohon karet yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan dibanding jenis karet yang lainnya(Alaerts, 1987).

  Pada saat Perang Dunia II berlangsung, ketersediaan karet alam mengalami penurunan yang cukup drastis. Kemudian pemerintah Amerika mendorong penelitian dan produksi untuk menghasilkan karet sintetik guna permintaan terhadap karet sintetis meningkat pesat sehingga mengurangi permintaan karet alam. Dalam jangka waktu 3 tahun sesudah berakhirnya Perang Dunia II, sepertiga karet yang dikonsumsi oleh dunia adalah karet sintetik. Pada tahun 1983, hampir 4 juta ton karet alam dikonsumsi oleh dunia, sebaliknya, karet sintetik yang digunakan sudah melebihi 8 juta ton dan terus bertambah hingga sekarang. Hasil studi dari Task Force Rubber Eco Project (REP) yang dibentuk oleh International Rubber Study Group (IRSG) pada tahun 2004 menyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 diperkirakan mencapai 31,3 juta, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam.

  Di Indonesia sendiri, tanaman karet pertama kali diperkenalkan oleh Hofland pada tahun 1864. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Selanjutnya karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Sejarah karet di Indonesia mencapai puncaknya pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Namun sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya mutu produksi karet alam di Indonesia. Rendahnya mutu membuat harga jual di pasaran luar negeri menjadi rendah.

  Meskipun demikian komoditas karet masih berpengaruh besar terhadap perekonomian negara. Karet mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa negara. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non- migas. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995, dan 1,9 juta ton pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan produksi mencapai 3,5 juta ton, dan tahun 2035 mencapai 5,1 juta ton (Kartowiryo, 1970).

  Karet alam digunakan pada berbagai aplikasi industry di dunia. Aplikasi terbesar yaitu dalam pembuatan ban, foaming, furniture, tempat tidur dan tempat duduk, karpet, sarung tangan, benang karet dan lain-lain.

2.2. Lateks

  Lateks segar dari kebun yang baru dideres berupa cairan putih dengan komposisi utama hidro karbon, protein, lemak, karbohidrat, garam-garam organic dan air.

  Pohon karet (Heavea Brasliensis) berasal dari lembah Amazone yang diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1876. Latek yang didapat dengan menyadap bagian antara cambium dengan kulit pohon, karet, adalah suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan. Latek terdiri atas partikel karet dan bukan karet yang terdispersi dalam air, dan yang lainnya terdispersi pada permukaan partikel karet. Selain bahan tersebut, latek berisi beberapa enzim seperti peroksidase dan tirosinase.

Tabel 2.1. Komposisi Latek Kebun. No. Fraksi Latek Zat yang dikandung.

  1. Fraksi Karet (35%) Karet, Protein, Lipida, Ion Logam.

  2. Fraksi Frey Wyssling (1-3%)

  Karotenoida, Lipida, Air, Karbohidrat, Inositol, Protein dan turunannya.

  3. Fraksi Serum (48%) Nitrogen, Asam Nuklead dan Nukleosida, Senyawa Organik, Ion Organik dan Logam.

  4. Fraksi Dasar (14%) Air, Protein dan Senyawa Nitrogen, Karet dan Karotenoida, Lipida dan Ion Logam.

  Partikel Karet dapat terdispersi dengan baik pada larutan, disebabkan adanya gerakan Zig-zag (Gerak Brown) dari partikel. Besarnya gerakan Brown dapat mengatasi gaya gravitasi dari partikel karet sehingga tidak terjadi Creaming maupun pengendapan. Di dalam Latek, isoprene ini diselaputi oleh lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik. Protein merupakan rangkaian gabungan dari asam

  • – asam amino yang bersifat dipolar (dalam keadaan netral mempunyai dua muatan listrik) dan amphoter (dapat bereaksi dengan asam dan basa).

  Kandungan karbohidrat pada lateks seperti galaktose, sucrose, glucose dan fructose akan dengan cepat demetabolisme oleh bakteri yang selanjutnya akan menurunkan pH dan mengumpulkan bakteri yang aktif pada permukaan lateks.

  Untuk mencegah pembentukan VFA oleh bakteri dapat dilakukan pembubuhan bahan kimia seperti Boric Acid, Amonium Hydro yang biasa disebut persfektif.Lateks segar mempunyai pH 6,9 (bermuatan negatif). Ion bermuatan negative diserap oleh permukaan partikel karet membentuk lapisan yang disebut

  • – sama bermuatan negative tersebut menyebabkan terjadinya tolak
  • – menolak antara partikel, sehingga latek tidak menggumpal. Jadi, selama latek bermuatan negatif, latek akan bersifat stabil.

  2.2.1. Faktor

  • – faktor penyebab pra koagulasi pada latek : 1.

  Penambahan Asam.

  Penambahan asam organic maupun anorganik mengakibatkan turunnya pH latek kebun sehingga latek kebun membeku.

2. Mikroorganisme.

  Latek segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme karena mengandung cairan Tiotic Liquid. Setelah latek kontak dengan udara terbuka, latek tersebut akan dicemari oleh bakteri dan

  • – populasinya akan naik secara drastic. Mikroba ini menghasilkan asam asam yang menurunkan pH mencapai titik isoelektris sehingga latek membeku serta menimbulkan bau karena terbentuknya asam
  • – asam yang menguap (Volatile Fatty Acid). Amonia dapat membunuh dan menahan perkembangan mikroba, namun sifat bakteriside dan bakteriostatiknya masih terbatas, terutama bergantung kepada dosis yang diberikan dan kecepatan pemberiannya. Suhu udara yang tinggi akan lebih mengaktifkan kegiatan bakteri, sehingga dalam penyadapan ataupun pengangkutan diusahaan pada suhu rendah atau pagi – pagi.

  3. Iklim. kulit batang. Zat – zat ini mengkatalisir terjadinya prakoagulasi. Penyadapan yang dilakukan disiang hari (pada suhu yang tinggi) akan mendorong terjadinya penyerapan air latek sehingga terjadi penggumpalan.

  4. Pengangkutan.

  Pengangkutan yang terlambat ataupun dalam keadaan suhu yang tinggi akan mengganggu kestabilan latek. Jalan yang kurang baik akan menimbulkan goncangan pada latek sehingga menyebabkan pecahnya lutoid.

5. Kotoran dari luar.

  Latek akan mengalami prakoagulasi bila dicampur dengan air kotor, terutama air yang mengandung logam atau elektrolit.

  Untuk mencegah/mengurangi prakoagulasi dilapangan dilakukan dengan cara: a.

  Cara penyadapan dilakukan menurut aturan dan pada keadaan suhu rendah (pagi - pagi). Latek segera diangkut kepabrik tanpa banyak goncangan.

  b.

  Alat – alat penyadapan dan pengangkutan bersih dan tahan karat.

  c.

  Pemberian anti koagulan (bahan pengawet) pada latek.

  Bahan kimia yang biasa digunakan untuk mencegah prakoagulasi adalah ammonia. Karena bersifat :

  1. Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri.

  2. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH latek 3.

  Mengurangi konsentrasi logam.

2.3. Bahan Baku Crumb Rubber

  2.3.1 Slab Slab adalah bahan baku karet yang terbuat dari lateks yang telah digumpalkan dengan adanya bantuan bahan kimia seperti asam formit, asam cuka, urea.

  Slab mempunyai ukuran lebih kurang (60 x 30 x 20) cm.

  Bahan baku slab dapat diolah menjadi: a.

  SIR 5 b.

  SIR 10 c. SIR 20

  Slab yang baik harus memenuhi ketentuan dan kriteria sebagai berikut: 1)

  Kadar kotoran maks. 0,030% 2)

  Kadar abu maks. 0,50% 3)

  Tidak terkontaminasi dengan tanah, lumpur, tatal, daun, bahan kimia lain selain asam formit, kawat, goni, plastik, dll 4)

  Selama disimpan tidak boleh terendam dengan air atau terkena matahari secara langsung.

  2.3.2 Cup Lump Cup lump (getah mangkok) yaitu bekuan lateks dalam mangkok sadap yang tidak adanya bantuan bahan kimia lainnya. Sedangkan kompo adalah kumpulan dari beberapa cup lump. Adapun spesifikasi dari BSRE Lump, sebagai berikut : a. Tidak terkontaminasi dengan lumpur, batu dan kayu

  b. Tidak mengandung bahan kimia seperti TSP yang biasanya terkandung pada pupuk karet.

  c. Kandungan tatal dan daun tidak boleh lebih dari lima helai per bongkah d. Dry rubber content sebesar 75%-80%

2.4. Proses Pengolahan Karet Crumb Rubber 1. Bak Pencampur.

  Komposisi pencampuran di bak pencampuran sangat menentukan mutu hasil akhir produksi. Pemakaian bahan baku menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Pencampuran bahan baku memiliki Cup Lump dengan Slab = 3 : 1.

  2. Pre Breaker.

  Alat pemecah/pemotong bahan baku (Cup Lump, Slab) menjadi potongan yang lebih kecil dengan ukuran ± 30 mm, yang perlu diperhatikan yaitu : Ketepatan perbandingan campuran, kondisi housing, kondisi screw, working plate, dan baking plate.

  3. Turbo Mill / Hammer Mill.

  Turbo mill / Hammer mill merupakan pencacah bahan baku yang berasal dari pre breaker agar menjadi potongan yang lebih kecil dengan ukuran ± 15 mm sekaligus menghomogenkan karet remahan. Yang perlu diperhatikan yaitu : Kondisi pisau pemotong, dan pedal, kontinyu pengumpanan.

  4. Bak Blending.

  Bak Blending merupakan tempat pencampuran bahan baku agar homogen sekaligus sebagai tempat pengendapan kotoran.

  5. Macerator.

  Macerator merupakan Mesin/Alat untuk menyatukan cacahan karet remah sehingga menjadi lempengan

  • – lempengan karet yang berbentuk lembaran.

  6. Crepper.

  Tujuan penggilingan dengan Crepper adalah untuk membuat lembaran karet menjadi lebih homogen, memperbaiki susunan pada karet, mematangkan lembaran sekaligus untuk membersihkan kotoran – kotoran pada butiran karet. Hasil gilingan berupa blangket/gulungan dengan lebar lembaran 50 cm dan tebal 5 mm.

  7. Maturasi.

  Maturasi merupakan tempat untuk mengeringkan Blangket/Gulungan Karet remahan agar dihasilkan mutu SIR-10 yang konsisten. Umur maturasi selama 7 s/d 9 hari, dimaksukan agar menaikkan nilai PRI.

  8. Schredder.

  Pada proses ini Blangket (Gulungan lembaran karet remahan) hasil dari penggilingan dicacah menjadi remahan karet dengan besaran yang homogen yaitu sekitar 3 mm. Hasil remahan pada bak air akan dipompakan menuju 9. Static Separator.

  Berfungsi untuk memisahkan antara air dengan butiran karet. Hasil pemisahan yang berupa karet lemah yang akan ditampung pada box yang diletakkan diatas trolly (Kapasitas 120 kkk/box) sebagai alat transfer ke drayer.

  10. Drayer.

  Prinsip kerja Drayer adalah udara panas dari Thermal Oil Heater dihisap oleh blower lalu dihembuskan melalui saluran pengering yang berisi 14 box. Pada Drayer terdiri dari 14 ruang/kamar pemanas trolley yang dimasukkan ke kamar 1 kemudian bergeser ke kamar 2 dan selanjutnya hingga ke kamar 15, dengan pengaturan sebagai berikut :

  Kamar 1, 2, 3, 4, 5, 6

  • Udara panas mengalir dari daerah atas permukaan karet menuju ke daerah bawah.
  • Udara bekas pemanasan dibuang melalui Zxhaust Fan.

  Kamar 7, 8, 9, 10

  Udara panas mengalir dari daerah atas permukaan karet menuju ke bawah, selanjutnya udara panas disirkulasikan.

  Kamar 11, 12, 13, 14

  Udara panas dialirkan dari daerah bawah menuju ke daerah atas dan selanjutnya udara ini disirkulasikan.

  Drayer yang digunakan mempunyai 2 jalur pengering yaitu Single dan Twin Drayer, dengan syarat :

  Uraian Keterangan

  Temperatur yang diinginkan 127ºC s/d 129ºC Waktu pengeringan

  4 Jam Temperatur pendinginan 40ºC Waktu pendinginan 15 menit

  Hasil pengeringan berupa remahan karet yang telah kering dengan sempurna dan siap untuk disortir. Kapasitas Twin drayer sebesar 800 kkk/jam dan Single drayer 400 kkk/jam.

  11. Pendinginan.

  Trolley yang keluar dari drayer didinginkan dulu dengan cooling fan hingga temperature ± 40ºC selama 30

  • – 40 menit untuk selanjutnya karet di press. Bila suhu butiran karet > 40ºC sudah di press, akan mengakibatkan :
    • Temperature bale (ball) yang telah di press akan bertahan selama 3 bulan, akibatnya terjadi penguapan/pengembunan dalam plastic pembungkus yang mengakibatkan karet mentah kembali dan menjadi media pertumbuhan jamur.
    • Plastic pembungkus bale akan meleleh dan sesame bale akan lengket.
    • PRI akan menurun karena panas.

  12. Thermal Oil Heather (TOH).

  Thermal Oil Heather (TOH) adalah Instalasi penghasil panas yang berbahan bakar Cangkang Kelapa Sawit yang berfungsi menghasilkan gas panas yang ditransfer melalui media Oli. Cangkang Kelapa Sawit yang dibakar dalam temperature oli pemanas. Oli pemanas adalah oli yang memiliki sifat transfer panas yang tinggi melewati pipa yang berbentuk lilitan (Coil) dan dialirkan dengan Pompa Sirkulasi.

  Proses yang terjadi pada TOH ini adalah seperti menggoreng Kacang tanpa minyak, yaitu sampahnya akan jatuh ke bawah dan intinya akan bersih diatas.

  Dengan mempergunakan Pasir sebagai perantara Pembakarannya. Dimana Pasir pun ikut dibakar bersama Cangkang di dalam ruang pembakaran.

  Thermal Oil Heather (TOH) ini lebih hemat energy dibandingkan dengan mempergunakan bahan bakar diesel (Solar). Thermal Oil Heather (TOH) ini juga ramah lingkungan, yaitu dapat mengurangi Pencemaran lingkungan (Polusi Udara) yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar cangkang, karena Asap hasil Pembakaran bahan bakar Cangkang disaring sebelum melewati cerobong asap dan keluar ke lingkungan sebagai udara murni yang tidak menyebabkan bau atau asap dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia bila terhirup. Instalasi Pabrik Thermal Oil Heather (TOH) pada Kebun Gunung Para ini dirancang oleh Perancang Hitachi dari Jepang.

13. Balling Press.

  Karet remahan hasil dari proses pengeringan kemudian disortasi dari kotoran dan white spot, ditimbang 35 kg diproses dengan alat pengempa rotary hydrolic press sehingga menjadi bentuk bandela dengan ukuran 72 x 36 x 18 cm.

  14 . Hasil Akhir

  Setelah selesai dari proses pengolahan bahan baku maka hasil akhir yang pengujian mutu.

  Pengujian Mutu Crumb Rubber. Hasil remahan karet yang keluar dari alat pengeringan (Drayer) yang kemudian ditimbang dan dipress lalu dilakukan seleksi ataupun sortiran agar sesuai dengan standart mutu yang telah ditetapkan, antara lain : Bebas dari kotoran, dan White Spot dengan membelah press ball. Untuk bale yang ke 9, 18, 27, dan 36 dilakukan pengambilan sample pengujian mutu

15. Pengepakan dan Penyimpanan

  Untuk menjaga mutu hasil olah sebelum pengiriman maka dilakukan pengepakan dan penyimpanan di gudang pabrik.

  • Pengepakan Crumb Rubber Kegiatan pengepakan dilakukan sesuai dengan order yang diterima.

  Bandela dikemas dengan plastik ukuran panjang x lebar = 100 x 56 cm dengan tebal 0,003 mm. kemudian bandela di packing dengan plastik transparan dengan ukuran tebal 0,3 mm yang dikerutkan dengan gas elpiji.

  • Penyimpanan Crumb Rubber. Palet yang sudah selesai dikemas (sebelum diikat) agar disusun rapi dan teratur sesuai mutu dan NPS nya didalam gudang penyimpanan pabrik sebagai berikur : □ Untuk Pallet HP maksimal 3 tingkat. □ Untuk Pallet SW hanya 1 tingkat.

  Pada saat pengiriman untuk tujuan ekspor setiap pallet kelipatan 10 agar diperiksa secara visual terhadap kondisi pallet, kekeringan dan lain-lain serta seluruh pallet diikat dengan peletizer sesuai permintaan.

2.5. Plasticity Retention Index (PRI)

  Plasticity Retention Index (PRI) adalah nilai dari sifat plastisitas (kekenyalan) karet yang mentah yang masih tersimpan bila karet dipanaskan selama 30 menit pada temperature 140 .

  Nilai Plasticity Retention Index (PRI) adalah presentase plastisitas karet setelah dipanaskan dibandingkan plastisitas sebelum dipanaskan yang ditentukan dengan alat Plastisimeter Wallace, dengan perasamaan:

  Dimana: Pa=Plastisitas karet sesudah dipanaskan selama 30 menit (setelah pengusangan) Po=Plastisitas karet sebelum dipanaskan (sebelum pengusangan)

  (Kartowardoyo, 1980) Tujuan Pengujian PRI dilakukan untuk mengukur degedrasi atau penurunan ketahanan karet mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi, nilai PRI ynag tinggi (lebih dari 80%) menunjukkan bahwa nilai ketahanan karet terhadap oksidasi adalah besar. Oksidasi karet oleh udara (O ) terjadi pada ikatan rangkap molekul

  2

  karet, yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai molekul semakin pendek.

  Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah. Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat bahan jadi karet.

  Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan crumb rubber. Terdapatnya nilai PRI yang rendah disebabkan karena terjadinya oksidasi pada karet anatara lain adalah: a.

  Sinar matahari Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum terkena langsung oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan koagulum. b.Pengenceran lateks dan koagulum

  Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat nonkaret didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan barang jadi karet yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet.

  c.

  Zat-zat pro-oksidasi Kandungan ion-ion logam seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga (Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang d alam bentuk ion merupakan katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas kosentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah. d. Pengering Karet Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet dikeringkan terlalu lama dan temperature pengeringan yang dipakai adalah

  127

  C, dengan waktu pengeringan 2-4 jam tergantung pada jenis alat pengering. Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam lateks kebun dan diantara butiran-butiran hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi pada pembentukan gel secara perlahan sehingga butiran karet menjadi melendir dan lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas Po, maka akan berubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun.

2.6. Po Rendah

  Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradaasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman didalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan nilai Po.

  Nilai Po yang rendah juga bias disebabkan oleh adanya pengeringan suhu yang terlalu tinggi (<130 C) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang matang.. Pemeraman juga dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.

  Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku yaitu lateks kebun. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahanan karet terhadap pengusangan (PRI). Lateks kebun dari klon yang berbeda memiliki nilai Po atau viskositas yang mungkin berbeda sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian pada tabel :

Tabel 2.3. Mutu Crumb Rubber dan penyebabnya Cacat Mutu Faktor penyebabnya Vm tinggi

  Koagulum asal lateks beraroma tinggi Ukuran remah besar Suhu rendah Remahan menggumpal

  Po rendah

  Blending kurang baik Proporsi karet lunak terlalu tinggi Drying terlalu lama Suhu terlalu tinggi

  Ash tinggi

  Bahan olah mutu rendah Tercampur tanah liat Burner kurang baik

  Kadar kotoran tinggi Atau bervariasi

  Blending kurang sempurna Bahan olah mutu rendah Air pencuci kotor

  PRI rendah

  Jumlah pass di creapper kurang banyak Pre-cleaning tidak efektif Maturasi terlalu lama Karet teroksidasi atau terlalu lama terkena cahaya Suhu drying tinggi, lambat http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13962/1/09E00092.pdf

2.7. Pengolahan Karet Bongkah SIR

  Pengolah SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 hampir sama, yaitu harus melalui tahp pembersihan, penyeragaman, pembutiran, pengeringan dan pengemasan.

  Namun karena ketiga jenis SIR ini dipengaruhi oleh asal bahan olah maka dalam setiap tahap proses diperlukan beberapan tindakan tambahan.

1. Untuk SIR 5, koagulum yang digunakan tidak boleh berumur >3 hari.

  Umur bahan olah sangat mempengaruhi penurunan Po dan PRI. Bahan olah yang diterima terlebih dahulu disortir berdasarkan asal dan jenis bahan olah, KKK, umur, dan kebersihannya.

  2. Untuk SIR 10, sangat tergantung pada kebersihan dan keseragaman bahan olah yang ada, Jika bahan olah bersih, seragam, dan berumur <11 hari maka pengolahan tidak melalui predrying. Perlakuan pra-pengeringan ini antara lain berupa proses maturasi, penggantungan, dan pembeberan.

3. Maturasi hanya dilakukan oleh pabrik-pabrik yang berada pada proyek

  PIR yang bahan olahnya berasal dari kebun plasma. Sementara itu, penggatungan dan pembeberan dilakukan oleh pabrik-pabrik yang mengolah bahan baku dari kebun sendiri bersama-sama dengan hasil dari kebun lain yang bahan olahnya tidak seragam dan umur bahan olah bervariasi.

  4. Untuk SIR 20, umumnya dilakukan oleh pabrik-pabrik swasta, dimana bahan olahnya berasal dari karet rakyat yang sangat bervariasi jenis dan mutunya. Variasi ini menyebabkan kegiatan sortasi harus dilakukan lebih ketat. Secara umum, tahapan pengolahan SIR 20 sama seperti SIR 10 yang mengikuti jalur proses lewat predrying dengan penggantungan, tetapi tidak melalui penggilingan kedua. Jadi, proses

Tabel 2.3 Standar Mutu SIR

  Jenis Spesifikasi Mutu

  Jenis Uji/ Metode

  Bahan SIR 5 SIR 10 SIR 20 No. Karekteristik

  Uji

  Karet

  Olah/

  lembaran

  Satuan Koagulum

  dan atau

  lapangan

  koagulum segar

  1. Kadar % 0.04 0,08 0,16

  ISO 249 Kotoran maks.

  2. Kadar abu, % 0,50 0,75 1,0

  ISO 247 maks.

  3. Kadar zat % 0,80 0,80 0,80

  ISO 248 menguap maks.

  4. PRI, min %

  75

  50

  40 ISO 2930

  5. Po, min %

  30

  30

  30 ISO 1795

  6. Kadar % 0,60 0,60 0,60

  ISO 1656 nitrogen, maks

  • 7. Viskositas %

  ISO 289-1 - - money ML (1+4) 100 C

  8. Warna

  ISO 4660 - Indeks lovibond, maks

  9. Kadar gel, % - - - - maks (T.H Siregar, 2013)