KAPABILITAS SISTEM POLITIK KAPABILITAS SISTEM POLITIK

KAPABILITAS SISTEM POLITIK

Oleh:
Nama
NIM
Kelas
Angkatan

:
:
:
:

Muhamad Saeful Anwar
61111 310 16
Ilmu Pemerintahan A (IP A)
2013

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2014-2015
IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di
dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah
Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses
politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang
berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka,
karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan
tekanan. Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi
pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari
pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa
pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan
integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan

keputusan Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi
kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi
tantangan ini berbeda diantara para pakar.
Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi
liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral.
Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat
prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam
masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan
politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari
lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes
mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

2

Suatu sistem Politik dapat dikatakan slalu memilki kapabilitas dalam
menghadapi kenyataan dan tantangan terhadapnya.

Penelaahan terhadap sistem politik dapat mendorong kita kedalam arah
pengenalan dan pengertian yang lebih mendalam tentang soal-soal perubahan
politik (Political Change) perubahan politik tersebut dapat berasal dari tiga
sumber, yaitu : dari elit (termasuk elit yang duduk dalam pemerintahan) dari
kelompok-kelompok dalam infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan politik tersebut akan dapat menghasilkan pola hubungan baru
antara tuntutan dan dukungan dalam sistem politik yang bersangkutan.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang ditanyakan dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Politik ?
2. Apa yang dmaksud dengan Kapabilitas Sistem Politik Indonesia ?
3. Bagaimana bentuk kapabilitas suatu sistem politik ?
4. Bagaimana Sistem Politik di Indonesia ?

1.3.TUJUAN DAN MANFAAF PENULISAN MAKALAH
1. Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :
ik;
-masalah sistem politik;


berjalannya sistem politik di Indonesia.

2. Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
 Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Sistem Politik
Indonesia
 Memenuhi tugas mata kuliah Sistem Politik Indonesia
 Menjadi kajian ilmu

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

3

 Menumbuhkan rasa Nasionalisme
 Meningkatkan kebanggaan terhadap bangsa Indonesia

1.4.METODE PENULISAN MAKALAH
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengunakan metode Kajian
Pustaka/analisis dan penelaahan literature yang dinilai cukup efektif dalam
memperoleh data dan fakta-fakta yang selanjutnya kami tanggapi.


IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.PENGERTIAN KAPABILITAS SISTEM POLITIK

2.1.1. Pengertian Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma)
adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan
bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai
suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set
entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang
berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum
misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen
kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk
suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang
berada dinegara tersebut.

2.1.2. Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu
antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles) politik adalah hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan
yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di
IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

5

masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik.
2.1.3. Pengertian Sistem Politik
Sistem politik tidak lain adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan

dalam struktur politik,dalam hubungan nya satu sama lain yang menunjukan
proses yang langgeng. Proses tersebut mengandung dimensi waktu( lampau, kini,
dan mendatang). Dari sudut ini terlihat bahwa sistem politik merupakan bagian
dari sistem yang lebih besar,yaitu sistem sosial.
Suatu sistem politik harus memiliki kapabilitas dalam menghadapai kenyataan
dan tantangan terhadapnya. Pada era modern ini prestasi sistem politik di ukur
dari kemampuannya melakukan penyelesaian dalam menghadapi masalah bangsa,
dan tantangannya. Atau lebih berorientasi pada hal yang bersifat nyata (riil),
seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial,politik,dan lainnya.
Adapun pengertian sistem politik menurut beberapa ahli :
a.

Rusandi Simuntapura, sistem politik ialah mekanisme seperangkat fungsi
dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan
suatu proses yg baik.

b. David Easton, sistem politik adalah interaksi yang diabstraksikan dari
seluruh tingkah laku sosial sehingga nilai-nilai dialokasikan secara
otoritatif kepada masyarakat.


2.1.4. Pengertian Kapabilitas Sistem Politik
Kapabilitas sistem politik adalah kemampuan sistem politik dalam
menghadapi tantangan , dinamika dan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam suatu Negara. Adapun pengertian lain dari kapabilitas sistem politik
adalah kemampuan sistem politik dalam bidang ekstraktif (kemampuan eksplorasi
sumber daya alam,dan juga manusia), distributif (kemampuan mengelola SDA
dan SDM), regulatif(kemampuan menyusun undang-undang,mengatur,serta
mengawasi

dan

mengendalikan

tingkah

laku

individu,

kelompok,


IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

6

organisasi,perusahaan,dll sehingga dapat patuh dan taat kepada undang-undang
yang berlaku), simbolik (Kemampuaan untuk membangun pencitraan terhadap
kepala negara atau juga rasa bangga terhadap negarannya), responsif ( kapabilitas
untuk menciptakan daya tanggap kepada masyarakat),dan dalam negeri serta
internasional (Hubungan interaksi dengan luar negeri) untuk mencapai tujuan
nasional seperti dalam pembukaan UUD’45. Kapabilitas suatu sistem politik
adalah kemampuan sistem dalam menjalankan fungsinya dalam rangka
keberadaannya dalam lingkungan yang lebih luas. Kantaprawira,(2006)

2.2. BENTUK KAPABILITAS SISTEM POLITIK

2.2.1. Kapabilitas Regulatif
Kapabilitas regulatif suatu sistem politik merupakan penyelenggaraan
pengawasan terhadap tingkah laku individu dan kelompok


yang ada di

dalamnya; bagaimana penempatan kekuatan yang sah (pemerintah) untuk
mengawasi tingkah laku manusia dan badan-badan lainnya yang berada di
dalamnya, semuanya merupakan ukuran kapabilitas untuk mengatur atau
mengendalikan.
2.2.2. Kapabilitas Ekstraktif
SDA dan SDM sering merupakan pokok pertama bagi kemampuan suatu
sistem politik. Berdasarkan sumber-sumber ini, sudah dapat diduga segala
kemungkinan serta tujuan apa saja yang akan diwujudkan oleh sistem politik.
Dari sudut ini, karena kapabilitas ekstraktif menyangkut soal sumber daya alam
dan tenaga manusia, sistem politik demokrasi liberal, sistem politik demokrasi
terpimpin, dan sistem politik demokrasi Pancasila tidak banyak berbeda. SDA
dan SDM Indonesia boleh dikatakan belum diolah secara otpimal. Oleh karena
masih bersifat potensial.

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

7


2.2.3. Kapabilitas Distributive
Kapabilitas ini berkaitan dengan sumber daya yang ada diolah, hasilnya
kemudian didistribusikan kembali kepada masyarakat. Distribusi barang, jasa,
kesempatan, status, dan bahkan juga kehormatan dapat diberi predikat sebagai
prestasi riil sistem politik. Distribusi ini ditujukan kepada individu maupun
semua kelompok masyarakat, seolah-olah sistem poltik itu pengelola dan
merupakan pembagi segala kesempatan, keuntungan dan manfaat bagi
masyarakat.
2.2.4. Kapabilitas Responsif
Sifat kemampuan responsif atau daya tanggap suatu sistem politik ditentukan
oleh hubungan antara input dan output. Bagi para sarjana politik, telaahan
tentang daya tanggap ini akan menghasilkan bahan-bahan untuk analisis
deskriptif, analisa yang bersifat menerangkan, dan bahkan analisa yang bersifat
meramalkan. Sistem politik harus selalu tanggap terhadap setiap tekanan yang
timbul dari lingkungan intra-masyarakat dan ekstra-masyarakat berupa berbagai
tuntuan.
2.2.5. Kapabilitas Simbolik.
Efektivias mengalirnya simbol dari sistem politik terhadap lingkungan intra
dan ekstra masyarakat menentukan tingkat kapabilitas simbolik. Faktor kharisma
atau latar belakang sosial elit politik yang bersangkutan dapat menguntungkan
bagi peningkatan kapabilitas simbolik. Misalnya Ir Soekarno - - Megawati,
dengan keidentikan seorang pemimpin dengan tipe “panutan” dalam mitos
rakyat, misalnya terbukti dapat menstransfer kepercayaan rakyat itu menjadi
kapabilitas benar-benar riil.
2.2.6. Kapabilitas Dalam Negeri dan Internasional
Suatu sistem politik berinteraksi dengan lingkungan domestik dan
lingkungan internasional. Kapabilitas domestik suatu sistem politik sedikit
banyak juga ada pengaruhnya terhadap kapabilitas internasional. Yang dimaksud
IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

8

dengan kapabilitas internasional ialah kemampuan yang memancar dari dalam
ke luar. Misalnya kebijakan sistem politik luar negeri Amerika Serikat terhadap
Israel, juga akan mempengaruhi sikap politik negara-negara di timur tengah.
Oleh karena itulah pengaruh tuntutan dan dukungan dari luar negeri terhadap
masyarakat dan mesin politik resmi, maka diolahlah serangkaian respons untuk
menghadapinya
Politik luar negeri suatu negara banyak bergantung pada berprosesnya dua
variabel, yaitu kapabilitas dalam negeri dan kapabilitas internasional.
2.3. ANALISIS SISTEM POLITIK DI INDONESIA

2.3.1. Era Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru diantaranya adalah:
a. perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya
AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
b. sukses transmigrasi
c. sukses KB
d. sukses memerangi buta huruf
Sedangkan kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru diantaranya adalah:
a. semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
b. pembangunan Indonesia yang tidak merata
c. bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin)
d. kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
e. kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah
yang dibreidel

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

9

Menurut Liddle dalam artikel ”Warisan Buruk Orde Baru” (hal 92),
mengatakan bahwa Sistem politik Orde Baru dibangun atas dasar otoriterisme.
Lembaga-lembaga legislatif, partai, pemilu, ormas, pers, dan hampir semua
organisasi yang berpotensi mengancam kedudukan pemerintah dikuasai dan
dikekang oleh Presiden Soeharto dan bawahan-bawahannya.
1. Penyaluran input: Rendah, banyak pembatasan yang dilakukan oleh Rezim
Orba
2. Pemeliharaan nilai: banyak terjadi pelanggaran HAM. Beberapa yang
terpublikasi: Peristiwa Malari, DOM Aceh, Kasus di Timor timur, 27 Juli,
dll
3. Kapabilitas sistem: Yang paling menonjol adalah kapabilitas simbolik dan
regulatif
a. Ekstraktif: Penyerapan SDM tidak berjalan dengan baik, mengingat
hanya orang-orang di sekitar Soeharto yang bisa masuk ke lingkaran
kekuasaan negara. SDA dieksploitasi secara masif atas nama
pembangunan
b. Distributif:Trias politika tidak berjalan, Eksekutif ( Soeharto) terlalu
dominan, lembaga Legislatif dan Yudikatif merupakan kepanjangan
tangan Soeharto
c. Regulatif: Regulasi dibuat hanya untuk membatasi potensi ancaman
yang akan menggoyang sistem politik yang dibangun oleh Rezim Orde
Baru Sistem Politik Orde Baru di sokong oleh 5 UU Politik : UU Pemilu
(UU NO 1/1975), UU tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR dan
DPRD (UU NO 2/1975), UU tentang partai politik dan Golkar (UU NO
3/1975), UU tentang referendum (UU NO 5/1985), dan UU tentang
ormas (UU NO 8/1985). Konsep Dwifungsi ABRI oleh Orde Baru di
bawah pimpinan Presiden Suharto. Birokrasi/PNS Berpolitik
d. Simbolik: The smiling general, Bapak pembangunan Responsif:
Responsif “by design”

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

10

Kelima paket undang-undang ini sebenarnya tidak dibuat dalam waktu
bersamaan. Tiga yang pertama–UU Pemilu, UU Kedudukan DPR/MPR, dan UU
Parpol Golkar–dibuat di awal Orde Baru; dan dua yang terakhir–UU Referendum
dan UU Keormasan di tahun 1985. Menurut Buyung dan Machfud, di awal Orde
Baru memang dibutuhkan satu pemerintahan yang kuat. Karena itu, undangundangnya sengaja dibuat selltralistis kendati disadari juga bahwa itu bakal
kontroversial. Selama masa darurat, hukum besi ini memang menjadi altematif
yan baik. Tapi, tidak lagi setelah keadaan beranjak
Pada tahun 1971 atau enam belas tahun setelah Pemilu pertama.. Di bawah
pemerintahan Presiden Soeharto, Golkar yang menjadi alat kekuasaan pemerintah
pada waktu itu menjadi pemenang pemilu. Untuk memenangkan Golkar, seluruh
pegawai negeri sipil diharuskan menyalurkan aspirasinya melalui partai ini. Soal
sistem pemungutan suara (distrik atau proporsional) dan perihal jumlah anggota
yang akan diangkat. Yang terakhir ini, presiden ingin anggota legislatif yang
diangkat sampai 50 persen. Sementara itu, partai politik mengatakan cukup lima
persen. Akhirnya, pembahasan deadlock, yang membuat pemilihan umum
diundur. Kemudian terjadi kompromi: yang diangkat 22 persen saja dan konsesi
bagi partai politik adalah sistem distrik ditiadakan.
Pada tahun 1975 melalui UU No 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar. UU Pemilu pada masa Orde Baru mengizinkan hanya tiga partai yang
boleh mengikuti pemilihan, Golkar. Oleh karena itu semua partai Islam yang ada
diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara partaipartai

non-Islam

(Katolik

dan

Protestan)

serta

partai-partai

nasionalis

digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia dimana Presiden sekaligus
sebagai lembaga pembina politik.
Pada 1978 untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera
diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi
mahasiswa. Hubungan kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

11

kepada mereka yang diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat
dan rektorat.
Keberadaan pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12
tahun 1982. UU ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi
pemberitaan ataupun siaran. Keberadaan Ormas ( Organisasi massa ) yang
terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi
buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri.
4. Integrasi vertikal: Atas bawah Berbagai regulasi yang dibuat oleh
pemerintah pada waktu itu mematikan aspirasi dari bawah yang bersifat
kritis.
5. Integrasi horisontal: Dikendalikan oleh Eksekutif, dengan demikian terjadi
integrasi yang semu
6. Gaya politik: intelek, pragmatik, pembangunanisme
7. Kepemimpinan: Teknokrat dan ABRI
8. Partisipasi massa: Awalnya bebas terbatas, namun kemudian sangat
dibatasi
9. Keterlibatan militer: Merajalela dengan konsep dwi fungsi ABRI
Mengenai susunan keanggotaan DPR dan MPR. Menurut Machfud ada
dua hal yang perlu dipersoalkan pada masa ORBA :
Pertama: porsi anggota yang diangkat terlalu besar untuk ukuran sebuah
negara demokrasi. Kedua: kerancuan anggota kedua lembaga itu. Terkadang tak
ada kriteria, tergantung presiden saja. “Terserah presiden saja. Kalau presiden
menghendaki, dari golongan tukang becak pun bisa,” ujarnya.
Soeharto membangun dan memperluas konsep "Jalan Tengah"-nya
Jenderal Nasution menjadi konsep dwifungsi untuk memperoleh dukungan basis
teoritis bagi militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat
pemerintahan, termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama
dalam birokrasi sipil. Peran dwifungsi ini adalah peran militer di bidang politik

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

12

yang permanen. Presiden sebagai pengendali utama peran militer sehingga
kelompok militer diupayakan sebagai kelompok pendukung suharto
Hal ini tampak pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan
perwira tinggi angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang
tergabung dalam Petisi 50, mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan
sikap politik pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai
pendukung kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai
balasannya, pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun gagal serta tak
pernah mampu tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap
pemerintahan Orde Baru. Dia memerintah melalui kontrol militer dan
penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi
mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya.
Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama
lain, dimulai dengan mendukung kelompok Nasionalis dan kemudian mendukung
unsur Islam. Contohnya adalah Sepak terjang Ali Murtopo dengan badan
inteligennya mulai mengancam Soeharto. Persaingan antara Ali Moertopo dan
Sumitro dipergunakan untuk menyingkirkan Ali. Namun Sumitro pun segera
ditarik dari jabatannya dan kendali Kopkamtib dipegang langsung oleh Soeharto
karena dianggap potensial mengancam. Beberapa bulan setelah peristiwa Malari
sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat Indonesia termasuk mahasiswa
ditangkap dan dipenjarakan.
8. Aparat negara: Loyal kepada Negara. Birokrasi yang terstruktur secara
sistematis dengan dikendalikan secara penuh oleh pemerintah pusat
membuat aparat negara mau tidak mau harus taat pada Negara
9. Stabilitas sistem: Stabil

2.3.2. Era Reformasi
Semenjak Soeharto lengser dari kekuasaannya, lebih dari 13 tahun yang
lalu, Indonesia telah memasuki apa yang dikenal dengan sebutan “Masa

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

13

Reformasi”. Dalam khasanah ilmu politik sendiri, masa ini disebut sebagai masa
transisi dari rejim otoritarianisme ke sebuah pembentukan rejim yang lebih
demokratis. Untuk membangun momentum demokratik yang dimaksud,
diperlukan adanya beberapa perubahan mendasar pada sistem politik, yang hanya
dapat terwujud melalui serangkaian tindakan. Termasuk diantaranya adalah
amandemen konstitusional.
Isu-isu pokok yang diangkat untuk dikaji dan direformasi adalah:
1) Reformasi konstitusional dan perundang-undangan terhadap lembaga
legislatif dan eksekutif untuk mendukung transisi demokrasi
2) Otonomi daerah untuk menjamin partisipasi politik yang inklusif dan
administrasi publik yang efektif serta terselenggaranya pembangunan di
seluruh Indonesia
3) Mendefinisikan kembali hubungan sipil-militer untuk menjamin supremasi
badan-badan perwakilan yang pilih
4) Memberdayakan peran masyarakat sipil baik sebagai pengawas maupun
sebagai penggerak pemerintahan demokratik
5) Meningkatkan partisipasi aktif para perempuan dalam politik dan
masyarakat
6) Membicarakan tentang kesenjangan fundamental dan kegelisahan di dalam
masyarakat yang diakibatkan oleh pergolakan sosio-ekonomi dan
kecurigaan antar agama.
7) Menjamin bahwa Konstitusi dan semua hukum yang disusun sesuai
dengan standar hak asasi manusia internasional
8) Indonesia harus meratifikasi semua konvensi internasional tentang hak
asasi manusia
9) Menjamin bahwa Prinsip-Prinsip Arah Kebijakan Negara dan Piagam
tentang Hak- Hak dan Kewajiban Mendasar Negara dan Warga Negara
diikutsertakan dalam Konstitusi
10) Menjamin bahwa hak-hak tersebut tidak dipersingkat kecuali dalam
kondisi-kondisi

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

14

1. Penyaluran input: tinggi dan terpenuhi
2. Pemeliharaan nilai: Penghargaan HAM tinggi
3. Kapabilitas sistem:
a. Ekstraktif: Penyerapan SDA dan SDM mengikuti semangat otonomi
daerah
b. Distributif: Trias politika berjalan lebih bagus, Legislatif mempunyai
kekuatan
Fenomena Sistem politik Indonesia masa orde Baru yaitu memiliki ciri-ciri
lembaga eksekutif yang kuat yang didukung oleh lembaga legislatif yang lemah.
Hal ini disebabkan oleh adanya anggota-anggota yang di angkat dari kalangan
militer

dan

golongan-golongan

fungsional

yang

lebih

memperjuangkan

kepentingan eksekutif daripada kepentingan masyarakat yang diwakilinya.Hal ini
menyebabkan hilangnya kontrol institusional terhadap lembaga eksekutif. Konsep
Perubahan adalah dipusatkan di sekitar komposisi lembaga legislatif yang paling
cocok bagi Indonesia, dimana legislatif bisa

mendapatkan kekuasaan untuk

membuat aturan perundang-undangan disamping juga berfungsi sebagai pengawas
tindakan

lembaga

eksekutif

serta

institusi-institusi

pemerintah

lainnya.

Keseimbangan diantara legislatif yang berdaya dan lembaga eksekutif yang
efektif.
Fenomena Sistem Politik Orde Baru : Secara efektif Indonesia memiliki
suatu sistem parlemen unikameral. Fungsi legislatifnya dijalankan lebih banyak ,
tapi tidak seluruhnya oleh anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang dipilih.
Sementara itu majelis penuh yaitu MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), yang
terdiri dari anggota yang dipilih di tambah dengan anggota yang diangkat,
berperan sebagai suatu institusi pemilihan yang memilihPresiden, membentuk
Garis-Garis Besar Haluan Negara dan meratifikasi amandemen. Mengubah
parlemen menjadi dua kamar ( Bikameral )
Dasarnya adalah adanya perwakilan daerah yang menjamin tersalurnya
kepentingan dan aspirasi daerah-daerah di dalam lembaga legislatif nasional.

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

15

Dengan kondisi keterwakilan seperti itu, diharapkan akan memperkuat pula
integrasi nasional.
Selain itu, kamar yang kedua ( perwakilan daerah ) akan menjadi suatu
institusi yang berguna untuk menarik keluar daerah dari hanya sekedar perhatian
kewilayahannya, menjadi berpartisipasi dan turut bertanggungjawab dalam
mengelola bersama seluruh bangsa ini.Lembaga legislatif harus hanya terdiri dari
wakil-wakil yang dipilih.Wakil dari TNI di dalam lembaga legislatif harus
dihapuskan.Lembaga legislatif membuat semua perundang-undangan, mengambil
inisiatif merancang perundang-undangan kepemimpinan, meratifikasi perjanjian
dan mengkaji kontrak internasional
Lembaga legislatif harus melakukan pengawasan terhadap militer menyangkut:
a) Perencanaan anggaran militer
b) Pengangkatan perwira senior
c) mobilisasi militer
d) fungsi dinas intelijen pada militer
Lembaga legislatif mengawasi akuntabilitas lembaga eksekutif pada hal-hal yang
berkaitan dengan:
a) pengeluaran anggaran publik
b) pengangkatan pejabat senior
c) kinerja lembaga eksekutif
Lembaga legislatif diberdayakan agar dapat mengkaji kebijakan public
Mendefinisikan kekuasaan, tugas dan fungsi Presiden dalam Konstitusi, terdiri
dari :
Kekuasaan untuk membuat keputusan-keputusan dan aturan-aturan yang
kedudukannya berada di bawah undang-undang sesuai dengan panduan dan

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

16

maksud yang tertera dalam statuta tentang kekuasaan. Berkewajiban untuk
berkonsultasi dengan parlemen dan Gubernur Bank Sentral untuk menjamin
bahwa kebijakan fiskal dan perencanaan ekonomi dapat sesuai satu dengan
lainnya.Berkewajiban

untuk

memerintah

berdasarkan

prinsip-prinsip

pemerintahan yang baik, menjalankan kekuasaannya dengan transparan dan
dibawah aturan hukum.
Hal Ini memerlukan :
 Pengangkatan pejabat pejabat publik, badan badan, komitekomite parastatal harus dilakukan secara terbuka dan dipilih lewat proses
pengangkatan yang kompetitif ;
 tender untuk penyediaan barang-barang dan jasa bagi operasional negara
harus transparan Berkewajiban untuk bertanggung jawab kepada
parlemen dan kepada badan-badan konstitusional lain seperti badan
Ombudsman dan badan Pengawasan Umum, Disyaratkan untuk patuh
kepada ketentuan bertindak yang ditetapkan oleh parlemen, Menghapus
DPA dari konstitusi mendatang
c. Responsif: Aspirasi masyarakat diapresiasi lewat sistem multi partai
d. Simbolik: Kekuatan sistem politik sangat dipengaruhi kharisma tokoh (
Mulai dari Era Gusdur, Megawati, SBY )
e. Regulatif: Amandemen UUD 1945, perubahan sistem pemilihan
umum, Reformasi hukum dan badan peradilan
4. Integrasi vertikal: Atas-bawah, bawah-atas, diperkuat dengan pelaksanaan
otonomi daerah
5. Integrasi horisontal: Awal reformasi terjadi euforia ( legislatif heavy),
selanjutnya bisa sesuai konsep trias politika. Konflik elit politik sering
terjadi
6. Partisipasi massa: Tinggi
7. Gaya politik: Pragmatis, koalisi di parlemen sangat cair, mudah terjadi
perpecahan, elit “hobby” mendirikan partai politik baru
8. Kepemimpinan: Purnawirawan, politisi, sipil
IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

17

9. Keterlibatan militer: dibatasi
10. Aparat negara: Loyal kepada Negara
11. Stabilitas sistem: Tidak stabil

2.2.3. Era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
1. Penyaluran input: Tinggi, tetapi belum banyak yang bisa terakomodasi
dengan baik
2. Pemeliharaan nilai: Dari sisi demokrasi ( kebebasan berbicara dan
berpendapat ) masih terpelihara, namun dari sisi keamanan dan ekonomi
masih kurang maksimal
3. Kapabilitas sistem
a. Ekstraktif: SDA dan SDM masih mengikuti semangat otonomi daerah
b. Distributif: Kekuasaan dibangun dengan melakukan koalisi besar
dengan parlemen ( trias Politika menjadi kurang bermakna )
c. Regulatif : Sisi kelemahannya terletak pada politik transaksional dalam
pembuatan kebijakan di DPR
d. Responsif: Negara kadang kurang cepat dalam merespons tuntutan
masyarakat
e. Simbolik : Menjadi kekuatan utama untuk stabilitas sistem politik
4. Integrasi vertikal : atas bawah, bawah atas ( namun politik pencitraan
memegang peranan penting )
5. Integrasi horisontal: Dibangun dengan melakukan koalisi besar, dibentuk
Setgab.
6. Partisipasi massa : Tinggi, dengan cacatan lebih banyak tuntutan daripada
dukungan
7. Gaya politik : Pragmatis, koalisi dibangun atas dasar kepentingan ( bukan
visi misi atau ideologi )
8. Kepemimpinan: Pengusaha, politisi
9. Keterlibatan militer: dibatasi

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

18

10. Aparat negara : loyal dengan negara
11. Stabilitas sistem: Kurang stabil

2.2.4. Perbandingan Sistem Politik Di Indonesia
No

Demensi
Demokrasi
Waktu
Liberal
Demensi
masalah
1 Penyaluran
≈ tuntutan lebih
tuntuan
besar dari pada
kapabilitas
sistemnya

Demokrasi
Terpimpin
≈ tuntutan lebih
besar dari pada
kapabilitas
sistemnya

≈ selektor dan
≈ gaya nilai
filter sangat
mutlak melalui
lemah, semua
front nasional
input diterima
dan sistem satu
sedangkan
partai yang tak
output tidak
kentara.
seimbang dengan
≈ stabilitas semu
tuntutan.
(pseudo
≈ Melalui sistem
stability)
multipartai
2 Pemeliharaan
dan
kontinuitas
nilai

≈ keyakinan akan
HAM sangat
tinggi
≈ berdasarkan
keyakinan
ideologi, gaya
pragmatik
kurang
menonjol.
≈ pertarungan
antara gaya
ideologi versus
garapragmatik

≈ HAM banyak
dihiraukan
≈ pemikirn
ideologik
berperanan
menonjol.
≈ konflik
meningkat atau
bahaya laten.

Demokrasi
Pancasila
≈ tuntutan sudah
mulai seimbang
dengan
kapabilitas
sistemnya
≈ melalui sistem
partai dominan
atau sistem satu
setengah partai

≈ HAM
diimbangi oleh
kewajiban
asasi.
≈ gaya pragmatik
menonjol.
≈ kontinuitas
nilai bernegara
dikukuhkan
berdasarkan
UUD 1945 dan
konflik
menurun.

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

19

3

Kapabilitas

≈ pengolahan
potensi ekstratif
dan distributif
menurut
ekonomi bebas
dilakukan oleh
kabinet yang
pragmatik,
sedangkan
kapabilitas
simbolik lebih
diutamakan oleh
kebinet
ideologik

≈ pemerintah
berperanan
besar dalam
pengelolaan
ekstraktif dan
distributif
≈ ekonomi bebas
ditinggalkan,
mulai ekonomi
etatisme.

≈ kapabilitas
simbolik
melalui
pembangunan
≈ keadilan
bangsa dan
mendapat
pembangunan
perhatian kabinet
karakter
ideologik,
sedangkan
≈ kapabilitas
kemakmuran
responsif
oleh kabinet
melemah
pragmatik.
karena saluran

≈ ekonomi
bebas sampai
batas-batas
tertentu
menjadi
kebijaksanaan
pemerintah
≈ kapabilitas
dalam negeri
menjadi
mantap dan
karenanya
menunjang
kapabilitas
internasionaln
ya
(penanaman
modal asing,
bantuan
asing, dan
pinjaman
mengalir).

satu-satunya
hanyalah front
nasional (FN)
4

Integrasi
vertikal

≈ antara elit
politik dengan
massa atas
dasar pola
aliran
(hubungan atas
– bawah)
≈ Hubungan
bawah – atas
berdasar-kan
pola
paternalistik

≈ ikatan
primordial
melemah
dalam rangka
nationbuilding
≈ Pola
paternalistik
tetap hidup
subur

≈ Komunikasi
dua arah
mendekatkan
hubungan elit
dan massa
dalam soalsoal yang
pragmatic.

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

20

5

Integrasi
Horisontal

≈ Kepemimpinan
secara
bergantian
antara
solidarity
makers dan dan
administrators.
≈ Solidarity
makers lebih
mendapat angin

≈ Pertentangan
antar elit
(solidarity
makers versus
administrators
) di
menangkan
oleh
penghimpunan
solidarity.

≈ Antar elit
ditemukan,
consensus
tentang
pembangunan
≈ kerjasama
antar
teknokrat
(khususnya
antara
intelegensia
militer dan
intelegesia
sispil)
≈ administrators
mendapat ang

6

Gaya politik

≈ ideologik,
karenanya
bersifat
desinegratif.
≈ desintegratif
elit tercermin
dalm
masyarakat
sebagai
schisme.

7

Kepemimpin ≈ berasal dari
an
angkatan 1928.
≈ masih bersifat
primordial
aliran, agama,

≈ masih bersifat
ideologik ,
walau sudah
ada
penyederhanaa
n kapartaian.
≈ tokoh politik
sebagai titik
pusat politik
bertindak
sengat
coercive.

≈ berasal dari
angkatan 1928
dan 1945
dengan tokoh
politik;
Soekarno

≈ gaya
ideologik
sudah tidak
manggung/
menonjol.
≈ gaya
pragmatik
yang
berorientasi
pada program
serta
pemecahan
masalah lebih
menonjol..
≈ bersifat legal
atas dasar
ketentuan
konstitusionil.
≈ ABRI sebagai

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

21

suku, dan
daerah

8

sebagai titik
pusatnya.

≈ partai-partai
politik yang
manggung..

≈ Kharismatik
dan
paternalistik.

≈ partisipasi
massa sangat
tinggi.

≈ partisipasi
massa hanya
melalui Front
Nasional.

titik pusat
dibantu oleh
teknokrat
sipil..

Perimbangan
partisipasi
politik
dengan
kelembagaan
a) Massa

≈ deviasi
terhadap
anggapan
rakyat telah
mempunyai
kebudayaan
politik
partisipasi
(sebenarnya:
masih
berbudaya
politik kaula
dan parokhial).

b) Veteran
≈ karena
dan Militer
pengaruh
demokrasi
barat, maka
supremasi sipil
lebih menonjol
≈ peristiwa 17
oktober 1952

≈ output
simbolik
meningkat
dengan adanya
rapat-rapat
raksasa untuk
mendukung
regim

≈ Sejak dwan
nasional dan
front nasional
partisipasi
mantan
pejuang
meningkat dan
termasuk

≈ partisipasi
massa
dikembalikan
dan terbatas
dalam
peristiwa
tertentu saja
(a.l.
pemilihan
umum),
karena
konsep ” the
floating
mass”

≈ partisipasi
veteran
meningkat
melalui
angkatan
1945, Pepabri,
dll.
≈ partisipasi

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

22

merupakan titik
balik menuju
perkembangan
selanjutnya

9

10

Pola
≈ berlangsung
pembanguna
pola bebas.
n Aparatur
≈ afiliasi dengan
Negara
partai sering
menyebabkan
loyalitas
kembar yang
inefektif
ditinjau dari
sudut
pelayanannya.

Tingkat
stabilitas

≈ terjadi stabilitas
politik yang
berakibat
negatif bagi
usaha-usaha
pembangunan

dalam
golongan
fungsional.
≈ partisipasi
tentara seha
dewan
nasional dan
front nasional,
dengan
indikator pospos penting
kenegaraan
dipegang oleh
militer.

tentara makin
meningkat
dengan
doktrin,
kekayaan dan
dwi-fungsi
ABRI
≈ partisipasi
dalam
lembaga
perwakilan
melalui
pengangkatan.

≈ loyalitas
kembar dari
pegawai
negeri
golongan
tertentu
menjadi tidak
dibenarkan.

≈ pemingkatan
pelayanan
kepada
masyarakat
dilakukan
dengan
depolitisasi
pegawai
negeri dan
diarahkan
pada usaha
pembentukan
golongan
profesi..

≈ Stabilitas
bersifat semu,
yang
dipertahankan
dengan caracara tangan
besi

≈ meningkat
melalui a.l
scurity
approach di
samping
persuasive
approach

≈ stabilitas ini
tidak

≈ yang hendak
dicapai

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

23

dipergunakan
untuk
memperhatika
n
pembangunan
ekonomi

adalah
stabilitas
dinamis.

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

24

DAFTAR PUSTAKA

Isjwara, F., Pengantar Ilmu Politik, Binacipta, Cetakan Ke 8, Bandung,1982
Kantaprawira, Rusadi,. Sistem Politik Indonesia, Sinar Baru, Cetakan Ke 5, 1988

IP A 2013 Kelompok 4 | Kapabilitas Sistem Politik Indonesia

25