KH Hisyam Mengembangkan Sekolah Muhammadiyah
KH Hisyam Mengembangkan Sekolah Muhammadiyah
Muhammadiyah saat ini dikenal oleh masyarakat karena prestasi-prestasinya di bidang
pendidikan. Karenanya, amal usaha pendidikan ini sering menjadi instrumen ada tidaknya
Muhammadiyah di daerah itu, aktif tidaknya Muhammadiyah di daerah itu. Ketika sekolah
Muhammadiyah ada di suatu daerah, pertanda adanya keberadaan Muhammadiyah di daerah
tersebut. Ketika secara kualitas maupun kuantitas sekolah Muhammadiyah dikenal di daerah
tersebut juga bisa merupakan indikasi keaktifan warga dan pimpinan Muhammadiyah di daerah
tersebut.
Karenanya, tidak mengherankan jika sekolah-sekolah Muhammadiyah terus bermunculan dan
berkembang di seluruh nusantara. Sebab keberadaan sekolah ini juga merupakan pertanda
kehidupan Muhammadiyah di daerah tersebut. Sehingga tidak mustahil jika warga dan pimpinan
Muhammadiyah di suatu tempat akan berusaha dengan sungguh-sungguh mewujudkan sekolah
Muhammadiyah jika di wilayah tersebut belum ada sekolah Muhammadiyah. Demikian pula jika
ada sekolah yang menandakan kematian, maka buru-buru pengurus akan menanganinya dengan
sekuat tenaga meski ketika sekolah belum terancam tutup sangat kurang perhatiannya.
Di tingkat Ranting, misalnya, bersama Aisyiyah mendirikan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah
Bustanul Athfal (ABA). Di tingkat Cabang juga dimungkinkan adanya Sekolah Dasar (SD)
ataupun Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di tingkat Daerah, harus ada Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) baik SMA maupun SMK dan bahkan ada Perguruan Tingginya. Lebih-lebih
di tingkat Wilayah, Perguruan Tinggi Muhammadiyah nampaknya sudah menjadi trade mark
Muhammadiyah untuk mempuyai Universitas. Sehingga Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
(PWM) Maluku Utara yang relatif masih baru pun kemudian berhikmat untuk mendirikan
Universitas Muhammadiyah. Gejala ini hampir ada di semua tingkatan pimpinan Persyarikatan
di seluruh Indonesia, sehingga jumlah amal usaha pendidikan yang dikelola Muhammadiyah
berkembang sangat pesatnya. Bahkan untuk Perguruan Tingginya telah melampui jumlah
perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia.
Perkembangan amal usaha pendidikan yang begitu spektakuler ini, tidak bisa dihilangkan dari
upaya-upaya KH Hisyam (Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah yang ketiga) meski peletak
dasar mengenai ini KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah yang melakukannya. Pada
periode kepemimpinan KH Hisyam, titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarahkan pada
masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Hal ini
tercermin dari pendidikan putra-putrinya yang disekolahkan di beberapa perguruan yang
didirikan pemerintah. Dua orang putranya disekolahkan menjadi guru yang saat itu disebut
sebagai bevoegd yang akhirnya menjadi guru di HIS met de Qur’an Muhammadiyah di Kudus
dan Yogyakarta. Satu orang putranya menamatkan studi di Hogere Kweekschool di Purworejo,
dan seorang lagi menamatkan studi di Europese Kweekschool Surabaya. Kedua sekolah tersebut
merupakan sekolah yang didirikan Pemerintah Kolonial Belanda untuk mendidik calon guru
yang berwenang untuk mengajar HIS Gubernemen.
Tak ayal lagi bahwa dunia pendidikan pada periode kepemimpinan Hisyam mengalami
perkembangan yang sangat pesat, dan juga bahwa ketertiban dalam administrasi dan organisasi
juga semakin mantap. Hal ini terjadi barangkali karena KH. Hisyam pada periode kepemimpinan
sebelumnya telah menjadi Ketua Bagian Sekolah (saat ini disebut Majelis Pendidikan) dalam
Pengurus Besar Muhammadiyah.
Pada periode kepemimpinan Hisyam ini, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar tiga
tahun (volkschool atau sekolah desa) dengan menyamai persyaratan dan kurikulum sebagaimana
volkschool gubernemen. Setelah itu, dibuka pula vervolgschool Muhammadiyah sebagai
lanjutannya. Dengan demikian maka bermunculan volkschool dan vervolgschool
Muhammadiyah di Indonesia, terutama di jawa. Ketika pemerintah kolonial Belanda membuka
standaardschool, yaitu sekolah dasar enam tahun, maka Muhammadiyah pun mendirikan
sekolah yang semacam itu. Bahkan, Muhammadiyah juga mendirikan Hollands Inlandsche
School met de Qur’an Muhammadiyah untuk menyamai usaha masyarakat Katolik yang telah
mendirikan Hollands Inlandsch met de Bijbel.
Kebijakan Hisyam dalam memimpin Muhammadiyah saat itu diarahkan pada modernisasi
sekolah-sekolah Muhammadiyah, sehingga selaras dengan kemajuan pendidikan yang dicapai
oleh sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial. Ia berpikir bahwa masyarakat yang
ingin memasukkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah umum tidak perlu harus memasukkannya
ke sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial, karena Muhammadiyah sendiri telah
mendirikan sekolah-sekolah umum yang mempunyai mutu yang sama dengan sekolah-sekolah
pemerintah, bahkan masih dapat pula dipelihara
pendidikan agama bagi putra-putri
mereka.Walaupun harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang berat, sekolah-sekolah yang
didirikan Muhammadiyah akhirnya banyak yang mendapat pengakuan danj persamaan dari
pemerintah kolonial saat itu.
Dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah KH Hisyam mau bekerjasama dengan bersedia
menerima bantuan keuangan, dari pemerintah kolonial, walaupun jumlahnya sangat sedikit dan
tidak seimbang dengan bantuan pemerintah kepada sekolah-sekolah Kristen saat itu. Hal inilah
yang menyebabkan Hisyam dan Muhammadiyah mendapat kritikan keras dari Taman Siswa dan
Syarikat Islam yang saat itu melancarkan politik non-kooperatif. Namun Hisyam berpendirian
bahwa subsidi pemerintah saat itu merupakan hasil pajak yang diperas oleh pemerintah kolonial
dari masyarakat Indonesia, terutama ummat Islam. Dengan subsidi tersebut, Muhammadiyah
bisa memanfaatkannya untuk membangun kemajuan bagi pendidikan Muhammadiyah yang pada
akhirnya juga akan mendidik dan mencerdaskan bangsa ini. Menerima subsidi tersebut lebih baik
daripada menolaknya, karena jika subsidi tersebut ditolak maka subsidi tersebut akan dialihkan
pada sekolah-sekolah Kristen yang didirikan pemerintah kolonial yang hanya memperkuat posisi
kolonialisme Belanda.
Berkat perkembangan pendidikan Muhammadiyah yang pesat pada periode Hisyam, maka pada
akhir tahun 1932, Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 standaardschool, 69
Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelsschool, yaitu sekolah lima tahun yang akan
menyambung ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setingkat dengan SMP saat
ini, bagi murid tamatan vervolgshool atau standaardschool kelas V. Dalam sekolah-sekolah
Muhammadiyah tersebut juga dipakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sekolahsekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu lembaga pendidikan yang didirikan
pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah
Katolik, dan sekolah-sekolah Protestan.
Berkat jasa-jasa Hisyam dalam memajukan pendidikan untuk masyarakat, maka ia pun akhirnya
mendapatkan penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda saat itu berupa bintang tanda jasa,
yaitu Ridder Orde van Oranje Nassau. Ia dinilai telah berjasa kepada masyarakat dalam hal
pendidikan. Muhammadiyah yang dipimpinnya telah melakukan pendidikan masyarakat dengan
mendirikan berbagai macam sekolah Muhammadiyah di berbagai tempat di Indonesia.
Terobosan-terobosan dalam hal mendirikan sekolah ini, amatlah sangat besar manfaatnya bagi
pengembangan Sumber Daya Manusia. Karena dengan penyebaran sekolah yang sampai ke
pelosok-pelosok Indonesia tersebut ternyata di kemudian hari SDM Masyarakat yang dididik
Muhammadiyah menjadi lebih unggul dan bahkan ada yang sampai menjadi Presiden. Demikian
pula semangat untuk melakukan terobosan di bidang pendidikan itu juga sudah ditangkap hingga
saat ini. Sehingga warga dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh lapis tingkatan berusaha
meningkat kuantitas dan kualitas amal usaha pendidikan yang dikelolanya.
Inilah salah satu sumbangan Muhammadiyah bagi pembangunan manusia Indonesia, meski
mengalami serangan dari berbagai pihak. Baik itu dari sesama pengelola pendidikan, seperti
Taman Siswa dan Syarikat Islam, maupun dari kaum tradisional Islam yang mengkritik
penggunaan system sekolah ala Belanda dengan meninggalkan system Pesantren. Namun semua
itu sebagai pupuk bagi tumbuh suburnya benih pendidikan yang ditanam Muhammadiyah dan itu
telah terbukti. (lut).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004
Muhammadiyah saat ini dikenal oleh masyarakat karena prestasi-prestasinya di bidang
pendidikan. Karenanya, amal usaha pendidikan ini sering menjadi instrumen ada tidaknya
Muhammadiyah di daerah itu, aktif tidaknya Muhammadiyah di daerah itu. Ketika sekolah
Muhammadiyah ada di suatu daerah, pertanda adanya keberadaan Muhammadiyah di daerah
tersebut. Ketika secara kualitas maupun kuantitas sekolah Muhammadiyah dikenal di daerah
tersebut juga bisa merupakan indikasi keaktifan warga dan pimpinan Muhammadiyah di daerah
tersebut.
Karenanya, tidak mengherankan jika sekolah-sekolah Muhammadiyah terus bermunculan dan
berkembang di seluruh nusantara. Sebab keberadaan sekolah ini juga merupakan pertanda
kehidupan Muhammadiyah di daerah tersebut. Sehingga tidak mustahil jika warga dan pimpinan
Muhammadiyah di suatu tempat akan berusaha dengan sungguh-sungguh mewujudkan sekolah
Muhammadiyah jika di wilayah tersebut belum ada sekolah Muhammadiyah. Demikian pula jika
ada sekolah yang menandakan kematian, maka buru-buru pengurus akan menanganinya dengan
sekuat tenaga meski ketika sekolah belum terancam tutup sangat kurang perhatiannya.
Di tingkat Ranting, misalnya, bersama Aisyiyah mendirikan Taman Kanak-Kanak Aisyiyah
Bustanul Athfal (ABA). Di tingkat Cabang juga dimungkinkan adanya Sekolah Dasar (SD)
ataupun Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di tingkat Daerah, harus ada Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) baik SMA maupun SMK dan bahkan ada Perguruan Tingginya. Lebih-lebih
di tingkat Wilayah, Perguruan Tinggi Muhammadiyah nampaknya sudah menjadi trade mark
Muhammadiyah untuk mempuyai Universitas. Sehingga Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
(PWM) Maluku Utara yang relatif masih baru pun kemudian berhikmat untuk mendirikan
Universitas Muhammadiyah. Gejala ini hampir ada di semua tingkatan pimpinan Persyarikatan
di seluruh Indonesia, sehingga jumlah amal usaha pendidikan yang dikelola Muhammadiyah
berkembang sangat pesatnya. Bahkan untuk Perguruan Tingginya telah melampui jumlah
perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia.
Perkembangan amal usaha pendidikan yang begitu spektakuler ini, tidak bisa dihilangkan dari
upaya-upaya KH Hisyam (Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah yang ketiga) meski peletak
dasar mengenai ini KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah yang melakukannya. Pada
periode kepemimpinan KH Hisyam, titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarahkan pada
masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Hal ini
tercermin dari pendidikan putra-putrinya yang disekolahkan di beberapa perguruan yang
didirikan pemerintah. Dua orang putranya disekolahkan menjadi guru yang saat itu disebut
sebagai bevoegd yang akhirnya menjadi guru di HIS met de Qur’an Muhammadiyah di Kudus
dan Yogyakarta. Satu orang putranya menamatkan studi di Hogere Kweekschool di Purworejo,
dan seorang lagi menamatkan studi di Europese Kweekschool Surabaya. Kedua sekolah tersebut
merupakan sekolah yang didirikan Pemerintah Kolonial Belanda untuk mendidik calon guru
yang berwenang untuk mengajar HIS Gubernemen.
Tak ayal lagi bahwa dunia pendidikan pada periode kepemimpinan Hisyam mengalami
perkembangan yang sangat pesat, dan juga bahwa ketertiban dalam administrasi dan organisasi
juga semakin mantap. Hal ini terjadi barangkali karena KH. Hisyam pada periode kepemimpinan
sebelumnya telah menjadi Ketua Bagian Sekolah (saat ini disebut Majelis Pendidikan) dalam
Pengurus Besar Muhammadiyah.
Pada periode kepemimpinan Hisyam ini, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar tiga
tahun (volkschool atau sekolah desa) dengan menyamai persyaratan dan kurikulum sebagaimana
volkschool gubernemen. Setelah itu, dibuka pula vervolgschool Muhammadiyah sebagai
lanjutannya. Dengan demikian maka bermunculan volkschool dan vervolgschool
Muhammadiyah di Indonesia, terutama di jawa. Ketika pemerintah kolonial Belanda membuka
standaardschool, yaitu sekolah dasar enam tahun, maka Muhammadiyah pun mendirikan
sekolah yang semacam itu. Bahkan, Muhammadiyah juga mendirikan Hollands Inlandsche
School met de Qur’an Muhammadiyah untuk menyamai usaha masyarakat Katolik yang telah
mendirikan Hollands Inlandsch met de Bijbel.
Kebijakan Hisyam dalam memimpin Muhammadiyah saat itu diarahkan pada modernisasi
sekolah-sekolah Muhammadiyah, sehingga selaras dengan kemajuan pendidikan yang dicapai
oleh sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial. Ia berpikir bahwa masyarakat yang
ingin memasukkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah umum tidak perlu harus memasukkannya
ke sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial, karena Muhammadiyah sendiri telah
mendirikan sekolah-sekolah umum yang mempunyai mutu yang sama dengan sekolah-sekolah
pemerintah, bahkan masih dapat pula dipelihara
pendidikan agama bagi putra-putri
mereka.Walaupun harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang berat, sekolah-sekolah yang
didirikan Muhammadiyah akhirnya banyak yang mendapat pengakuan danj persamaan dari
pemerintah kolonial saat itu.
Dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah KH Hisyam mau bekerjasama dengan bersedia
menerima bantuan keuangan, dari pemerintah kolonial, walaupun jumlahnya sangat sedikit dan
tidak seimbang dengan bantuan pemerintah kepada sekolah-sekolah Kristen saat itu. Hal inilah
yang menyebabkan Hisyam dan Muhammadiyah mendapat kritikan keras dari Taman Siswa dan
Syarikat Islam yang saat itu melancarkan politik non-kooperatif. Namun Hisyam berpendirian
bahwa subsidi pemerintah saat itu merupakan hasil pajak yang diperas oleh pemerintah kolonial
dari masyarakat Indonesia, terutama ummat Islam. Dengan subsidi tersebut, Muhammadiyah
bisa memanfaatkannya untuk membangun kemajuan bagi pendidikan Muhammadiyah yang pada
akhirnya juga akan mendidik dan mencerdaskan bangsa ini. Menerima subsidi tersebut lebih baik
daripada menolaknya, karena jika subsidi tersebut ditolak maka subsidi tersebut akan dialihkan
pada sekolah-sekolah Kristen yang didirikan pemerintah kolonial yang hanya memperkuat posisi
kolonialisme Belanda.
Berkat perkembangan pendidikan Muhammadiyah yang pesat pada periode Hisyam, maka pada
akhir tahun 1932, Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 standaardschool, 69
Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelsschool, yaitu sekolah lima tahun yang akan
menyambung ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setingkat dengan SMP saat
ini, bagi murid tamatan vervolgshool atau standaardschool kelas V. Dalam sekolah-sekolah
Muhammadiyah tersebut juga dipakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sekolahsekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu lembaga pendidikan yang didirikan
pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah
Katolik, dan sekolah-sekolah Protestan.
Berkat jasa-jasa Hisyam dalam memajukan pendidikan untuk masyarakat, maka ia pun akhirnya
mendapatkan penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda saat itu berupa bintang tanda jasa,
yaitu Ridder Orde van Oranje Nassau. Ia dinilai telah berjasa kepada masyarakat dalam hal
pendidikan. Muhammadiyah yang dipimpinnya telah melakukan pendidikan masyarakat dengan
mendirikan berbagai macam sekolah Muhammadiyah di berbagai tempat di Indonesia.
Terobosan-terobosan dalam hal mendirikan sekolah ini, amatlah sangat besar manfaatnya bagi
pengembangan Sumber Daya Manusia. Karena dengan penyebaran sekolah yang sampai ke
pelosok-pelosok Indonesia tersebut ternyata di kemudian hari SDM Masyarakat yang dididik
Muhammadiyah menjadi lebih unggul dan bahkan ada yang sampai menjadi Presiden. Demikian
pula semangat untuk melakukan terobosan di bidang pendidikan itu juga sudah ditangkap hingga
saat ini. Sehingga warga dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh lapis tingkatan berusaha
meningkat kuantitas dan kualitas amal usaha pendidikan yang dikelolanya.
Inilah salah satu sumbangan Muhammadiyah bagi pembangunan manusia Indonesia, meski
mengalami serangan dari berbagai pihak. Baik itu dari sesama pengelola pendidikan, seperti
Taman Siswa dan Syarikat Islam, maupun dari kaum tradisional Islam yang mengkritik
penggunaan system sekolah ala Belanda dengan meninggalkan system Pesantren. Namun semua
itu sebagai pupuk bagi tumbuh suburnya benih pendidikan yang ditanam Muhammadiyah dan itu
telah terbukti. (lut).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004