BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Alpukat - Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Dalam Alpukat Lokal dan Alpukat Impor Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel

  Menurut United States Department of Agriculture (1994), klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Class : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Sub class : Magnoliidae Ordo : Laurales Familia : Lauraceae Genus : Persea Species : Persea americana Mill

  Hampir semua orang mengenal alpukat karena buah ini dapat ditemukan di pasar-pasar setiap saat, tanpa mengenal musim. Menurut sejarahnya, tanaman alpukat berasal dari daerah tropis Amerika. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan sumber genetik tanaman alpukat berasal dari Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah, kemudian menyebar ke berbagai negara yang beriklim tropis (Rukmana, 1997).

  Tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu :

  1. Ras Meksiko dengan ketinggian antara 2.400-2.800 meter di atas permukaan laut. Ras ini mempunyai daun dan buah yang berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek, kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin (Karina, 2012).

  2. Ras Guatemala Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian sekitar 800-2.400 meter di atas permukaan laut. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi sampai -4,5

  C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200- 2.300 gram, kulit buah tebal, keras, mudah rusak, dan kasar (berbintil-bintil). Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang antara 9-12 bulan. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang (Karina, 2012).

  3. Ras Hindia Barat Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 meter di atas permukaan laut.

  Varietas ini peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi sampai -2 C. kedua ras yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6-9 bulan. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari daging buahnya paling rendah (Karina, 2012).

  Varietas-varietas alpukat yang dapat ditemukan di Indonesia, digolongkan menjadi dua, yaitu:

  1. Varietas Unggul Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, buah berbentuk seragam oval dan berukuran sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah menetapkan dua varietas alpukat unggul, yaitu alpukat Hijau Panjang dan alpukat Hijau Bundar (Karina, 2012).

  2. Varietas Lain Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah dari Instalasi

  Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah alpukat

  Merah Panjang, Merah Bundar, Dickson, Butler, Winslowson, Benik, Puebla,

  Furete, Collinson, Waldin, Ganter, Mexcola, Duke, Ryan, Leucadia, Queen dan Edranol (Karina, 2012).

  2.1.2 Alpukat Hijau Panjang

  tanah. Kerontokan buah sedikit. Tinggi pohon 5-8 meter. Bentuk daun bulat panjang dengan tepi rata. Berat buahnya 0,3-0,5 kg. Bentuknya seperti buah

  pear dengan ujung tumpul dan pangkal meruncing. Panjangnya 11,5-18 cm dan

  diameternya 6,5-10 cm. Tebal kulit buah 1,5 mm berwarna hijau kemerahan dengan permukaan licin berbintik kuning. Daging buahnya tebal (sekitar 2 cm), bertekstur agak lunak, berwarna kuning, dan rasanya gurih. Bijinya berbentuk jorong dengan rata-rata panjang 5,5 cm dan diameter 4 cm. Produksi buah rata- rata 16,1 kg per pohoh per tahun (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

  2.1.3 Alpukat Hijau Bundar

  Buah alpukat ini berbentuk lonjong dengan ujung bulat dan pangkal tumpul. Tinggi pohon 6-8 meter. Bentuk daun bulat panjang dengan tepi berombak. Rasa buah enak, gurih, dan agak kering. Berat buahnya 0,3-0,4 kg. Panjang buah sekitar 9 cm dengan diameter 7,5 cm. Kulit buah tebalnya 1 mm berwarna hijau tua saat matang. Permukaannya licin berbintik kuning. Daging buah berwarna kuning kehijauan dengan tebal sekitar 1,5 cm. Biji berbentuk jorong dengan panjang 5,5 cm dan diameter 4 cm. Setiap pohon dapat menghasilkan rata-rata 22 kg per tahun. Produksi buah terus menerus sepanjang tahun (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

  2.1.4 Alpukat Hass

  Alpukat Hass menghasilkan buah sepanjang tahun dan menyumbang 80% dari alpukat yang dibudidayakan di dunia. Daging memiliki rasa yang kaya dengan minyak 19%. Tipe A Guatemala hibrid, dapat menahan Guatemala yang memiliki masa simpan yang baik. Alpukat Hass memiliki kulit tebal bergelombang coklat gelap hampir hitam ketika matang. Alpukat ini berbentuk oval dan berukuran sedang. Buah Hass berukuran sedang (150- 250 g). Bijinya dari kecil sampai sedang. Daging hijau pucatnya memiliki tekstur lembut (California Avocado Commission, 1978).

  2.1.5 Syarat Pertumbuhan

2.1.5.1 Iklim

  Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan. Namun demikian, angin dengan kecepatan 62,4 -73,6 km/jam dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak, rapuh, dan mudah patah (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

  Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

  Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %. Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

  Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, tanaman alpukat dapat bertahan pada suhu antara 15-30 C atau lebih.

  Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing. Antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai -7

  C, Guatemala samapai -4,5 C, dan Hindia Barat sampai 2 C (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

2.1.5.2 Media Tanam

  Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah tergenang air, subur, dan banyak mengandung bahan organik (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

  Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam), dan lempung endapan (aluvial loam) (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

  Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup banyak. Sebaliknya, pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe, Mg, dan Zn akan berkurang (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

2.1.5.3 Ketinggian Tempat

  Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 meter di atas permukaan laut. Untuk tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 meter di atas permukaan laut, sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 meter di atas permukaan laut (Kementrian Pertanian Indonesia, 2011).

2.1.6 Manfaat Buah Alpukat

  Sejak zaman dulu, buah alpukat sudah dikenal sebagai salah satu makanan yang berkhasiat untuk pengobatan. Manfaat yang dapat diperoleh dari buah alpukat antara lain dapat membantu dalam menurunkan kolesterol darah, regenerasi darah merah, mencegah anemia, melembabkan kulit, dan mencegah konstipasi (Mahendra dan Rachmawati, 2008).

  Alpukat kaya akan mineral (14 jenis) yang semuanya berguna untuk mengatur fungsi tubuh dari menstimulasi pertumbuhan. Peran mineral yang menonjol adalah besi dan tembaga yang membantu dalam proses regenerasi darah merah dan mencegah anemia dan kandungan kalium sebagai pengontrol tekanan darah. Selain itu, ternyata kandungan karbohidrat, gula, dan beberapa serat atau selulosa pada alpukat rendah. Karena kandungan lemaknya, alpukat juga sangat baik digunakan dalam perawatan kulit/wajah. Mengoles wajah dengan alpukat akan membuat kulit kering menjadi sedikit berminyak dan lembab sehingga kesehatan kulit akan terjaga (Mahendra dan Rachmawati, 2008).

2.2 Mineral

  Mineral merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari. Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain: besi, mangan dan tembaga (Almatsier, 2002).

  Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses metabolisme, mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmotik, membantu transpor senyawa-senyawa penting pembentuk membran, beberapa di antaranya merupakan konstituen pembentuk jaringan tubuh.

  Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 1994).

  2.2.1 Kalsium

  Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 – 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg (Barasi, 2004). Peningkatan kebutuhan akan kalsium terjadi

  Mineral kalsium dibutuhkan untuk perkembangan tulang. Jumlah yang dianjurkan per hari untuk anak-anak sebesar 500 mg, remaja 600-700 mg, dan dewasa sebesar 500-800 mg (Almatsier, 2002).

  Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh (Almatsier, 2002).

  2.2.2 Kalium

  Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler (Almatsier, 2002). Bahan pangan yang mengandung kalium baik dikonsumsi penderita darah tinggi (Astawan, 2008).

  Kekurangan kalium karena makanan jarang terjadi, sepanjang seseorang cukup makan sayuran dan buah segar. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier, 2002).

  2.2.3 Natrium Natrium adalah kation utama dalam darah dan cairan ekstraselular.

  Fungsi natrium di dalam tubuh bersama-sama dengan kalium menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh dan sebagai penghantar impuls dalam serabut syaraf (Almatsier, 2002). Konsumsi harian kita terhadap natrium yang berlebih, perlu diimbangi dengan konsumsi kalium yang tinggi (Astawan, 2004). Kebutuhan natrium diperkirakan sebesar 500 mg/hari (Almatsier, 2002) .

  Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipida, protein, dan asam nukleat serta dalam sintesis, degradasi, dan stabilitas bahan gen DNA. Sebagian besar reaksi ini terjadi dalam mitokondria sel.

  Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2002) .

2.3 Destruksi Kering Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

  Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, dkk., 1989).

  Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600 C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Temperatur pengabuan harus diperhatikan sunguh-sungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya K, Na, S, Ca, Cl, P. Selain itu, suhu pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi

  2

  3

  3

  3 1989).

  Hasil proses pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengahnya terdapat noda hitam, ini menunjukkan pengabuan belum sempurnah maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan (Warna abu ini tidak selalu abu-abu atau putih tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan) (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

  Spektroskopi serapan atom (SSA) didasarkan pada serapan radiasi UV- Vis oleh mineral-mineral yang teratomisasi, sementara spektroskopi emisi atom (SEA) menggunakan emisi radiasi sampel. Sampel biasanya harus diabukan, dilarutkan dalam air atau asam encer, dan diuapkan (vaporisasi). Dalam SSA, sampel diatomkan oleh nebulizer dan suatu pemanas (nyala SSA) atau dengan tungku grafit (SSA elektrotermal). SSA elektrotermal menggunakan sampel dengan ukuran yang lebih kecil dan mempunyai batas deteksi yang jauh lebih kecil (lebih sensitif) dibanding SAA nyala, akan tetapi SSA ini lebih mahal dan kurang teliti. Dalam SEA, atomisasi dan eksitasi dapat dilakukan dengan nyala atau dengan plasma yang dikopel secara induktif (ICP = inductively coupled plasma), yang mana sampel dipanaskan pada suhu lebih dari 6000 K dengan adanya gas argon. Baik SSA ataupun SEA mengukur kosentrasi logam dalam jumlah sekelumit dalam SAA merupakan instrumen yang lebih eksis dan sekarang hampir tersedia disemua laboratorium kimia analisis. Sementara itu, SEA-ICP dapat digunakan untuk mengukur lebih dari satu unsur dalam suatu sampel dan dapat digunakan untuk analisis senyawa-senyawa yang stabil pada suhu tinggi. Kedua teknik ini telah menggantikan teknik klasik (seperti kompleksometri) untuk analisis mineral dalam bahan makanan (Rohman, 2013).

  Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2007)

  Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.

  Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).

  Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a. Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow

  cathode lamp) . Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

  suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi Lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Lampu Katoda Berongga (Hollow Cathode Lamp)

  (Filho, et al., 2012)

  b. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

  1. Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200

  C. Sumber nyala asetilen- udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sistem Pembakar Spekrofotometer Serapan Atom

  (Filho, et al., 2012)

  2. Tanpa nyala (Flameless) Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Tungku masmann dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Tungku Masmann (Gandjar dan Rohman, 2007)

  c. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2007).

  d. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).

  e. Readout

  

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

  pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada

gambar 2.4. berikut ini:Gambar 2.4. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom

  (Gandjar dan Rohman, 2007)

2.5 Validasi Metode Analisis

  Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

  Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a. Kecermatan

  Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

  • Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu

  Metode simulasi campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

  • Metode penambahan baku (standard addition method) sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).

  Metode penambahan baku

  b. Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen (Harmita, 2004).

  c. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). d. Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap

  e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of

  quantitation )

  Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Buah Sawo (Manilkarazapota L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

13 100 111

Penetapan Kadar Kalsium, Kalium, Dan Magnesium Pada Air Tebu Merah Dan Air Tebu Hijau Secara Spektrofotometri Serapan Atom

3 59 94

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Dalam Alpukat Lokal dan Alpukat Impor Secara Spektrofotometri Serapan Atom

8 79 121

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

9 69 118

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 62

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 6 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Tumbuhan Labu kuning - Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Biji, Daging Buah Dan Daun Labu Kuning (Cucurbita Moschata D.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 13

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Buah Sawo (Manilkarazapota L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 54

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Buah Sawo (Manilkarazapota L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 13

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Dalam Alpukat Lokal dan Alpukat Impor Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 55