MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH (2)

VOLUMEIl NO. 011AGUSTUS 2013 ISSN 2338-4026

esearch, Idea, Statement

Jurnal Pendidikan Matematika

12codl Pendldlkan Matematlka
LZ&kultaeKeguruan dan 11muPendldlkan

O GARłg
Jurnal Pendidikan Matematika

Prodi Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Galuh

Vısı DANMısı

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNİVERSITAS GALUH


vısı

Terpercayadan unggul dalam bidang
Pendidikan Matematika di Priangan Timur pada 2030

1. Menyelenggarakan program pendidikan tinggi dalam
bidang Pendidikan Matematika untuk menyiapkan
tenaga pendidik dalam bidang matematika yang
profesional.

2. Menyelenggarakan penelitian dan mengaplikasikan
dalam bidang Pendidikan Matematika.

3. Mengembangkan dan mengaplikasikan Pendidikan
Matematika yang didukung oleh disiplin ifmu lainnya
sebagai bentuk pengabdian untuk kepentingan
masyarakat

4. Menjalin kerjasama lokal, nasional dan internasional

dalam berbagai bidang yang mendukung Program Studi
Pendidikan Matematika.

Galuh Research, Idea, Statement

SUSUNAN REDAKSI

PENGANTAR REDAKSI

Pelindung .
Dekan FKIP UniversitasGaluh

Dalam rangka memfasilitasi para
pemerhati Pendidikan Matematika,
Program Studi Pendidikan Matematika,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Galuh menerbitkan Jurnal
Pendidikan Matematika "Garis” .
Berkenaan dengan penerbitan perdana
jurnal ini, kami dari dewan redaksi

memaparkan isi jurnal yang meliputi
hasil-hasil penelitian dan ide-ide pada
bidang matematika.
Padakesempatan ini, dewan redaksi
menyambut baik motivasi dan dukungan
civitas akademika Universitas Galuh
dalam mewujudkan terbitnya Jurnal
Pendidikan Matematika "Garis". Dengan
terbitnya jurnal ini diharapkan mampu
membangun masyarakat yang ilmiah baik
dilingkungan Program Studi Pendidikan
Matematika Universitas Galuh maupun
diluar Program Studi Pendidikan
Matematika Universitas Galuh
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada berbagai pihak yang telah
membantu terbitnya Jurnal Pendidikan
Matematika"Garis” . Mudah-mudahan
berbagai dukungan yang telah diberikan
dapat bermanfaat dalam peningkatan

kualitas akademik.

Dr. H. Kusnandi, M.M.,M.Pd

Dewan Pengarah :
Dr. H. Toto, M.Pd

Penanggung Jawab :
Ketua Program Studi
Euis Erlin, Dra., M.Kes

Pemimpin Redaksi :
Adang Effendi,ST., M.Pd
Wakil Pemimpin Redaksi :
Asep Amam, S.Pd., M.Pd
Sekretaris Redaksi :
Lala Nailah Zamnah, S.Pd., M.Pd
Editor :
Ida Nuraida, S.Si., M.PMat
Laela Maya Nurhayati, Dra., M.Sc

Mitra Bestari
Dr. H. Heris Hendriana, M.Pd

(STKIP Siliwangi)
Dr. Hj. Nani Ratnaningsih, M.Pd

(UNSIL)
Tata Letak :
Ai Tusi Fatimah, s.Pd., M.Si
Johan Suyono, Drs., M.s;

Desain Artistik :
Fahrudin Muhtarullah,S.Si., M.Sc
Tata Usaha :
Gugum Sunendar
Alamat Redaksi :
Program Studi Pendidikan
Matematika

JL. R.E. MartadinatanNo. 150.

Telp (0265) 772192 Universitas
Galuh

Redaksi

D AFTAR ISI
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM-CENTERED
LEARNING DENGAN HANDS-ONACTIVITY
Lala Nailah Zamnah, M.Pd. —1
EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE
FIELD GF(Y) DENGAN METODE NAIF

Ai TusiFatimah, M.M.- 17

KARAKTERISTIK GELANGGANG VALUASI
Ida Nuraida, M.PMat. —29
KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERKAIT DENGAN

BERPIKIR MATEMATIS


Johan Suyono, M.Si. —39

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKABERBASIS ICT
TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA SMP
Asep Amam, Tatang Herman, Jarnawi Afgani Dahlan —55
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS
SISWA TUNANETRA DENGAN ALAT PERAGA MANIPULATIF
Dyah Khoirina Sari, Darhim, Siti Fatimah —69
PENiNGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIS SISWA MTs MELALUI PENDEKATAN
PEMBELAJARAN EKSPLORATIF
Etika Khaerunnisa, Darhim, Siti Fatimah —83
MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA MELALUI
PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES MATEMATIS
(Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Madrasah Tsanawiyah)
Indrie Noor Aini, Yaya S. Kusumah, Jarnawi A. Dahlan —97

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS

SISWA MTSMELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF
TIPE GROUP INVESTIGATION
(Kuasi Eksperimen pada Siswa MTS di Kabupaten Pandeglang)
Nenden Suciyati, S, Yaya Kusuma S, Jarnawi A Dahlan —115
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMBUKTIAN UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS
TINGKAT TINGGI SISWA SMA
Rizki Amalia, Jarnawi Afgani Dahlan, Stanley Dewanto —131

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND
COMPOSITION (CIRC)
Suci Primaayu Megalia, Yaya S. Kusumah, Jarnawi A. Dahlan —145

MENINGKATKAN KEMAMPUANPEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS MELALUI
PENDEKATAN PROBLEM-CENTERED LEARNING
DENGAN HANDS-ON ACTIVITY
Lala Nailah Zamnah
Universitas Galuh

nailah_lala@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya kemampuan
pemecahanmasalah matematis.Penelitianini bertujuanuntuk menelaah
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan problem-centered
learning dengan hands-on activity dan siswa yang memperoleh
pembelajaran menggunakan pendekatanproblem-centered learning tanpa

hands-on activity. Desain penelitian ini adalah kelompokkontrol non
ekuivalen yang melibatkan dua kelas. Kelas pertama memperoleh
pembelajaran menggunakan problem-centered learning dengan hands-on

activity dan kelas kedua memperoleh pembelajaran menggunakan
problem-centered learning tanpa hands-on activity. Untuk mendapatkan
data hasil penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan
pemecahan masalah matematis. Populasi penelitian ini adalah siswa SMP


Negeri 3 Cipaku dengan sampel penelitian kelas VIll-A dan VIll-C.
Analisis data dilakukan terhadap rataan gain ternormalisasi kedua
kelompok sampel dengan menggunakan uji perbedaan rataan gain
ternormalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan pendekatan problem-centered learning dengan hands-on
activity memberikan pengaruh pada peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.

Kata Kunci:
Kemampuan pemecahan masalah matematis,problem-centered learning,
hands-on activity.
GARIS —Jurnal Pendidikan MatematikaI I

A. PENDAHULUAN

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki setiap
orang. Bukan hanya karena sebagian besar kehidupan manusia akan
berhadapan dengan masalah-masalahyang perlu dicari penyelesaiannya,
tetapi pemecahan masalah juga dapat meningkatkan daya analitis dan
dapat membantu untuk menyelesaianpermasalahan-permasalahanpada

berbagai situasi yang lain. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan
Cooney (Hudojo, 2003) bahwa dengan mengajarkan siswa untuk
menyelesaikan masalah akan memungkinkansiswa tersebut menjadi
lebih analitis mengambil keputusan dalam kehidupan.

Kemampuan pemecahan masalah tidak dapat berkembang dengan
baik tanpa adanya kegiatan atau usaha untuk mengembangkanpotensipotensi kemampuan tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan potensi-potensi kemampuan tersebut adalah
melalui suatu program pendidikan. Salah satu program pendidikan yang
dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah
matematika.Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2006) bahwa tujuan dari
pelajaran matematika agar siswa memperoleh : (1) memiliki pengetahuan

matematika (konsep, keterkaitan antarkonsep, dan algoritma); (2)
menggunakan penalaran; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,diagram, atau media lain untuk
memperjelaskeadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika. Menurut Branca (Sumarmo, 1994) kemampuan
pemecahan masalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa,
bahkan kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai jantungnya
dalam belajar matematika.

Namun pada kenyataannya dari beberapa fakta yang ada,
kemampuanpemecahan masalah matematis siswa di Indonesia masih

rendah. Diantaranya yaitu hasil survey TIMSS pada tahun 2007 skor rata-

rata kemampuanmatematika siswa kelas 8, prestasi negara indonesia
menurun bila dibandingkandengan skor rata-rata yang diperoleh
siswa
Indonesia pada tahun 2003 yaitu menjadi 403, masih di bawah
skor ratarata internasionalyaitu 500 (Depdiknas,2007). Pada survey tersebut
salah satu aspek kognitif yang dinilai adalah kemampuan siswa
untuk
memecahkan masalah tidak rutin, siswa Indonesia memperoleh
skor 398,
masih di bawah skor rata-rata internasionalyaitu 500
(Mulis, et al, 2007).
Selain itu, hasil survey PISA (OECD, 2010) tahun 2009,
Indonesia
2 |Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Galuh

menempatiperingkat ke-61 dari 65 negara yang disurvey dengan skor
rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia yaitu 371, skor
tersebut masih dibawah rata-rata skor internasionalyaitu 496. Pada
survey tersebut salah satu aspek kognitif yang dinilai adalah kemampuan
pemecahan masalah matematik.
Berdasarkanfakta yang telah dikemukakan,hal ini menunjukkan
bahwa kompetensi matematis terutama kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa masih rendah. Jadi salah satu permasalahan yang
dihadapi saat ini adalah rendahnya kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka praktisi
pendidikan matematika perlu mencari berbagai alternatif solusi yang baik

agar kualitas pembelajaran matematika dapat diperbaiki, sehingga
melalui kemungkinan-kemungkinansolusi yang dikembangkandiharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Salah satu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah adalah pembelajaranyang berpusat pada siswa
(student centered). Melalui pembelajaranyang berpusat pada siswa,
siswa memiliki banyak kesempatan untuk berfikir, khususnya dalam
memahami pengetahuan dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Splitzer (Redhana, 2003) yang mengungkapkan bahwa
dalam proses pembelajaran yang bersifat student centered, siswa diharap-

kan mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, dalam hal ini
berarti siswa dilatih dalam menganalisis suatu permasalahan, lebih lanjut
siswa dilatih dalam mengidentifikasi,mengevaluasi dan mengkonstruksi
argumen serta mampu memecahkanmasalah dengan tepat. Salah satu
alternatif pembelajaranyang berpusat pada siswa (centered learning)
adalah pendekatan problem-centered learning dengan Hands-on Activity.

Pendekatan problem-centered learning menurut Jakubowski
(Hafriani, 2004) merupakan aktivitas pembelajaran yang menekankan
belajar melalui penelitian dan pemecahan masalah. Pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Problem-CenteredLearning memungkinkan
siswa menstimulasi pikirannya untuk membuat konsep-konsep yang ada
menjadi logis melalui aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah yang
menarik bagi siswa dan siswa selalu berusaha untuk memecahkanmasalah tersebut, mementingkan komunikasi pada pembelajaran, memfokus-

kan pada proses penyelidikan dan penalaran dalam pemecahanmasalah
dan mengembangkankepercayaan diri siswa dalam menggunakanmateGARIS —Jumal Pendidikan Matematika| 3

matika ketika mereka menghadapi situasi-situasi kehidupan sehari-hari.

Pendekatan Problem-CenteredLearning didesain oleh Wheatley
untuk memfasilitasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran
dengan mendorong mereka:
1. Menemukan cara-cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah.
2. Saling bertukar pandangan yang tidak hanya memperkuat jawaban_
jawaban yang benar saja.
3. Untuk berfikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung dengan
alat tulis.
Wood dan seller (Cassel, 2003) juga berpendapat bahwa dalam
pendekatanproblem-centered learning proses belajar terjadi ketika siswa
mengkonstruksi pemahaman untuk pengalaman mereka sendiri, siswa
bertindak dan berinteraksi dengan kelompoknya sehingga mereka aktif
mencoba untuk menyelesaikanpermasalahanmatematis yang dihadapi
dalam aktivitas yang berguna.
Salah satu teknik yang dapat mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam penyelesaian pemecahan masalah matematis dan tidak
hanya sekedar menghitung dengan alat tulis adalah Hands-on Activity.
Hands-on activity adalah suatu kegiatan yang melibatkan praktik
atau eksperimen. Krismanto (2003) mengungkapkan bahwa pengertian
hands-on activity khususnya dalam ruang lingkup pembelajaran
matematika adalah proses belajar dengan sentuhan tangan atau pengutakatikan obyek dengan tangan. Aktivitas dengan sentuhan tangan dan
pengutak-atikan obyek dengan tangan dapat melibatkan siswa dalam
menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Melalui
aktivitas hands-on activity ini secara tidak langsung mengajarkan kepada
siswa dalam pemecahan masalah, sehingga siswa akan lebih memahami
bila menemukan sendiri masalah dan penyelesaian dibandingkan hanya
membaca buku atau mendengarkanpenjelasan dari guru.
Dengan memperhatikan uraian di atas, peneliti berupaya mengungkapkan apakah pembelajaran menggunakan pendekatan problemcentered learning dengan hands-on activity dapat meningkatkan kernampuan pemecahan matematis. Penelitian ini dirancang untuk melihat
penggunaan pendekatan problem-centered learning dengan hands-on
activity dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.
4 |Prodi Pend. MatematikaFKIP Universitas Galuh

B. KAJIAN PUSTAKA
Pemecahan Masalah Matematis
Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.
Dalam pembelajaranmatematika,pemecahanmasalah adalah salah satu
hasil yang ingin dicapai dan merupakankemampuanyang diharapkan
dapat diperoleh oleh siswa.
Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan

yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan (Sumarmo:
2000). Pemecahan masalah dalam matematika melibatkan metode dan
cara penyelesaian yang tidak standar dan tidak diketahui sebelumnya
(Turmudi, 2008).

Menurut Branca (Sumarmo, 1994) pemecahan masalah dapat
diartikan dengan menggunakan interpretasi umum yaitu: pemecahan
masalah sebagai tujuan, pemecahan masalah sebagai proses dan
pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar. Pemecahan masalah
sebagai tujuan menyangkut alasan mengapa matematika itu diajarkan.
Jadi dalam interprestasi ini pemecahan masalah bebas dari soal, prosedur,
metode atau isi khusus, yang menjadi pertimbangan utama adalah
bagaimana cara menyelesaikan masalah yang Inerupakan alasan mengapa
matematika itu diajarkan.
Pemecahan masalah sebagai proses suatu kegiatan yang lebih
mengutamakan pentingnya prosedur, langkah-langkah strategi yang
ditempuh oleh siswa dalam menyelesaikanmasalah, dan akhirnya dapat
menemukanjawaban soal bukan hanya pada jawaban itu sendiri. Seperti
yang diungkapkan oleh Ruseffendi (2006) bahwa pemecahan masalah
adalah suatu pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan
kepada proses daripada hasilnya (output).
Jadi pemecahan masalah dalam matematika dipandang sebagai
proses dimana siswa menemukankombinasi prinsip-prinsip atau aturanaturan matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan digunakan untuk
memecahkan masalah dengan memperhatikan langkah-langkah tertentu.

Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematis
Dalam memecahkan masalah matematis, diperlukan langkahlangkah konkrit yang benar sehingga jawaban yang diperoleh pun dapat
GARIS —Jurnal Pendidikan Matematika| 5

menjadi benar.

Ruseffendi (2006) mengemukakan bahwa dalam pemecahan
masalah ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1) menyajikan
masalah dalam bentuk yang lebih jelas, 2) menyatakan masalah dalam
bentuk yang operasional (dapat dipecahkan), 3) menyusun hipotesishipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk
dipergunakan dalam memecahkan masalah itu, 4) mengetes hipotesis dan
melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data,
pengolahan data, dll); hasilnya mungkin lebih dari satu, 5) memeriksa
kembali apakah hasil yang diperoleh itu benar; mungkin memilih pula
pemecahan yang paling baik.

Sementara itu, Wahyudin (2008) menulis metode lima langkah
pemecahan masalah Dewey: 1) Menyadari masalah, 2) Mendefinisikan
(merumuskan) masalah tersebut, 3) Mengajukan berbagai hipotesis untuk

memecahkannya, 4) Mengkaji konsekuensi-konsekuensi dari tiap
hipotesis berdasarkan pengalaman yang telah lalu, dan 5) Menguji
pemecahan yang paling mungkin.
Djamarah dan Zain (2006) menuliskan langkah-langkah pemecahan

masalah berikut: 1) adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, yang
tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya, 2) mencari data
atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut, 3) menetapkan jawaban semcntara dari masalah tersebut, 4)
menguji kebenoran jawaban sementara tersebut, dan 5) menarik
kesimpulan.

Menurut Polya (MKPBM, 2001) terdapat empat langkah dalam
pemecahan masalah, yaitu : (1) memahami masalah, (2) merencanakan
pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah
kedua, (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).
Polya (1973) mengemukakan proses yang dilakukan pada tiap
langkah pemecahan masalah melalui pertanyaan:
a. Pemahaman masalah (understanding the problem), diantaranya
adalah: (1) apakah yang tidak diketahui? (2) data apa yang
diberikan? (3)apakah kondisi yang diberikan cukup untuk mencari
apa yang ditanyakan?
b. Membuat rencana pemecahan (devising a plan). Langkah ini
menyangkut beberapa aspek diantaranya sebagai berikut: (1) teori
mana yang dapat digunakan dalam masalah ini? (2) perhatikan apa
6 |Prodi Pend. MatematikaFKIP Universitas Galuh

yang ditanyakan atau coba pikirkan soal yang pernah dikenal dengan

pertanyaan yang sama atau yang serupa? (3) dapatkah hasil dan
metode yang lalu digunakan di sini? (4) apakah semua data dan
kondisi sudah digunakan? (5) sudahkah diperhitungkan ide-ide
penting yang ada dalam soal tersebut?

c.

Melakukan perhitungan (carrying out the plan). Langkah ini
menekankan pada pelaksanaan rencana penyelesaian. Prosedur yang
ditempuh adalah :(1) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar
atau belum? (2)bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih
sudah benar?

d. Memeriksa kembali proses dan hasil (looking back) pada bagian
akhir, Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa
kebenaran jawaban yang telah diperoleh. Prosedur yang harus
diperhatikan adalah : (1) dapatkah diperiksa sanggahannya? (2)
dapatkah jawaban tersebut dicari dengan cara lain?

Pendekatan Problem-CenteredLearning
Terjemahan dari Problem-Centered Learning adalah pembelajaran

yang berpusat pada masalah. Pendekatan pembelajaran ini pertama kali
dikembangkan oleh Cobb pada tahun 1986 di sekolah dasar dan pada saat
itu pendckatan Problem-Cente ed Learning disebut Problem-Centered
Mathematics atau Problem-Centered Classroom. Kemudian pada tahun
90-an, Wheatley mengembangkan pendekatan pembelajaran ini di
sekolah menengah dan disebut Problem-Centered Learning.
Menurut Walbert (2005) Problem-Centered Mathematics adalah
suatu pendekatan pendidikan matematika yang berdasarkan pada
pemecahan masalah atau disebut juga pendekatan yang berpusat pada
siswa (student centered approach). Selain itu, Problem-Centered
Learning siswa mengembangkan kemampuan matematikanya, menemukan prosedur mereka sendiri dalam memecahkan masalah, serta mampu
menggunakan keterampilan-keterampilanyang diperoleh pada masalahmasalah yang baru. Selain itu, Wood (1996) berpendapat bahwa
Problem-Centered Learning atau pembelajaran berpusat pada masalah
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada masalah
agar siswa memiliki gagasan untuk mengkonstruksi subyek yang penting
dan untuk merefleksi jalan pengertian yang dibangun melalui aktivitas
partisipasi.
GARIS —Jurnal Pendidikan Matematika | 7

Pendekatan Problem-Centered Learning didesain Oleh Wheatley
untuk memfasilitasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran
dengan mendorong mereka:

a. Menemukancara-caramereka sendiri dalam memecahkanmasalah
b. Saling bertukar pandangan yang tidak hanya memperkuatjawabanjawaban yang benar saja.
c. Untuk berfikir kreatif yang tidak hanya sekedar menghitung dengan
alat tulis.
Wheatley juga berpendapat bahwa aktivitas pembelajaran dengan
pendekatan Problem-Centered Learning agar membuat siswa menjadi:
a.

Belajar memandang matematika sebagai suatu aktivitas yang berarti

c.
d.

Dapat melihat alasan untuk mempelajari matematika
Termotivasi secara intrinsik untuk belajar

b. Belajar menghargaimatematika sebagai suatu subyek yang dinamik
dan aktif
e. Memandang matematika sebagai suatu upaya manusia dimana
mereka dapat berpasrtisipasi,dan bukan memandang matematika
sebagai suatu perangkat fakta-fakta tidak berhubungan yang hanya
ditentukan Oleh para ahli dibidangnya.

Belajar mengenai isi/materi matematika yang dapat ia terapkan
dalam beragam situasi kehidupan.
Jadi, pengertian Problem-Centered Leaning dalam penelitian ini
adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada masalah, artinya
siswa belajar dari suatu masalah, kemudian siswa berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang
diperoleh sehingga bisa menemukan sendiri cara untuk memecahkan
masalah.
Langkah-langkah Problem-Ccntered Learning yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan kelas dan memberikan permasalahan untuk
diselesaikan Olehsiswa secara individu.
b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5
orang siswa yang kemampuannya heterogen agar siswa dapat
melakukan kolaborasi dalam aktivitas kelompok. Peran guru dalam
tahap ini sebagai fasilitator yang berusaha mengkondisikan siswa
agar selalu melakukan kolaborasi dalam kelompok.
c. Menyatukan seluruh siswa dalam diskusi kelas (sharing).
f.

8 |Prodi Pend. MatematikaFKIP Universitas Galuh

Siswa secara keseluruhan melakukan diskusi yang dipandu oleh
guru. Setiap kelompok menyajikan solusi-solusi yang mereka
temukan dihadapan kelas kepada kelompok lainnya. Dari aktivitas
diskusi kelas diusahakan mencapai kesepakatan/persetujuan bersama

oleh siswa untuk menetapkansolusi yang paling benar dan cara
memperolehnya dengan cepat.

Hands-on activity
Hands-on activity merupakan suatu proses pembelajaran yang
dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan
bertanya, beraktivitas dan menemukan,mengumpulkandata dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Aktivitas dalam pembelajaran

hands-on activity menggunakan sentuhan tangan atau suatu kegiatan
yang melibatkan praktik atau eksperimen. Sejalan dengan Krismanto
(2003) bahwa hands-on activity khususnya dalam ruang lingkup
pembelajaran matematika adalah pembelajaran matematika dengan
sentuhan tangan atau pengutak-atikanobyek dengan tangan. Martignon
dan Krauss (2009) mengungkapkan bahwa Pembelajaran dengan
menggunakan sentuhan tangan dan pengutak-atikan obyek dengan tangan
dapat membuat siswa lebih lama mengingat materi yang diajarkan.

Krismanto (2003) juga mengungkapkan bahwa hands-on activity
ini merupakankegiatan "pengalamanbelajar" dalam rangka penemuan
konsep atau prinsip matematis melalui kegiatan eksplorasi, investigasi,
dan konklusi yang melibatkan aktivitas fisik, mental dan emosional.
Dengan kata lain dalam pelaksanaanhands-on activity harus memperhatikan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Aspek kognitif dapat dilatihkan dengan memberi tugas untuk
memperdalamteori yang berhubungandengan tugas hands-on activity
yang dilakukan, mmenggabungkanteori yang telah diperoleh, menerapkan teori yang pernah diperoleh pada masalah yang nyata. Aspek
psikomotorik dapat dilatihkan melalui memilih, mempersiapkan dan
menggunakan seperangkat alat atau instrumen secara tepat dan benar.
Aspek afektif dapat dilatihkan dengan cara merencanakan kegiatan
mandiri, bekerjasama dengan kelompok kerja, disiplin dalam kelompok
kerja, bersikap jujur dan terbuka serta menghargai ilmunya.
Melalui hands-on activity, siswa dapat memperoleh manfaat antara
lain: menambahminat, motivasi, menguatkaningatan, dapat mengatasi
GARIS —Jurnal Pendidikan Matematika| 9

mendapatkan umpan balik
kesulitan belajar, menghindarkan salah faham,
yang abstrak. Sejalan
dari siswa serta menghubungkan yang konkrit dan
dengan Vogt (2006) mengungkapkan bahwa dengan aktivitas hands-on
activity dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis
Pretes kemampuan pemecahan masalah matematis dilaksanakan
untuk mengetahui kemampuan pemecahan matematis siswa sebelum
dilaksanakan pembelajaran, sedangkan postes dilaksanakan untuk
mengetahui kemampuan siswa setelah dilaksanakan pembelajaran.
Rataan hasil pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah
matematis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabet 1
Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis
PCL dengan Hands-onActivity
Hasil

N

Kemampuan

Pemecahan
Masalah
matematis

Postes

Xmin Xmaks

30

1

30

11

6

18

3,60

S

N

1,40

30

1,74

30

(16,36)
15,70
(71 ,36)

PCL tanpa Hands-on Activity
Xmin Xmaks
1

8

6

13

3,13
(14,23)
10,80
(49,09)

Skcr Maksimal: 22

Dari Tabel 1 dapat dibuat diagram perbandingan untuk rataan skor
pretes dan postes sebagai berikut:

10 |Prodi Pend. MatematikaFKIP Universitas Galuh

20

15.7

N
I
a
i

a

t
a
a
n

15
10.8
10

PCL dengan
hands-on
activity

5

Pretes

Postes

Gambar 1.
Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah MatematisSiswa

Dari Tabel 1 dan Gambar 1 terlihat bahwa rataan skor pretes kelas
yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on
activity dan kelas yang memperolehpembelajaranmenggunakanPCL
tanpa hands-on activity teriihat berbeda, rataan skor untuk kelas yang
memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity
3,60 atau 16,36% dan 3,13 atau 14,23%untuk kelas yang memperoleh
pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity. Selisih rataan
pretes antara kelas yang memperolehpembelajaranmenggunakanPCL
dengan hands-on activity dan kelas yang memperoleh pembelajaran
menggunakan PCL tanpa hands-on activity tidak jauh berbeda yaitu
sebesar 0,47. Begitu juga untuk hasil postes menunjukkanbahwa rataan
postes kelas yang memperolehpembelajaranmenggunakanPCL dengan
hands-on activity lebih baik daripada kelas yang memperoleh
pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity, rataan skor
postes untuk kelas yang memperolehpembelajaranmenggunakanPCL
dengan hands-on activity 15,7 atau 71,36% dan 10,8 atau 49,09% untuk
kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on
activity. Selisih rataan postes antara kelas yang memperolehpembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity dan kelas yang
memperoleh pembelajaran menggunakanPCL tanpa hands-on activity
jauh berbeda yaitu sebesar 4.9.
Nilai minimum dan maksimum skor pretes untuk kelas yang
GARIS —JurnalPendidikanMatematika
III

memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity

adalah I dan 6 dengan deviasi standar 1,40. Nilai minimum dan
maksimum skor pretes untuk kelas yang memperoleh pembelajaran
menggunakan PCL tanpa hands-on activity adalah 1 dan 6 dengan
deviasi standar 1,38. Deviasi standar untuk hasil pretes kemampuan
pemecahan masalah matematis pada kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakanPLC dengan hands-on activity lebih besar daripada
kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on
activity, artinya kemampuanpemecahan masalah matematis kelas yang
memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity
lebih menyebar daripada kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity.

Nilai minimum dan maksimum skor postes untuk kelas yang
memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity
adalah Il dan 18 dengan deviasi standar 1,74. Nilai minimum dan
maksimum skor postes untuk kelas yang memperoleh pembelajaran
menggunakan PCL tanpa hands-on activity adalah 8 dan 13 dengan
deviasi standar 1,49. Deviasi standar untuk hasil postes kemampuan
pemecahan masalah matematis pada kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakanPCL dengan hands-on activity lebih besar daripada
kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on
activity, artinya kemampuanpemecahanmasalah matematis kelas yang
memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity
lebih menyebar daripada kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity.

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah mate-

matis yang dicapai oleh siswa digunakan data N-Gain ternormalisasi.
Rataan N-Gain ternormalisasi merupakan gambaran peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis baik pembelajaran yang
memperoleh pembelajaranmenggunakanPCL dengan hands-on activity
maupun pembelajaran denganproblem-centered learning tanpa hands-on
activity. Perbandingan rataan skor N-Gain kemampuan pemecahan
masalah matematis kelas yang memperoleh pembelajaran
menggunakan
PCL dengan hands-on activity dan kelas yang memperoleh
pembelajaran

menggunakan PCL tanpa hands-on activity disajikan
pada Gambar 2.
12 |Prodi Pend. MatematikaFKIP Universitas Galuh

0.8

0.66

0.6

PCL dengan
hands-on
activity

0.4
0.2

Kelas

PCL tanpa
hands-on
activity

Gambar 2.
Rataan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dari Gambar 2 terlihat bahwa siswa yang mendapat pembelajaran
menggunakan PCL dengan hands-on Activity memiliki rataan skor N-

Gain yang lebih besar daripada siswa yang mendapatkanpembelajaran
dengan menggunakan PCL tanpa hands-on activity dan mempunyai
selisih 0,25.
Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa kelas yang memperoleh pembelajaran menggu-

nakan PCL dengan hands-on activity lebih baik daripada kelas yång
memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity,
perlu dilakukan pengujian perbedaan rataan. Sebelumnya dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas terhadap skor N-Gain kedua kelas.

Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas yang telah dilakukan
terhadap skor N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematis kelas
yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on
activity dan kelas yang memperolehpembelajaranmenggunakanPCL
tanpa hands-on activity, dinyatakan bahwa skor N-Gain kedua kelas
berdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen, maka untuk
mengetahui perbedaan rataan kedua kelas digunakan uji statistik
Compare Mean (Independent-Samples T-Test). Hasil uji perbedaan
rataan menggunakan SPSS 16 disajikan pada Tabel 2.

GARIS —Jurnal Pendidikan Matematika| 13

Tabel 2.
Uji Perbedaan Skor N-Gain
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
t-test for Equality of Means

t
Skor NGain

Sig. (2-tailed)

df

Equal variances assumed

15.739

58

.000

Equal variances not

15.739

51.425

.000

assumed

= 15,739 lebih besar dari
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa thitung
ditolak.
Hal ini menunjukkan bahwa 1-10
> Gabel.
Gabel= 1,6723 atau thitung
artinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang memeperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on
activity lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan PCL
tanpa hands-on activity.
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
pada kedua kelas berada pada kategori sedang. Meskipun secara
keseluruhan terlihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis berada pada kategori sedang, namun secara individual
peningkatan siswa yang mcmperoleh pembelajaran menggunakan PCL
dengan hands-on activity lebih banyak yang meningkat. Pada kelas yang
mernperoleh pembelajaran menggunakan PCL dengan hands-on activity,
sebanyak 10 siswa atau 33,33% yang memperoleh peningkatan pada
kategori tinggi dan sebanyak 20 siswa atau 66,67% yang memperoleh
peningkatan pada kategori sedang. Sedangkan pada kelas yang
memperoleh pembelajaran menggunakan PCL tanpa hands-on activity,
seluruh siswa berada pada kategori sedang.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pengolahan data, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan problem14 |Prodi Pend. MatematikaFKIP UniversitasGaluh

centered learning dengan hands-on activity lebih baik daripada
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
hanya memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan
problem-centered learning tanpa hands-on activity.
2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelas
yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan problemcentered learning dengan hands-on activity dan kelas yang
memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan problemcentered learning tanpa hands-on activity berada pada kategori
sedang.

DAFTAR PUSTAKA
Cassel, D. 2003. Learning Mathematicsin CommunityAccomodoring
Learning Style in Second Grade Problem Centered Classroom.
[Online]. Tersedia: //www.findarticle.com

Hafriani. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Mahasiswa melalui Problem-Centered Learning. Tesis
pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembe/ajaran
Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.
Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika
SMP/MTs. Jakarta: Dirjen Manajemen Dikdasmen Departemen
Pendidikan Nasional.

Krismanto, AL. 2003. Beberapa teknik, Model dan Strategi dalam
Pembelqiaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan
Penataran Guru Matematika.

Mulis, et al. 2007. Average Achievementin the mathematicsContent.
Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRL Internasional study Center,
(online).
Boston
College.
http://timss.bc.edu/timss2007/PDF/T07

Tersedia:

Mulis, et al. 2007. Mathematics Framework. Chestnut Hill, MA: TIMSS
& PIRL International Study Center, Boston College. (online).
Tersedia: http://tmss.bc.edu/timss2007/PDF/T07
Redhana, I.W. 2003. Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa
Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pemecahan
GARIS —Jurnal Pendidikan Matematika| 15

Masalah. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran. 34, (2). 11-21.
Sumarmo, U. 1994. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah pada Guru dan Siswa Sekolah
Menengah Atas di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP
Bandung. Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non Eksakta Lainnya. Bandung: Penerbit Tarsito

16 |Prodi Pend. MatematikaFKIP Universitas Galuh