Strategi Pengelolaan Lingkungan yang Ter

Strategi Pengelolaan Lingkungan yang Terjangkau dan Berkelanjutan

Menggerakan Sistem Tata Lingkungan Melalui Pemberdayaan Kampung
Pemulung sebagai PUSDARU (Pusat Daur Ulang) untuk Mendukung
Peremajaan Kota di Karang Pola, Jakarta Selatan

Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
SEMAR ESSAY COMPETITION
FESTIVAL ILMIAH MAHASISWA 2017
STUDI ILMIAH MAHASISWA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Diusulkan oleh:
Nurul Azizah
Rima Ulfah Mukaromah

Jurusan Kesehatan Lingkungan/2015
Jurusan Kesehatan Lingkungan/2015

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II
Jakarta Selatan

2016

Hidup bergelimang sampah. Itulah potret Ibu Kota Jakarta kini. Kota ini
memang belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik dan terpadu.
Produksi sampah di DKI Jakarta terus naik dan kini diperkirakan mencapai
6000 ton/hari. Angka itu dua kali lipat target yang tertuang dalam kontrak
kerjasama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT.Godang Tua Jaya
sebagai pengelola Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang,
yakni 3000 ton/hari.
Peningkatan yang signifikan tersebut berdampak bagi keuangan DKI
Jakarta. Setiap tahun Ibu Kota harus mengeluarkan ratusan miliar rupiah untuk
membayar biaya pengolahan sampah (tipping fee) dan biaya sosial warga
sekitar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Wakil
Gubernur DKI Jakarta mengatakan bahwa produksi sampah juga harus
diimbangi dengan pengolahan, baik di permukiman, sekolah, maupun pasar
sehingga ada nilai tambahan.
Kepala Dinas kebersihan DKI Jakarta Saptastri Ediningtyas (2015)
mengatakan bahwa,

“Pihaknya akan mempercepat pembangunan Intermidiate Treatment

Fasilities (ITF) antara lain di Marunda dan Sunter, Jakarta Utara, untuk
pengolahan sampah. Juga akan di bangun bank-bank sampah dan pengolahan
skala kecil baik di tingkat kelurahan, kecamatan maupun kota. Tujuannya,
mengurangi volume sampah ke TPST Bantar Gebang”.
Dilatar belakangi oleh pernyataan Kepala Dinas Kebersihan dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta serta mendukung proses pembangunan ITF dalam
rangka mengurangi volume sampah yang di buang ke TPST Bantar Gebang,
penulis memberikan sebuah inovasi untuk menjadikan salah satu pemukiman
kumuh yang ada di DKI Jakarta yaitu Lapak Karang Pola, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan diubah menjadi tempat wisata edukasi berupa pusat
pengolahan sampah organik maupun anorganik. Selain pusat pengolahan
sampah, didalamnya akan dibangun museum, tempat penanaman pohon, pusat
seni, dan tempat untuk berekreasi. Kunci keunikan tempat tersebut adalah

seluruh fasilitas yang tersedia berasal dari barang bekas yang dapat diolah
kembali. Dengan keunikan tersebut penulis meyakini bahwa tempat tersebut
dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun manca negara.
Jika ada satu singkatan yang paling banyak menjadi berita pada tahun
2015, salah satunya yang menonjol adalah SDGs [dibaca: esdigi], Sustainable
Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). SDGs adalah (a)

sebuah kesepakatan pembangunan baru pengganti MDGs. Masa berlakunya
2015–2030; (b) sebuah dokumen setebal 35 halaman yang disepakati oleh lebih
dari 190 negara; (c) berisikan 17 goals dan 169 sasaran pembangunan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menyepakati pembuatan dokumen
tersebut. Inovasi yang diberikan penulis merupakan salah satu cara untuk
mendukung salah satu goals yang ada dalam dokumen SDGs.
Sebagai bentuk Keberhasilan SDGs (Suistanable Development Goals)
tidak dapat dilepaskan dari peranan penting Pemerintah Daerah, karena
Pemerintah Kota dan Kabupaten (a) berada lebih dekat dengan warganya; (b)
memiliki wewenang dan dana; (c) dapat melakukan berbagai inovasi; serta (d)
ujung tombak penyedia layanan publik dan berbagai kebijakan serta program
pemerintah.
Dalam goals ke sebelas SDGs disebutkan tentang pembangunan
berkelanjutan, dalam rangka mendukung goals tersebut, penulis memiliki
gagasan berupa menggerakan sistem tata lingkungan melalui pemberdayaan
kampung pemulung untuk mendukung peremajaan Kota di Karang Pola.
Mengapa harus di kampung pemulung? Karena, pemulung yang pada
hakikatnya berperan secara langsung dalam menjaga kebersihan lingkungan,
tetapi dalam kenyataannya memiliki lingkungan dan tempat tinggal yang jauh
dari kata layak, terutama dari segi sanitasi dan kesehatannya. Kondisi ini

menjadikan kesan pemukiman kumuh bagi tempat tinggal para pemulung.
Karang Pola merupakan salah satu lahan milik pemerintah yang ditempati
oleh 105 kepala keluarga pemulung. Karang Pola atau yang biasa disebut
lapak, menurut penuturan ketua RT 008 daerah setempat mengatakan bahwa
“lapak karang pola memiliki luas sekitar 2000 m 2. Akitivitas warga pemulung
yang ada di lapak Karang Pola hanyalah memilah sampah-sampah hasil dari

hasil memulung, membersihkan botol-botol hasil memulung, berdagang
disekitar kawasan dan beberapa rutinitas layaknya di perkampungan biasa bagi
ibu-ibu rumah tangga lapak Karang Pola”.
Memiliki kehidupan yang layak merupakan impian bagi semua orang,
termasuk warga Lapak Karang Pola walaupun profesinya hanya seorang
pemulung. Keberadaan permukiman kumuh pemulung bukan semata-mata
musibah bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jika kita teliti lebih jauh lagi,
pemulung ternyata berperan besar dalam menjaga lingkungan dan dalam hal
proses pemilahan sampah, terutama sampah anorganik yang berupa kertas,
gelas air mineral, botol, kaleng, ban, dan lain-lain.
Aktivitas

yang dilakukan warga lapak Karang Pola belum bisa


menerapkan prinsip Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menimbulkan
kurangnya perhatian terhadap daerah yang mereka tinggali. Kondisi ini juga
mempengaruhi keadaan tanah disekitarnya karena sampah yang berserakan
membuat tingkat pencemaran tanah, air dan udara semakin tinggi.
Tidak semua pemulung tidak mengerti prinsip PHBS, salah seorang
pemulung yang benarnama Ibu Emi (55) beliau mengatakan bahwa beliau tau
sedikit-banyak tentang PHBS namun, beliau bingung menerapkannya lantaran
kondisi lingkungan di lapak Karang Pola sangat kecil kemungkinannya untuk
melakukan prinsip PHBS.
Ibu Emi (55) megatakan bahwa, “Rata-rata dari mereka yang tinggal di
Lapak Karang Pola menggunakan air pompa tanah, namun hasil

dari air

pompa tanah tersebut secara fisik air tersebut jelek dan tidak layak diminum,
oleh karena itu, banyak dari warga lapak yang pake air galon”. Selain masalah
air bersih, masalah lain yang dihadapi warga lapak adalah tidak tersedianya
septictank sehingga meningkatkan pencemaran E.coli yang ada di lingkungan
tersebut.

Seiring dengan pembangunan PUSDARU maka, masalah-masalah yang
dihadapi warga Lapak Karang Pola akan dibenahi satu persatu dengan bantuan

pemerintah, pihak swasta dan teman-teman aktivis lingkungan. Selain itu dari
hasil wawancara yang telah dilakukan Ibu Emi (55) mengatakan bahwa
penghasilan sampah yang diperoleh sekitar 20 kg – 30 kg per hari. Jika di
kalkulasikan maka sekitar 3150 kg (3,15 ton) sampah per hari di ambil oleh
pemulung lapak Karang Pola. Jika sampah yang dihasilkan DKI Jakarta adalah
3000 ton – 6000 ton per hari, maka dengan bantuan pemulung Lapak Karang
Pola sebesar 0,1%-0,5% sampah yang akan di kirim dari DKI Jakarta ke TPST
Bantar Gebang dapat dikurangi dan bermanfaat kembali.
Menyulap lapak Karang Pola menjadi wisata edukasi yang selanjutnya
disebut PUSDARU (Pusat Daur Ulang), merupakan salah satu inovasi dari
penulis untuk mendukung SDGs yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
PUSDARU

diyakini

dapat


menjadi

tombak

penggerak

dalam

menyongsong Suistanable Development Goals (SDGs) Indonesia dengan cara
mengubah paradigma masyarakat tentang lapak pemulung pada umumnya.
Melalui program PUSDARU ini, diharapkan masyarakat yang dahulu
menganggap bahwa lapak pemulung merupakan tempat yang kumuh, tidak
sehat, dan mengganggu pemandangan kota akan berubah menjadi lapak
pemulung yang merupakan pusat dari segala aktivitas pengolahan sampah dan
wisata edukasi. Selain itu inovasi ini dapat menaikan taraf hidup para
pemulung di daerah tersebut.
Di dalam buku Petunjuk Umum Pelaksanaan Peremajaan Lingkungan
Permukiman Kumuh Di Perkotaan Dan Perdesaan (2001:2) dipaparkan bahwa,
“Program Peremajaan Lingkungan Permukiman adalah kegiatan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan harkat masyarakat berpenghasilan rendah,

yang dilakukan melalui penataan dan perbaikan kualitas yang lebih
menyeluruh terhadap kawasan hunian yang sangat kumuh“.
Melalui kegiatan tersebut masyarakat di fasilitasi dan distimulasi untuk
secara bersama memperbaiki kehidupan dan penghidupannya. Sesuai dengan
gagasan yang telah dikatakan diatas bahwa PUSDARU merupakan salah satu
program peremajaan kota yang dalam hal ini juga akan meningkatkan kualitas

Sumber Daya Manusia sebagai pemulung yang ada di Lapak Karang Pola.
Karena, dengan adanya PUSDARU ini akan membuka lapangan kerja baru
yang lebih baik lagi bagi pemulung-pemulung yang ada. Sehingga, nantinya
seluruh pemulung yang ada di Lapak Karang Pola akan dibina dalam proses
pembangunan dalam pelaksanaan PUSDARU.
PUSDARU akan dibentuk dengan berbagai macam tempat seperti
PUSDARU NarPlace (Narsis Place) yaitu tempat yang dikhususkan untuk
pengujung berfoto atau hanya sekedar rekreasi bersama keluarga di taman
bunga yang berbahan dasar plastik dengan dihiasi lampu, seperti mencontoh
AEON Mall yang ada di Kota BSD Tangerang, namun yang membedakannya,
dari PUSDARU NarPlace ini akan dibuat tugu yang melambangkan dari
beberapa daerah di Indonesia atau tempat bersejarah di Indonesia seperti
Monas di Jakarta, Jam Gadang di Sumatera Barat, Menara Siger di Lampung,

Tugu Pahlawan di Jawa Timur, Tugu Yogya Kembali di Yogyakarta, selain itu
di PUSDARU NarPlace ini akan dibuatkan taman bermain untuk anak-anak
yang berkunjung.
Selain itu akan terdapat sebuah museum yang diberi nama PUSDARU
Museum yang bisa di singkat menjadi PM. Pembuatan museum dengan
memanfaatan sampah anorganik sudah dilakukan lebih dulu di kota New York,
Amerika Serikat. Dengan mencontoh museum sampah anorganik tersebut
diharapkan kampung Karang Pola dapat menjadikan sampah sebagai “emas”
yang punya daya jual tinggi. Di dalam museum ini akan dibuat patung yang
terbuat dari barang bekas seperti botol, kayu bekas, kaleng bekas, dll. Patungpatung ini akan dibuat ilustrasi sejarah dari mulai masa penjajahan Indonesia
hingga Indonesia merdeka. Selain itu, di dalam museum ini akan di tunjukkan
macam-macam sampah, proses distribusi sampah dari rumah tangga sampai
TPA (Tempat Pembuangan Akhir), proses pengolahan sampah. Pada proses
pengolahan sampah akan dibuat miniatur alat pengolahan sampah yang
meliputi alat pembuatan kompos padat, kompos cair, edukasi pembuatan
biopori dan hidroponik.

Selanjutnya, akan dibuat PUSDARU Hand Made yaitu tempat yang
disediakan khusus untuk pengunjung belajar membuat seni kerajianan tangan
dari barang-barang bekas anorganik seperti tas, bros, bunga plastik, daur ulang

pot, bingkai foto, payung, tempat sepatu, keranjang baju kotor, gantungan
kunci, vas bunga, tempat pensil, sendal, gantungan baju dan lain sebagainya.
Untuk pengolahan sampah organik yang berasal dari sampah alami seperti
daun, ranting pohon yang dapat dibuat menjadi pupuk kompos, briket yang
dapat digunakan untuk menjernihkan air serta sampah sisa makan seperti nasi,
kulit buah, biji-bijian, dan lain-lain yang dapat diolah menjadi pupuk cair atau
asap cair yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan alami akan diolah
di tempat khusus yaitu PUSDARU Save Earth.
PUSDARU Market merupakan tempat menjual hasil olahan dari barang
bekas yang telah dibuat baik itu olahan sampah organik yang dapat berupa
pupuk cair, asap cair, pupuk padat dan briket serta olahan sampah anorganik
yang berupa tas, sendal, tempat sepatu, vas bunga, gantungan kunci, tempat
tisu dan lain-lain yang merupakan hasil olahan dari sampah yang ada.
Selain itu,di dalam PUSDARU akan dibangun tempat bernama
PUSDARU Membaca tempat ini merupakan sebuah perpustakaan dengan
berisikan buku-buku bekas, tujuan lain didirikan tempat ini selain
memanfaatkan kembali barang bekas itu, tempat ini bisa diharapkan dapat
mengurangi angka nol baca di daerah tersebut dan meningkatkan minat
membaca di masyarakat.
PUSDARU juga menyediakan bank sampah untuk masyarakat yang ingin

mendonorkan sampahnya setiap hari. Proses awal pendonoran sampah untuk
pendonor pemula yaitu harus melakukan regristrasi terlebih dahulu, setelah itu
pendonor yang sudah terdaftar akan diberikan buku tabungan yang digunakan
sebagai catatan sampah yang telah didonorkan, tabungan tersebut dapat diambil
setiap minggu atau bulan tergantung minat pendonor mengambil uangnya.
Jumlah uang yang diterima setiap harinya tergantung dari berat sampah yang
ditimbang

Proses pembuatan PUSDARU tentulah memiliki andil yang besar antara
beberapa pihak yang akan terlibat demi mendukung kelancaran proses
pembangunan PUSDARU. Hal yang paling utama adalah terbentuknya
kerjasama secara tripartit antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai
pemberi izin tempat yang akan dijadikan PUSDARU, pihak swasta yang akan
berperan dalam proses pendanan, dan masyarakat dengan bantuan aktivis
lingkungan dan mahasiswa yang berperan dalam proses pembangunan
PUSDARU tersebut.
Karena, PUSDARU merupakan pelopor terbentukanya wisata edukasi
berbasis lingkungan dari daerah kumuh, dengan terealisasinya PUSDARU
maka akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat khususnya warga
lapak pemulung Karang Pola yang telah dibina yaitu sebagai satpam, petugas
kebersihan, petugas parkir, pemandu wisata edukasi PUSDARU, instruktur
dalam proses pengolahan sampah yang ada, petugas pusat informasi, petugas
penjaga PUSDARU market, petugas PUSDARU Membaca, penanggung jawab
lokasi NarPlace. PUSDARU diyakini dapat menjadi tombak penggerak dalam
menyongsong Suistanable Development Goals (SDGs) Indonesia dengan cara
mengubah paradigma masyarakat tentang lapak pemulung, serta mampu kerja
nyata kepada para pemulung, warga sekitar, seniman, maupun para pengunjung
yang datang ke tempat tersebut, terlebih untuk anak-anak sebagai generasi
penerus bangsa agar lebih mencintai lingkungan. Dalam melaksanakan kerja
nyata untuk mengurangi dampak lingkungan ini, tidak hanya di lakukan saat itu
saja namun secara berkelanjutan PUSDARU ini dapat memungkinkan
terbentuknya pengembangan di setiap provinsi atau lima kota besar di
Indonesia, tetapi untuk membedakan dengan Kota-Kota lain PUSDARU dibuat
sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah tersebut, dukungan
insfratruktur yang ramah lingkungan juga pembentukan karakter manusia yang
peduli terhadap lingkungan hidup.

Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Perumahan Dan Permukiman. 2001. Petunjuk Umum
Pelaksanaan Peremajaan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Perkotaan Dan
Perdesaan (online) (ciptakarya.pu.go.id, diakses pada 28 Desember 2016)
Mickael B. Hoelman. 2015. Panduan SDGs untuk Pemerintah Daerah (Kota dan
Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah,Jakarta: International NGO
Forum on Indonesian Development (INFID)
National Geographic. 2015. Sampah di Jakarta Diperkirakan Capai 6000 Ton
per Hari (online) (http://nationalgeographic.co.id, diakses pada 30 Desember
2016)
Winda Destianan Putri. 2015. Wah, Museum Ini Terbuat dari Sampah Kota
(online) (http://www.republika.co.id, diakses tanggal 24 Desember 2016)

Lampiran
Data Ketua
Nama
Tempat, dan tanggal lahir
Riwayat organisasi
Karya tulis ilmiah yang pernah dibuat
Penghargaan ilmiah yang pernah diraih

: Nurul Azizah
: Jakarta, 16 Januari 1997
: Sekertaris DPM JKL 2016/2017
: Belum Ada
: Belum Ada

Data Anggota 1
Nama
Tempat, dan tanggal lahir
Riwayat organisasi
Karya tulis ilmiah yang pernah dibuat
Penghargaan ilmiah yang pernah diraih

: Rima Ulfah Mukaromah
: Tangerang, 28 November 1997
: Tidak Ada
: Belum Ada
: Belum Ada

Hasil Survei Lapak Karang Pola, Jakarta Selatan

Ilustrasi PUSDARU
5

6

7

4

8
11

3

9

10

2
1

Keterangan Nomor
1

: Tugu Selamat Datang di PUSDARU Karang Pola, Jak-Sel

2

: Tempat Parkir Pengunjung

3

: PUSDARU Bank Sampah

4

: PUSDARU Hand Made

5

: PUSDARU Save Earth

6

: PUSDARU NarPlace (Narsis Place)

7

: PUSDARU Market

8

: Ilustrasi Tempat Sampah yang akan dibuat

9

: PUSDARU Membaca

10

: Masjid

11

: PUSDARU Museum

Museum Sampah di New York, Amerika Serikat

Taman AEON Mall BSD Tangerang