Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN

MAGNESIUM PADA SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH:

JESSICA NOVIA

NIM 111501044

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN

MAGNESIUM PADA SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JESSICA NOVIA

NIM 111501044

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN

MAGNESIUM PADA SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

OLEH: JESSICA NOVIA

NIM 111501044

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 30 Mei 2015

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 195008281976032002

Pembimbing II, Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Prof. Dr. rer. nat. E. De Lux Putra, S.U., Apt. Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195306191983031001 NIP 195409101983032001

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001

Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara

Spektrofotometri Serapan Atom”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. rer. nat.

Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran selama masa penelitian hingga

selesainya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.

Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama

perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Siti

Morin Sinaga, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., dan Ibu Dr. Masfria,

M.S., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan kepada Ibu Dra. Aswita Hafni

Lubis, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan

bimbingan kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesai serta Bapak dan

Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah banyak membimbing


(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan

tak terhingga kepada Ayahanda Buntardjo dan Ibunda Supini atas limpahan kasih

sayang, doa, semangat dan dukungan yang tak ternilai dengan apapun. Adikku

tersayang Yoeselyn Wangi dan Felix Wangi, kepada seluruh keluarga yang selalu

mendoakan dan memberikan semangat dan sahabat-sahabatku yang selalu

memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

untuk demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Jessica Novia 111501044


(6)

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM, DAN

MAGNESIUM PADA SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ABSTRAK

Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) adalah tumbuhan asli di Eropa, Asia Barat, Ethiopia dan sekarang juga telah ditanam atau tumbuh di Indonesia. Selada air memiliki manfaat dan gizi yang sangat baik. Sayuran daun ini memiliki kandungan mineral dan vitamin yang cukup lengkap. Sayuran ini dapat dimakan segar ataupun direbus. Sebagian besar nutrisi selada air hilang saat dimasak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan kandungan kalium, kalsium, natrium, dan magnesium pada selada air segar dan direbus.

Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan nyala udara-asetilen pada panjang gelombang untuk kalium, kalsium, natrium, dan magnesium berturut-turut 766,5 nm, 422,7 nm, 589,0 nm, dan 285,2 nm. Keuntungan dari metode ini adalah sensitif dan selektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kalium pada selada air segar sebesar (481,7954 ± 2,4003) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (142,6566 ± 0,7998) mg/100g. Kadar kalsium pada selada air segar adalah (74,9802 ± 0,1389) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (70,8216 ± 0,2755) mg/100g. Kadar natrium pada selada air segar adalah (11,6992 ± 0,1660) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (8,4131 ± 0,0456) mg/100g. Kadar magnesium pada selada air segar sebesar (15,6874 ± 0,1565) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (8,7205 ± 0,0677) mg/100g. Hasil statistik uji beda rata-rata kadar mineral antara selada air segar dan selada air rebus dengan menggunakan distribusi F, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium antara selada air segar dan selada air rebus dengan tingkat kepercayaan 99%.

Kata kunci : Selada Air Segar, Rebus, Kalium, Kalsium, Natrium, Magnesium, Spektrofotometer Sera pa n Atom


(7)

DETERMINATION OF POTASSIUM, CALCIUM, SODIUM,

AND MAGNESIUM IN WATERCRESS (Nasturtium officinale

R.Br.) FRESH AND BOILED WITH

ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Watercress (Nasturtium officinale R.Br.) is a native plant in Europe, West Asia, Ethiopia and nowadays also has been planted or grows in Indonesia. Watercress has its benefits and excellent nutrition. This vegetable contains minerals and vitamins quite complete. This vegetable can be eaten fresh or boiled. Most of the nutrients in watercress lost when it is boiled. The aim of this study is to determine the differences in the content of potassium, calcium, sodium, and magnesium in the fresh and boiled watercress.

The determination of these minerals was measured using the atomic absorption spectrophotometer with air-acetylene flame at the wavelength for potassium, calcium, sodium, and magnesium were 766.5 nm, 422.7 nm, 589.0 nm, and 285.2 nm respectively. The advantage of this method is sensitive and selective.

The results showed that the level of potassium in fresh watercress was (481.7954 ± 2.4003) mg/100g and in boiled watercress was (142.6566 ± 0.7998) mg/100g. The level of calcium in fresh watercress was (74.9802 ± 0.1389) mg/100g and in boiled watercress was (70.8216 ± 0.2755) mg/100g. The level of sodium in fresh watercress was (11.6992 ± 0.1660) mg/100g and in boiled watercress was (8.4131 ± 0.0456) mg/100g. The level of magnesium in fresh watercress was (15.6874 ± 0.1565) mg/100g and in boiled watercress was (8.7205 ± 0.0677) mg/100g. Statistically results of different test average content of minerals between fresh watercress and boiled watercress using the F distribution, concluded that there are significantly difference in potassium, calcium, sodium, and magnesium levels between fresh watercress and boiled watercress by confidency interval 99%.

Keywords : Fresh Watercress, Boiled, Potassium, Calcium, Sodium, Magnesium, Atomic Absorption Spectrophotometer


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Sampel ... 5

2.1.1 Selada Air ... 5

2.1.2 Kandungan ... 6

2.1.3 Manfaat ... 6


(9)

2.2.1 Kalium ... 8

2.2.2 Kalsium ... 8

2.2.3 Natrium ... 9

2.2.4 Magnesium ... 9

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom ... 10

2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom ... 13

2.3.2 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom ... 15

2.4 Validasi Metode Analisis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Bahan-bahan ... 19

3.2.1 Sampel ... 19

3.2.2 Pereaksi ... 19

3.3 Alat-alat ... 19

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.4.1 Larutan HNO3 (1:1) ... 20

3.5 Prosedur Penelitian ... 20

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 20

3.5.2 Penyiapan Sampel ... 20

3.5.3 Proses Destruksi Kering ... 20

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel ... 21

3.5.5 Analisa Kuantitatif ... 21

3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium ... 21


(10)

3.5.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium ... 22

3.5.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium ... 22

3.5.6 Penetapan Kadar Mineral dalam Sampel ... 23

3.5.6.1 Penetapan Kadar Kalium ... 23

3.5.6.2 Penetapan Kadar Kalsium ... 23

3.5.6.3 Penetapan Kadar Natrium ... 24

3.5.6.4 Penetapan Kadar Magnesium ... 24

3.5.6.5 Perhitungan Kadar Mineral dalam Sampel .... 25

3.5.7 Analisa Data Secara Statistik ... 25

3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 25

3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel ... 26

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 27

3.5.9 Simpangan Baku Relatif ... 28

3.5.10 Penentuan Batas Deteksi {Limit of Detection (LOD)} dan Batas Kuantitasi {Limit of Quantitation (LOQ)}.. 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Identifikasi Sampel ... 30

4.2 Analisis Kuantitatif ... 30

4.2.1 Kurva Kalibrasi Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium ... 30

4.2.2 Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Segar dan Selada Air Rebus ... 32

4.2.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 36

4.2.4 Simpangan Baku Relatif ... 36


(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 42


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Temperatur Nyala ... 14

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Sampel ... 33

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Antara Selada Air Segar dan Selada Air Rebus ... 34

Tabel 4.3 Hasil Penurunan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium pada Selada Air Segar dan Selada Air Rebus ... 34

Tabel 4.4 Persen Perolehan Kembali Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Sampel ... 36

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Simpangan Baku Relatif ... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom ... 15

Gambar 3.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium ... 30

Gambar 3.2 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium ... 31

Gambar 3.3 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Natrium ... 31


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) ... 42

Lampiran 2. Hasil Identifikasi/ Determinasi Tumbuhan Selada Air ... 44

Lampiran 3. Bagan Alir Proses Destruksi Kering ... 45

Lampiran 4. Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel ... 47

Lampiran 5. Data Kalibrasi Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 48

Lampiran 6. Data Kalibrasi Kalsium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 49

Lampiran 7. Data Kalibrasi Natrium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 50

Lampiran 8. Data Kalibrasi Magnesium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 51

Lampiran 9. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 52

Lampiran 10. Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Segar ... 56

Lampiran 11. Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Rebus ... 57

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Segar ... 58

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Rebus ... 60

Lampiran 14. Perhitungan Statistik Kadar Kalium dalam Sampel ... 62


(15)

Lampiran 16. Perhitungan Statistik Kadar Natrium dalam Sampel ... 69

Lampiran 17. Perhitungan Statistik Kadar Magnesium dalam Sampel .... 73

Lampiran 18. Persentase Penurunan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Segar dan Rebus ... 76

Lampiran 19. Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalium Antara Selada Air Segar dan Selada Air Rebus ... 78

Lampiran 20. Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalsium Antara Selada Air Segar dan Selada Air Rebus ... 80

Lampiran 21. Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Natrium Antara Selada Air Segar dan Selada Air Rebus ... 82

Lampiran 22. Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Magnesium Antara Selada Air Segar dan Selada Air Rebus ... 84

Lampiran 23. Hasil Uji Perolehan Kembali Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Setelah Penambahan Masing-masing Larutan Baku pada Selada Air Segar ... 86

Lampiran 24. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Segar ... 88

Lampiran 25. Perhitungan Simpangan Baku Relatif Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Segar ... 92

Lampiran 26. Gambar Alat-Alat yang Digunakan ... 96

Lampiran 27. Tabel Kandungan Nutrisi Selada Air /100 g ... 99

Lampiran 28. Tabel Distribusi t ... 100


(16)

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM, DAN

MAGNESIUM PADA SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ABSTRAK

Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) adalah tumbuhan asli di Eropa, Asia Barat, Ethiopia dan sekarang juga telah ditanam atau tumbuh di Indonesia. Selada air memiliki manfaat dan gizi yang sangat baik. Sayuran daun ini memiliki kandungan mineral dan vitamin yang cukup lengkap. Sayuran ini dapat dimakan segar ataupun direbus. Sebagian besar nutrisi selada air hilang saat dimasak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan kandungan kalium, kalsium, natrium, dan magnesium pada selada air segar dan direbus.

Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan nyala udara-asetilen pada panjang gelombang untuk kalium, kalsium, natrium, dan magnesium berturut-turut 766,5 nm, 422,7 nm, 589,0 nm, dan 285,2 nm. Keuntungan dari metode ini adalah sensitif dan selektif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kalium pada selada air segar sebesar (481,7954 ± 2,4003) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (142,6566 ± 0,7998) mg/100g. Kadar kalsium pada selada air segar adalah (74,9802 ± 0,1389) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (70,8216 ± 0,2755) mg/100g. Kadar natrium pada selada air segar adalah (11,6992 ± 0,1660) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (8,4131 ± 0,0456) mg/100g. Kadar magnesium pada selada air segar sebesar (15,6874 ± 0,1565) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (8,7205 ± 0,0677) mg/100g. Hasil statistik uji beda rata-rata kadar mineral antara selada air segar dan selada air rebus dengan menggunakan distribusi F, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium antara selada air segar dan selada air rebus dengan tingkat kepercayaan 99%.

Kata kunci : Selada Air Segar, Rebus, Kalium, Kalsium, Natrium, Magnesium, Spektrofotometer Sera pa n Atom


(17)

DETERMINATION OF POTASSIUM, CALCIUM, SODIUM,

AND MAGNESIUM IN WATERCRESS (Nasturtium officinale

R.Br.) FRESH AND BOILED WITH

ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Watercress (Nasturtium officinale R.Br.) is a native plant in Europe, West Asia, Ethiopia and nowadays also has been planted or grows in Indonesia. Watercress has its benefits and excellent nutrition. This vegetable contains minerals and vitamins quite complete. This vegetable can be eaten fresh or boiled. Most of the nutrients in watercress lost when it is boiled. The aim of this study is to determine the differences in the content of potassium, calcium, sodium, and magnesium in the fresh and boiled watercress.

The determination of these minerals was measured using the atomic absorption spectrophotometer with air-acetylene flame at the wavelength for potassium, calcium, sodium, and magnesium were 766.5 nm, 422.7 nm, 589.0 nm, and 285.2 nm respectively. The advantage of this method is sensitive and selective.

The results showed that the level of potassium in fresh watercress was (481.7954 ± 2.4003) mg/100g and in boiled watercress was (142.6566 ± 0.7998) mg/100g. The level of calcium in fresh watercress was (74.9802 ± 0.1389) mg/100g and in boiled watercress was (70.8216 ± 0.2755) mg/100g. The level of sodium in fresh watercress was (11.6992 ± 0.1660) mg/100g and in boiled watercress was (8.4131 ± 0.0456) mg/100g. The level of magnesium in fresh watercress was (15.6874 ± 0.1565) mg/100g and in boiled watercress was (8.7205 ± 0.0677) mg/100g. Statistically results of different test average content of minerals between fresh watercress and boiled watercress using the F distribution, concluded that there are significantly difference in potassium, calcium, sodium, and magnesium levels between fresh watercress and boiled watercress by confidency interval 99%.

Keywords : Fresh Watercress, Boiled, Potassium, Calcium, Sodium, Magnesium, Atomic Absorption Spectrophotometer


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selada air (Nasturtium officinale R.Br.) adalah tumbuhan asli di Eropa,

Asia Barat, Ethiopia dan sekarang juga telah ditanam atau tumbuh di Indonesia.

Selada air dapat ditanam melalui biji atau melalui segmen batang. Tanaman ini

jarang berbunga atau menghasilkan biji di kawasan tropika. Tingkat kesuburan

dan rasa dari tanaman selada air tergantung pada kondisi lingkungan tempat

tanaman ini tumbuh dimana tanaman ini tumbuh paling cepat dalam air yang

mengalir. Apabila selada air tumbuh dengan baik, ujung dahannya dapat

digunakan untuk merangsang pertumbuhan dahan muda yang baru. Selada air

dapat terus hidup untuk beberapa tahun (Ong, 2003).

Tanaman ini memiliki manfaat dan gizi yang sangat baik. Sayuran daun ini

memiliki kandungan mineral dan vitamin yang cukup lengkap. Kandungan

kalorinya sangat rendah dan cukup mengandung banyak serat. Karena itu, sangat

baik untuk mereka yang menjalani diet rendah kalori. Selada air dapat digunakan

untuk menjaga kesehatan pencernaan dan ginjal, membersihkan racun di dalam

tubuh, menghambat perkembangan sel kanker, mengobati radang tenggorokan,

mengobati tuberkolosis dan mengobati kudis. Sayuran ini dapat dimakan segar

ataupun direbus dan ditumis. Rasanya sangat unik, pahit, sedikit manis dan

masam (Lingga, 2012).

Mineral yang dominan pada selada air adalah kalsium, fosfor, magnesium

dan kalium. Selada air juga mengandung beberapa unsur mikro antara lain


(19)

sangat sedikit. Namun, ketiadaan unsur mikro tersebut akan mengganggu

keseimbangan fisiologis tubuh. Mineral yang terdapat dalam selada air berupa

kalium 330 mg/100 g, kalsium 120 mg/100 g, natrium 41 mg/100 g, dan

magnesium 21 mg/100 g (Lingga, 2012).

Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang

diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik. Mineral

itu antara lain natrium, klor, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang.

Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan

karenanya disebut unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti

besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt dan fluor hanya terdapat dalam tubuh

dalam jumlah yang kecil saja, karena itu disebut trace element atau mineral mikro.

Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur

(Winarno, 1982) dan berkaitan satu sama lainnya dan kekurangan atau kelebihan

salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi,

1994).

Penetapan kadar kalium dan natrium dapat dilakukan dengan metode

gravimetri dan spektrofotometri serapan atom (Jeffery, dkk., 1989). Penetapan

kadar kalsium dan magnesium dapat dilakukan dengan metode kompleksometri,

gravimetri dan spektrofotometri serapan atom (Khopkar, 1985). Pada penelitian

yang dilakukan oleh Pinto, dkk. (2014) yang meneliti kandungan mineral kalium,

kalsium, natrium, magnesium dan besi pada tanaman selada (Lactuca sativa L.)

juga dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom

dengan nyala udara-asetilen. Metode spektrofotometri serapan atom dipilih karena


(20)

pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar

dan Rohman, 2012).

Selada air yang dimakan mentah memberikan banyak zat gizi bagi tubuh.

Sebagian besar nutrisi selada air hilang saat dimasak (Marshall, 2006). Hal ini

yang mendorong peneliti untuk melakukan penetapan kadar kalium, kalsium,

natrium, dan magnesium yang terdapat pada selada air segar dan yang direbus.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Berapakah kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium yang terkandung

dalam selada air (Nasturtium officinale R.Br.) segar dan direbus ?

b. Apakah terdapat perbedaan kadar mineral kalium, kalsium, natrium, dan

magnesium pada selada air (Nasturtium officinale R.Br.) segar dan direbus ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

a. Selada air (Nasturtium officinale R.Br.) segar dan direbus memiliki kadar

kalium, kalsium, natrium, dan magnesium dalam jumlah tertentu.

b. Terdapat perbedaan kadar mineral kalium, kalsium, natrium, dan magnesium

pada selada air (Nasturtium officinale R.Br.) segar dan direbus.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk menentukan kadar mineral kalium, kalsium, natrium, dan magnesium


(21)

b. Untuk menentukan adanya perbedaan kadar mineral kalium, kalsium, natrium,

dan magnesium pada selada air (Nasturtium officinale R.Br.) segar dan direbus.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada

masyarakat tentang kandungan mineral kalium, kalsium, natrium, dan magnesium

yang terdapat pada sayuran selada air (Nasturtium officinale R.Br.) yang segar

dan direbus sehingga dapat digunakan sebagai salah satu makanan untuk


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Selada Air

Menurut United States Department of Agriculture (2015), sistematika

tumbuhan selada air adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Capparales / Brassicales

Famili : Brassicaceae / Cruciferae

Genus : Nasturtium

Spesies : Nasturtium officinale

Na sturtium officina le adalah tumbuhan asli di Eropa, Asia Barat dan

Ethiopia. Namun, sekarang ini telah terdistribusi secara global di seluruh dunia.

Dimulai dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, New Zealand, dan juga

daerah Asia (Barker, 2009). Di Indonesia, selada air dikenal dengan beberapa

nama daerah seperti sayur parit (di Sumatera Utara) (Anonim, 2011) dan jambak

atau kenci (di Jawa) (Anonim, 2014). Selada air juga dikenal dengan nama asing

wa tercress (Inggris) (Barker, 2009) dan sai-yeung-choi (China) (Anonim, 2013).

Selada air merupakan tanaman perenial akuatik dari famili Cruciferae

dengan pokok herba menjalar atau tegak, mempunyai akar tunggang dan memiliki


(23)

serumpun dan tumbuh di atau dekat dengan perairan. Daun selada air umumnya

bergelombang. Panjang daun sekitar 4-12 cm dan panjang batang sekitar 10-60

cm dengan akar yang kurus dan bercabang di dasarnya. Di bagian atas batang dan

tangkai terdapat bunga berwarna putih dengan ukuran 3-5 mm dan mempunyai 4

lembar petal. Buahnya berukuran panjang 10-25 mm dan lebar 2-2,5 mm dengan

bentuk silindris lurus atau melengkung (Barker, 2009).

Tanaman ini dapat bereproduksi melalui biji atau melalui segmen batang.

Perpindahan biji dapat terjadi melalui angin, air, hewan, dan manusia. Dengan

beberapa mekanisme reproduksi, selada air dapat berkembang biak tergantung

pada kondisi lingkungan (Barker, 2009).

2.1.2 Kandungan

Secara keseluruhan, selada air mengandung 93% air, 3-4% karbohidrat,

1,7-2% protein, 0,2-0,3% lemak, 0,8-1,1% serat dan juga banyak mineral dan

vitamin yang cukup lengkap (Ong, 2003). Selain itu, selada air juga merupakan

sumber karotenoid jenis lutein dan zeaxanthin (Marshall, 2006). Kandungan lain

selada air yang juga bermanfaat bagi tubuh adalah phenethyl isothiocyanate

(PEITC) (Rizki, 2013). Menurut penelitian Salamah, dkk. (2011),

komponen-komponen bioaktif yang terkandung pada ekstrak kasar selada air dari uji

fitokimia antara lain alkaloid, steroid/triterpenoid, fenol hidrokuinon, flavonoid,

karbohidrat dan asam amino.

2.1.3 Manfaat

Kemampuannya sebagai peluruh kencing (diuretik) sangat baik, sehingga

menyehatkan ginjal dan mengurangi risiko tekanan darah tinggi. Selada air juga


(24)

tenggorokan. Selain itu, sayuran ini juga memiliki kemampuan bakterisida yang

baik (Lingga, 2012). Menurut penelitian Mazandarani, dkk. (2012), kandungan

total fenol dan flavonoid dari ekstrak selada air mempunyai hubungan korelasi

yang positif dengan aktivitas antioksidan sebagai penghambat radikal bebas.

Komponen fenol dan flavonoid merupakan konstituen penting sebagai

penghambat radikal bebas dan mengstabilkan lipid peroksidasi (Özen, 2009).

Khasiat selada air untuk mengobati penyakit kanker juga cukup baik karena

mengandung glukonasturtiin (phenethyl isothiocyanate atau PEITC) yang

merupakan salah satu senyawa yang memiliki efek kemoterapi terhadap kanker

paru (Khare, 2007). Penelitian Shahrokhi, dkk. (2009) juga menunjukkan adanya

aktivitas antidiabetes dari ekstrak selada air.

2.2 Mineral

Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral

makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg

sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari

(Almatsier, 2009).

Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses metabolisme,

mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmotik, membantu transpor

senyawa-senyawa penting pembentuk membran, beberapa di antaranya

merupakan konstituen pembentuk jaringan tubuh. Secara tidak langsung, mineral

banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita

berkaitan satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral


(25)

2.2.1 Kalium

Kalium adalah ion bermuatan positif terutama terdapat di dalam sel,

sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler. Kalium memegang

peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta

keseimbangan asam basa. Selain itu, kalium juga berfungsi sebagai katalisator

dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis

glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel (Almatsier, 2009).

Sumber utama kalium adalah sayuran, buah dan kacang-kacangan.

Kebutuhan minimum kalium ditaksir sebanyak 2000 mg per hari. Kekurangan

kalium jarang terjadi, tetapi dapat terjadi ketika muntah dan diare kronis.

Kekurangan kalium dapat menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan,

kelumpuhan, mengigau dan konstipasi, jantung berdebar dan kemampuannya

memompa darah menurun. Kelebihan kalium dapat mengakibatkan gagal jantung

yang berakibat kematian (Cakrawati dan Mustika, 2012).

2.2.2 Kalsium

Tubuh manusia membutuhkan kalsium lebih banyak dari mineral lainnya

yaitu sekitar 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1

kg. Dari jumlah ini, sebanyak 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang

dan gigi, selebihnya tersebar luas di dalam tubuh. Kalsium berperan dalam

pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator

reaksi-reaksi biologik dan membantu otot berkontraksi (Almatsier, 2009).

Sumber utama kalsium adalah susu, hasil susu seperti keju, ikan, serealia,

kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau.


(26)

pertumbuhan. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Kelebihan kalsium dapat

menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal serta dapat menyebabkan

konstipasi (susah buang air besar). Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi

2500 mg sehari (Cakrawati dan Mustika, 2012).

2.2.3 Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Di dalam tubuh,

natrium terdapat sebanyak 0,15% dari berat badan atau sekitar 83-97 g, dimana

40% terdapat pada tulang dan tidak mengalami pertukaran atau mengalami

pertukaran yang lambat dengan cairan tubuh (Cakrawati dan Mustika, 2012).

Natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartermen, mengatur tekanan

osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel,

menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dan berperan dalam transmisi

saraf dan kontraksi otot (Almatsier, 2009).

Sumber utama natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat

(MSG), kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Taksiran

kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg per hari.

Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan.

Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan dan

bila menjalankan diet yang sangat terbatas dalam natrium. Kelebihan natrium

dapat menimbulkan edema dan hipertensi (Almatsier, 2009).

2.2.4 Magnesium

Hampir 60% dari magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan

gigi, 26% di dalam otot dan selebihnya ada di dalam jaringan lunak serta cairan


(27)

katalisator dalam reaksi-reaksi biologik. Di dalam cairan sel ekstraseluler

magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah

yang kerjanya berlawanan dengan kalsium. Magnesium juga mencegah kerusakan

gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2009).

Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, kacang, gandum dan

polong-polongan. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu

makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang,

gangguan sistem saraf pusat, halusinasi dan gagal jantung. Kelebihan magnesium

biasanya terjadi pada penyakit gagal ginjal (Cakrawati dan Mustika, 2012).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya

oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang

tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini

mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi

elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti

memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan

tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun

bermacam-macam (Khopkar, 1985).

Teknik spektrofotometri serapan atom menjadi alat yang canggih dalam

analisis. Ini disebabkan diantaranya oleh kecepatan analisisnya, ketelitiannya

sampai tingkat runut, tidak memerlukan pemisahan pendahuluan. Kelebihan

kedua adalah kemungkinannya untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada

konsentrasi runut. Ketiga, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan


(28)

kehadiran unsur lain dapat dilakukan asalkan katoda berongga yang diperlukan

tersedia (Khopkar, 1985). Teknik ini digunakan untuk menetapkan kadar ion

logam tertentu dengan jalan mengukur intensitas emisi atau serapan cahaya pada

panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang ditimbulkan dari bahan,

misalnya dengan mengalirkan larutan zat ke dalam nyala api (Ditjem POM,

1995). Alat yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom mempunyai

beberapa kemampuan khusus. Untuk tiap elemen yang ditetapkan sumber yang

spesifik mengemisikan garis spektra untuk diserap harus dipilih. Sumber biasanya

adalah lampu hollow katoda yang dirancang untuk mengemisikan radiasi yang

dikehendaki pada kondisi tereksitasi. Saat radiasi diserap oleh elemen contoh uji,

biasanya pada panjang gelombang yang sama dengan garis emisinya, elemen pada

lampu hollow katoda sama dengan elemen yang ditetapkan. Alat dilengkapi

dengan aspirator untuk membawa contoh uji ke dalam nyala. Detektor digunakan

untuk membaca sinyal dari bejana uji. Sistem deteksi, hanya membaca perubahan

sinyal dari sumber hollow katoda, yang berbanding langsung dengan jumlah atom

yang ditetapkan dari contoh uji (Ditjen POM, 2014).

Ketika suatu atom dalam keadaan bebas dikenai suhu tinggi atau disinari

dengan sumber sinar di daerah ultraviolet-sinar tampak, maka kemungkinan salah

satu elektronnya dipromosikan dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi adanya

sangat besar. Perpindahan elektron ini berhubungan dengan serapan energinya.

Hal inilah yang disebut dengan serapan atom. Sebaliknya, ketika atom kembali

secara spontan ke keadaan dasarnya maka atom dapat mengemisikan kembali

kelebihan energinya dalam bentuk satu atau beberapa foton (spektroskopi emisi


(29)

Ada perbedaan antara puncak-puncak serapan sinar oleh molekul-molekul

senyawa dengan puncak-puncak serapan oleh atom. Penyerapan sinar oleh

senyawa menghasilkan pita-pita panjang gelombang yang lebar karena di dalam

suatu molekul, disamping tingkat energi elektronik terdapat juga

tingkat-tingkat energi vibrasi dan rotasi. Sebaliknya, dalam atom netral suatu unsur hanya

terdapat tingkat-tingkat energi elektronik saja dan tidak terdapat tingkat energi

vibrasi dan rotasi. Akibatnya puncak-puncak serapan atom berupa garis-garis

yang tajam (Gandjar dan Rohman, 2012).

Menurut Jeffery, dkk. (1989), prosedur dimana atom bebas dihasilkan di

dalam nyala dapat dijelaskan dalam beberapa tahapan berikut. Ketika suatu

larutan yang akan diperiksa komponen logamnya, diaspirasikan ke dalam nyala,

terjadi beberapa tahapan berikut dengan cepat yaitu:

1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu solid.

2. Penguapan zat padat (solid) dengan disosiasi menjadi konstituen atom, yang

mula-mula masih berada di keadaan dasar (ground state).

3. Beberapa atom akan tereksitasi oleh energi panas dari nyala ke tingkatan energi

yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut akan

meradiasikan energi.

Keberhasilan analisis dengan metode spektrofotometri serapan atom ini

tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat.

Hal ini dapat diterangkan dari persamaan Boltzmann sebagai berikut.

Nj No=

Pj

Poexp(- Ej KT )

dimana Nj dan No masing-masing merupakan jumlah atom yang tereksitasi dan


(30)

(1,38 x 10-16 erg/K), T adalah temperatur absolut (K), Ej adalah perbedaan energi

tingkat eksitasi dan tingkat dasar. Pj dan Po adalah faktor statistik yang ditentukan

oleh banyaknya tingkat yang mempunyai energi setara pada masing-masing

tingkat kuantum. Pada umumnya fraksi atom tereksitasi yang berada pada gas

yang menyala, kecil sekali (Khopkar, 1985). Dapat dilihat dari persamaan di atas

bahwa rasio Nj/No dipengaruhi oleh energi eksitasi (Ej) dan temperatur (T).

Peningkatan temperatur dan penurunan energi (Ej) akan menghasilkan nilai rasio

Nj/No yang lebih tinggi (Jeffery, dkk., 1989).

2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom 1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode

la mp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung katoda dan

anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau

dilapisi dengan logam tertentu yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2012).

2. Tempat Sampel (Atomizer)

Dalam tempat sampel inilah proses atomisasi terjadi. Dalam analisis secara

spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan

menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam

alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom

yaitu:

a. Dengan nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang


(31)

gas asetilen-udara: 2200 oC. Pada sumber nyala ini, asetilen sebagai bahan

pembakar dan udara sebagai agen pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Beberapa temperatur nyala yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Temperatur Nyala

Bahan Bakar Oksidan Udara Oksidan Oksigen N2O

Hidrogen 2100 2780 -

Asetilen 2200 3050 2955

Propana 1950 2800 -

Sumber: Khopkar (1985).

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Tungku merupakan

teknik atomisasi tanpa nyala. Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka

karena: atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala

terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu, muncullah

suatu teknik atomisasi yang baru yaitu atomisasi tanpa nyala. Sejumlah sampel

diambil sedikit (untuk sampel cair, diambil hanya beberapa µ L, sementara sampel

padat diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian

tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus

listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah

menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang

berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi

sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2012).

3. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum


(32)

banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman,

2012).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Readout

Rea dout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah

terkalibrasi untuk pembacaan transmisi atau absorpsi. Hasil pembacaan dapat

berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas

emisi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada

Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber: Harris, D.C. (2007).

2.3.2 Gangguan –Gangguan pada Spektrotofometer Serapan Atom

Menurut Gandjar dan Rohman (2012), yang dimaksud dengan


(33)

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis

menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya

dalam sampel. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri

serapan atom adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang

terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang

dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di

dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan

menggunakan cara- cara sebagai berikut:

a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi

b. Penambahan senyawa penyangga

c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis

d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004). Validasi metode analisis perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa

metode yang digunakan sudah valid dan kesalahan (error) yang terjadi masih


(34)

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.

1. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

a. Metode simulasi

Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang

dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu

bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

sebenarnya) (Harmita, 2004).

b. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode

yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi

tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan

divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa

penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat

ditentukan kembali (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (Precision)

Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien


(35)

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari

rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil

dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).

4. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,

menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit

dalam sampel (Harmita, 2004). Linearitas suatu metode merupakan ukuran

seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan

konsentrasi (x) (Gandjar dan Rohman, 2012).

5. Batas Deteksi {Limit of Detection (LOD)} dan Batas Kuantitasi {Limit of

Qua ntita tion (LOQ)}

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara pada bulan September 2014 – Desember 2014. 3.2 Bahan-Bahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah selada air yang berasal

dari Pasar Meranti, Kecamatan Medan Petisah, Medan. Gambar dapat dilihat pada

Lampiran 1 halaman 42.

3.2.2 Pereaksi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa

keluaran E. Merck yaitu asam nitrat 65% b/v, larutan baku kalium (1000 mg/L K),

larutan baku kalsium (1000 mg/L Ca), larutan baku natrium (1000 mg/L Na) dan

larutan baku magnesium (1000 mg/L Mg) kecuali akua demineralisata. 3.3 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer

serapan atom (Hitachi Zeeman-2000) dengan nyala udara-asetilen lengkap dengan

lampu katoda K, Ca, Na, dan Mg, neraca analitik (BOECO), tanur (Stuart), hot

pla te (BOECO), purelab UHQ (Elga), kertas saring Whatman no. 42, krus


(37)

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO3 (1:1)

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 500 ml diencerkan dengan 500 ml akua

demineralisata (Isaac, 1988). 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel secara purposif ini ditentukan atas dasar

pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang

sama dengan sampel yang diteliti dan dianggap sebagai sampel yang representatif

(Sudjana, 2005).

Bagian tanaman yang diambil sebagai sampel adalah daun dari tanaman

selada air.

3.5.2 Penyiapan Sampel

Selada air ditimbang sebanyak 1 kg, dicuci bersih, dibilas dengan akua

demineralisata, ditiriskan, dipetik daunnya lalu dibagi menjadi 2 bagian,

masing-masing 500 g, bagian pertama dipotong kecil-kecil dan bagian kedua direbus

selama 5 menit dengan menggunakan akua demineralisata yang sebelumnya telah

dididihkan terlebih dahulu lalu ditiriskan dan dipotong-potong juga.

3.5.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dipotong kecil-kecil masing-masing ditimbang

sebanyak 25 gram, dimasukkan ke dalam krus porselen, diarangkan di atas hot

pla te lalu diabukan di tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan


(38)

dilakukan selama 24 jam dan dibiarkan dingin lalu dipindahkan ke desikator.

Bagan alir proses destruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 45.

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

Abu hasil destruksi yang telah dingin dilarutkan dengan 5 ml HNO3 (1:1)

lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan krus porselen dibilas

sebanyak 3 kali dengan akua demineralisata. Hasil pembilasan dimasukkan ke

dalam labu tentukur, kemudian larutan dicukupkan volumenya dengan akua

demineralisata hingga garis tanda dan disaring dengan kertas saring Whatman No.

42, filtrat pertama dibuang sebanyak 5 ml untuk menjenuhkan kertas saring

kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam botol. Filtrat ini digunakan sebagai

larutan sampel untuk analisa kuantitatif. Bagan alir proses pembuatan larutan

sampel dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 47.

3.5.5 Analisa Kuantitatif

3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (konsentrasi 50 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet (2,0; 4,0;

6,0; 8,0; dan 10,0) ml larutan baku 50 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (larutan ini mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0) µg/ml) dan

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala


(39)

3.5.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (konsentrasi 50 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet (2,0; 4,0;

6,0; 8,0; dan 10,0) ml larutan baku 50 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (larutan ini mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0) µg/ml) dan

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala

udara-asetilen.

3.5.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Larutan baku natrium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet (1,0; 2,0;

3,0; 4,0; dan 5,0) ml larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam

labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (larutan ini mengandung (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0) µ g/ml) dan

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala

udara-asetilen.

3.5.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium

Larutan baku magnesium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda


(40)

Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet (1,0;

2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0) ml larutan baku 10 µ g/ml, masing-masing dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (larutan ini mengandung (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0) µ g/ml) dan

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala

udara-asetilen.

3.5.6 Penetapan Kadar Mineral dalam Sampel 3.5.6.1 Penetapan Kadar Kalium

Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 0,2 ml

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua

demineralisata hingga garis tanda.

Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 0,5 ml

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua

demineralisata hingga garis tanda.

Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan

atom pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen dan

dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam

sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.2 Penetapan Kadar Kalsium

Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga


(41)

Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga

garis tanda.

Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan

atom pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen dan

dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam

sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.3 Penetapan Kadar Natrium

Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga

garis tanda.

Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 1 ml dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga

garis tanda.

Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan

atom pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen dan

dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam

sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4 Penetapan Kadar Magnesium

Larutan sampel selada air segar hasil destruksi sebanyak 0,5 ml

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua


(42)

Larutan sampel selada air rebus hasil destruksi sebanyak 0,5 ml

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua

demineralisata hingga garis tanda.

Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan

atom pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen dan

dilakukan 6 kali pengulangan. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium

dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.5 Perhitungan Kadar Mineral dalam Sampel

Kadar kalium, kalsium, magnesium dan natrium dalam sampel dapat

dihitung dengan cara berikut:

Kadar logam(µ g/g) = Konsentrasi(µ g/ml) x Volume (ml) x Faktor Pengenceran Berat Sampel (g)

3.5.7 Analisa Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium yang diperoleh dari hasil

pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik. Menurut

Sudjana (2005), standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

SD =

 

1 -n

X -Xi 2

Keterangan: Xi = Kadar mineral dalam sampel

X = Kadar rata-rata mineral dalam sampel n = Jumlah pengulangan pengukuran


(43)

Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

t hitung =

n SD

X Xi

/

dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval

kepercayaan 99%, dengan nilai α = 0.01, dk= n-1, dapat digunakan rumus: µ = X ± t (α/2, dk) x SD / √n

Keterangan: SD = standar deviasi µ = interval kepercayaan

X = kadar rata-rata mineral dalam sampel t = harga t tabel sesuai dengan dk= n – 1 n = jumlah pengulangan pengukuran � = tingkat kepercayaan

dk = derajat kebebasan (dk= n-1)

3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen

dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (�) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua

populasi sama (�1 = �2) atau berbeda (�1 ≠�2) dengan menggunakan rumus:

Fo =

2 2

2 1

S S

Keterangan: Fo = Beda nilai yang dihitung S1 = Standar deviasi sampel 1 S2 = Standar deviasi sampel 2

Tabel distribusi F dapat dilihat pada Lampiran 29 halaman 101.

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F, maka dilanjutkan


(44)

to =

2 1

2 1

/ 1 / 1

X -X

n n

Sp 

Keterangan: X1 = kadar rata-rata mineral dalam sampel 1 2

X = kadar rata-rata mineral dalam sampel 2 Sp = simpangan baku

n1 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 1 n2 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai

kritis t dan sebaliknya jika Fo melewati nilai kritis F, maka dilanjutkan uji dengan

distribusi t dengan rumus :

to =

2 2 2 1 2 1

2 1

/ /

X -X

n S n

S 

Keterangan: X1 = kadar rata-rata mineral dalam sampel 1 1

X = kadar rata-rata mineral dalam sampel 2 S1 = Standar deviasi sampel 1

S2 = Standar deviasi sampel 2

n1 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 1 n2 = jumlah pengulangan pengukuran pada sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai

kritis t, dan sebaliknya.

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan

standar (Standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam

sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral

dalam sampel setelah penambahan larutan baku dengan konsentrasi tertentu.

Larutan baku yang ditambahkan yaitu, 8 ml larutan baku kalium (konsentrasi


(45)

baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 2 ml larutan baku magnesium

(konsentrasi 1000 µg/ml).

Sampel yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang secara seksama

sebanyak 25 gram di dalam krus porselen, lalu ditambahkan 8 ml larutan baku

kalium (konsentrasi 1000 µg/ml), 5 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000

µg/ml), 1 ml larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 2 ml larutan baku

magnesium (konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur

destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan

rumus berikut:

Persen Perolehan Kembali = CF- CA

C*A x 100%

Keterangan:

CA = kadar mineral dalam sampel sebelum penambahan baku CF = kadar mineral dalam sampel setelah penambahan baku C*A = kadar larutan baku yang ditambahkan

3.5.9 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan

derajat kesesuaian antara hasil individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang

memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan

(Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif


(46)

RSD = X SD

x 100%

Keterangan:

X = Kadar rata-rata mineral dalam sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation (Simpangan Baku Relatif)

3.5.10 Penentuan Batas Deteksi {Limit of Detection (LOD)} dan Batas Kuantitasi {Limit of Quantitation (LOQ)}

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas kuantitasi merupakan

kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat

dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku Residual

 

2 -n

Y -Yi )

/ (

2

x Sy

Batas Deteksi =

Slope x Sy x( / ) 3

Batas Kuantitasi =

Slope x Sy x( / ) 10


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan oleh bagian Herbarium

Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian LIPI Bogor terhadap tumbuhan selada

air adalah jenis Nasturtium officinale R.Br. suku Brassicaceae. Hasil identifikasi

sampel dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 44.

4.2 Analisa Kuantitatif

4.2.1 Kurva Kalibrasi Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium

Kurva kalibrasi dalam spektrofotometri serapan atom dibuat dalam

berbagai konsentrasi dengan konsentrasi yang meningkat. Dari pengukuran kurva

kalibrasi diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y= 0,040354X + 0,002962 untuk

kalium, Y= 0,035171X + 0,004710 untuk kalsium, Y= 0,116600X + 0,001467

untuk natrium, dan Y= 0,386986X + 0,003024 untuk magnesium.

Kurva kalibrasi larutan baku kalium, kalsium, natrium, dan magnesium

dapat dilihat pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 4.


(48)

Gambar 3.2 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium

Gambar 3.3 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Natrium


(49)

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linier antara

konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) kalium sebesar

0,9996, kalsium sebesar 0,9995, natrium sebesar 0,9995, dan magnesium sebesar

0,9997. Nilai r 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan

adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Clarke, 2004). Data

hasil pengukuran absorbansi larutan baku kalium, kalsium, natrium, dan

magnesium dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran

5 sampai dengan Lampiran 8, halaman 48 sampai dengan halaman 51.

4.2.2 Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium pada Selada Air Segar dan Selada Air Rebus

Penentuan kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium dilakukan

secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi mineral kalium, kalsium,

natrium, dan magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan regresi

kurva kalibrasi larutan baku masing-masing mineral. Agar konsentrasi mineral

kalium, kalsium, natrium, dan magnesium dalam sampel berada pada rentang

kurva kalibrasi maka masing-masing sampel diencerkan terlebih dahulu dengan

faktor pengenceran yang berbeda-beda.

Faktor pengenceran untuk penentuan kadar kalium pada selada air segar

adalah sebesar 250 kali dan pada selada air rebus adalah 100 kali, faktor

pengenceran untuk penentuan kadar kalsium dan natrium pada selada air segar

dan selada air rebus adalah sebesar 50 kali, faktor pengenceran untuk penentuan

kadar magnesium pada selada air segar dan selada air rebus adalah sebesar 100

kali. Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10 sampai dengan


(50)

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (hasil perhitungan dapat

dilihat pada Lampiran 14 sampai dengan Lampiran 17, halaman 62 sampai dengan

halaman 73.

Hasil analisis kuantitatif mineral kalium, kalsium, natrium, dan

magnesium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Sampel

No. Sampel

Kadar Kalium (mg/100g)

Kadar Kalsium (mg/100g)

Kadar Natrium (mg/100g)

Kadar Magnesium

(mg/100g) 1.

Selada Air Segar

481,7954 ± 2,4003

74,9802 ± 0,1389

11,6992 ± 0,1660

15,6874 ± 0,1565

2.

Selada Air Rebus

142,6566 ± 0,7998

70,8216 ± 0,2755

8,4131 ± 0,0456

8,7205 ± 0,0677

Dari data yang didapat kemudian dihitung berapa besar persentase

penurunan kadar dari masing-masing mineral pada selada air segar dan selada air

rebus (Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18 halaman 76) dan

dilakukan uji beda nilai rata-rata kadar dari masing-masing mineral antara selada

air segar dan selada air rebus secara statistik (Hasil perhitungan dapat dilihat pada

Lampiran 19 sampai dengan Lampiran 22 halaman 78 sampai dengan halaman

84).

Hasil pengujian beda nilai rata-rata kadar kalium, kalsium, natrium, dan

magnesium antara selada air segar dan selada air rebus dapat dilihat pada Tabel

4.2

Hasil penurunan kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium pada


(51)

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Antara Selada Air Segar dan Selada Air Rebus

No. Kadar Sampel t hitung t tabel Hasil

1. Kalium Selada Air Segar 540,4910 3,1693 Beda Selada Air Rebus

2. Kalsium Selada Air Segar 62,8910 3,2498 Beda Selada Air Rebus

3. Natrium Selada Air Segar 94,2155 3,2498 Beda Selada Air Rebus

4. Magnesium Selada Air Segar 164,6252 3,1693 Beda Selada Air Rebus

Tabel 4.3 Hasil Penurunan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium pada Selada Air Segar dan Selada Air Rebus

Mineral

Kadar Sampel (mg/100g) Penurunan Kadar (%) Selada Air Segar Selada Air Rebus

Kalium 481,7954 142,6566 70,39%

Kalsium 74,9802 70,8216 5,55%

Natrium 11,6992 8,4131 28,09%

Magnesium 15,6874 8,7205 44,41%

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan rata-rata kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium antara

selada air segar dan selada air rebus.

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat penurunan

kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium pada selada air segar dan selada

air rebus yang diperoleh dari hasil analisis. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh


(52)

banyak kehilangan gizinya termasuk salah satunya mineral (Indrati dan Gardjito,

2014).

Mineral-mineral yang terdapat dalam sayuran umumnya berbentuk garam

oksalat dan terdistribusi merata di tanaman. Asam oksalat dapat berikatan dengan

mineral seperti kalsium, magnesium, natrium, kalium dan besi (Alsuhendra dan

Ridawati, 2013). Beberapa garam oksalat ada yang ditemukan dalam bentuk larut

dan tidak larut dalam air. Garam yang larut dalam air seperti kalium oksalat,

natrium oksalat, dan magnesium oksalat namun kelarutan magnesium oksalat

paling kecil dibandingkan kalium oksalat dan natrium oksalat, sedangkan kalsium

oksalat bersifat tidak larut di dalam air. Proses perebusan dapat mengurangi kadar

garam oksalat yang larut air dalam kebanyakan sayuran, tetapi tidak untuk garam

oksalat yang tidak larut dalam air (Gemede dan Ratta, 2014). Hal ini dapat dilihat

pada persen penurunan kadar kalsium antara selada air segar dan selada air rebus

yang paling kecil dibandingkan mineral lainnya.

Mineral yang terdapat dalam selada air berupa kalium 330 mg/100 g,

kalsium 120 mg/100 g, natrium 41 mg/100 g, dan magnesium 21 mg/100 g

(Lingga, 2012). Kadar mineral yang diperoleh dari hasil analisis berbeda dengan

kadar mineral yang diperoleh menurut literatur. Perbedaan kadar mineral ini dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan varietas, keadaan iklim tempat

tumbuh, keadaan fisik tanah, pemeliharaan tanaman, tingkat kematangan sewaktu

panen dan kondisi penyimpanan setelah dipanen. Selain itu, dapat juga

dipengaruhi oleh perbedaan metode yang digunakan dalam menetapkan kadar


(53)

4.2.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali kadar kalium, kalsium, natrium, dan

magnesium setelah penambahan masing-masing larutan baku dapat dilihat pada

Lampiran 23 halaman 86 sampai dengan halaman 87, contoh perhitungannya pada

Lampiran 24 halaman 88 sampai dengan halaman 91.

Persen perolehan kembali kadar mineral kalium, kalsium, natrium, dan

magnesium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Persen Perolehan Kembali Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Sampel

No. Mineral Sampel Persen Perolehan Kembali

1. Kalium 99,98%

2. Kalsium 95,42%

3. Natrium 106,47%

4. Magnesium 99,44%

Hasil uji perolehan kembali ini memenuhi syarat akurasi yang telah

ditetapkan, jika rata-rata hasil perolehan kembali berada pada rentang 80-120%

(Ermer dan McB. Miller, 2005). Persen perolehan kembali tersebut menunjukkan

kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar kalium, kalsium,

natrium, dan magnesium dalam sampel.

4.2.4 Simpangan Baku Relatif

Dari hasil yang dilakukan terhadap data hasil pengukuran kadar mineral

kalium, kalsium, natrium, dan magnesium pada selada air segar dan selada air


(54)

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Simpangan Baku Relatif

No. Mineral Sampel Simpangan Baku Relatif

1. Kalium 8,53%

2. Kalsium 1,84%

3. Natrium 1,72%

4. Magnesium 1,26%

Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif untuk analit dengan

kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16%. Dari hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki keseksamaan

yang baik. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 25 halaman 92 sampai

dengan halaman 95.

4.2.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi kalium, kalsium, natrium, dan

magnesium diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi untuk keempat mineral

dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi No. Mineral Larutan

Baku

Batas Deteksi (µg/ml)

Batas Kuantitasi (µg/ml)

1. Kalium 0,3399 1,1331

2. Kalsium 0,3890 1,2967

3. Natrium 0,0379 0,1265

4. Magnesium 0,0311 0,1035

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh

pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi.

Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 9


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil penetapan kadar dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom

menunjukkan bahwa kadar kalium pada selada air segar sebesar (481,7954 ±

2,4003) mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (142,6566 ± 0,7998)

mg/100g. Kadar kalsium pada selada air segar adalah (74,9802 ± 0,1389)

mg/100g dan pada selada air rebus sebesar (70,8216 ± 0,2755) mg/100g. Kadar

natrium pada selada air segar adalah (11,6992 ± 0,1660) mg/100g dan pada

selada air rebus sebesar (8,4131 ± 0,0456) mg/100g. Kadar magnesium pada

selada air segar sebesar (15,6874 ± 0,1565) mg/100g dan pada selada air rebus

sebesar (8,7205 ± 0,0677) mg/100g.

b. Hasil uji statistik yaitu uji beda rata-rata kadar mineral antara selada air segar

dan selada air rebus, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

kadar kalium, kalsium, natrium, dan magnesium antara selada air segar dan

selada air rebus dengan tingkat kepercayaan 99%.

5.2 Saran

a. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti mineral lain seperti

fosfor, besi, seng, dan mangan yang terdapat pada selada air.

b. Disarankan kepada masyarakat untuk tidak hanya mengonsumsi sayuran baik

yang segar maupun yang direbus, tetapi juga mengonsumsi air rebusan dari


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009). Pr insip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 230-243, 247-249.

Alsuhendra., dan Ridawati. (2013). Bahan Toksik dalam Makanan. Cetakan Pertama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 100.

Anonim. (2011). Opedenga Mengongsi (Perkembangan Pertanian Karo Bagian 1). Diakses pada Tanggal 2 Juni 2015. http:// karosiadi.blogspot.com/2011/10/opedenga-mengongsiperkembangan.html ?m=1.

Anonim. (2014). Selada Air Si Superfood. Diakses pada Tanggal 2 Juni 2015. http://tipsbundacerdas.com/kesehatan/selada-air-si-superfood.html.

Anonim. (2013). Watercress-The New Miracle Food. Diakses pada Tanggal 3 Juni 2015. http://www.nourishu.com/about/blogs/watercress-new-miracle-food/.

Barker, D.J. (2009). Pacific Northwest Aquatic Invasive Species Profile: Nasturtium officinale (Watercress). Diunduh Dari: http://depts.washington.edu.oldenlab/wordpress/wp-content/uploads/2013 /03/Nasturtium-officinale_Barker.pdf pada tanggal 27 Maret 2015.

Cakrawati, D., dan Mustika N.H. (2012). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Hal. 146-156.

Clarke, E.G.C. (2004). Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons in Pha rma ceutica ls, Body Fluids, a nd Postmortem Ma teria l. Disunting oleh: A. C. Moffat, M. D. Osselton, dan B. Widdop. Edisi Ketiga. London: Pharmaceutical Press. Hal. 325.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1067.

Ditjen POM. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1588.

Ermer, J., dan McB. Miller, J.H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Ana lysis. A Guide to Best Pra ctice. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmBH & Co. KGaA. Hal. 171.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2012). Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan Kroma togra fi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 245-246, 268-269, 472, 480.


(57)

Gemede, H.F., dan Ratta, N. (2014). Antinutritional Factors in Plant Foods: Potensial Benefits and Adverse Effects. Global Advanced Research Journa l of Food Science and Technology. 3(4): 103-117.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel Ma jalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-135.

Harris, D.C. (2007). Quantitative Chemical Analysis. Edisi Ketujuh. New York: W. H. Freeman and Company. Hal. 455.

Indrati, R., dan Gardjito, M. (2014). Pendidikan Konsumsi Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hal. 185-186.

Isaac, R.A. (1988). Metal in Plants: Atomic Absorption Spectrophotometric Method. Disunting Oleh: Helrich, K. (1990). Official Methods of Analysis of The Associa tion of Officia l Ana lytica l of Chemist. Edisi Kelimabelas. Virginia: AOAC Internasional. Hal. 42.

Jeffery, G.H., Bassett, J., Mendham, J., dan Denney, R.C. (1989). Vogel’s Textbook of Qua ntita tive Chemica l Ana lysis. Edisi Kelima. London: Longman Group UK Limited. Hal. 329, 451, 459, 464, 467, 779-781.

Khare, C.P. (2007). Indian Medicinal Plants. New Delhi: Springer Science and Business Media LLC. Hal. 434-435.

Khopkar, S.M. (1985). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Terjemahan: A. Saptorahardjo (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Hal. 275, 283.

Lingga, L. (2012). Cerdas Memilih Sayuran. Jakarta: PT Agro Media Pustaka. Hal. 335-340.

Marshall, J. (2006). Power Food. Terjemahan: A. Pracasti. Makanan Sumber Tenaga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 54-56.

Mazandarani, M., Momeji, A., dan Moghaddam, P.Z. (2012). Evaluation of Phytochemical and Antioxidant Activities From Different Parts of Na sturtium officina le R.Br. in Mazandaran. Iranian Journal of Plant Physiology. 3(2): 659-664.

Ong, H.C. (2003). Sayuran: Khasiat Makanan dan Ubatan. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd. Hal. 104-105.

Özen, T. (2009). Investigation of Antioxidant Properties of Nasturtium officinale (Watercress) Leaf Extracts. Acta Poloniae Pharmaceutica -Drug Research. 66(2): 187-193.


(58)

Pinto, E., Almeida, A.A., Aguiar, A.A.R.M., dan Ferreira, I.M.P.L.V.O. (2014). Changes in Macrominerals, Trace Elements and Pigments Content During Lettuce (Lactuca sativa L.) Growth: Influence of Soil Composition. Food Chemistry. 152(2014): 603-611.

Poedjiadi, A. (1994). Dasar-Dasar Biokimia . Edisi Revisi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 419.

Rizki, F. (2013). The Miracle of Vegetables. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka. Hal. 183-187.

Salamah, E., Purwaningsih, S., dan Permatasari, E. (2011). Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Pada Selada Air (Nasturtium officinale L.R.Br). Jurna l Pengola han Ha sil Perika na n Indonesia. 14(2): 85-91.

Shahrokhi, N., Hadad, M.K., Keshavarzi, Z. dan Shabani, M. (2009). Effects of Aqueous Extract of Watercress on Glucose and Lipid Plasma in Streptozotocin Induced Diabetic Rats. Pak J Physiol. 5(2): 6-10.

Sudjana. (2005). Metode Statistika . Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Hal. 168-254.

United States Department of Agriculture. (2015). Watercress. Diakses pada Tanggal 27 Maret 2015. http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=NAOF

Winarno, F.G. (1982). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 150.


(59)

Lampiran 1. Gambar Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.)

Gambar 1. Selada Air


(60)

Lampiran 1. (Lanjutan)

Gambar 3. Batang Selada Air yang Dipisahkan


(61)

(62)

Lampiran 3. Bagan Alir Proses Destruksi Kering 1. Selada Air Segar

Selada Air

Dicuci bersih, dibilas dengan akua demineralisata lalu ditiriskan

Dipetik daunnya Dipotong kecil-kecil

Sampel yang telah dipotong kecil-kecil

Ditimbang sebanyak 25 gram di atas krus

Diarangkan di atas hot plate

Diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit

Dilakukan selama 24 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator


(63)

Lampiran 3. (Lanjutan) 2. Selada Air Rebus

Selada Air

Dicuci bersih, dibilas dengan akua demineralisata lalu ditiriskan

Dipetik daunnya

Direbus selama 5 menit dengan menggunakan akua demineralisata yang sebelumnya telah dididihkan terlebih dahulu lalu ditiriskan

Dipotong kecil-kecil

Ditimbang sebanyak 25 gram di atas krus Diarangkan di atas hot plate

Diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit

Dilakukan selama 24 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator

Abu putih Sampel yang telah dipotong kecil-kecil


(64)

Lampiran 4. Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel Sampel yang telah

didestruksi

Dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1)

Dipindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml

Dibilas krus porselen sebanyak tiga kali dengan akua demineralisata. Dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda

Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42

Filtrat

Dimasukkan ke dalam botol

Larutan sampel

Dilakukan analisis kuantitatif dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λ 766,5 nm untuk kadar kalium, pada λ 422,7 nm untuk kadar kalsium, pada λ 589,0 nm untuk kadar natrium dan pada λ 285,2 nm untuk kadar magnesium Hasil


(1)

Lampiran 26. Gambar Alat-Alat yang Digunakan

Gambar 5. Spektrofotometer Serapan Atom (HITACHI Seri Z-2000)


(2)

Lampiran 26. (Lanjutan)

Gambar 7. Neraca Analitik (BOECO)


(3)

Lampiran 26. (Lanjutan)


(4)

Lampiran 27. Tabel Kandungan Nutrisi Selada Air /100 g

Komponen Gizi Jumlah

Air 95,11 g

Energi 11 kkal

Protein 2,3 g

Lemak 0,1 g

Abu 1,2 g

Karbohidrat 1,29 mg

Serat 0,5 mg

Gula 0,2 g

Kalsium 120 mg

Zat besi 0,120 mg

Magnesium 21 mg

Fosfor 60 mg

Kalium 330 mg

Natrium 41 mg

Seng 0,11 mg

Tembaga 0,77 mg

Mangan 0,244 mg

selenium 0,9 mg

Vitamin C 43 mg

Vitamin B1 0,09 mg

Vitamin B2 0,120 mg

Vitamin B3 0,200 mg

Vitamin B5 0,310 mg

Vitamin B6 0,129 mg

Folat 9,0 mcg

Choline 9,0 mg

Beta-Karoten 1,914 mcg

Vitamin A 3,191 IU

Lutein & zeaxanthin 5,767 mcg

Vitamin E 1,00 mg

Vitamin K 250 mcg


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Daun Kucai (Allium Schoenoprasum, L.) Segar Dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

9 90 107

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

4 17 116

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 60

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 4

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 14

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Selada Air (Nasturtium officinale R.Br.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 1 3

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 14

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium Pada Buah Pare Putih (Momordica charantia L.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 62