teknologi pendidikan sk rpt (4)
PREEKLAMPSIA
Disusun Oleh:
GANINDA YAMACIKA
UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
JURUSAN D IV KEBIDANAN
Jakarta
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,atas berkat dan rahmatNya
penulis
dapat
menyelesaikan
penyusunan
makalah
Teknologi
Pendidikan yang berjuduL ” PREEKLAMPSIA ”.
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa dan
membantu mahasiswa dalam melengkapi materi sesuai
kebutuhan
materi pembelajaran.
Penulis menyadari walau sudah berusaha sekuat kemampuan yang
maksimal,mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki
,makalah
ini
masih
jauh
dari
kesempurnaan.
Baik
dari
segi
bahasa,pengolahan, maupun dalam penyyusunan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun,demi tercapainya suatu kesempurnaan.
Atas perhatian dan tanggapannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya misalnya mola hidatidosa. (Winkjosastro, 2005)
Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang
merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu
kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di
sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran.
(http://antaranews.com/2014/14/03)
AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2007, AKI di Indonesia adalah 228 per 100.000
kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia masih tinggi jika
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup.
Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin
adalah preeklampsia (PE) yang menurut WHO angka kejadiannya
berkisar antara 0,51%-38,4% (Amelda, 2006).
Angka kejadian Pre eklamsi di dunia sebesar 0-13 % di Singapura
0,13-6,6%
sedangkan
di
Indonesia
3,4-8,5%.
Dari
penelitian
Soejoenoes di 12 rumah sakit rujukan pada 2005 dengan jumlah
sample 19.506, didapatkan kasus pre-eklamsi 4,78 %, kasus eklamsia
0,51% dan angka kematian perinatal 10,88 perseribu. Penelitian yang
dilakukan oleh Soejoenoes pada 2006 di 12 Rumah Sakit Pendidikan di
Indonesia, didapatkan kejadian Pre-eklamsia dan eklamsia 5,30 %
dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9) kali lebih besar
dibandingkan
dengan
kehamilan
normal.
(http://dr.prima.blogspot.com/2014/13/03)
Dari pengamatan yang dilakukan secara retrospektif terhadap
data yang ada pada medical record RSU Tarakan dari 1 Januari 1996
s.d. 31 Desember 1998, kami medapatkan kejadian PE - E di RSU
Tarakan sebesar 3,26% (110 kasus) dari 3370 persalinan. Dari jumlah
tersebut, yang memenuhi kriteria sebagai sampel sebanyak 53,64%
(59
kasus),
dengan
sebaran
88,14%
PE
dan
11,86%
E
.
(http://stetoskopmerah.blogspot.com/2014/04/03)
Pada tahun 2007 di RSUD Menggala tercatat sebanyak 33 kasus
PEB, dimana 3 orang (1%) ada riwayat hypertensi dan 30 orang (99%)
tidak ada riwayat hypertensi. (http://www.google.co.id)
Berdasarkan penelitian Ermawati (2007) angka kejadian Preeklamsia berat Di RSUD Koja sebanyak 268 kasus sebesar 10,72 % dari
2499 persalinan. Dan pada tahun 2008 angka kejadian Pre-eklamsia di
RSUD Koja sebanyak 257 kasus sebesar 11,78 % dari 2181 Persalinan.
Angka kejadian Pre-eklampsia berat pada tahun 2009 sebanyak 363
kasus sebesar 15,95% dari 2277 persalinan.
Berdasarkan hasil penelitian Liana (2008) angka kejadian Pre
Eklamsia berat pada ibu bersalin di RSUD Bekasi sebanyak 261 kasus
sebesar 16,72 % dari 1561 persalinan. Dan pada tahun 2009 angka
kejadian Pre eklamsia pada ibu bersalin sebanyak 133 kasus sebesar
9,67 % dari 1376 persalinan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Preeklamsia ?
2. Apa etiologi Preeklamsia ?
3. Bagaimana tanda – tanda klinis Preeklamsia ?
4. Apa saja komplikasi pada Preeklamsia?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Preeklamsia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada Preeklamsia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Preeklamsia
2. Untuk mengetahui etiologi Preeklamsia
3. Untuk mengetahui tanda – tanda klinis Preeklamsia
4. Untuk mengetahui komplikasi pada Preeklamsia
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Preeklamsia
6. Untuk megetahui pentalaksanaan pada Preeklamsia
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud dengan Preeklamsia
2. Mahasiswa mengerti etiologi Preeklamsia
3. Mahasiswa mengerti tanda – tanda klinis Preeklamsia
4. Mahasiswa mengerti komplikasi pada Preeklamsia
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Preeklamsia
6. Mahasiswa mengetahui pentalaksanaan pada Preeklamsia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya misalnya mola hidatidosa. (Winkjosastro, 2005)
Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu
hipertensi, proteinuria dan edema
yang kadang-kadang disertai
konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukan tanda-tanda
kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya. (Muchtar, 1998)
Preeklampsia berat adalah preeklampsi dengan tekanan darah
sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai
proteinuria lebih 5gr/24 jam. (Winkjosastro, 2008)
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. (Rukiyah, 2010)
2.1
Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Tetapi banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli untuk
mendukung penyebab penyakit ini seperti
a. Peran protasiklin dan tromboksan
Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan prostasiklin, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan dan serotinin, sehingga terjadi vasospasme
dan kerusakan endotel.
b. Peran faktor Imunologis
Preeklampsia dan eklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbul pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
terjadi karena pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna., yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya. Fierli FM (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia.
Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai komplek imun
dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi
sistem komplemen pada Preeklampsia diikuti proteinuria.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa
pendapat menyebutkan bahwa sistem imun hormonal dan aktivasi
komplemen terjadi pada Preeklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa
sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia.
c. Peran faktor genetik/famili
Beberapa hal yang menunjukan faktor genetik ikut berperan
pada kejadian preeklampsia dan eklampsi antara lain : Preeklampsia
hanya terjadi pada manusia, terdapatnya kecenderungan
meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak-anak
dari ibu yang menderita preeklampsi dan eklampsi, dan
kecenderungan meningkatnya frekuensi peeklampsi dan eklampsi
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preklampsi dan
eklampsi
Faktor predisposisi preeklampsia Berat adalah: multiparitas,
riwayat keluarga dengan eklampsia atau preeklampsia, kehamilan
ganda, hypertensi yang kronis, dan mola hydatidosa
2.2
Gejala Preeklampsia Berat
Gejala pada Preeklampsia Berat adalah: Hypertensi : gejala yang
paling dulu timbul ialah hipertensi yang terjadi sekurang-kurangnya
sebagai batas diambil tekana darah 140 mm sistolis dam 90 mm
diatolis tapi juga kenaikan sistolis 30 mm atau diatolis 15 mm diatas
tekanan yang biasa merupakan pertanda. Tekanan darah mencapai
180 mm sistolis dan 110 mm diasotolis tapi jarang mencapai 200mm.
Oedema : timbulnya oedema didahului oleh tambah berat badan yang
berlebihan. Penambahan berat ½ kg pada seorang yang hamil
dianggap normal, tapi kalau mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam
sebulan preeklampsia harus dicurigai. Penambahan berat badan yang
tidak wajar ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
baru oedema nampak. Oedema ini tidak hilang dengan istirahat.
Proteinuria : proteinuria sering dikemukakan pada preeklampsia
rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal.
Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan
penambahan berat badan. Dan Gejala subjektip : perlu ditekankan
bahwa hipertensi, penambahan berat badan dan proteinuria yang
merupaka gejala-gejala yang terpenting dari preeklampsia tidak
diketahui oleh penderita. Karena itu prenatal care sangat penting untuk
diagnosa dan terapi preeklampsi dengan cepat. Berikut gejala-gejala
subjektip ialah: Sakit kepala yang hebat karena vasospasmus atau
oedema otak, sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh
haemorrhagia atau oedema atau sakit karena perubahan lambung,
gangguan penglihatan seperti penglihatan menjadi kabur malahan
kadang-kadang pasien menjadi buta, gangguan ini disebabkan
vasospasmus, oedema atau ablatio. (Obstetri Kebidanan,2009)
2.3
Patofiologis
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan
hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia
pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran
arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu
Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis
akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang
selanjutnya
akan
menimbulkan
maladaptasi
plasenta.
Hipoksia/
anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,
sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu
metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses
oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak
jenuh.
Peroksidase
lemak
merupakan
radikal
bebas.
Apabila
keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan
oksidan lebih domi-nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess
oksidatif.
Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta
menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita
hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan
sulfhidril
yang
Peroksidase
berperan
lemak
sebagai
beredar
antioksidan
dalam
aliran
yang
darah
cukup
melalui
kuat.
ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel
yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan
rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut
akan meng-akibatkan antara lain: adhesi dan agregasi trombosit,
gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya
enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya
trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan
prostasiklin dan tromboksan dan terjadi hipoksia plasenta akibat
konsumsi oksigen oleh preoksidasi lemak.
2.4
Klasifikasi
Preeklampsia digolongkan preeklampsia ringan dan preeklamsia
ringan dan gejala dan tanda sebagai berikut:
N
Tipe Preeklamsia
o
1
Preeklamsia ringan
Tanda dan gejala
Kenaikan darah sistol 30 mmHg atau
lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari
tekanan
darah
sebelum
hamil
pada
kehamilan 20 minggu atau lebih tau sistol
140 mmHg sampai kurang 160 mmHg,
diastol 90 mmHg sampai kurang 110
mmHg, Proteinurea secara kuantitatif lebih
0,3 gr atau lebih dalam 24 jamatau secara
kualitatif positif 2 (+2), dan edema pada
pretibia, dinding abdomen, lumbosakral,
wajah atau tangan. (Rukiyah, 2010)
2
Preeklamsia Berat
Peningkatan tekanan darah: tekanan
darah sistolik > 160mmHg atau tekanan
darah diastolik > 110mmHg dalam dua kali
pengukuran dengan interval 6 jam pada
wanita dalam keadaan istirahat,
proteinuria: kadar protein dalam urin 24
jam >5g atau >3+ pada pemeriksaan urin
menggunakan dipstick, Oliguria 400cc atau
kurang dalam 24 jam, gangguan serebral
atau pengelihatan, edema paru atau
sianosis, nyeri epigastrium atau kuadran
kanan atas abdomen dan gangguan fungsi
hati. (Sastrawinata, 2009)
2.5
Diagnosis Pre Eklampsi
2.5.1 Pemeriksaan Fisik:
Karena
preeklampsia
ini
tidak
dapat
dicegah,
yang
terpenting adalah bagaimana penyakit ini dapat dideteksi sedini
mungkin. Deteksi ini didapatkan dari pemeriksaaan tekanan
darah harus diukur dalam setiap ANC, tinggi fundus harus diukur
dalam
setiap
ANC
untuk
mengetahui
adanya
retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion, edema pada
muka yang memberat, peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg
per minggu atau peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam
1-2 hari dan Melakukan pemeriksaan ANC secara teratur.
2.6
Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan:
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau determinasi
ditambah pengobatan medicinal.
a) Ibu : usia kehamilan 37 minggu atau lebih: adanya tanda-tanda
gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu
setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala
status quo (tidak ada perbaikan).
b) Janin : hasil fetal assesment jelek (NST & USG): adanya tanda
intra uterine Growt Retardation (IUGR)
c) Hasil Laboratorium: adanya “HELP Syndrome” (hemolisis dan
peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
d) Pengobatan medisinal pasien preeklampsia berat (dilakukan
dirumah sakit atas instruksi dokter) yaitu: Segera masuk rumah
sakit, tirah baring miring kesatu sisi, tanda vital diperiksa setiap
30 menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana
setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125cc/jam) 500 cc,
berikan antasida, diet cukup protein, rendah karbohidrat , lemak
dan garam dan Pemberian obat anti kejang MgSO4 diuretikum
tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg/IM.
e) Antihipertensi diberikan bila; tekanan darah sistolis lebih 180
mmHg, diastolis 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan
kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
f) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat antihipertensi parenteral. Dosis yang biasa dipakai
5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan
tekanan darah.
g) Bila tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan
tablet anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual
maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib
Bakri,1997)
2) Cara pemberian MgSO4
a) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20cc) selama 1
gr/menit kemasan 20% dalam 25cc larutan MgSO4 (3-5 menit).
Diikuti segera 4 gr dibokong kiri dan 4gr dibokong kanan (40%
dalam 10cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan : 4 gr IM 40% setelah pemberian dosis awal lalu
dosis ulangan diberikan 4 gr setiap 6 jam dimana pemberian
MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4 : tersedia antidotum MgSO4
yaitu calsium glukonas 10%, 1 gr (10% dalam cc) diberikan
intravena dalam 3 menit yaitu: Reflek patela positif dan kuat,
frekuensi pernapasan lebih 16 kali permenit dan produksi urine
lebih 100 cc dalam 4 jam sebelum (0,5cc/kg BB/jam).
d) MgSO4 dihentikan bila, ada tanda-tanda keracunan yaitu:
kelemahan otot, hipotensi, reflek fisiologi menurun, fungsi hati
terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis
adekuat adalah 4-7 mEq/liter dan Reflek fisiologis menghilang
pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan
otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian
jantung.
e) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat: Hentikan
pemberian magnesium sulfat, berikan calciumglukosa 10% 1 gr
(10% dalam 1cc) secara IV dalam waktu 3 menit, berikan oksigen
lalu lakukan pernapasan buatan.
f) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
2.7
Pencegahan
Pencegahan untuk preeklampsia berat adalah: Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda
sedini mungkin ( pre-eklampsia ringan ) lalu diberikan pengobatan
yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat, Harus selalu
waspada terhadap kemungkinan terjadinya pere-eklampsia kalau ada
faktor – faktor peredisposisi, berikan penerangan tentang mamfaat
istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah
garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga
kenaikan berat badan yang berlebihan.
2.8
Gambaran kejadian ibu bersalin dengan preeklampsia berat
a. Usia ibu
Usia adalah lama waktu hidup atau ada ( sejak dilahirkan atau
diadakan). Usia yang dianggap optimal adalah 20-30 tahun,
sedangkan tingkatan usia yang dianggap bahaya yaitu usia kurang
dari 20 tahun dan usia di atas 35 tahun. (Prawirohardjo,2002)
b. Paritas
Pengertian
Para
adalah
seorang
wanita
yang
pernah
melahirkanbayi yang dapat hidup (viabel). (Wiknjosastro,2002).
Menurut Sudhaberata (2001) kejadian terbanyak pada pre-eklamsia
berat pun terjadi pada multigravida yaitu sebesar 54,4%.
c. Usia kehamilan
Usia kehamilan atau usia gestasi (gestational age) adalah
ukuran lama waktu seorang janin berada dalam rahim.
Menurut Mochtar (1998) Pada kehamilan trimester III kejadian
pre-eklamsia berat pun lebih dominan.
Berdasarkan penelitian di RSU Tarakan Kaltim Usia kehamilan
dari sampel yang diamati dibedakan menjadi preterm, aterm, dan
posterm. Frekuensi kejadian terbanyak terdapat pada kelompok usia
kehamilan ibu 37 minggu/lebih, yaitu 86,44%.
(http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/04)
d. Cara persalinan
Tehnik yang digunakan dalam proses pengeluran bayi dan uri.
tindakan persalinan pada penderita pre-eklampsia berat pada kala II
mendapatkan ancaman bahaya perdarahan dalam otak lebih besar,
sebaiknya persalinan diakhiri dengan eksraksi cunam atau ekstraktor
vakum, bila janin pada ibu dengan penderita pre-eklampsia terjadi
gawat janin karena hipoksia segera lakukan seksio saesarea. Namun
cara pengakhiran kehamilan dengan induksi atau SC dengan pasien
pre-eklamsia dan eklamsia bergantung menurut keadaan. Salah
satunya keadaan serviks, komplikasi obstetric, paritas, dan keahlian
ahli anestesi (Wiknjosastro, 2006).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masih banyak ibu bersalin yang mengalami preeklampsia berat
karena selama kehamilan tidak melakukan deteksi dini tentang
preeklampsia berat dengan cara melakukan pemeriksaan antenatal
secara rutin dan melakukan pemeriksaaan tekanan darah serta
mencurigai dengan adanya gejala-gejala seperti: sakit kepala yang
hebat, nyeri ulu hati dan gangguan penglihatan menjadi kabur.
3.2
Saran
1. Meningkatkan pengawasan pada ibu hamil guna mengurangi
angka preeklamsia.
2.
Menambah
informasi
dan
pengetahuan
tentang
asuhan
kebidanan pada ibu hamil
Dengan preeklamsia.
3. Meningkatkan pelayanan pada ibu hamil dengan preeklamsia .
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, Yeyeh. 2010. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Transinfomedia
Sastrawinata, Sulaiman. 1984. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar offset
Stirat.1986. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Transinfomedia
Syakib Bakri. 1997. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Transinfomedia
Winkjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta
http://www.antaranews.com/2007/14/05
http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/04
http://dr.prima.blogspot.com/2007/13/08
Disusun Oleh:
GANINDA YAMACIKA
UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
JURUSAN D IV KEBIDANAN
Jakarta
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,atas berkat dan rahmatNya
penulis
dapat
menyelesaikan
penyusunan
makalah
Teknologi
Pendidikan yang berjuduL ” PREEKLAMPSIA ”.
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa dan
membantu mahasiswa dalam melengkapi materi sesuai
kebutuhan
materi pembelajaran.
Penulis menyadari walau sudah berusaha sekuat kemampuan yang
maksimal,mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki
,makalah
ini
masih
jauh
dari
kesempurnaan.
Baik
dari
segi
bahasa,pengolahan, maupun dalam penyyusunan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun,demi tercapainya suatu kesempurnaan.
Atas perhatian dan tanggapannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya misalnya mola hidatidosa. (Winkjosastro, 2005)
Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang
merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu
kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di
sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran.
(http://antaranews.com/2014/14/03)
AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2007, AKI di Indonesia adalah 228 per 100.000
kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia masih tinggi jika
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup.
Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin
adalah preeklampsia (PE) yang menurut WHO angka kejadiannya
berkisar antara 0,51%-38,4% (Amelda, 2006).
Angka kejadian Pre eklamsi di dunia sebesar 0-13 % di Singapura
0,13-6,6%
sedangkan
di
Indonesia
3,4-8,5%.
Dari
penelitian
Soejoenoes di 12 rumah sakit rujukan pada 2005 dengan jumlah
sample 19.506, didapatkan kasus pre-eklamsi 4,78 %, kasus eklamsia
0,51% dan angka kematian perinatal 10,88 perseribu. Penelitian yang
dilakukan oleh Soejoenoes pada 2006 di 12 Rumah Sakit Pendidikan di
Indonesia, didapatkan kejadian Pre-eklamsia dan eklamsia 5,30 %
dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9) kali lebih besar
dibandingkan
dengan
kehamilan
normal.
(http://dr.prima.blogspot.com/2014/13/03)
Dari pengamatan yang dilakukan secara retrospektif terhadap
data yang ada pada medical record RSU Tarakan dari 1 Januari 1996
s.d. 31 Desember 1998, kami medapatkan kejadian PE - E di RSU
Tarakan sebesar 3,26% (110 kasus) dari 3370 persalinan. Dari jumlah
tersebut, yang memenuhi kriteria sebagai sampel sebanyak 53,64%
(59
kasus),
dengan
sebaran
88,14%
PE
dan
11,86%
E
.
(http://stetoskopmerah.blogspot.com/2014/04/03)
Pada tahun 2007 di RSUD Menggala tercatat sebanyak 33 kasus
PEB, dimana 3 orang (1%) ada riwayat hypertensi dan 30 orang (99%)
tidak ada riwayat hypertensi. (http://www.google.co.id)
Berdasarkan penelitian Ermawati (2007) angka kejadian Preeklamsia berat Di RSUD Koja sebanyak 268 kasus sebesar 10,72 % dari
2499 persalinan. Dan pada tahun 2008 angka kejadian Pre-eklamsia di
RSUD Koja sebanyak 257 kasus sebesar 11,78 % dari 2181 Persalinan.
Angka kejadian Pre-eklampsia berat pada tahun 2009 sebanyak 363
kasus sebesar 15,95% dari 2277 persalinan.
Berdasarkan hasil penelitian Liana (2008) angka kejadian Pre
Eklamsia berat pada ibu bersalin di RSUD Bekasi sebanyak 261 kasus
sebesar 16,72 % dari 1561 persalinan. Dan pada tahun 2009 angka
kejadian Pre eklamsia pada ibu bersalin sebanyak 133 kasus sebesar
9,67 % dari 1376 persalinan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Preeklamsia ?
2. Apa etiologi Preeklamsia ?
3. Bagaimana tanda – tanda klinis Preeklamsia ?
4. Apa saja komplikasi pada Preeklamsia?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Preeklamsia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada Preeklamsia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Preeklamsia
2. Untuk mengetahui etiologi Preeklamsia
3. Untuk mengetahui tanda – tanda klinis Preeklamsia
4. Untuk mengetahui komplikasi pada Preeklamsia
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Preeklamsia
6. Untuk megetahui pentalaksanaan pada Preeklamsia
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud dengan Preeklamsia
2. Mahasiswa mengerti etiologi Preeklamsia
3. Mahasiswa mengerti tanda – tanda klinis Preeklamsia
4. Mahasiswa mengerti komplikasi pada Preeklamsia
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Preeklamsia
6. Mahasiswa mengetahui pentalaksanaan pada Preeklamsia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya misalnya mola hidatidosa. (Winkjosastro, 2005)
Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu
hipertensi, proteinuria dan edema
yang kadang-kadang disertai
konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukan tanda-tanda
kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya. (Muchtar, 1998)
Preeklampsia berat adalah preeklampsi dengan tekanan darah
sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai
proteinuria lebih 5gr/24 jam. (Winkjosastro, 2008)
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. (Rukiyah, 2010)
2.1
Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Tetapi banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli untuk
mendukung penyebab penyakit ini seperti
a. Peran protasiklin dan tromboksan
Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan prostasiklin, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan dan serotinin, sehingga terjadi vasospasme
dan kerusakan endotel.
b. Peran faktor Imunologis
Preeklampsia dan eklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbul pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
terjadi karena pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna., yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya. Fierli FM (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia.
Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai komplek imun
dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi
sistem komplemen pada Preeklampsia diikuti proteinuria.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa
pendapat menyebutkan bahwa sistem imun hormonal dan aktivasi
komplemen terjadi pada Preeklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa
sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia.
c. Peran faktor genetik/famili
Beberapa hal yang menunjukan faktor genetik ikut berperan
pada kejadian preeklampsia dan eklampsi antara lain : Preeklampsia
hanya terjadi pada manusia, terdapatnya kecenderungan
meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi pada anak-anak
dari ibu yang menderita preeklampsi dan eklampsi, dan
kecenderungan meningkatnya frekuensi peeklampsi dan eklampsi
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preklampsi dan
eklampsi
Faktor predisposisi preeklampsia Berat adalah: multiparitas,
riwayat keluarga dengan eklampsia atau preeklampsia, kehamilan
ganda, hypertensi yang kronis, dan mola hydatidosa
2.2
Gejala Preeklampsia Berat
Gejala pada Preeklampsia Berat adalah: Hypertensi : gejala yang
paling dulu timbul ialah hipertensi yang terjadi sekurang-kurangnya
sebagai batas diambil tekana darah 140 mm sistolis dam 90 mm
diatolis tapi juga kenaikan sistolis 30 mm atau diatolis 15 mm diatas
tekanan yang biasa merupakan pertanda. Tekanan darah mencapai
180 mm sistolis dan 110 mm diasotolis tapi jarang mencapai 200mm.
Oedema : timbulnya oedema didahului oleh tambah berat badan yang
berlebihan. Penambahan berat ½ kg pada seorang yang hamil
dianggap normal, tapi kalau mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam
sebulan preeklampsia harus dicurigai. Penambahan berat badan yang
tidak wajar ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
baru oedema nampak. Oedema ini tidak hilang dengan istirahat.
Proteinuria : proteinuria sering dikemukakan pada preeklampsia
rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal.
Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan
penambahan berat badan. Dan Gejala subjektip : perlu ditekankan
bahwa hipertensi, penambahan berat badan dan proteinuria yang
merupaka gejala-gejala yang terpenting dari preeklampsia tidak
diketahui oleh penderita. Karena itu prenatal care sangat penting untuk
diagnosa dan terapi preeklampsi dengan cepat. Berikut gejala-gejala
subjektip ialah: Sakit kepala yang hebat karena vasospasmus atau
oedema otak, sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh
haemorrhagia atau oedema atau sakit karena perubahan lambung,
gangguan penglihatan seperti penglihatan menjadi kabur malahan
kadang-kadang pasien menjadi buta, gangguan ini disebabkan
vasospasmus, oedema atau ablatio. (Obstetri Kebidanan,2009)
2.3
Patofiologis
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan
hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia
pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran
arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu
Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis
akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang
selanjutnya
akan
menimbulkan
maladaptasi
plasenta.
Hipoksia/
anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,
sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan
konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu
metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses
oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak
jenuh.
Peroksidase
lemak
merupakan
radikal
bebas.
Apabila
keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan
oksidan lebih domi-nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess
oksidatif.
Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta
menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita
hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan
sulfhidril
yang
Peroksidase
berperan
lemak
sebagai
beredar
antioksidan
dalam
aliran
yang
darah
cukup
melalui
kuat.
ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel
yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan
rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut
akan meng-akibatkan antara lain: adhesi dan agregasi trombosit,
gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya
enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya
trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan
prostasiklin dan tromboksan dan terjadi hipoksia plasenta akibat
konsumsi oksigen oleh preoksidasi lemak.
2.4
Klasifikasi
Preeklampsia digolongkan preeklampsia ringan dan preeklamsia
ringan dan gejala dan tanda sebagai berikut:
N
Tipe Preeklamsia
o
1
Preeklamsia ringan
Tanda dan gejala
Kenaikan darah sistol 30 mmHg atau
lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari
tekanan
darah
sebelum
hamil
pada
kehamilan 20 minggu atau lebih tau sistol
140 mmHg sampai kurang 160 mmHg,
diastol 90 mmHg sampai kurang 110
mmHg, Proteinurea secara kuantitatif lebih
0,3 gr atau lebih dalam 24 jamatau secara
kualitatif positif 2 (+2), dan edema pada
pretibia, dinding abdomen, lumbosakral,
wajah atau tangan. (Rukiyah, 2010)
2
Preeklamsia Berat
Peningkatan tekanan darah: tekanan
darah sistolik > 160mmHg atau tekanan
darah diastolik > 110mmHg dalam dua kali
pengukuran dengan interval 6 jam pada
wanita dalam keadaan istirahat,
proteinuria: kadar protein dalam urin 24
jam >5g atau >3+ pada pemeriksaan urin
menggunakan dipstick, Oliguria 400cc atau
kurang dalam 24 jam, gangguan serebral
atau pengelihatan, edema paru atau
sianosis, nyeri epigastrium atau kuadran
kanan atas abdomen dan gangguan fungsi
hati. (Sastrawinata, 2009)
2.5
Diagnosis Pre Eklampsi
2.5.1 Pemeriksaan Fisik:
Karena
preeklampsia
ini
tidak
dapat
dicegah,
yang
terpenting adalah bagaimana penyakit ini dapat dideteksi sedini
mungkin. Deteksi ini didapatkan dari pemeriksaaan tekanan
darah harus diukur dalam setiap ANC, tinggi fundus harus diukur
dalam
setiap
ANC
untuk
mengetahui
adanya
retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion, edema pada
muka yang memberat, peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg
per minggu atau peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam
1-2 hari dan Melakukan pemeriksaan ANC secara teratur.
2.6
Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan:
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau determinasi
ditambah pengobatan medicinal.
a) Ibu : usia kehamilan 37 minggu atau lebih: adanya tanda-tanda
gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu
setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala
status quo (tidak ada perbaikan).
b) Janin : hasil fetal assesment jelek (NST & USG): adanya tanda
intra uterine Growt Retardation (IUGR)
c) Hasil Laboratorium: adanya “HELP Syndrome” (hemolisis dan
peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
d) Pengobatan medisinal pasien preeklampsia berat (dilakukan
dirumah sakit atas instruksi dokter) yaitu: Segera masuk rumah
sakit, tirah baring miring kesatu sisi, tanda vital diperiksa setiap
30 menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana
setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125cc/jam) 500 cc,
berikan antasida, diet cukup protein, rendah karbohidrat , lemak
dan garam dan Pemberian obat anti kejang MgSO4 diuretikum
tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg/IM.
e) Antihipertensi diberikan bila; tekanan darah sistolis lebih 180
mmHg, diastolis 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan
kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
f) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat antihipertensi parenteral. Dosis yang biasa dipakai
5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan
tekanan darah.
g) Bila tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan
tablet anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual
maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib
Bakri,1997)
2) Cara pemberian MgSO4
a) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20cc) selama 1
gr/menit kemasan 20% dalam 25cc larutan MgSO4 (3-5 menit).
Diikuti segera 4 gr dibokong kiri dan 4gr dibokong kanan (40%
dalam 10cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan : 4 gr IM 40% setelah pemberian dosis awal lalu
dosis ulangan diberikan 4 gr setiap 6 jam dimana pemberian
MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4 : tersedia antidotum MgSO4
yaitu calsium glukonas 10%, 1 gr (10% dalam cc) diberikan
intravena dalam 3 menit yaitu: Reflek patela positif dan kuat,
frekuensi pernapasan lebih 16 kali permenit dan produksi urine
lebih 100 cc dalam 4 jam sebelum (0,5cc/kg BB/jam).
d) MgSO4 dihentikan bila, ada tanda-tanda keracunan yaitu:
kelemahan otot, hipotensi, reflek fisiologi menurun, fungsi hati
terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis
adekuat adalah 4-7 mEq/liter dan Reflek fisiologis menghilang
pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan
otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian
jantung.
e) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat: Hentikan
pemberian magnesium sulfat, berikan calciumglukosa 10% 1 gr
(10% dalam 1cc) secara IV dalam waktu 3 menit, berikan oksigen
lalu lakukan pernapasan buatan.
f) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
2.7
Pencegahan
Pencegahan untuk preeklampsia berat adalah: Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda
sedini mungkin ( pre-eklampsia ringan ) lalu diberikan pengobatan
yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat, Harus selalu
waspada terhadap kemungkinan terjadinya pere-eklampsia kalau ada
faktor – faktor peredisposisi, berikan penerangan tentang mamfaat
istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah
garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga
kenaikan berat badan yang berlebihan.
2.8
Gambaran kejadian ibu bersalin dengan preeklampsia berat
a. Usia ibu
Usia adalah lama waktu hidup atau ada ( sejak dilahirkan atau
diadakan). Usia yang dianggap optimal adalah 20-30 tahun,
sedangkan tingkatan usia yang dianggap bahaya yaitu usia kurang
dari 20 tahun dan usia di atas 35 tahun. (Prawirohardjo,2002)
b. Paritas
Pengertian
Para
adalah
seorang
wanita
yang
pernah
melahirkanbayi yang dapat hidup (viabel). (Wiknjosastro,2002).
Menurut Sudhaberata (2001) kejadian terbanyak pada pre-eklamsia
berat pun terjadi pada multigravida yaitu sebesar 54,4%.
c. Usia kehamilan
Usia kehamilan atau usia gestasi (gestational age) adalah
ukuran lama waktu seorang janin berada dalam rahim.
Menurut Mochtar (1998) Pada kehamilan trimester III kejadian
pre-eklamsia berat pun lebih dominan.
Berdasarkan penelitian di RSU Tarakan Kaltim Usia kehamilan
dari sampel yang diamati dibedakan menjadi preterm, aterm, dan
posterm. Frekuensi kejadian terbanyak terdapat pada kelompok usia
kehamilan ibu 37 minggu/lebih, yaitu 86,44%.
(http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/04)
d. Cara persalinan
Tehnik yang digunakan dalam proses pengeluran bayi dan uri.
tindakan persalinan pada penderita pre-eklampsia berat pada kala II
mendapatkan ancaman bahaya perdarahan dalam otak lebih besar,
sebaiknya persalinan diakhiri dengan eksraksi cunam atau ekstraktor
vakum, bila janin pada ibu dengan penderita pre-eklampsia terjadi
gawat janin karena hipoksia segera lakukan seksio saesarea. Namun
cara pengakhiran kehamilan dengan induksi atau SC dengan pasien
pre-eklamsia dan eklamsia bergantung menurut keadaan. Salah
satunya keadaan serviks, komplikasi obstetric, paritas, dan keahlian
ahli anestesi (Wiknjosastro, 2006).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masih banyak ibu bersalin yang mengalami preeklampsia berat
karena selama kehamilan tidak melakukan deteksi dini tentang
preeklampsia berat dengan cara melakukan pemeriksaan antenatal
secara rutin dan melakukan pemeriksaaan tekanan darah serta
mencurigai dengan adanya gejala-gejala seperti: sakit kepala yang
hebat, nyeri ulu hati dan gangguan penglihatan menjadi kabur.
3.2
Saran
1. Meningkatkan pengawasan pada ibu hamil guna mengurangi
angka preeklamsia.
2.
Menambah
informasi
dan
pengetahuan
tentang
asuhan
kebidanan pada ibu hamil
Dengan preeklamsia.
3. Meningkatkan pelayanan pada ibu hamil dengan preeklamsia .
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, Yeyeh. 2010. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Transinfomedia
Sastrawinata, Sulaiman. 1984. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar offset
Stirat.1986. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Transinfomedia
Syakib Bakri. 1997. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Transinfomedia
Winkjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta
http://www.antaranews.com/2007/14/05
http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/04
http://dr.prima.blogspot.com/2007/13/08