Studi Pustaka PENDIDIKAN KESEHATAN REPRO

STUDI PUSTAKA

UNIVERSITAS ANDALAS

PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI DALAM
KURIKULUM PENDIDIKAN
DI INDONESIA
Oleh :

AYU PERMATA SARI
No. BP. 1110333018

Diajukan Sebagai Salah Tugas Mata Kuliah
Epidemiologi Deskriptif

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2013

KATA PENGANTAR


Puji Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah meberikan
rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Epidemiologi Deskriptif berupa Studi Pustaka ini yang berjudul “Pendidikan
Kesehatan Reproduksi dalam Kurikulum Pendidikan di Indonesia”.
Dalam menyusun tugas ini, penulis banyak mendapat bantuan gagasan dan
moril, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua, kakak, adik, dan
teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Ucapan terima kasih
juga tidak lupa penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Epidemiologi Deskriptif
yang telah memberikan pengarahan dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan dan saran penulis harapkan dari berbgai pihak.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis di balas dan di
ridhoi oleh Allah SWT.
Padang, 30 November 2013

Penulis
(AYU PERMATA SARI)

i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tinjauan Singkat.................................................................................................2
1.4 Tujuan.................................................................................................................2
1.4.1 Tujuan Umum..............................................................................................2
1.4.2 Tujuan Khusus.............................................................................................2
1.5 Manfaat...............................................................................................................3
BAB 2 : ISI...................................................................................................................4
2.1 Uraian Masalah...................................................................................................4
2.2 Pembahasan........................................................................................................6
BAB 3 : PENUTUP....................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................10
3.2 Saran.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA


ii

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sarana yang memegang peranan penting
dalam pembentukan karakter individu. Melalui pendidikan, individu mendapat
berbagai macam pelajaran, ilmu dan wawasan yang sangat luas. Dari individu yang
tidak tahu dan mengerti apa-apa, tapi dengan adanya pendidikan individu menjadi
tahu dan mengerti.
Pendidikan dapat terbagi menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, pendidikan
nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal di dapat oleh individu
melalui jenjang pendidikan yang bersifat resmi, seperti TK, SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang berlangsung di
masyarakat, misalnya melalui lembaga pendidikan. Sedangkan pendidikan informal
adalah pendidikan yang diberikan oleh orangtua dan masyarakat

yang


mengutamakan nilai etika, moral, dan norma.
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laik-laki dan
perempuan. (UU RI No.36, 2009)
Pendidikan kesehatan reproduksi merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam menanggulangi kenakalan remaja yang sangat marak belakangan ini. Melalui
pendidikan kesehatan reproduksi ini maka anak-anak dan remaja pun dapat
memperoleh informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksinya.

1

2
Kesehatan reproduksi dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan ini masih
berupa rancangan. Tentu saja masih banyak pro dan kontra nya kesehatan reproduksi
di masukkan ke dalam kurikulum pendidikan.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, “seberapa
penting kesehatan reproduksi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia?”


1.3 Tinjauan Singkat
Pendidikan kesehatan reproduksi merupakan pendidikan yang akan
dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan yang bertujuan agar anak-anak dan
remaja dapat memperoleh informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi
dirinya. Pendidikan kesehatan reproduksi ini masih dianggap tabu oleh sebagain
masyarakat, sebab masih banyak yang mengaitkannya dengan pendidikan seks dan
stigma negatif lainnya.

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui seberapa penting pendidikan kesehatan reproduksi
dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui seberapa penting pendidikan kesehatan reproduksi di masukkan ke
dalam kurikulum pendidikan.
2. Diketahui pro dan kontra pendidikan kesehatan reproduksi dimasukkan ke
dalam kurikulum pendidikan.

3

1.5 Manfaat
1. Menambah wawasan penulis mengenai pendidikan kesehatan reproduksi
dalam kurikulum pendidikan
2. Mengetahui seberapa penting pendidikan kesehatan reproduksi jika
dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.
4. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai pendidikan kesehatan
reproduksi dalam kurikulum pendidikan.

BAB 2 : ISI

2.1 Uraian Masalah
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Barat meminta
agar pendidikan kesehatan reproduksi dimasukkan kedalam kurikulum di setiap
sekolah. Pasalnya, merujuk kepada data survey BKKBN tahun 2008, 57 persen
remaja Kota Bandung usia 15-24 tahun telah melakukan hubungan seks di luar nikah.
Menurut ketua pengurus daerah PKBI Jawa Barat, Dr Chairul Amri, saat ini
kesehatan reproduksi sangat tabu dibicarakan dari kalangan remaja hingga dewasa.
Tapi alangkah baiknya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi ini masuk dalam
kurikulum disetiap sekolah, minimal pendidikan tersebut diselipkan di pelajaran

biologi.
Minimnya pengetahuan reproduksi di kalangan remaja membuat Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengusulkan adanya
kurikulum kesehatan reproduksi mulai dari sekolah dasar samapi perguruan tinggi.
Minimnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja bisa
berpengaruh pada perilaku seks remaja pranikah. Akhir-akhir ini perilaku remaja
mengindikasi ke arah perbuatan berisiko seperti aborsi dan seks pranikah, ungkap
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Dr.
Sudibyo Alomoeso,MA.
Sudibyo berharap para remaja lebih menyadari pentingnya mengelola aset
pribadinya mulai dari menjaga diri sendiri, pergaulan, pendidikan dan masa
depannya. “Kaum muda penerus bangsa ini harus dapat merencanakan hidupnya ke
depan demi mencapai sesuatu yang terbaik bagi dirinya sendiri, keluarga,
masyarakat, dan negara,” kata Sudibyo.
4

5
Penerapan kurikulum kesehatan reproduksi dalam pendidikan dini kepada
anak-anak dan remaja masih terkendala. Alasannya, proses penyampaian kepada
anak masih dalam perdebatan.

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN
Jualianto Wijaksono mengatakan, hambatan kesehatan reproduksi dimasukkan dalam
kurikulum karena selalu dikaitkan dengan seks. Pengetahuan ini sangat penting untuk
remaja dan calon remaja agar dapat mengetahui kesehatan alat reproduksi mereka.
Menurutnya, seks merupakan sebagian kecil dari konotasi pendidikan kesehatan alat
reproduksi.
Julianto menyebutkan, dari 45% remaja yang hamil, sepertiga dari mereka
belum menikah. Fakta ini mengisyaratkan harus adanya proteksi ekstra kepada
remaja dan calon remaja
BKKBN tetap melakukan pendekatan kepada tokoh agama, organisasi guru,
pengajar dan stakeholder lainnya. Saat ini, BKKBN bekerjasama dengan UNICEF
untuk memberikan materi pendidikan kepada guru terkait kesehatan reproduksi
berdasarkan gradasi usia dari usia sekolah sampai remaja.
Tidak adanya ruang dan masih terjadinya bias dalam bahasa dan
penyampaian terkait reproduksi untuk anak-anak remaja, merupakan beberapa alasan
kenapa pendidikan kesehatan reproduksi masih belum terlaksana.
Pengetahuan remaja mengenai reproduksi sampai saat ini masih belum
mampu melindungi mereka dari perilaku beresiko. Sikap remaja tentang reproduksi
dan seksualitas cenderung masih belum memampukan mereka untuk bertanggung
jawab. Padahal di satu sisi, pendidikan kesehatan reproduksi merupakan tanggung

jawab keluarga, masyarakat, dan juga pemerintah (Dinas DIKPORA DIY)

6
Oleh karena itu, pendidikan kesehatan reproduksi harus dimasukkan dalam
kurikulum sekolah, sebagai pemenuhan hak remaja atas informasi tentang kesehatan
reproduksi dan seksual, ungkap kepala PKBI DIY Maesur Zaky, SHI, MA.
Urgensitas persoalan pendidikan anak bangsa tidak hanya pada mengukir
prestasi atau keunggulan, tetapi juga mengawal masa transisi ke dunia dewasa secara
sehat dan bertanggung jawab, khususnya dalam aspek seksualitas dan reproduksi.
Lewat kurikulum, ada tahapan pembelajaran dan model monitoring atau evaluasi
hasil pembelajaran yang terstruktur, sistematis, dan berjenjang.

2.2 Pembahasan
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
Prof. dr. Fasli Djalal,PhD, SpGK, menyayangkan kurikulum kesehatan reproduksi
masih diidentikkan dengan pendidikan seks. Padahal pendidikan kesehatan
reproduksi memiliki ruang lingkup yang sangat luas mulai dari pengenalan pada
tubuhnya, hal-hal yang membahayakan bagi badan dan organ reproduksinya, dan
bagaimana mencegah agar remaja tidak jatuh pada perilaku tidak baik atau negatif
yang bertentangan dengan moral dan agama, misalnya melakukan seks bebas dan

memakai narkoba.
Kurikulum kesehatan reproduksi ini akan membantu remaja menentukan
kapan mereka sebaiknya mempunyai anak pertama, serta kapan mereka bisa
mempunyai karir yang lebih leluasa. Remaja bisa merencanakan masa depannya
dengan baik.
Pendidikan kesehatan reproduksi tentu saja sangat berbeda dengan
pendidikan seks. pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan
reproduksi. Pendidikan kesehatan reproduksi meliliki ruang lingkup yang luas
sebagaimana terdapat dalam UU No.36 tahun 2009 pasal 71 ayat 2 meliputi :

7
a.

Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;

b.

Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, dan kesehatan seksual;

c.


Kesehatan sistem reproduksi

Dengan adanya pendidikan kesehatan reproduksi ini, remaja dapat memiliki
informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di
sekitarnya. Dengan informasi yang benar, remaja dapat memiliki sikap dan tingkah
laku yang bertanggungjawab mengenai proses reproduksi.
Fasli Djalal berharap mata pelajaran khususnya untuk sekolah menengah atas,
bisa lebih banyak memasukkan muatan tentang kesehatan reproduksi, termasuk
bahaya HIV-AIDS dan bahaya narkoba yang materinya harus disesuaikan untuk
remaja usia sekolah.
Kesehatan reproduksi sudah ada dalam mata pelajaran biologi dan pendidikan
kesehatan jasmani, meski tidak masuk dalam mata pelajaran khusus tetapi
kontekstual dan isi materi kesehatan reproduksi diharapkan bisa lebih banyak, namun
harus disesuaikan dengan usia sekolah, agar bisa dipahami namun tidak dianggap
melanggar norma dan budaya, ungkap Fasli Djalal.
Masih minimnya pengetahuan kesehatan reproduksi dibandingkan rasa
keingintahuan yang besar membuat remaja rentan melakukan tindakan yang bisa
membahayakan tubuh dan kesehatan reproduksinya, diantaranya menyebabkan
kehamilan di usia muda dan yang tidak diinginkan, pernikahan usia muda juga tinggi
kasusnya aborsi di kalangan remaja.
Meski tidak masuk dalam kurikulum semestinya sekolah memiliki buku
panduan konseling yang ramah remaja. Pengetahuan remaja misalnya pada masa
subur rendah, sementara rasa keingintahuannya yang tinggi di antaranya dala
kehidupan seksualnya, membuat mereka melakukan perilaku seks bebas dan coba-

8
coba, kemudian menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan dan akibatnya
banyak kasus aborsi yang tak sedikit berujung pada kematian.
Dengan adanya pengetahuan kesehatan reproduksi akan membuat remaja
paham dampak dari perilaku berisiko dan dapat menjaga dirinya dari hal-hal yang
negatif, sehingga mereka dapat berperilaku positif dalam menjaga kesehatan
reproduksinya dan pematangan usia menikah, baik dari fisik, psikologis, juga sosial
ekonominya.
Dalam pelaksanaannya disekolah, pendidikan kesehatan reproduksi dapat
diintegrasikan dengan beberapa mata pelajaran seperti biologi, agama, sosiologi,
Pkn, penjaskes. Atau juga dapat diintegrasikan sebagai salah satu bentuk
ekstrakurikuler di sekolah.
Hal yang perlu diingat adalah dalam memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi hendaknya berorientasi pada pendidikan efektif dan menjadi nilai-nilai
yang dapat diinternalisasikan pada diri siswa. Sehingga nantinya siswa akan mampu
bersikap, berbuat dan berperilaku secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Jika nilai-nilai tentang kesehatan reproduksi mampu terinternalisasikan dalam
diri siswa, maka tidak hanya angka penyalahgunaan napza saja yang bisa ditekan,
tetapi juga dapat menjadikan mereka sebagai manusia yang bertanggung jawab dan
bermartabat.
Pendidikan kesehatan reproduksi ini tak dapat dipungkiri mendapat banyak
tanggapan dari berbagai kalangan masaryarakat. Baik itu pendapat yang bersifat
mendukung maupun pendapat yang bersifat kritikan dan penolakan. Selain karena
pendidikan kesehatan reproduksi yang masih awam dalam persepsi masyarakat,
kurikulum yang jelas pun belum ada mengenai ini.

9
Batasan-batasan

pendidikan

kesehatan

reproduksi

dalam

kurikulum

pendidikan sangat diperlukan untuk dapat membatasi materi-materi yang akan
diajarkan kepada anak-anak dan remaja usia sekolah. Tentunya materi pendidikan
kesehatan reproduksi kepada anak-anak tingkat Sekolah Dasar berbeda dengan
penyampain materi kepada anak-anak tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Begitupun dengan materi yang di sampaikan kepada remaja tingkat Sekolah
Menengah atas berbeda materi pendidikan kesehatan reproduksi dengan remaja
tingkat perguruan tinggi.
Tenaga pengajar dalam pendidikan kesehatan reproduksi harus sangat
diperhatikan. Jangan sampai tenaga pengajar tidak mengetahui batasan-batasan
materi yang akan di sampaikannya kepada anak didiknya. Tenaga pengajar terlebih
dahulu harus mengetahui konsep-konsep kesehatan reproduksi sehingga dapat
mengetahui batasan materi yang harus di ketahui oleh anak didiknya serta tenaga
pengajar dapat memberikan materi dengan maksimal nantinya. Tenaga pengajar ini
sebelumnya juga harus dilatih, agar adanya persamaan materi yang akan di
sampaikan di sekolah menurut jenjang pendidikan pada tiap daerah.
Perlu adanya kejelasan mengenai mata pelajaran yang akan membahas
tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Jika memang pendidikan kesehatan
reproduksi ini akan di gabungkan dengan mata pelajaran tertentu, maka guru mata
pelajaran tersebut terlebih dahulu harus menguasai materi pendidikan kesehatan
reproduksi. Sedangkan jika pendidikan kesehatan reproduksi ini dijadikan satu mata
pelajaran baru, maka perlu adanya guru yang akan mengajar mata pelajaran tersebut.
Tentu perlu di adakannya standard kompetensi bagi guru yang akan mengajarkan
mata pelajaran kesehatan reproduksi tersebut.

BAB 3 : PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan kesehatan reproduksi ini sangat mempunyai peranan penting
dalam pembentukan karakter generasi penerus bangsa. Sebab dengan adanya
pendidikan kesehatan reproduksi ini, anak-anak dan remaja tidak hanya dapat
mengetahui informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi dirinya namun
anak-anak dan remaja juga dapat merencanakan masa depannya.
Pendidikan kesehatan reproduksi mengajarkan kepada anak-anak dan remaja
untuk dapat berperilaku posif dan sehat dalam kehidupan sehari-hari serta menjaga
dan merawat dengan baik alat reproduksi, sehingga dapat dipertanggung jawabkan
oleh masing-masing individu. Masalah pendidikan kesehatan reproduksi tidak hanya
tanggung jawab individu, melainkan juga tanggung jawab keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
Pendidikan kesehatan reproduksi ini memiliki output, outcome serta impact
yang berkelanjutan. Karena dengan pendidikan kesehatan reproduksi ini akan
membimbing anak-anak dan remaja demi terwujudnya generasi bangsa yang
berperilaku sehat, berkualitas, dan bertanggung jawab.
Pendidikan kesehatan reproduksi tak hanya mengundang pro saja, namun
juga mengundang kontra dari beberapa stakeholder tertentu. Dengan alasan bahwa
pendidikan kesehatan reproduksi masih di anggap hal tabu untuk di bicaraka dengan
anak-anak dan remaja dalam pendidikan di sekolah serta dengan di samakannya
persepsi mengenai pendidikan kesehatan reproduksi dengan pendidikan seks.
Selain hal di atas, masih belum adanya kejelasan mengenai kurikulum
pendidikan kesehatan reproduksi ini. Apakah pendidikan kesehatan reproduksi ini
10

11
menjadi mata pelajaran baru atau bergabung dalam mata pelajaran yang sesuai
materinya. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa materi pendidikan kesehatan
reproduksi sudah ada di jelaskan dalam mata pelajaran biologi, pendidikan jasmani,
sosiologi, agama, dan Pkn, meskpiun materinya hanya berupa pengenalan saja.
Tenaga kependidikan yang akan memberikan pelajaran mengenai kesehatan
reproduksi pun belum di ketahui, apakah guru biologi atau guru pendidikan jasmani
atau guru agama atau guru sosiologi atau guru Pkn dan ataupun guru konseling yang
akan memberikan pengajaran.
Serta belum adanya kepastian dari Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan
mengenai pendidikan kesehatan reproduksi ini di masukkan ke dalam kurikulum
pendidikan menjadikan program ini belum berjalan sebagaimana yang telah di
harapkan.
3.2 Saran
Pemerintah dan stakeholder terkait perlu memberitahukan kepada masyarakat
agar memahami pentingnnya pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum
pendidikan. Dan juga perlu di bantah persepsi masyarakat yang menyamakan
persepsi mengenai pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan seks. Serta
perlunya diperjelas batasan-batasan materi pendidikan kesehatan reproduksi yang
akan di masukkan ke dala kurikulum pendidikan berdasarkan tingkat pendidikan
yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

_____ . Buku Pelajaran Tak Bahas Aspek Sosial Kespro. Available from
http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/14/mpwp2d-penelitibuku-pelajaran-tak-bahas-aspek-sosial-kespro 30 November 2013
_____

.

Pendidikan

Kespro.

Available

from

http://rathikumara.blogspot.com/2012/10/masukkan-pendidikan-kesprodalam.html?m=1. 30 November 2013
_____.

Kespro

Remaja.

Available

from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27235/4/Chapter%2011.pdf.
30 November 2013
_____ . Kespro Remaja. Available from. http://terampuh.net/kespro-remaja/. 30
November 2013
_____

.

Kesehatan

Reproduksi

Remaja.

Available

from

.

http://tripadsense.wordpress.com/category/kesehatan-reproduksi-remaja/. 30
November 2013
_____

.

BKKBN

Kesehatan

Reproduksi.

Available

from

http://infopublik.kominfo.go.id/read/60578/bkkbn-materi-kespro-di-sekolah-perlu-ditambah.html. 30 November 2013
_____

.

Kurikulum

Kespro

dan

pendidikan

seks.

Available

fro.

http://m.liputan6.com/health/read/755606/kurikulum-kesehatan-reproduksitak-sama-dengan-pendidikan-seks. 30 November 2013
_____

.

Kurikulum

Kespro.

Available

http://m.liputan6.com/health/read/753878/bkkbn-maunya-kesehatanreproduksi-masuk-kurikulum-di-sekolah. 30 November 2013

from.