PEMEROLEHAN BAHASA ANAK ASPEK KAJIAN SIN

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
ASPEK KAJIAN SINTAKSIS PADA ANAK USIA 2,6 - 2,8 TAHUN
(SEBUAH STUDI KASUS)
Oleh: Yeni Witdianti
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Email: yenniahmadi@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang aspek sintaksis yang
telah diperoleh anak pada usia 26-28 bulan. Ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan
pendekatan studi kasus sehingga setiap hasil dari penelitian ini tidak bisa digeneralisasikan.
Subjek penelitian ini adalah seorang gadis kecil bernama Dara Nur Aisha yang juga
merupakan keponakan penulis sendiri. Data dikumpulkan dalam waktu sekitar tiga bulan,
mulai bulan April sampai dengan bulan Juni 2018. Bentuk-bentuk data ini adalah tuturan dan
dialog dari subjek. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi,
pencatatan, dan perekaman dengan kamera ponsel. Semua data, kemudian diverifikasi dan
diklasifikasi. Temuan menunjukkan bahwa dalam aspek sintaksis subjek telah memperoleh
tiga tahap kata di usia 26 bulan dan mendapatkan dua sampai tiga kata dan mendapatkan tiga
kata lebih di awal 28 bulan. Beberapa bentuk ujaran yang telah diperoleh adalah deklaratif,
interogatif, dan imperatif. Selain itu, pada usia tersebut subjek juga telah mendapatkan kata
ganti (ini, itu), deixis (disini, disana), kata sifat (cantik, besar, enak).
Kata kuci: proses pemerolehan Bahasa, aspek sintaksis, tahap satu kata, tahap dua kata, dari

bentuk ucapan.
ABSTRACT
The purpose of this research is to provide an overview of syntactic aspects that have been
obtained by children at the age of 26-28 months. This is a descriptive qualitative research with
case study approach so that each result of this study can not be generalized. The subject of
this research is a little girl named Dara Nur Aisha who is also nephew of the author himself.
Data collected in about three months, from April to June 2018. These data forms are speech
and dialogue of the subject. The techniques used to collect data are documentation, recording,
recording with camera phones. All data, then verified and classified. The findings show that
in the syntactic aspect the subject has acquired three stages of the word at the age of 26 months
and gets two to three words and gets three more words at the beginning of 28 months. Some
of the forms of speech that have been obtained are declarative, interrogative, and imperative.
In adition, at those ages the subject also has acquired pronoun (ini, itu), deixis (disini, disana),
adjective (besar, enak, cantik).
Key words: first language acquistion, syntactic aspect, one word stage, two word stages,
form
of utterance

Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis


1

PENDAHULUAN

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan
kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan
kosakata yang luas. Gusti Yanti dalam Jurnal Ilmianya (2016), juga mengemukakan bahwa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) termasuk ke dalam ranah (domain)
psikolinguistik, yaitu ilmu bahasa yang objeknya adalah pengetahuan bahasa, pemakaian
bahasa, perubahan bahasa, dan hal lain yang ada hubungannnya dengan aspek-aspek tersebut.
Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau dari hasil kontak
verbal dengan lingkungan sosial yang merupakan lingkungan bahasa itu berada. Dengan
demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu pada penguasaan Bahasa secara tidak disadari
dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang
dipelajari. Melainkan sesuatu proses yang terjadi dengan sendirinya ataupun alamiah. Dengan
demikian, secara disadari ataupun tidak, penguasaan sistem-sistem linguistik oleh seorang
anak pada awalnya tidak melalui pengajaran formal.
Pemerolehan Bahasa dapat berupa pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan
bahasa kedua atau ketiga. Pemerolehan bahasa pertama ialah bahasa yang pertama kali

dikuasai oleh anak atau yang biasa disebut bahasa ibu (Yanti, 2016:132). Setiap anak yang
normal pada usia di bawah lima tahun dapat berkomunikasi dalam bahasa yang digunakan di
lingkungannya, walaupun tanpa pembelajaran formal. Dalam usia ini pada umumnya anakanak telah menguasai sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik dari bahasa
pertamanya. Penguasaan atau perkembangan bahasa anak diperoleh secara bertahap.
Pemerolehan bahasa kedua terjadi apabila kanak-kanak atau orang dewasa yang telah
menguasai bahasa pertama (bahasa ibunya), kemudian belajar bahasa kedua secara formal
dan terencana atau melalui proses pembelajaran.
Proses pemerolehan bahasa pada anak-anak merupakan satu hal yang perlu diteliti lebih
mendalam. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu masalah yang amat
mengagumkan, unik, dan sukar dibuktikan? Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda
telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini terjadi dalam
kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik
dikuasai dengan baik oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tidak dalam pengajaran
formal.

Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

2

Penelitian bahasa anak cukup banyak dilakukan peneliti lainnya, seperti penelitian

pemerolehan bahasa anak yang dilakukan oleh Arni Yanti 2013 dengan judul Studi Kasus
Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia 3 Tahun, berdasarkan hasil penelitiannya,
pemerolehan bahasa pada tataran sintaksis, semantik, dan fonologi Nadya selaku objek
penelitian sudah cukup baik. Tidak terdapat penyimpangan yang berarti dalam tuturan yang
dihasilkan. Pemerolehan bahasa anak usia 3 tahun berada pada tahap perkembangan kalimat.
Anak sudah mengenal pola dialog, sudah mengerti kapan gilirannya berbicara dan kapan
giliran lawan tuturnya berbicara. Anak telah menguasai hukum-hukum tata bahasa yang
pokok dari orang dewasa, perbendaharaan kata berkembang, dan perkembangan fonologi
dapat dikatakan telah berakhir. Mungkin masih ada kesukaran pengucapan beberapa
konsonan namun segera akan berhasil dilalui anak.
Selain itu, penelitian Ismarini Hutabarat 2006, dengan judul Pemerolehan Bahasa
Indonesia Anak Usia 2 Tahun Pada Tataran Sintaksis, berdasarkan hasil penelitiannya Tasia
(2thn) sudah bisa merangkai kata-kata secara sederhana, mulai dari satu, dua sampai empat
kata, dan akhirnya membentuk kalimat. Kalimat sederhana yang dikemukakannya masih
berkisar pada urutan sederhana dan belum teratur. Namun makna kalimat itu sudah dapat
ditangkap dengan baik, berupa kalimat berita, kalimat imperatif ataupun kalimat tanya.
Kalimat-kalimat tersebut sudah dapat diproduksi pada saat Tasia baru berumur dua tahun. Di
samping kata-kata dan kalimat yang diperoleh seperti dikemukakan di atas, di sini dapat pula
disimpulkan bahwa seorang anak yang normal, akan mampu memperoleh bahasa pertama bila
saraf dan jaringan otaknya tidak terganggu selama masa pertumbuhannya. Perkembangan

kejiwaan dan juga gizi serta lingkungan memegang peranan penting dalam pertumbuhan
motorik khususnya dalam pemerolehan dan produksi bahasa anak.
Artikel ini membahas pemerolehan Bahasa khususnya pada aspek kajian sintaksis,
keponakan penulis sendiri, pada usia 26-28 bulan yang mencakup pemerolehan …..
Proses pemerolehan bahasa (language acquistion) adalah proses belajar bahasa anak
secara natural pada waktu dia belajar bahasa dari ibunya. Proses ini berbeda dengan
pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada
waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Proses pemerolehan bahasa pertama ini bertahap dari anak mulai berdekut (cooing),
mengoceh (babling), ujaran satu kata (Holofrastis), ujaran dua kata, tiga kata dan seterusnya.
Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak memperoleh
bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi.
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik)
Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

3

secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak
lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam
berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.

Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang
didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri
(Chaer 2003:167).
Adapun salah satu aspek dalam proses kompetensi adalah penguasaan aspek sintaksis. Aspek
sintaksis tidak diperoleh anak sejak lahir. Pemerolehan aspek ini dimulai ketika anak mampu
mengucapkan satu kata (bagian kata) yang sebenarnya adalah kalimat penuh. Dardjowidjojo
(2012:225) menyebut kemampuan anak mengucap satu kata ini dengan istilah ujaran satu kata.
Selanjutnya, kemampuan anak berkembang untuk memperoleh ujaran dua kata, ujaran tiga kata dan
seterusnya sampai mereka mengucapkan kalimat dengan sempurna. Secara umum, tahap ujaran satu
kata diperoleh anak sekitar umur 12-18 bulan, sedangkan tahap ujaran dua kata diperoleh anak sekitar
umur 18 - 20 bulan. Akan tetapi, pemerolehan bahasa anak khususnya dalam sendi sintaksis serta
bentuk bahasa yang mereka peroleh berbeda tergantung pada faktor yang mendukung pemerolehan
bahasa mereka.
Proses pemerolehan Bahasa pada anak berbeda-beda, ada yang berlangsung dengan cepat dan
ada pula yang berlangsung dengan lambat. Perbedaan dalam pemerolehan Bahasa tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Slobin, Piaget, Lenneberg dalam Rusyani (2008: 12-14)
faktor yang berpengaruh dalam pemerolehan bahasa yaitu (1) faktor alamiah, (2) faktor perkembangan
kognitif dan (3) faktor latar belakang sosial, (4) faktor keturunan.
Faktor Alamiah yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur

dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Potensi dasar
itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan. Selanjutnya,
Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya. Keduanya memiliki
hubungan yang komplementer.
Faktor Latar Belakang Sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan
lingkungan budaya memungkinkan terjadi perbedaan serius dalam pemerolehan bahasa anak. Semakin
tinggi tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak)
memperoleh bahasa. Faktor terakhir yang mempengaruhi dalam pemerolehan bahasa adalah faktor
keturunan, faktor ini meliputi jenis kelamin, intelegensi dan kepribadian dan gaya atau cara
pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama anak berlangsung melalui beberapa tahap. Tahapan tersebut
terdiri dari (1) tahap berdekut (cooing), (2) tahap pengocehan (babbling); (3) tahap satu kata
(holofrastis), (4) tahap dua kata, (5) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

4

1) Tahap Berdekut (cooing)
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan,
dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyibunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Sebagian

ahli

menyebutkan

bahwa

bunyi

yang

dihasilkan

oleh

bayi

ini

adalah


bunyi-bunyi

prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
2) Tahap Pengocehan (babling)
Dardjowidjojo (2012: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak
hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10
bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak
berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
3) Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Pada tahap ini, seorang anak mulai
menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Tahap ini disebut tahap
satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan
satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini),
“Ma” (Saya mau mama ada di sini).
4) Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai
muncul seperti mama mam dan papa ikut. Pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan
sesuai dengan konteksnya.
5) Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multipleword utterances) atau

disebut juga ujaran telegrafis. Pada tahap ini, anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan
mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar.

Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

5

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan
pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah seorang anak perempuan bernama Dara
Nur Aisha yang juga merupakan keponakan penulis sendiri. Pengumpulan data dilakukan
selama tiga bulan terhitung mulai bulan April— Juni 2018, ketika Dara berumur 26 -28 bulan.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, peneliti
mengumpulkan data dengan catatan dan merekam menggunakan handphone oppo A83.
Pendekatan kualitatif deskriptif bertujuan memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
sebagainya. Oleh karena demikian, pengumpulan data yang berupa kata-kata, kalimat,
pernyataan atau uraian yang mendalam, bukan angka-angka (Moleong, 2011:11).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Informan penelitian adalah seorang anak perempuan berusia 2 tahun 2 bulan bernama
Dara Nur Aisha disapa Ara, lahir pada hari Senin tanggal 15 Febuari 2016. Dia adalah anak
kedua dari pasangan Uftil Umam dan Nur Cholifah yang beralamat di Desa Malawele
Kecamatan Aimas Kabupaten Sorong. Sehari-hari Ara lebih banyak bermain di rumah
ditemani oleh Kakak, orang tua serta teman kakaknya bernama Fian. Diketahui bahwa Ara
sangat aktif berbicara dan senantiasa merespon atau mengomentari setiap peristiwa yang ada
di lingkungannya serta senang menirukan atau mengikuti kakaknya bernama Haydar dan
teman kakaknya bernama Fian.
Sesungguhnya Ara dilahirkan di keluarga yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pertamanya (bahasa ibu). Meskipun dia merupakan hasil perkawinan sesama etnis
(Jawa), namun dalam keseharian Ara menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pertamanya. Sedangkan orang tuanya menggunakan bahasa campuran yakni Bahasa Jawa dan
Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari mereka.
Pada komponen sintaksis ada pola-pola yang diperoleh secara universal. Anak
dimanapun selalu memulai dengan ujaran yang berupa satu kata, kemudian berkembang
menjadi dua kata, setelah itu tiga kata atau lebih (Djardjowidjojo, 2012:245). Sesuai dengan
perkembangan pemerolehan bahasa anak, anak berumur sekitar 20 bulan sudah mampu untuk
mengucapkan ujaran dua kata. Subjek penelitian ini adalah si kecil Ara, yang diamati oleh
peneliti pada waktu Ara berumur 26-28 bulan. Oleh karena itu, tuturan yang umumnya
diucapkan Ara sudah berlevel dua atau tiga kata lebih. Penjelasan masing-masing tahap
adalah sebagai berikut.
Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

6

1) Tahap dua kata
Berdasarkan bentuk kalimatnya, ujaran dua kata ini sebenarnya sudah membentuk
pola-pola kalimat tertentu tetapi terkadang kurang sempurna. Bentuk kalimat deklaratif,
imperatif, dan interogatif sudah diperoleh pada tahap UDK ini tetapi dalam penyusunan
kalimat tersebut terkadang masih kurang sempurna.
a. Deklaratif
Pemerolahan bahasa pada Tahap Unit Dua Kata (UDK) ini dikatakan sudah dapat
membentuk kalimat deklaratif pendek. Ujaran tersebut dapat diamati pada peristiwa ketika
kakaknya meminta bagian kue atau buah miliknya kemudian Ara menuturkan pada
kakaknya tak boeh “tidak boleh” (sembari menyembunyikan kue atau buah miliknya),
cudah thabis “sudah habis” (sambil menunjukkan wadah es krim berbentuk kotak). Ujaran
tersebut berisi pernyataan yang berupa informasi pendek yang ingin disampaikan Ara pada
mamanya. Dan beberapa kosakatanya terkontaminasi oleh kosakata pada serial film kartun
Upin Ipin, seperti, tak, takpun dll.
b. Imperatif
Bentuk imperatif pada tahap ini dapat diamati pada peristiwa ketika Ara bermain dengan
paman dan kakaknya dan dia mengeluarkan ujaran ayok tetarung “ayo bertarung”. Dalam
kalimat dan konteks kalimat “ayo bertarung” bermakna imperatif, yaitu Fatin meminta atau
mengajak pamannya untuk bermain perang-perangan atau melakukan pertarungan.
c. Interogatif
Bentuk imperatif pendek juga sudah tampak pada tahap ini. Ketika Ara mencari kakak atau
pamannya yang tidak terlihat olehnya. Ia mengeluarkan ujaran Tatak ana ni “Kakak mana
ni” atau Bapak Aik ana ni “Bapak Hayyik mana ni”. Melihat ujaran yang dikeluarkan Ara,
dia sudah mampu menghasilkan kalimat pendek interogatif, meskipun belum sempurna
sebagaimana kalimat tanya yang baik. Dimana Bapak Hayyik? Kata ni menurut penulis
mungkin semacam artikel bagian dari kata gaul yang maksudnya adalah kata nich. Sebagai
informasi tambahan Ara memanggil paman dan bibinya dengan panggilan Bapak dan Ibu,
sedangkan ia memanggil kedua orangtuanya dengan sebutan Ayah dan Mamah.
2) Tahap tiga kata atau lebih
Bentuk kalimat dari pemerolehan bahasa tiga kata atau lebih ini mencakup kalimat
deklaratif, imperatif, dan interogatif. Bentuk kalimat dalam tahap ini berstruktur lebih
lengkap, sehingga lebih mudah untuk dipahami.

Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

7

a. Deklaratif
Pemerolehan bahasa Ara pada bentuk kalimat deklaratif dapat diamati pada data berikut.
Pada situasi ini Ara sedang diajak mamanya berbelanja, dan mamanya memberika ia
sebuah pilihan jajanan, muncul ujaran dari si kecil ini adhek au yang ini “adek mau yang
ini”. Ujaran tersebut merupakan kalimat deklaratif. Kalimat tersebut berisi jawaban atas
pertanyaan yang disampaikan mamanya. Dan ketika pamannya menelpon melalui video
call pada aplikasi whatsapp dan menanyakan “Kakak lagi apa?” kepada Ara. Ara
menjawab “Tatak agi amun” maksudnya adalah “Kakak lagi melamun”, jawaban Ara
sangat mencengangkan bagi penulis, karena dia sudah mengenal dan mengetahui arti atau
maksud dari kosakata melamun, karena saat penulis mengkonfirmasi pada ibunya tentang
jawaban Ara, benar bahwa sang kakak Haydar terlihat sedang bengong dan memikirkan
sesuatu. Dan beberapa kalimat yang diucapkan juga terkontaminasi oleh dialek-dialek
Papua seperti, Tatak banyak apa lagi … (saat mereka berdua, Kakak Haydar dan Ara
sedang menikmati es krim berdua) maksudnya adalah “Kakak mengambil bagian es krim
yang banyak.”
b. Imperatif
Kalimat imperatif yang diperoleh Ara pada tahap ini sudah lebih sempurna dari tahap
sebelumnnya, semacam ada intonasi penegasan di akhir ujarannya. Berikut adalah contoh
kalimat tersebut. Ketika Ara pergi ke rumah neneknya, Ara mengajak mamanya untuk
pulang dan berkata “Mamah, ayok ulang! “Mamah, ayo pulang”. Data kalimat imperatif
ini menunjukkan adanya kata ajakan yang sudah digunakan oleh Ara “ayo” dan susunan
kalimat ini sudah lebih terlihat ciri imperatifnya dari pada tahap sebelumnya.
c. Interogatif
Pemerolehan kalimat interogatif pada tahap tiga kata ini sudah lebih komplek dari
sebelumnya. Ujaran ini didahului oleh situasi Ara sedang bermain dengan mamanya di
ruang TV dan ayahnya saat itu baru tiba dari kantor. Kemudian Ara berkata au apa ini?
“bau apa ini?” dan saat itu juga Ara menjawab pertanyaannya sendiri eehhmmm Ayah
jijikan, maksudnya adalah “Ayah menjijikkan”, pada situasi tersebut bisa jadi maksud si
Ara adalah ingin menggoda atau mengajak ayahnya untuk bercanda. Selanjutnya,
pemerolehan dalam kalimat interogatif ini juga meningkat berkenaan dengan lokasi dan
kepemilikan. Mamah, ayahnya adhek ana nih? “Mamah, Ayahnya adik dimana nih?”
Pemerolehan bahasa dalam tataran kalimat interogatif pada tahap ini cenderung lebih
kompleks dan sempurna dari tahap UDK sehingga proses memahami kalimat yang
diucapkan subjek juga cenderung lebih mudah.
Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

8

3) Pemerolehan Deiksis, Pronoun dan Adjektiva.
a. Deiksis
Selain dari segi bentuk-yang berupa kalimat deklaratif, imperatif, dan interogatif
pemerolehan bahasa dari sendi sintaksis juga tampak pada penggunaan deiksis tempat
(disana, di sini). Penggunaan deiksis tempat pada ujaran Ara tampak pada percakapan
berikut. Percakapan berisi percakapan Ara dengan ibunya (tante) yang menanyakan
keberadaan Tete (kakek).
 Ibu: Tete Im dimana?
 Ara: tu ana “itu disana”
Contoh di atas menjelaskan bahwa Ara menjelaskan bahwa Tete (kakeknya) sedang berada
di halaman depan rumah dan Ara berada di teras samping. Selanjutnya, penggunaan deiksis
tampak pada situasi ketika Ara sedang bermain di teras samping rumahnya, kemudian Fian
dan kakaknya lewat. Kemudian Fatin menuturkan Ian, ini ain mermed” Fian sini main
mermaid”(sambil memegang boneka mermaid). Contoh kedua ini menunjukkan bahwa
Ara meminta Fian untuk mengajaknya bermain di tempat di dekatnya. Data di atas
menunjukkan bahwa dengan penggunaan deiksis “disana” dan “disini”, Ara sudah
memahami konsep penggunaan dua kata tersebut. Dan konsep yang terbangun pada
pemikiran Ara bahwa panggilan atau sebutan kakak hanya untuk kakaknya “Haydar”, jadi
meskipun Fian seusia dengan Haydar dan mamanya mengajarkannya untuk memanggil
dengan sebutan kakak, Ara tetap tidak mau mengindahkannya.
b. Pronomina
Penggunaan pronomina dalam ujaran kalimat Ara juga tampak pada situasi berikut ini.
Situasi ini menggambarkan Ara dan kakanya sedang membuka bingkisan dari ibunya
(tante). Kala itu ibunya membawakannya oleh-oleh stelan baju bermain/baju sehari-hari
baju baby shark berwarna ungu dan baju tayo berwarna hijau. Kemudian, Ara berkata Ini
unya adhek ni “Ini punya adik nich” (sambil memegang baju baby shark ungu), Itu unya
tatak “Itu punya Kakak. Contoh ujaran Fatin di atas menunjukkan bahwa konsep ini (dekat
dengan penutur) dan itu (jauh dari penutur) sudah diperoleh Ara dengan menggunakan
pronomina tersebut dalam ujarannya.
c. Adjektiva
Adjektiva sudah diperoleh Ara pada tahap si kecil ini mengeluarkan ujaran dua kata dan
berkembang sampai tahap tiga kata. Contoh penggunaan adjektiva adalah pada tuturan
berikut. Ujaran ini muncul ketika Ara melihat mamanya menggunakan pensil alis dan
Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

9

lipstick yang terlalu terang (menor) dia akan berkomentar, mama tayak titan, “mama
kayak/seperti setan” atau kadang ia akan mengucapkan mama tayak oang ian aja, mama
kayak/seperti orang Irian saja”. Dan saat ia melihat ibunya menggunakan baju rapid an
menggunakan jilbab, Ara mengeluarkan ujaran, ih ibuk tantik, ih ibu cantik. Pemerolehan
adjektiva pada tahap ini mencakup adjektiva konkret (cantik). Kemudian kata adjektiva
yang dihasilkan Ara yang lain lagi adalah Tatak banyak apa lagi, “Kakak banyak apa lagi”
dan kata ni adhek unya betsar ni, “Ini adik punya besar nich”, enak apa agi, “Enak apa
lagi” ketiga kalimat ini diucapkan saat mereka berdua sama-sama sedang menikmati es
krim di wadah yang sama. Dua kalimat yang mengandung adjektiva tersebut juga telah
terkontaminasi dialek khas Papua yaitu, banyak apa lagi, enak apa lagi.

Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

10

PENUTUP
Kesimpulan
Pada komponen sintaksis ada pola-pola yang diperoleh secara universal. Anak dimanapun
selalu memulai dengan ujaran yang berupa satu kata, kemudian berkembang menjadi dua
kata, setelah itu tiga kata atau lebih. Sesuai dengan perkembangan pemerolehan bahasa anak.
Anak berumur sekitar 26 bulan sudah mampu untuk mengucapkan ujaran dua sampai tiga
kata. Oleh karena itu, tuturan yang umumnya diucapkan Ara pada umur 26-28 bulan sudah
berlevel dua atau tiga kata lebih. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dalam sendi sintaksis,
pemerolehan bahasa pada usia 26 bulan mencakup tahap dua kata, selanjutnya pada awal usia
27 bulan anak sudah mampu mengucapkan tiga kata lebih. Bentuk‐bentuk ujaran yang sudah
dikuasai adalah ujaran deklaratif, imperatif, interogatif. Penggunaan bentuk‐bentuk
pronomina (ini, itu), deiksis tempat (disini disana), dan adjektiva (besar, enak, cantik, gila,
menjijikkan).
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, terdapat beberapa saran. Pertama, pemerolehan bahasa
anak
selain faktor fisik juga ditentukan oleh rangsangan dari keluarga, media televisi/gadjet, dan
lingkungan sekitar/bermainnya. Oleh sebab itu, bagi orang tua yang ingin pemerolehan
bahasa anaknya sesuai dengan perkembangan fisik, bahkan melampaui harus selalu diberi
stimulus oleh orang tua dan lingkungan dengan baik. Dengan demikian, pengaruh faktor
eksternal berperan penting. Kedua, penelitian ini masih terbuka luas dilakukan oleh penelitipeneliti lainnya, karena pemerolehan bahasa setiap anak memiliki keunikan masing-masing
tergantung factor-faktor yang melatarbelakangi. Disisi lain waktu penelitian yang dilakukan
selama tiga bulan dirasa sangat singkat, sehingga belum bisa melihat perubahan-perubahan
yang signifikan. Harapan penulis, bisa memiliki kesempatan yang panjang untuk meneliti
pemerolehan Bahasa anak dengan seksama dan rinci, karena rupanya penelitian ini sangat
menyenangkan dan memiliki keunikan tersendiri.

Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

11

DAFTAR PUSTAKA
Brown, Douglas H. 2000. Principle of Language Learning and Teaching. New York.
AddisonWesley Longman Ltd
Budiono, Ralphy H. 2008. Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak Usia 1-2 tahun :
Sebuah Studi Kasus. Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (Unpublished)
Chaer, Abdul. 2015. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prima Yanti, Gusti. 2016. Pemerolehan Bahasa Anak: Kajian Aspek Fonologi Pada Anak.
Jurnal Ilmiah Visi PPTK PAUDNI, 11, 131-141.
Rusyani, Endang. 2008. Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2,5 tahun:Studi Kasus
Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia Dini. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia.
Soenjono, Darjowidjojo. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tarjana, Sri Samiati. 2002. ‘Sendi Logika dan Pragmatik pada Pemerolehan Bahasa Pertama:
Kasus Si Kecil Rendi’. Panorama Pengkajian Bahasa dan Satra. Program Pasca Sarjana
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
https://ismarinih.wordpress.com/2016/02/29/pemerolehan-bahasa-indonesia-anak-usia-2tahun-pada-tataran-sintaksis/

Pemerolehan Bahasa Anak Aspek Kajian Sintaksis

12