Pengaruh Double Quenching Dengan Variasi

ABTARKSI

Kemajuan teknologi khususnya dalam bidang teknik juga perlu diiringi dengan berkembangnya metalurgi untuk nengimbangi permintaan kriteria-kriteria bahan yang sesuai. Hal ini sangat mungkin untuk mengembangkan metode-metode dalam rangka memenuhi criteria bahan yang diinginkan. Baja SCM 4 merupakan bahan yang juga dapat digunakan sebagai alat potong, sehingga dituntut untuk mempunyai kekerasan yang diinginkan.

Untuk mendapatkan baja dengan karakteristik seperti diatas maka perlu diadakan proses heat treatment yang tepat, sehingga akan mendapatkan hasil maksimal. Dalam usaha mendapatkan kekerasan yang tinggi biasanya dilakukan dengan proses pendinginan cepat tanpa menghiraukan akibat dari proses tersebut, sehingga hasilnya akan mengalami keretakan. Untuk itu perlu metode pendinginan Double Quenching untuk mengatasi hal tersebut.

Dengan metode pendinginan double quenching; 1,2,3, detik pada media I (air) dilanjutkan media (II) oli SAE 10 kekerasannya 8,87 HRc, 14,8 HRc, 19 HRc; 1,2,3, detik pada media (I) dilanjutkan pada media (II) oli SAE 30 kekerasannya8,07 HRc, 13,4 HRc, 16,53 HRc; 1,2,3, detik pada media (I) dilanjutkan pada media (II) oli SAE 50 kekerasannya 6,47 HRc, 10,8 HRc, 13,73 HRc, dengan hasil tidak retak. Dengan bertambah lamanya pada media (I) AIR dan semakin kecil nilai viskositasnya oli pada media II nilai kekersannya akan semakin tinggi. Untuk

Menghindari keretakan pada hasil pengujian, lamanya waktu pendinginan pada media I dibatasi hingga mencapai suhu terbentuknya martensit 100 %.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan

ridho-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga akhirnya penelitian yang berjudul “ PENGARUH DOUBLE QUENCHING DENGAN VARIASI WAKTU PENDINGINAN PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN BAJA SCM 4”dapat diselesaikan.Sebagai wujud terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian dan penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa Penelitian ini baru membahas sebagian kecil saja dari proses double quenching ,masih banyak hal lain yang perlu dianalisa dan dikembangkan .Harapan penulis ada generasi selanjutnya yang dapat mengembangkan tema ini lebih luas lagi dan semoga Penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua .

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Sidoarjo, 2008

Penulis

BIODATA PENELITI

1. DATA PRIBADI

a. Nama Lengkap

: Mulyadi, ST

b. Jenis Kelamin

: Laki-Laki

c. Alamat : Ds. Tandonsentul RT01/RW01 Kec. Lumbang Kab. Probolinggo

d. Status

: Kawin

e. Pekerjaan : Dosen Universitas Muhammadiyah

Sidoarjo Pegawai Swasta

2. PENDIDIKAN

a. SD : SDN Tandonsentul Tahun 1984-1990

b. SMP : SMPN Lumbang Tahun 1990-1993

c. STM : STMN Mayangan Tahun 1993-1996

d. KLK : KLK Pandaan Tahun 1996-1997

e. S I : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Jurusan Teknik Mesin) Tahun 2001-2004

f. AKTA IV : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Tahun 2004-2005

3. PEKERJAAN

a. Tahun 1997-Sekarang : PT Berlina Tbk Pandaan-Pasuruan

b. Tahun 2006-Sekarang : Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Teknik Mesin)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Metalurgi adalah ilmu dan teknologi logam yang meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan mengenai komposisi, struktur, dan pemrosesan logam sesuai dengan sifat dan pemakaiannya.

Pada era teknologi yang maju sekarang ini peran metalurgi sangat berarti, khususnya dalam hal pemilihan bahan dan sifat-sifat bahan. Material logam merupakan bahan yang sering digunakan dalam dunia keteknikan dan pada setiap material logam yang dipakai mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Sebagian besar logam yang digunakan dalam dunia keteknikan adalah besi,karena besi merupakan bahan yang dapat memenuhi karakter- karakter yang diinginkan.

Besi karbon dengan kadar karbon rendah yang sering disebut dengan baja merupakan alternatif bahan yang sering digunakan,khususnya bahan untuk kontruksi dan komponen-komponen mesin.

Dalam pemilihan baja untuk suatu kontruksi atau suatu komponen mesin biasanya harus memperhatikan sifat-sifat dari baja tersebut. Karena sifat-sifat dari baja tersebut sangat berperan dalam menentukan suatu bahan kontruksi maupun bahan komponen-komponen suatu mesin,sehingga baja yang dipilih untuk suatu bahan kontruksi maupun untuk suatu bahan komponen mesin akan berfungsi secara maksimal dan mempunyai umur yang relatif panjang.

Untuk mendapatkan sifat-sifat bahan yang sesuai dengan pemakaian ,maka para ahli metallurgy berusaha dengan berbagai cara untuk memperbaiki atau memodifikasi sifat-sifat material yang diharapkan dalam pemakaiannya. Berawal dari usaha memperbaiki atau memodifikasi sifat-sifat material inilah penulis mendapatkan suatu metode yang menurut penulis belum banyak terungkap dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli metallurgy.

Tetapi pada dasarnya proses yang digunakan adalah proses yang digunakan oleh para ahli metallurgy dalam pemodifikasian sifat-sifat material yaitu proses perlakuan panas heat treatment ), hanya saja ada suatu tahap yang berbeda yaitu pada tahap pendinginan (quenching ). Dalam hai ini penulis menggunakan proses perlakuan panas hardening dengan pendinginan pencelupan ganda ( double quenching ). Metode double quenching ini pernah penulis jumpai digunakan sebagai alternatif untuk menginginkan kwalitas dari suatu alat potong.

Oleh karena itu penulis mencoba meneliti pengaruh double quenching terhadap kekerasan suatu baja dalam proses hardening.

1.2. Rumusan masalah

Baja SCM 4 adalah baja paduan Cromium-Molybdenum steels dengan unsure paduan utama Mo (Molybdenum) dan unsur paduan Cr (Cromium) yang penggunaanya sebagai kontruksi mesin, roda gigi, spindelis, alat potong dan lain-lain. Baja ini mempunyai kandungan unsur-unsur (C) 40 %, (Mo) 0,1-0,2 %, (Cr) 1,1 %. Proses hardening pada baja ini menggunakan suhu 830-

C dan menggunakan media pendingin oli akan menghasilkan kekerasan 8,21 HRc (Ginzburg, 1989). Dan untuk mendapatkan kekerasan yang lebih C dan menggunakan media pendingin oli akan menghasilkan kekerasan 8,21 HRc (Ginzburg, 1989). Dan untuk mendapatkan kekerasan yang lebih

Pada penelitian yang biasanya dilakukan, tahap pendinginan dalam proses heat treatment hanya dilakukan dengan satu media pendingin saja yang hasilnya dapat kita ketahui pula pada penelitian-penelitia terdahulu.

Penelitian yang akan dilakukan ini, penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap variasi waktu pendinginan pada media I (air) pada kekerasan baja SCM 4 dan dilanjutkan pendinginan media II (oli) pada proses hardening.

1.3. Batasan Masalah

Pada penelitian ini masalah hanya dibatasi pada pengaruh double quenching yang divariasikan pada lamanya pencelupan dalam media pertama dan variasi media pendingin yang kedua, pada proses hardening terhadap kekerasan baja. Adapun batasan-batasan lain adalah sebagai berikut :

1. Bahan yang digunakan baja SCM 4

2. Temperatur pemanasan 850 0 C ditahan (holding) pada suhu tersebut selam

30 menit.

3. Media pendingin yang digunakan adalah air, oli SAE 10, SAE 30, SAE 50.

4. Pengujian kekerasan yang digunakan dengan pengujian kekerasan Rockwell dengan skala kekerasan C.

5. Lama pendinginan dengan media pendingin pertama adalah 1 detik, 2 detik, dan 3 detik.

6. Pada pengujian ini yang paling berpengaruh adalah waktu pendinginan pada media I (air)

7. Lamanya waktu pemindahan antara media pendingin satu dengan media pendingin yang lainnya diabaikan.

4.1. Maksud dan Tujuan

Karena kekerasan merupakan sifat fisik yang dimiliki oleh suatu baja, dan sifat fisik ini merupakan salah satu kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan alat potong. Maka dengan diadakan penelitian tentang pengaruh double quenching pada proses hardening terhadap baja SCM 4 ini mempunyai maksud dan tujuan untuk mengetahui pengaruh terhadap kekerasaan sehingga diharapkan dapat memberikan masukkan dalam pemodifikasian sifat-sifat baja untuk meningkatkan kwalitas alat potong, dan tidak menutup kemungkinan proses ini memberikan alternatif dalam usaha mendapatkan sifat mekanik kekerasan dalam pengguaannya sebagai material teknik. Diharapkan pula dapat memberikan masukkan dalam pengembangan metallurgy, sehingga tidak terpaku pada metode-metode yang telah ada khususnya tentang heat treament.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dari laboratorium. Untuk menunjang penelitihan ini penulis mengadakan kajian pustaka dan kajian lapangan.

1. Kajian pustaka yaitu melakukan kajian kepustakaan atau referensi yang berkaitan dengan permasalahan,antara lain : tentang heat treatmen, hardening, quench, serta tentang bahan.

2. Kajian lapangan (Laboratorium) Yaitu pengamatan lapangan tentang penelitian guna memperoleh klasifikasi bahan yang akan digunakan dalam penelitian.

1.6. Hipotesa

Dalam suatu penelitihan hal yang paling mendasar sebelum penelitihan adalah adanya suatu hipotesa yang kemudian akan diuji dengan menggunakan fakta-fakta yang akan didapat dalam penelitihan.

Oleh karena itu, penulis dalam penelitihan ini mempunyai suatu hipotesa tentang adanya perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh pengaruh

double quenching pada proses hardening.

Ho-Double quenching pada proses hardening tidak berpengaruh terhadap kekerasan baja SCM 4 H1-Double quenching pada proses hardening berpengaruh terhadap kekerasan baja SCM 4 Dengan penolakan Ho jika Fhitung>Ftabel berarti double quenching pada proses hardening terhadap kekertasan baja SCM 4 ada pengaruhnya.

1.7. Tempat Penelitian

Penelitian yang dibutuhkan sepenuhnya akan dilakukan di PT Berlina Tbk Pandaan-Pasuruan.

1.8. Sistematika penulisan

Penulisan penelitian ini diuraikan dalam beberapa tahap penguraian sehingga diperoleh penyusunan permasalahan yang urut dan sistematis, urutan penulisan tersebut antara lain : BAB I : Pendahuluan, memberikan penjelasan umum tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, metodologi penulisan, hipotesis penelitian, tempat penelitian , dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan pustaka, memberikan pengertian tentang dasar teori yang berkaitan dengan pemecahan masalah terutama sifat kekerasan dan proses hardening.

BAB III : Metode penelitian, membahas tentang dan alat penelitian serta proses penelitian. BAB IV : Analisa data, membahas tentang perhitungan yang berhubungan dengan data yang diambil dari penelitihan yaitu mengenai data kekerasan pada proses hardening dengan double quenching serta menguji hipotesa terhadap hasil penelitian.

BAB V : Penutup, memberikan kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Baja merupakan besi-karbon dengan kadar karbon kurang dari 2,1 % berat karbon. Baja dibuat dari besi mentah dari proses konverter atau didalam dapur pada pabrik baja.

Baja paling banyak digunakan sebagai bahan industri yang merupakan sumber sangat besar, dimana sebagian ditentukan oleh nilai ekonominya, tetapi yang paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi . Yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling keras dan tajam untuk pisau pemotong pun dapat dibuat, benda apa saja dengan bentuk apapun dapat dibuat dengan bahan ini. (Surdia T dan S, 1984 hal 69).

Penggunaan baja sangat luas sehingga masing-masing pihak membuat klasifikasi sesuai dengan cara mereka masing-masing, antara lain :

1. Menurut cara pembuatannya , yaitu baja bassmer,baja siemen martin, baja dapur listrik, dan lain-lain.

2. Menurut penggunaannya, yaitu baja kontruksi, baja mesin, baja pegas, baja perkakas, dan lain-lain.

3. Menurut strukturnya, yaitu baja hipoeutectoid, baja eutectoid, baja ferretik, baja austenitik, dan lain-lain.

4. Menurut komposisi kimianya, yaitu baja karbon, dan baja peduan.

2.1.1. Baja Karbon

Baja karbon merupakan baja paduan unsur-unsur besi (Fe) dengan unsur-unsur karbon (C). Tetapi bukan berarti baja karbon tersebut sama sekali tidak mengandung unsur lain selain unsur besi dan karbon, akan tetapi karena kandungan unsur-unsur lain masih lebih rendah dari batas-batas tertentu yang tidak berpengaruh terhadap sifatnya. Kandungan unsur-unsur lain kira-kira 0,25 % Si, 0,3-1,5 % Mn dan unsur pengotor seperti P, S, dsb. Unsur-unsur ini biasanya berasal dari proses pembuatan besi dan baja yang biasanya ditekan sampai sekecil mungkin kandungannya.

Karbon merupakan unsur pengeras yang efaktif dan murah, oleh karena itu pada umumnya sebagian besar baja komersial hanya mengandung unsur karbon dengan sedikit unsur yang lain. Baja karbon dapat dibagi dalam tiga bagian , antara lain :

1. Baja karbon rendah (law carbon steel)

Yaitu baja karbon yang mempunyai kandungan karbon sampai 0,25 %. Penggunaannya sangat luas, sabagai baja kontruksi umumnya. Baja ini kekuatannya relatif rendah, lunak tetepi keuletannya sangat tinggi dan mudah dibentuk.

2. Baja karbon menengah (medium carbon steel)

Baja ini mempunyai kandungan karbon antara 0,25-0,55 %, sifat dari baja ini lebih kuat dan keras, baja ini biasanya digunakan untuk yang memerlukan kekuatan dan ketangguahan lebih tinggi, juga banyak digunakan sebagai baja kontruksi mesin, untuk poros, roda gigi, dan rantai.

3. Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Baja jenis ini mempunyai kandungan karbon lebih dari 0,55 %, mempunyai sifat lebih kuat dan lebih keras lagi, tetapi keuletannya lebih rendah. Biasanya digunakan untuk perkakas yang memerlukan sifat tahan aus.

2.1.2. Baja Paduan

Baja paduan merupakan baja karbon dengan penambahan unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi sifatnya. Sebagai unsur paduannya adalah Cr, Mn, Ni, Si, Ti, Al, Cu, Zr, dan Mo, dsb.

Kelebihan dari baja paduan adalah mempunyai mampu keras yang baik, meskipun berukuran besar dapat dikeraskan sampai kedalam. Dari penambahan masing-masing unsur paduan akan mempengaruhi sifat dari baja tersebut diantaranya adalah bahwa Mn dan Cr dapat meningkatkan kemampuan pengerasan dan menunda pelunakan dan temper; Ni memperkuat ferrit dan meningkatkan kemampuan pengerasan dan ketangguhan ; Cu memiliki sifat yang sama dengan Ni hanya Cu mempunyai kemampuan menundah temper; Cu memperkuat ferrit dan menunda pelunakan pada saat temper; Si menunda dan mengurangi perubahan volume, perubahan ke martensit; dan masih banyak lagi sifat yang ditimbulkan oleh unsur-unsur paduan yang lain.

Diagram Fe-Fe 3 3 C

Diagram Fe-Fe 3 C merupakan diagram keseimbangan besi karbon sebagai dasar dari bahan yang berupa besi baja. Selain karbon pada besi dan baja terkandung kira-kira 0,25 % Si, 0,3-1,55 Mn dan unsur pengotor lain seperti P,S,dsb. Karena unsur-unsur ini tidak memberikan pengaruh utama Diagram Fe-Fe 3 C merupakan diagram keseimbangan besi karbon sebagai dasar dari bahan yang berupa besi baja. Selain karbon pada besi dan baja terkandung kira-kira 0,25 % Si, 0,3-1,55 Mn dan unsur pengotor lain seperti P,S,dsb. Karena unsur-unsur ini tidak memberikan pengaruh utama

A. Titik cair besi

B. Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritetik.

H. Larutan padat yang ada hubungannya dengan reaksi peritekik. Kelarutan karbon maksimal adalah 0,10 %.

I. Titik peritetik selama pendinginan austenit pada komposisi J, fase terbentuk dari larutan padat pada kompisisi H dan cairan pada komposisi

B. N. Titik tranformasi dari besi , besi , titik transformasi A 4 dari besi murni.

C. Titik eutektik. Selama pendinginan fasa dengan komposisi E dan sementit pada komposisi F (6,67%C) terbentuk dari cairan pada komposisi C. Fasa autektik ini disebut ledeburit.

E: Titik yang menyatakan fasa γ, ada hubungan dengan reaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karbon 2,14 %. Paduan besi karbon sampai pada komposisi ini disebut baja.

G: Titik transformasi besi γ → besi α. Titik transformasi A 3 untuk besi. P: Titik yang menyatakan ferrit, fasa

α, ada hubungan dengan reaksi eutektoid. Kelarutan maksimum dari karbon kira-kira 0,02 %.

Gambar 2.2 : Diagram keseimbangan besi-karbon

(Tata Surdia, 1992,hal 70)

S: Titik eutektoid. Selama pendinginan, ferrit pada komposisi P dan simentit pada komposisi K (sama dengan F) terbentuk simultan dari austenit pada komposisi S. Reaksi eutektoit ini dinamakan transformasi A 1, dan fasa eutektoid ini dinamakan perlit.

GS: Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi, dimana mulai terbentuk ferrit dan austenit. Garis ini disebut garis A 3 .

ES: Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi,

dimana mulai terbentuk sementit dari austenit, dinamakan garis A cm .

A 2 : Titik transformasi magnetic untuk besi atau ferit.

A 0 : Titik transformasi magnetic untuk sementit. Pada diagram Fe-Fe 3 C dari kandungan karbon dalam Fe 3 C dibagi menjadi

C = 0,008 % disebut besi murni.

C = 0,008 – 0,83 % disebut baja hipoeutektoid.

C = 0,83 % disebut baja eutectoid.

C = 0,83 – 1,7 % disebut baja hipereuectoid.

C = 1,7 % disebut baja hipereutctic.

C = 1,7 – 4,43 % disebut besi tuang putih.

C = 4,43 % disebut besi eutectic.

C > 4,43 % disebut besi hypereutectic.

2.2.1. fasa-fasa

Dalam diagram Fe-Fe 3 C terdapat fasa-fasa yang terbentuk karena pengaruh hubungan antara besi (Fe) dan besi karbon (Fe 3 C)

dalam kaitannya dalam temperatur pembentukan nya. Adapun fasa-fasa yang ada antara lain :

a. Ferrite (α)

Disebut juga besi α (alpha), merupakan larutan padat dimana larutan karbon berada pada celah-celah antara atom-atom pada besi murni. Mempunyai sel satuan kubik pemusatan ruang (KPR) atau bady centred cubik (BCC).

Fasa ini mempunyai sifat lunak dengan kekerasan +_ 177 BHN, ulet, ferromagnetic, dan mudah ditempa.

Kandungan karbon maksimumnya 0,025 % pada suhu 727 0 C.

b. Austenit (γ)

Disebut juga besi γ (gamma), merupakan larutan padat dari karbon yang berada dalam ses-sel besi. Mempunyai sel satuan kubik pemusatan sisi (KSP) atau face centred cubik (FCC). Fasa ini mempunyai sifat lunak,

ulet, tidak ferromagnetic. Terjadi diatas temperatur 727 0 C.

c. Ledeburite

Merupakan susunan eutektoid yang mempunyai kandungan karbon 4,3 % yang berupa campuran halus ferrit dan sementit. Terjadinya dibawah

0 temperatur 727 0 C dan stabil pada suhu dibawah 1130 C.

d. Besi δ (delta)

Merupakan larutan karbon dengan besi dengan satuan sel BCC atau KPR. Unsur karbon yang bisa larut mencapai 0,1 %. Terjadi pada temperatur

C. Mempunyai sifat lunak dengan kekerasan antara 60-100 BHD, lunak , dan ferromagnetic.

e. Sementit (Fe 3 C)

Disebut juga besi karbit (Fe 3 C), Merupakan senyawa logam yang paling keras diantara fasa-fasa yang mungkin akan terjadi pada baja. Terbentuk

pada temperatur 1130 0

C. Pada fasa sementit ini mengandung 6,67 % C dengan sel satuan orthoromtik. Mempunyai sifat sangat keras dengan kekerasan 650 BHD.

f. Pearlit

Merupakan baja eutektoid yang tersusun dari 2 fasa yaitu ferrite (α) dan sementit ( Fe 3 C) karena transformasi baja austenit (γ).

(0,77 % C) γ → ← (0,02 % C) α + (6,67 % C) Fe 3 C

2.2.2. Pengaruh unsur paduan terhadap pergeseran Diagram Fe-Fe 3 C

Diagram Fe-Fe3C dibuat tanpa unsur paduan, jika terdapat unsur paduan maka diagram Fe-Fe3C akan mengalami pergeseran. Sedangkan pergeseran yang terjadi pada diagram tersebut dapat ditentukan dengan diagram sebagai berikut :

Gambar 2.2.2.1 : pengaruh komposisi paduan terhadap komposisi eutectoid (

sumber : Ilmu dan teknologi bahan,1989, hal 388) Dari diagram diatas terlihat bahwa komposisi unsur paduan mempengaruhi komposisi eutectoid dan suhu. Pada gambar (a) unsur paduan menggeser temperatur eutectoid dari

suhu 723 0 C menjadi naik atau turun tergantung jenis dan besarnya prosentasi paduan. Pada gambar (b) unsur paduan menggeser komposisi kandungan

karbon eutectoid dari C=0,8%, tergantung dari jenis dan besarnya unsur paduan yang ditambahkan.

Dengan adanya unsur paduan yang menyebabkan bergesernya diagram fasa maka hal ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat mekanik pada baja.

Pada gambar berikutnya merupakan salah satu cantoh pengaruh unsur paduan terhadap pergeseran diagram Fe-Fe 3 C, terlihat pergeseran eutectoid pada diagram Fe-Fe 3 C akibat penambahan Mn sebanyak 2 %.

Gambar : 2.2.2.2 : Pergeseran Eutectoid (sumber : Ilmu dan teknologi bahan , 1989, hal 389)

Heat Treatment

Heat treatment adalah proses pemanasan dan pendingginan yang terkontrol dengan maksud mengubah sifat fisik dan mekanik dari logam. Langkah-langkah heat treatment antara lain :

Gambar 2.3 : Faktor-faktor pemanasan dalam siklus waktu dan temperature Gambar 2.3 : Faktor-faktor pemanasan dalam siklus waktu dan temperature

Pada proses ini logam dipanaskan sampai pada suhu tertentu dan dalam periode waktu tertentu. Tujuan agar molekul-molekul logam dapat mengalami perubahan struktur kristal atau struktur mikro yang terkandung didalamnya.

b. Penahanan (holding)

Mempertahankan suhu pada waktu tertentu sehingga temperaturnya merata dan perubahan strukturnya terjadi secara merata pula.

c. Pendinginan (colling)

Proses ini merupakan akhir dari proses heat treatment dalam membentuk sifat fisik dan sifat mekanik logam. Media pendingin yang biasa digunakan antara lain : gas, air, oli, dan lain sebagainya.

2.3.1. Macam-macam Heat Treatment

Dalam usaha modifikasi suatu sifat fisik dan sifat mekanik material Logam ada berbagai macam proses heat treatment sehingga diperoleh sifat-sifat yang diinginkan, antara lain :

a. Annealing

Annealing adalah proses heat treatment dimana material logam dipanaskan sampai pada suhu tertentu kemudian dilanjutkan pendinginan secara perlahan-lahan.

Tujuan annealing :

1. mengurangi kekerasan

2. menghilangkan tegangan sisa

3. memperbaiki ukuran butiran

4. menghaluskan ukuran butiran

Macam-macam annealing : 1.Full annealing

Prosesnya :

0 Pemanasan sampai temperatur 25 0 -30 C diatas stabilitas ferrite (besi α) kemudian disusul dengan pendinginan dapur (didalam dapur) sehingga

austenit terurai menjadi pearlit kasar. Tujuannya adalah mengurangi kekasaran.

2.Rekristalisasi annealing

Prosesnya : Pemanasan sampai temperatur 580 0

C selama beberapa detik (+- 8 detik), maka akan tampak butir-butir kristal baru. Bila kristal baru diperiksa dengan menggunakan mikroskop elektronik maka akan terlihat bahwa jumlah dilokasijauh berkurang.

Tujuannya mengurangi kekerasan bandakerja karena adanya rekristalisasi baru.

3. Annealing menghilangkan tegangan sisa

Prosesnya : Pemanasan sampai suhu 600 0 C selama beberapa menit sehingga suhu

merata. Tujuannya menghilangkan tegangan sisa.

4. Speriodisasi

Prosesnya :

Bila struktur mula adalah perlit, bahan dipanaskan selama 16-24 jam pada suhu eutektoid (727 0 C). Dan bila struktur mula martensit, maka

diperlakukan pemanasan selama 1-2 jam pada suhu sama. Tujuannya meningkatkan ketangguhan baja yang rapuh.

b. Normalizing

Normalizing merupakan proses heat treatment dengan tujuan membentuk struktur mikro dengan butiran halus dan seragam. Prosesnya :

C diatas temperatur minimum austenit (727 0

0 Pemanasan hingga temperatur 50 0 -60

C) kemudian dilanjutkan dengan pendinginan udara.

c. Hardening

Hardening merupakan proses heat treatment dengan pendinginan cepat untuk mendapatkan struktur mikro martensit yang keras. Prosesnya : Pemanasan hingga temperatur austenit dan ditahan pada suhu tersebut kemudian dilanjutkan dengan pendinginan cepat.

d. Tempering

Tempering merupakan proses heat treatment dengan pemanasan kembali material yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan sisa. Prosesnya :

C, dilanjutkan dengan pendinginan perlahan-lahan diudara. Baja yang dikeraskan ini merupakan baja martensit dengan kekerasan Brinell 700 BHN dan kekerasan Rockwell 68. Tempering dibagi dalam tiga bagian, yaitu :

0 Pemanasan hingga temperatur 150 0 -650

0 1. Tempering pada suhu rendah (150 0 -300 C)

0 2. Tempering pada suhu menengah (300 0 -500 C)

0 3. Tempering pada suhu tinggi (500 0 -650 C)

2.4. DIAGRAM TTT (Time-Temperatur-Transformation)

Transformasi austenit banyak berpengaruh terhadap penyebaran ferrit dan sementit pada hasil transformasi tersebut, yang akan mempengaruhi sifat baja sesudah proses laku panas. Dengan membuat transfarmasi ini berlangsung pada temperatur tetap (isotermal) dapat dipelajari waktu mula dan berakhirnya transformasi dan lain-lain, yang akan berguna untuk menghasilkan

baja

dengan

struktur tertentu.

Gambar 2.4 : Diagram TTT Baja SAE 1080 (sumber : Van Vlack, Ilmu dan teknologi Bahan, hal 448) Untuk mempelajari sifat-sifat transformasi austenit pada temperatur tetap ini diambil sejumlah specimen dari baja yang akan diamati dan dipanaskan sampai diperoleh austenit yang homogen. Satu persatu specimen didinginkan dengan cepat dibawah temperatur kritisnya, masing-masing Gambar 2.4 : Diagram TTT Baja SAE 1080 (sumber : Van Vlack, Ilmu dan teknologi Bahan, hal 448) Untuk mempelajari sifat-sifat transformasi austenit pada temperatur tetap ini diambil sejumlah specimen dari baja yang akan diamati dan dipanaskan sampai diperoleh austenit yang homogen. Satu persatu specimen didinginkan dengan cepat dibawah temperatur kritisnya, masing-masing

Dari masing-masing specimen kemudian diamati waktu yang diperlukan untuk memulai dan berakhirnya transformasi austenit, serta mikro setelah transformasi selesai.

Seluruh data ini kemudian diplot pada suatu grafik dan menghasilkan suatu diagram yang dinamakan “ Diagram Transformasi Isotermal ” atau “ Isotermal Transformation Diagram ” (I-T Diagram) atau “time Temperatur Transformation Diagram” (T-T-T-

Diagram). Jadi setiap baja akan mempunyai diagram T-T-T sendiri-sendiri dan tidak akan berlaku untuk baja lain. Pada diagram ini waktu sebagai absis dan temperatur sebagai ordinat.

2.5.1. Kecepatan pendinginan

Gambar 2.5.1 : Hubungan kekerasan dan laju pendinginan (Sumber : Van Valk, Ilmu dan Teknologi Bahan, hal 467)

Kurva tersebut menggambarkan hubungan antara kekerasan dan laju pendinginan. Laju pendinginan dinyatakan dalam 0 C/detik, Seperti yang Kurva tersebut menggambarkan hubungan antara kekerasan dan laju pendinginan. Laju pendinginan dinyatakan dalam 0 C/detik, Seperti yang

Kecepatan pendinginan sering dipengaruihi oleh jenis media pendingin seperti yang terjadi pada gambar berikut :

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa :

a. Pada kurva 1 menyatakan pendinginan dilakukan dalam dapur, dimana hasil pendinginannya akan terbentuk ferrit dan pearlit.

b. Pada kurva 2 menyatakan pendinginan dengan menggunakan pendinginan udara, dimana hasilnya juga ferrit dan pearlit.

c. Pada kurva 3 menyatakan pendinginan dilakukan dengan oli, dimana hasilnya juaga ferrit dan pearlit.

d. Pada kurva 4 menyatakan pendinginan dilakukan dengan air, dimana hasil transfaormasi adalah martensit, ferrit, dan pearlit.

e. Pada kurva 5 menyatakan pendinginan dilakukan dengan larutan NaOH (basa), dimana hasil transformasi berupa martensit.

2.6. Kekerasan

Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menahan tusukan (penetrasi) benda yang lebih keras dari luar. Ada juga yang menyatakan dengan kemampuan menahan deformasi plastis. Definisi kekerasan sangat tergantung pada cara pengujiannya dalam bidang mekanik bahan diartikan kekerasan sebagai ukuran ketahanan terhadap lekukan, dalam bidang perencanaan sebagai kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan,

ketahanan dan perlakuan panas dari suatu logam. Juga diartikan kekerasan sebagai ketahanan benda terhadap gesekan atau ketahanan terhadap pemotongan dan pengeboran. Juga pada umumnya berkolerasi dengan kekuatan, jika kekerasan meningkat maka akan diiringi dengan naiknya kekerasan bersama menurunnya keuletan.

2.6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan

Kekerasan suatu material logam dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya adalah : Kekerasan suatu material logam dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya adalah :

Kekerasan suatu material logam dipengaruhi terutama oleh kadar karbonnya. Semakin tinggi kadar karbon suatu material logam maka kekerasannya semakin tinggi

Gambar 2.6.1.a: Hub kekerasan dengan kadar karbon (Sumber : Teknologi Pengecoran Logam, hal 35)

b. Unsur paduan

Unsur- unsur paduan yang pada umumnya dapat bersenyawa dengan baja antara lain : Nikel (Ni), Chormium (Cr), dan Mangan (Mg) dapat meningkatkan

Kekeraasan.

. Gambar 2.6.1.b: Pengaruh unsur paduan terhadap kekerasan baja

(Sumber : Avner, hal 352 )

c. Perlakuan panas ( heat treatment )

Pengaruh perlakuan panas berbeda-beda tergantung kepada jenis perlakuan panas yang dikenakan. Perlakuan panas yang biasa digunakan seperti hardening, annealing, normalizing,dan tempering. Dari masing-masing perlakuan panas yang ada akan didapat kekerasan yang berbeda-beda, misalnya baja yang mengalami hardening dan tempering kekerasannya lebih rendah dari pada baja yang hanya mengalami hardening saja.

2.6.2. Pengujian mekanik kekerasan

Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian mekanik bahan yang dipakai, pengujian dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesulitan mengenai spesifikasi. Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian mekanik bahan yang dipakai, pengujian dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesulitan mengenai spesifikasi. Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang

Ada beberapa cara pengujian kekerasan yang digunakan untuk pengujian kekerasan logam, antara lain :

a. Pengujian kekerasan Brinell

Pengujian brinell adalah salah satu cara pengujian logam, dimana hasil pengujian berupa bentuk lekukan pada permukaan logam dengan memekai bola baja (diameter 2,25 atau 10 mm) yang diberikan dengan gaya tekan tertentu selama waktu tertentu pula. Kekerasan brinell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Gambar 2.8.1. : Parameter-parameter dasar pada pengujian Brinell

(Dieter, 1986)

Dimana :

P = Gaya (beban) yang ditetapkan, (kg)

D = Diameter bola, (mm)

d = Diameter lekukan, (mm)

b. Pengujian kekerasan Vickers

Pada pengujian vickers ini menggunakan penumbuk peramida intan yang pada dasarnya berbentuk bujur sangkar dan diantara permukaan- permukaan piramida yang saling berhadapan berbentuk sudut yang besarnya

136 o. Kekerasan Vickers dengan rumus sebagai berikut :

Dimana : P = Beban yang ditetapkan, (Kg) L = Panjang diagonal rata-rata, (mm)

d 1 = Diameter diagonal, (mm)

d 2 = Diameter diagonal, (mm) Θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136 0 )

c. Pengujian Kekerasan Rockwell

Pengujian kekerasan Rockwell cocok untuk semua material yang keras dan yang lunak, serta penggunaannya yang sederhana. Dibandingkan dengan pengujian kekerasan yang lain, maka pengujian Rockwell adalah pengujian kekerasan yang praktis. Pada pengujian brinell misalnya, dengan penekannya Pengujian kekerasan Rockwell cocok untuk semua material yang keras dan yang lunak, serta penggunaannya yang sederhana. Dibandingkan dengan pengujian kekerasan yang lain, maka pengujian Rockwell adalah pengujian kekerasan yang praktis. Pada pengujian brinell misalnya, dengan penekannya

Pada pengujian kekerasan Rockwell dengan pengukuran langsung dilakukan oleh mesin, dan dimesin langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan yang diuji. Pada cara Rockwell yang normal, mula-mula permukaan logam yang diuji diberi beban awal sebesar 10 kg dan kemudian digunakan beberapa skala tergantung pada kombinasi indentor sebagai beban utama, dan secara otomatis kedalaman lekukan akan pula page penunjuk yang menyatakan angka kekerasan.

Skala kekerasan B, C, dan A adalah untuk bahan logam, skala A dapat dipakai untuk bahan yang sangat keras, skala D dan dibawahnya dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.

Skala Penekan

Dial B Bola baja 1 / 16"

Beban utama

Merah C Intan

Hitam A Intan

60 Hitam D Intan

Hitam E Bola baja 1 / 8"

Merah F Bola baja 1 / 16"

60 Merah G Bola baja 1 / 16"

Merah H Bola baja 1 / 8"

60 Merah K

Merah L

Bola baja 1 / 8"

Bola baja 1 / 4" 60 Merah M

Merah P

Bola baja 1 / 4"

Merah R

Bola baja 1 / 4"

Bola baja 1 / 2 " 60 Merah S

Bola baja 1 / 2"

Merah V Boal baja 1 / 2"

Tabel : Skala Rockwell ( Surdia T, 1984)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini sifatnya experimental oleh karena itu perlu adanya tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya, sehingga diharapkan akan memperoleh hasil penelitian yang baik. Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan

Dalam tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain :

1. Mempersiapkan benda uji dan benda kerja

2. Mempersiapkan peralatan utama yang digunakan dalam penelitian

3. Mempersiapkan alat bantu yang mendukung.

b. Tahap kerja

Tahap kerja adalah tahap pelaksanaan proses penelitian utama yang akan menghasilkan data untuk dianalisa. Tahap kerja ini meliputi :

1. Membuat sample

2. Menguji kekerasan sample sebelum heat treament

3. Perlakuan heat treatment pada sample ( dalam hal ini dengan proses hardening )

4. Menguji kekerasan sample setelah diheat treament

5. Mengolah data kekerasan sample

Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Pada penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan bahan uji baja SCM 4 dengan media pendingin air, oli SAE 10, SAE 30, SAE 50. Baja SCM 4 yang telah dipersiapkan dibuat sample dengan ukuran diameter 30 mm dan panjang 30 mm sebanyak 27 sample. Sedangkan media pendingin masing-masing sebanyak 2 liter.

3.2.2. Alat

Peralatan dalam penelitian ini dibagi menjadi bagian yang sesuai dengan penggunaannya, yaitu :

a. Peralatan utama

Peralatan utama yang digunakan meliputi :

1. Penguji kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan dengan pengujian Rockwell dengan spesefekasi alat sebagai berikut :

Penetrasi 0 : Kerecut intan dengan sudut 120 Gaya tekan

: Loading 100 kgf

Diameter Ball 1,58

Cone

: Loading 150 kgf

Diameter Cone 0,2 mm Diameter Cone 0,2 mm

Peralatan pendukung merupakan alat penunjang dalam kaitannya dengan proses yang akan dilakukan. Peralatan pendukung ini meliputi :

1. Gergaji besi Digunakan dalam pembuatan sample untuk mendapatkan ukuran yang telah ditentukan.

2. Kertas gosok Digunakan untuk membersihkan benda kerja pada permukaan yang akan dikenai penetrasi dari kotoran ataupun terak hasil proses heat treatment sehingga diharapkan dalam pengambilan data kekerasan mencapai maksimal.

3. Bak ( tempat media pendingin ) Digunakan untuk tempat media pendingin, dalam hal ini adalah air, oli SAE 10, oli SAE 30, oli SAE 50.

4. Kawat pengait spesimen Digunakan untuk memudahkan dalam pengambilan dan pemindahan benda kerja setelah dipanaskan ditungku pemanas kemedia pendingin.

3.3. Prosedur Pelaksanaan Pengujian

Pada penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan bahan uji baja SCM 4 dengan media pendingin air, oli SAE 10, SAE 30, SAE 50. Baja ST.60 yang telah disiapkan dibuat sample dengan ukuran diameter 30 mm dan panjang 30 mm dengan

jumlah sample 27 buah.

Gambar 3.3 : Ukuran sample benda uji Setelah spesiment-spesiment beserta alat yang akan digunakan disiapkan, langkah berikutnya adalah perlakuan spesiment yang dilanjutkan dengan pengujian kekerasan. @ Heat treatment

Speciment dipanaskan dalam dapur pemanas hingga dalam temperatur 850 0 dan ditahan (holding) pada suhu tertentu selama 30 menit.

Kemudian dilanjutkan dengan tahap pendinginan cepat yaitu dengan memesukkan langsung speciment yang telah dipanaskan kedalam media pendingin.

Dalam tahap pendinginan ini masing-masing kelompok speciment mendapat perlakuan pendinginan yang berbeda. Dari 27 sample yang ada dibagi 9 kelompok pendinginan yang berbeda, yaitu :

S 1 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin II (SAE 10) hingga suhu kamar.

S 2 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selama 1 detik dilanjutkan dengan

dicelupkan pada media pendingin II (SAE 30) hingga suhu kamar.

S 3 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selam 1 detik dilanjutkan dengan dicelupkan pada media pendingin II (SAE 50) hingga suhu kamar.

S 4 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selam 2 detik dilanjutkan dengan dicelupkan pada media pendingin II (SAE 10) hingga suhu kamar.

S 5 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selam 2 detik dilanjutkan dengan dicelupkan pada media pendingin II (SAE 30) hingga suhu kamar.

S 6 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selam 2 detik dilanjutkan dengan dicelupkan pada media pendingin II (SAE 50) hingga suhu kamar.

S 7 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selam 3 detik dilanjutkan dengan dicelupkan pada media pendingin II (SAE 10) hingga suhu kamar.

S 8 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selam 3 detik dilanjutkan dengan dicelupkan pada media pendingin II (SAE 30) hingga suhu kamar.

S 9 - adalah 3 sample dengan perlakuan pendinginan double quenching

Dimana sample dicelupkan pada media pendingin I selama 3 detik dilanjutkan dengan dicelupkan pada media pendingin II (SAE 50) hingga suhu kamar.

Keterangan : Media I = Air Media II = MESRAN SAE 10,SAE 30, SAE50.

Prosesnya :

1. Benda uji dikelompokkan dari 27 sample dikelompokkan menjadi 9 kelompok dengan masing-masing kelompok 3 buah sample.

2. Untuk mempermudah pengidentifikasi tiap kelompok dari benda uji distempel huruf dan angka yaitu, sebagai berikut :

3. Setiap benda uji (sample) diikat dengan kawat dan diberi pengait untuk memudahkan pengambilan dari dalam dapur pemanas dan pencelupan kedal media pendingin, dan memindahkannya kedalam media pendingin yang lain.

Gambar : sample yang diikat dengan kawat Dari 3 sample dalam satu perlakuan (sama perlakuannya) dikaitkan menjadi satu, Sehingga efisien dalam kerja dan juga menjaga kesamaan proses.

4. Pengaturan benda uji dalam dapur waktu pemanasan adalah sebagai berikut :

I. A 1,2,3

B 1,2,3

C 1,2,3

II. D 1,2,3

Pengaturan benda uji urut dari barisan luar kedalam, sesuai dengan urutan pengambilan untuk proses pendinginan.

Bak media I ( Air )

Bak media II

Bak media II SAE 10

Bak media II

SAE 30

SAE 50

5. Pengaturan media pendingin pada tempatnya adalah sebagai berikut :

Bak media I dan yang lainnya diusahakan berdekatan sehingga mudah dalam proses.

6. Alur pendinginan

Tungku Pemanas

Media I = 1,2,3 detik

Media II

Media III

Media IV

@ Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan pada dua tahap, yaitu pengujian kekerasan sebelum heat treatment dan pengujian kekerasan setelah heat treatment .

Sebelum heat treatment diambil data kekerasannya dengan maksud untuk mendapatkan kekerasan awal dari baja yang akan dikenai perlakuan.

Dalam pengujian kekerasannya penulis menggunakan uji Rockwell dengan maksud karena sifat-sifatnya: cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya yang kecil sehingga bagian yang mendapatkan perlakuan panas yang lengkap, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan.

Permukaan specimen yang akan dikenai penetrasi dibersihkan dahulu dari kotoran ataupun terak hasil heat treatment dengan menggunakan kertas gosok ( amplas ), sehingga bisa didapatkan hasil uji yang maksimal.

Mula-mula benda kerja diletakkan pada meja penetrasi untuk selanjutnya dikenai beban awal sebesar 10 kg untuk mendapatkan benda uji, kemudian diterapkan beban yang besar dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pege penunjuk yang menyatakan angka kekerasannya.

3.6. Diagram Alur Penelitian

Start

Kajian pustaka

Persiapan Alat dan Benda uji

Pembuatan Sample Diameter 30mm, Panjang 30 mm

Pemanasan benda uji sampai 850 0 C

Holding Time benda uji selama 30 menit

Pendinginan benda uji Air

Pendinginan

Pendinginan

benda uji Air (1,2,3) detik,

benda uji Air

(1,2,3) detik, SAE 10

Uji kekerasan Rockwell

Hasil test

Analisa Data

BAB IV Kesimpulan

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA

Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengklasifikasikan perlakuan pendinginannya, sehingga disini didapat

9 klasifikasi pendinginan ganda (double quenching) dengan variasi waktu dan media pendinginan yang kedua. Dan untuk mempermudah dalam pengklasifikasian data maka masing-masing spesimen diberi kode sesuai dengan perlakuan pendinginannya.

Pengambilan data dilakukan dengan pencatatan data hasil pengujian kekerasan masing-masing spesimen untuk selanjutnya dianalisa.

4.1.1 Rancangan Pengambilan Data

Sebelum melakukan suatu penelitian salah satu hal yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah membuat suatu rancangan pengambilan data, sehingga dalam pelaksanaan penelitiannya lebih terarah pada maksud dan tujuannya. Rancangan pengambilan data inijuga akan menjadikan lebih sistimatis dalam penganalisaan data yang diambil.

Rancangan pengambilan data dalam penelitian sebagai berikut :

a. Perlakuan dengan waktu (W) detik pada media I (air)

Media II Data Kekerasan (HRc) Spesimen

I Y W111 s/d Y W115

Y W211 s/d Y W215

Y W311 s/d Y W315

II Y W121 s/d Y W125

Y W221 s/d Y W225

Y W321 s/d Y W325

III

Y W131 s/d Y W135

Y W231 s/d Y W235

Y W331 s/d Y W335

b. Pelakuan dengan media II (M)

Waktu Data Kekerasan (HRc) Spesimen

I Y 1M11 s/d Y 1M15

Y 2M11 s/d Y 2M15

Y 3M11 s/d Y 3M15

II Y 1M21 s/d Y 1M25

Y 2M21 s/d Y 2M25

Y 3M21 s/d Y 3M25

III

Y 1M31 s/d Y 1M35

Y 2M31 s/d Y 2M35

Y 3M31 s/d Y 3M35

Keterangan :

Y W111 s/d Y W115 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 10), pada spesimen I, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W121 s/d Y W125 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 10), pada spesimen II, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W131 s/d Y W135 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media III (SAE 10), pada spesimen III, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W211 s/d Y W215 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 30), pada spesimen I, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W221 s/d Y W225 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 30), pada spesimen II, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W231 s/d Y W235 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 30), pada spesimen III, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W311 s/d Y W315 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 50), pada spesimen I, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W321 s/d Y W325 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 50), pada spesimen II, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y W331 s/d Y W335 : Data kekerasan pada perlakuan waktu (W) detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (SAE 50), pada spesimen III, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y 1M11 s/d Y 1M15 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 1 detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen I, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y 1M21 s/d Y 1M25 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 1 detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen II, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y 1M31 s/d Y 1M35 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 1 detik dalam media I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen III, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y 2M11 s/d Y 2M15 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 2 detik dalam media

I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen I, replikasi pertama sampai replikasi kelima. Y 2M21 s/d Y 2M25 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 2 detik dalam media

I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen II, replikasi pertama sampai replikasi kelima. Y 2M31 s/d Y 2M35 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 2 detik dalam media

I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen III, replikasi pertama sampai replikasi kelima. Y 3M11 s/d Y 3M15 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 3 detik dalam media

I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen I, replikasi pertama sampai replikasi kelima. Y 3M21 s/d Y 3M25 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 3 detik dalam media

I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen II, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

Y 3M31 s/d Y 3M35 : Data kekerasan pada perlakuan waktu 3 detik dalam media

I (air), dilanjutkan pendinginan media II (M), pada spesimen III, replikasi pertama sampai replikasi kelima.

4.1.2. Rancangan Pengambilan Rata-rata Data

Untuk menghitung rata-rata kekerasan yang telah diambil, maka digunakan rumus sebagai berikut :

X 1  X 2  .... X n

 Xi

atau = (Ronald walpole, n 1995)

a. Perlakuan dengan waktu (W) detik pada media I (air)

Media

Data Kekerasan (HRc)

SAE 50 Spesimen

II SAE 10

SAE 30

I Y w11

Y w21

Y w31

II Y w12

Y w22

Y w32

III

Y w13

Y w23

Y w33

Jumlah

J w1

J w2

J w3

Rata-rata

R w1

R w2

R w3 R w3

Media II

Data Kekerasan (HRc)

4.2.1 Data Hasil Penelitian

a. Data kekerasan (HRc) 1 detik pada media I (Air)

Media II

Data Kekerasan (HRc)

Spesimen

SAE 10

SAE 30

SAE 50

I 10,4

II 9,4

Media II

Data Kekerasan (HRc)

Spesimen

SAE 10

SAE 30

SAE 50

I 15,4

II 15,4

III

Media II

Data Kekerasan (HRc)

Spesimen

SAE 10

SAE 30

SAE 50

I 17,4

II 18,4

III

4.2.2 Rata-rata data

a. Rata-rata data kekerasan (HRc) 1 detik pada media I (air)

Media

Data Kekerasan (HRc)

SAE 50 Spesimen

b. Rata-rata data kekerasan (HRc) 2 detik pada media I (Air)

Media

Data Kekerasan (HRc)

SAE 50 Spesimen

II SAE 10

SAE 30

I 14,6

10,6 III

II 15 12,9

10,8 Jumlah

Media

Data Kekerasan (HRc)

SAE 50 Spesimen

1. Waktu pencelupan pada media I mempunyai pengaruh terhadap kekerasan:

a) Dengan media II SAE 10 besarnya nilai kekerasan: - Waktu 1 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 8,87 HRc - Waktu 2 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 14,8 HRc - Waktu 3 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 19 HRc

b) Dengan media II SAE 30 besarnya nilai kekerasan: - Waktu 1 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 8,07 HRc - Waktu 2 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 13,4 HRc - Waktu 3 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 16,53 HRc b) Dengan media II SAE 30 besarnya nilai kekerasan: - Waktu 1 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 8,07 HRc - Waktu 2 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 13,4 HRc - Waktu 3 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 16,53 HRc

- Waktu 1 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 6,47 HRc - Waktu 2 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 10,8 HRc - Waktu 3 detik pada media I didapat nilai kekerasan rata-rata 13,73 HRc