PENGARUH ALAT PERMAINAN EDUKATIF FILLING WORD TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN ANAK KELOMPOK B TK ABA NGABEAN I TEMPEL.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia yang dilahirkan di dunia pastilah mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah perubahan yang dapat diukur menggunakan suatu alat. Perkembangan adalah bertambahnya keterampilan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan sel, jaringan, organ dan sistem sehingga dapat memenuhi fungsinya (Soetjiningsih, 1995: 1). Pertumbuhan dan perkembangan ini sudah dimulai sejak manusia dalam kandungan atau rahim seorang ibu.

Perkembangan anak usia dini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: perkembangan fisik-motorik, intelektual, moral, emosional, sosial, bahasa, dan kreativitas (Slamet Suyanto, 2005: 50). Namun pada hakikatnya perkembangan-perkembangan tersebut saling berpadu satu dengan yang lain. Perkembangan bahasa merupakan salah satu perkembangan yang berperan penting dalam kehidupan anak usia dini. Perkembangan bahasa anak usia dini yaitu perkembangan struktur yang melibatkan sel, jaringan, organ, dan sistem yang berkaitan dengan komunikasi anak.

Ibnu Jinni (Syakir Abdul Azhim, 2002: 3) mendefinisikan bahwa bahasa yaitu suara-suara yang digunakan oleh setiap bangsa untuk mengungkapkan maksudnya. Badudu (Nurbiana Dheni, Lara Fridani, Gusti Yarmi, & Nany


(2)

2

Kusniaty, 2005: 1.8) mengatakan bahwa bahasa adalah komunikasi yang terjadi dalam masyarakat yang menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya. Suhartono (2005: 8) menjelaskan bahwa bahasa anak adalah bahasa yang dipakai oleh anak untuk menyampaikan keinginan, pikiran, perasaan, permintaan, dan lain-lain untuk diri anak sendiri agar orang di sekitar anak paham terhadap apa yang dia inginkan. Merujuk pada berbagai pendapat ditas dapat dikatakan bahwa bahasa adalah komunikasi yang terjadi pada masyarakat untuk menyampaikan pikiran, keinginan, dan lain sebagainya.

Komunikasi bahasa dalam masyarakat sebagai ungkapan perasaan, pikiran, keinginan, dan lain sebagainya dibedakan menjadi 4 yaitu mendengar atau menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Bromley (Nurbiana Dhieni, dkk., 2005: 1.15) yang menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak usia dini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Bromley (Nurbiana Dhieni, dkk., 2005: 1.15) juga menjelaskan bahwa perkembangan bahasa anak usia dini hakikatnya dibedakan menjadi dua yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif disebut juga dengan keterampilan anak dalam menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya, sedangkan bahasa ekspresif disebut juga dengan keterampilan anak dalam menggungkapkan suatu informasi kepada orang lain.

Salah satu perkembangan bahasa yang penting bagi anak usia dini adalah membaca. Membaca termasuk dalam bahasa reseptif karena membaca merupakan kegiatan menangkap informasi yang berada pada lingkungan sekitar. Hal ini juga dikemukakan oleh Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996: 49) bahwa membaca


(3)

3

sebagai salah satu kegiatan yang bersifat reseptif karena dengan membaca seseorang akan mendapatkan informasi, pengetahuan, dan pengalaman baru. Senada dengan Nurbiana Dhieni, dkk. (2005: 5.3) mengatakan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan yang melibatkan berbagai keterampilan, karena membaca merupakan kegiatan terpadu yang meliputi beberapa kegiatan yaitu mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan dengan bunyi, dan menarik kesimpulan dari bacaan.

Membaca memang sudah dilakukan anak sejak lahir, namun terdapat tahapan-tahapan dalam membaca. Menurut Cochrane (dalam Slamet Suyanto, 2005: 168) tahapan perkembangan membaca anak dibagi dalam lima tahap yaitu: tahap magis (magical stage), tahap konsep diri (self-concept stage), tahap membaca peralihan (bridging reader stage), tahap membaca lanjut (take-off reader stage), dan tahap membaca mandiri (independent reader). Berdasarkan pada tahapan di atas anak usia 5-6 tahun termasuk dalam membaca peralihan (bridging reader stage) sampai tahap membaca lanjut (take-off reader stage) yaitu anak sudah dapat mengenal huruf yang sering dia jumpai dan juga anak mulai tertarik pada bacaan pada lingkungan sekitar, seperti bungkus susu dan lain sebagainya.

Membaca merupakan salah satu perkembangan bahasa yang penting untuk dikembangkan, dengan membaca kita dapat memperoleh informasi yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat Farida Rahim (2008: 1) yang menjelaskan bahwa membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat, karena setiap aspek kehidupan ini melibatkan kegiatan membaca. Setelah


(4)

4

mendapat informasi kita dapat memperoleh pengetahuan yang tidak kita dapat melalui bahasa lisan, hal ini sesuai dengan pendapat Twain (Masri Sareb Putra, 2008: 7) yang menjelaskan bahwa seseorang yang senang membaca memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan orang yang tidak membaca. Selain itu dengan membaca akan membuka wawasan, dapat melakukan refleksi juga meditasi sehingga terarah pada budaya intelektual.

Membaca merupakan hal yang kompleks sehingga membaca terkadang membuat anak kesulitan dalam belajar membaca. Menurut Munawir Yusuf (2005: 104) terdapat beberapa kesulitan dalam belajar membaca yaitu: kesalahan anak dalam membedakan huruf, bunyi huruf, kesalahan dalam arah membaca, ganguan persepsi, dan gangguan konsentrasi dalam membaca. Penting bagi orang dewasa untuk mengembangkan keterampilan membaca anak, karena membaca sangat penting bagi kehidupan anak selanjutnya, hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Anna Yulia (2005: 2) bahwa membaca sangatlah penting bagi anak usia dini karena membaca dapat dijadikan fondasi bagi kehidupan anak selanjutnya. Membaca sangatlah penting maka perlu adanya pengembangan membaca anak usia dini yang dapat dikembangkan melalui beberapa kegiatan atau salah satunya dengan cara menggunakan media pemberian stimulasi yang menarik bagi anak. Untuk itu perlu adanya stimulasi membaca dengan berbagai media yang ada seperti buku juga sarana lain yang dapat digunakan dalam belajar membaca.

Media pemberian stimulasi yaitu segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat untuk menyalurkan informasi. Dalam dunia pendidikan anak usia


(5)

5

dini media pemberian stimulasi sering disebut dengan alat permainan edukatif. Alat permainan edukatif yaitu alat permainan yang bernilai edukatif yang dirancang untuk mengoptimalkan perkembangan dan kecerdasan anak usia dini (Nelva Rolina, 2012: 4).

Alat permainan edukatif yang digunakan untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak haruslah mempunyai kriteria-kriteria tertentu sehingga layak untuk digunakan sebagai alat bantu. Kriteria-kriteria yang dibutuhkan menurut Tim Taman Balita Islam Fatimatuz-Zahra (TBIF) dan Mayke S. Tedjasaputra (dalam Nelva Rolina, 2012: 6) antara lain: 1) diperuntukan bagi anak usia dini; 2) multifungsi; 3) melatih problem solving; 4) melatih konsep-konsep dasar; 5) melatih ketelitian dan ketekunan; serta 6) merangsang kreativitas. Kriteria-kriteria yang telah disebutkan di atas haruslah menjadi titik ukur pembuatan suatu media pemberian stimulasi atau alat permainan edukatif untuk anak usia dini. Bilamana media tersebut sudah memiliki kriteria seperti yang telah disebutkan di atas, maka layak dipergunakan sebagai alat bantu dalam pemberian stimulasi sehingga dapat disebut dengan alat permainan edukatif.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di Taman Kanak-Kanak Aisyah Busthanul Atfal (TK ABA) Ngabean I Tempel, yang terletak di Tempel, Sleman yang dilakukan 14-16 September 2014 ditemukan bahwa terdapat 3 kelas di TK Kelompok B yaitu Kelompok B1, Kelompok B2, dan Kelompok B3. Kelompok B3 di TK ABA Ngabean I Tempel ini terdiri dari anak yang berumur 6-7 tahun dan sudah bersekolah selama 3 tahun di TK tersebut, sehingga peneliti tidak mengobservasi lebih lanjut kegiatan yang ada pada kelompok ini. Untuk


(6)

6

Kelompok B1 terdapat 25 anak yang terdiri dari 12 laki-laki dan 13 perempuan. Sedangkan pada Kelompok B2 terdapat 23 anak yang terdiri dari 9 laki-laki dan 14 perempuan.

Pemberian stimulasi yang dilakukan pada Kelompok B1 dan Kelompok B2 tidaklah berbeda, Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang ada dibuat secara bersamaan. Pemberian stimulasi yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar masih menggunakan metode konvensional yang mana anak tidak terlibat aktif atau praktek langsung dalam kegiatan atau pemberian stimulasi. Dalam pemberian stimulasi membaca guru hanya menuliskan huruf di papan tulis dan meminta anak untuk menyebutkan huruf dan menulis pada buku masing-masing anak. Selain itu kegiatan pemberian stimulasi yang masih menggunakan Lembar Kerja Anak (LKA) pada setiap kegiatan dalam satu hari.

Sebagian anak TK Kelompok B1 maupun Kelompok B2 sudah dapat mengenal huruf dari a-z, dan sebagian besar anak masih kesulitan saat membaca huruf yang digabung membentuk suku kata seperti to dan pi untuk kata topi dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil observasi, pemberian stimulasi membaca di TK ABA Ngabean I Tempel ini anak tidak diajak untuk mengenal huruf melalui kegiatan bermain. Hal ini disebabkan karena kurangnya variatifnya penggunaan media atau sumber belajar yang mengembangkan aspek bahasa dapat dilihat dari hanya terdapat beberapa tempelan gambar yang ada diruang kelas.

Kegiatan bermain sangat disukai anak karena dunia anak adalah dunia bermain. Jika dalam pemberian stimulasi anak disuguhkan pada kegiatan yang memaksa anak maka akan berakibat buruk pada anak di kemudian harinya.


(7)

7

Dalam memberikan stimulasi membaca pada anak dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan salah satunya dengan menggunakan permainan kata dan huruf. Nurbiana Dhieni, dkk. (2005: 9.17) menjelaskan bahwa permainan kata dan huruf dapat memberikan situasi belajar yang santai dan informal, bebas, dan tidak menegangkan. Dalam melakukan kegiatan bermain, walaupun anak mengalami keterbatasan dalam menyusun kata berkali-kali namun anak tidak bosan karena pemberian stimulasi dikemas dengan cara bermain.

Menanggapi permasalahan yang telah dijelaskan di atas maka perlu penggunaan media yang dapat memberikan pengaruh positif yang berkaitan dengan keterampilan membaca mengingat perkembangan bahasa merupakan penentu bagi komunikasi anak usia dini dalam memperoleh pengalamnnya. Untuk itu peneliti menggunakan media yang dapat mengembangkan perkembangan bahasa terutama dalam membaca permulaan, media yang digunakan merupakan media yang telah digunakan oleh sekolah montessori untuk mengembangkan perkembangan bahasa yaitu alat permainan huruf-huruf lepas atau filling word. Alat permainan huruf-huruf lepas ini juga memiliki kesamaan bermain dengan mencari huruf dan permainan tata huruf. Alat permainan edukatif filling word atau huruf-huruf lepas adalah alat permainan yang terdiri dari gambar dan berbagai huruf dan digunakan untuk merangkai kata.

Merujuk pada alat permainan huruf-huruf lepas (Shoba Dewey Chugani, 2009: 55), maka cara bermain alat permainan edukatif filling word yaitu dengan memasukkan huruf yang belum terdapat dalam kata yang menunjukkan nama dari gambar yang ada. Misal terdapat gambar bebek, maka anak akan disuguhkan


(8)

8

huruf-huruf yang membentuk nama dari gambar tersebut. Dengan alat ini anak dapat mengenal berbagai huruf yang ada juga dapat mengenal huruf apa saja yang dapat membentuk kata dari gambar yang ada. Jika anak diberikan berbagai gambar dan juga pembiasaan dalam penggulangan yang tidak membuat anak bosan maka anak akan dapat membaca.

Alat permainan edukatif filling word ini juga dapat merangsang kreativitas anak dengan ketelitian dan ketekunan anak dengan teknik problem solving, agar anak dapat memecahkan masalah yang ada dengan memasukkan huruf-huruf yang sesuai dengan nama gambar. Media ini juga dapat mengembangakan aspek kecerdasan dalam diri anak. Sangat cocok dan aman bagi anak karena media ini terbuat dari kain flanel yang tidak mudah sobek dan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi anak. Berdasarkan konteks di atas, penulis tertarik untuk meneliti “pengaruh alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B TK ABA Ngabean I Tempel”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Anak di TK ABA Ngabean I Tempel masih mengalami kesulitan dalam membaca permulaan, hal ini ditunjukkan dari belum dapatnya anak membaca suku kata seperti to dan pi untuk kata topi.


(9)

9

2. Pemberian stimulasi membaca yang masih menggunakan metode konvensional, ditunjukkan dari cara mengajar guru yang masih menggunakan Lembar Kerja Anak.

3. Belum adanya media yang mengembangkan keterampilan membaca permulaan, terlihat dari hanya terdapat tempelan yang terdapat pada dinding kelas.

C. Batasan Masalah

Karena adanya keterbatasan, waktu, dana, tenaga, teori-teori, dan supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah yang telah teridentifikasi akan diteliti. Untuk itu maka peneliti memberi batasan, dimana akan dilakukan penelitian, variabel apa saja yang akan diteliti, serta bagaimana hubungan variabel satu dengan variabel lain. Berdasarkan hal tersebut maka variabel yang diteliti adalah penggunaan media untuk mengembangkan keterampilan membaca permulaan yaitu alat permainan edukatif filling word.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu adakah bagaimanakah alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B di TK ABA Ngabean I Tempel?.


(10)

10 E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B di TK ABA Ngabean I Tempel.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu: 1. Manfaat bagi Anak

Memberikan rasa senang dan tidak bosan ketika belajar, sehingga belajar akan lebih bermakna bagi anak dan dapat menstimulasi anak dan mengoptimalkan perkembangan anak.

2. Manfaat bagi Guru

Dapat dijadikan media pengajaran yang dapat digunakan untuk menstimulasi anak didik.


(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keterampilan Membaca Permulaan 1. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Bahasa merupakan salah satu aspek perkembangan yang perlu diketahui sejak dini. Menurut Enny Zubaidah (2001: 1) bahasa berfungsi sebagai salah satu alat komunikasi dan merupakan sarana penting dalam kehidupan anak. Melalui bahasa ini anak dapat berkomunikasi, bertukar pikiran dengan teman dan dapat menambah pengalaman juga pengetahuan anak. Hurlock (Enny Zubaidah, 2001: 7) menjelaskan bahwa bahasa mencakup setiap bentuk komunikasi yang ditimbulkan oleh pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Maka dalam bahasa tersebut perlu adanya penggunaan tanda—tanda atau simbol ke dalam tata bahasa yang berada dalam struktur aturan yang menentukan berbagai macam tanda.

Perkembangan bahasa anak ditempuh melalui cara yang sistematis dan berkembang bersama-sama dengan pertambahan usianya (Enny Zubaidah, 2001:10). Dalam perkembangannya, bahasa digabi menjadi dua tahap yaitu tahap pralinguistik dan tahap linguistik. Dworetzsky (Enny Zubaidah, 2001:11) menjelaskan bahwa terdapat dua periode dalam perkembangan bahasa yaitu periode pralinguistik dan periode linguistik. Periode pra linguistik adalah masa di mana anak berada pada masa belum mengenal bahasa atau mampu berbahasa. Sedangkan periode linguistik adalah masa dimana anak sudah mulai mengenal dan mengembangakan bahasanya.


(12)

12

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahasa perkembangan bahasa anak usia dini adalah bentuk komunikasi dari awal tahap pralinguistik dimulai dengan anak menangis hingga tahap linguistik ketika anak sudah dapat berbicara, yang mana komunikasi tersebut digunakan untuk mengungkapkan keinginan dan pendapat anak.

2. Pengertian Keterampilan Membaca Permulaan

Membaca termasuk bagian dari perkembangan bahasa, membaca tidak hanya diperuntukkan bagi orang dewasa, maka perlu adanya pengembangan membaca sejak usia dini. Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) menyatakan bahwa membaca dini adalah program kegiatan membaca yang diperuntukkan bagi anak usia prasekolah yang diatur menurut sistem tahap perkembangan membaca anak. Program ini terdiri dari berbagai permainan dan kegiatan yang dirdasarkan pada pengalaman anak sehingga menumbuhkan minat agar tercipta

kebermaknaan yang dapat menambah kosa kata anak. Syafi’e (Farida Rahim,

2008: 2) mendefinisikan membaca permulaan yaitu dimana terdapat proses recording dan decoding. Recording yaitu proses merekam kata dan kalimat, kemudian menghubungkannya dengan bunyi yang sesuai dengan huruf yang ada. Sedangkan decoding atau penyandian yaitu merujuk pada proses menerjemahkan rangkaian huruf yang ada dalam tulisan menjadi bunyi yang diucapkan. Penekanan membaca pada tahap ini adalah proses perseptual, yaitu pengenalan hubungan rangkaian huruf yang ada dalam kata dengan bunyi-bunyi bahasa.

Spodek dan Saracho (Ahmad Rofi’uddin & Darmiyati Zuhdi, 2001: 31) menjelaskan bahwa membaca merupakan proses memperoleh makna dari barang


(13)

13

cetak. Dalam hal ini terdapat dua cara dalam memperoleh makna yaitu dengan cara langsung dan tidak langsung. Cara langsung yaitu pembaca menghubungkan tanda visual dari tulisan dengan maknanya, sedangkan tidak langsung yaitu mengidentifikasi bunyi dalam kata yang kemudian dihubungkan dengan maknanya. Anak usia dini termasuk kedalam pembaca yang memperoleh makna secara tidak langsung karena anak membutuhkan proses sebelum anak memaknai tanda visual tersebut. Masri Sareb Putra (2008: 4) menyebutkan bahwa tahapan membaca dibagi menjadi dua yaitu membaca permulaan dan membaca tahap lanjut. Membaca permulaan adalah lebih menekankan pada pengkondisian anak dalam mengenal bahan bacaan, anak belum dituntut untuk menguasai materi secara menyeluruh, lalu menyampaikan perolehannya dari membaca.

Combs (Ahmad Rofi’uddin & Darmiyati Zuhdi, 2001: 31) membagi kegiatan membaca menjadi tiga tahap: tahap persiapan, tahap perkembangan, dan tahap transisi. Tahap persiapan, anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, anak mulai tertarik terhadap buku, anak mulai memahami konsep huruf yang terdapat pada kata. Tahap perkembangan, anak mulai memahami pola bahasa yang ada dengan belajar memasangkan satu kata dengan kata yang lain. Tahap transisi, anak mulai merubah gaya membaca dengan suara keras menjadi membaca dalam hati, anak mulai menikmati apa yang dibacanya. Anak usia 5-6 tahun berdasarkan tahapan yang dikemukakan oleh Combs berada pada tahap persiapan dimana anak mulai tertarik dengan buku dan anak mulai memahami konsep huruf yang terdapat dalam kata, yang mana dalam hal ini anak mulai


(14)

14

mengenal huruf dan anak mulai memahami suku kata yang membentuk kata yang ada.

Hal ini juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa tahapan perkembangan bahasa anak usia 5-6 yang berkaitan dengan keaksaraan atau membaca yaitu menyebutkan simbol huruf yang dikenal, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama, memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf. Berdasarkan pada berbagai pendapat yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca permulaan adalah keterampilan anak memahami konsep huruf (mengenal huruf, mengenal bunyi, mengenal suku kata) yang terdapat dalam kata.

3. Tahapan Perkembangan Membaca Anak Usia 5-6 Tahun

Membaca anak usia dini terjadi secara bertahap. Anak mulai belajar membaca sejak dia dilahirkan namun terdapat tahapan-tahapan yang dimulai dari hal yang kecil hingga hal yang kompleks. Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 90-91) mengatakan bahwa membaca anak usia dini dapat dibagi kedalam empat tahap yaitu: tahap timbulnya kesadaran terhadap tulisan, tahap membaca gambar, tahap pengenalan bacaan, tahap membaca lancar.

Lebih dalam lagi Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 90-91) menjelaskan tahap timbulnya kesadaran terhadap tulisan yaitu pada tahap ini anak mulai menyukai buku dan menganggap bahwa buku itu adalah sesuatu yang penting, anak membolak-balikkan buku dan membawa buku kesukaannya kemana mereka pergi. Tahap membaca gambar, dalam tahap ini anak memandang dirinya sebagai


(15)

15

pembaca, anak pura-pura membaca, memaknai gambar yang ada menggunakan bahasa mereka sendiri. Tahap pengenalan bacaan, anak telah dapat menggunakan tiga sistem bahasa yaitu fonem (bunyi huruf), semantik (arti kata), dan sintaksis (aturan kata atau kalimat) secara bersamaan. Anak sudah dapat menghubungkan tanda-tanda yang ada di lingkungannya dengan konteks huruf yang ada. Tahap membaca lancar, pada tahap ini anak sudah dapat membaca secara lancar berbagai buku yang ada.

Goodchild (2006: 20-30) juga menjelaskan tahap-tahap perkembangan membaca sebagai berikut: bayi (0-15 bulan); batita (13 bulan-3 tahun); prasekolah (2,5 5 tahun); pembaca pemula (46 tahun); menjadi mandiri (5,5 -6,5 tahun); kefasihan awal (6-8 tahun). Berdasarkan tahapan perkembangan di atas anak usia 5-6 tahun termasuk dalam prasekolah, pembaca pemula, dan menjadi mandiri. Pada usia 5-6 tahun ini anak sudah dapat mengurutkan cerita sederhana, sudah dapat mengetahui konsep membaca dari kiri ke kanan, dapat mengenal huruf yang sering mereka lihat, anak mencoba untuk menuliskan kata yang dikenal. Jadi dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan membaca anak usia 5-6 tahun yaitu tahap dimana anak mengenal huruf dan sudah dapat menghubungkan tanda yang ada di lingkungan sekitar mereka dengan konteks huruf yang ada.

4. Model Teori Belajar Bahasa

Belajar bahasa sejak dini sangat diperlukan agar anak dapat mengetahui informasi dan menambah pengetahuan, yang anak dapatkan melalui membaca. Pembelajaran adalah serangkain kegiatan yang melibatkan informasi dan


(16)

16

lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar (Jamil Suprihatiningrum, 2013: 75). Lingkungan yang disusun secara terencana yang dimaksud yaitu tempat, metode, media, dan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar siswa dapat menerima pengetahuan dan memudahkan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam belajar bahasa terdapat 4 model teori belajar yaitu teori behavioristik, teori nativistik, teori kognitif, dan teori konstruktivistik.

Behavioris berdasarkan pada perubahan perilaku. Behavioris menekankan pada pola perilaku baru yang diulang-ulang sampai menjadi otomatis (Ella Yulaelawati, 2004: 50). Sedangkan menurut Sugihartono, Kartika N. Fathiyah, Farida Harahap, Farida A. Setiawati, Siti R. Nurhayati (2007: 127) belajar menurut teori behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulasi dengan respon. Akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon, siswa akan memperoleh pengalaman baru, yang menjadikan tingkah laku baru. Dalam belajar bahasa, asuhan lebih ditekankan sebagai pengaruh dalam perkembangan bahasa anak.

Nativistik menekankan pada faktor bawaan. Manusia memiliki mekanisme otak bawaan yang dikhususkan untuk memperoleh bahasa. Teori kognitif, perkembangan bahasa anak tergantung pada kognisis yang dimiliki anak. Sugihartono, dkk. (2007: 114) menjelaskan bahwa belajat berdasarkan teori kognitif tentang bagaimana pengetahuan dibentuk, belajar merupakan proses aktif dari pembelajar untuk membangun pengetahuannya. Anak belajar bahasa secara alamiah dengan berinteraksi dengan lingkungannya.


(17)

17

Menurut Jamil Suprihatiningrum (2013: 54) belajar menurut teori kosntruktivis adalah belajar merupakan perkembangan pengetahuan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada. Belajar bahsa bergantung kepada lingkungan yang nyata. Berdasarkan pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teori belajar bahasa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu merujuk pada teori behavioristik dan kosntruktivistik, yang mana belajar membaca berdasarkan pengalaman yang telah anak dapatkan sebelumnya yang kemudian diulang-ulang sebagai stimulus yang dapat menjadikan respon seperti yang diharapkan.

5. Strategi Mengembangkan Membaca pada Anak Usia Dini

Membaca merupakan kebutuhan, karena membaca perlu diajarkan sejak dini maka perlu adanya strategi yang tepat untuk mengajarkan membaca sehingga sesuai dengan perkembangan anak usia dini. Klein, Peterson, dan Semingston (Farida Rahim, 2008: 3) mendefinisikan bahwa membaca mencakup tiga hal yaitu: 1) membaca merupakan proses; 2) membaca adalah strategi; dan 3) membaca merupakan strategi. Membaca dikatakan sebagai proses yaitu informasi dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh pembaca berperan untuk membentuk makna saat membaca. Dalam membentuk makna, pembaca membutuhkan strategi sehingga dapat memudahkan dalam membangun kebermaknaan dari tulisan yang ada. Membaca merupakan interaksi antara pembaca dengan tulisan yang ada, jika strategi yang digunakan baik maka akan memudahkan dalam memahami informasi yang ada sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan tulisan.


(18)

18

Menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi (2001: 32), ada 3 hal pokok yang perlu diperhatikan guru dalam pengajaran membaca yaitu pengajaran membaca yang diarahkan pada pengembangan aspek sosial anak, pengembangan fisik, dan perkembangan kognitif. Pengembangan aspek sosial anak, meliputi: keterampilan bekerja sama, percaya diri, pengendalian diri, kestabilan emosi dan rasa tanggung jawab. Pengembangan fisik, meliputi: pengaturan gerak motorik, koordinasi gerak mata dan tangan. Perkembangan kognitif, meliputi: membedakan bunyi, huruf, serta menghubungkan kata dan makna.

Pengembangan membaca amak usia dini akan lebih bermakna bagi anak jika didasarkan pada kebutuhan, minat anak dan juga mempertimbangkan apa yang telah dikuasai oleh anak. Rubin (Ahmad Rofi’uddin & Darmiyati Zuhdi, 2001: 37-40) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca antara lain; kesadaran fonemik, hubungan antara bunyi- huruf, keterampilan mengingat, orientasi dari kiri ke kanan, keterampilan pemahaman, dan penguasaan kosakata.

Kesadaran fonemik, kegiatan yang diarahkan agar anak dapat membedakan bunyi, huruf, konsonan awal dan akhir, dan suku kata. Hubungan antara bunyi-huruf yaitu bagaimana anak mengucapkan huruf sesuai dengan bunyinya. Orientasi dari kiri ke kanan, anak disadarkan bahwa dalam bahasa indonesia menggunakan sistem kiri ke kanan. Keterampilan mengingat menekankan bagaimana keterampilan anak dalam menyimak. Sedangkan keterampilan pemahaman, keterampilan membaca pemula yaitu menekankan pada memahami pesan melalui gambar dan bahasa lisan. Berikut merupakan


(19)

19

penjabaran kegiatan pengajaran membaca yang dikemukankan oleh Rubin dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Kegiatan Pengajaran Membaca Menurut Rubin

Jenis Kegiatan Keterangan

Kesadaran Fonemik Menyadarkan anak bahwa suatu kata dibentuk atas

fonem atau bunyi yang membedakan makna, dan diharapkan anak dengan kegiatan ini anak dapat mengenali bunyi yang membentuk suatu kata tersebut. Bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu: pembedaan bunyi, pembedaan huruf, konsonan awal dan akhir, vokal, dan suku kata.

Hubungan antara bunyi-huruf Bagaimana anak mengucapakan huruf sesuai dengan

bunyinya.

Orientasi dari kiri ke kanan Anak perlu disadarkan bahwa membaca dalam bahasa

indonesia menggunakan sistem kiri ke kanan

Keterampilan mengingat Keterampilan mengingat ini lebih seperti keterampilan

menyimak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap keterampilan membaca.

Keterampilan pemahaman Keterampilan membaca berkaitan dengan keterampilan

kognitif, keterampilan pembaca pemula yaitu

memahami pesan melalui gambar dan bahasa lisan, tidak sepertihalnya pembaca lanjut yang memahami pesan berdasarkan kalimat yang ada. Oleh karena itu

peranan bahasa lisan guru penting dalam

mengembangkan pemahaman anak terhadap pesan yang ada.

Nurbiana Dhieni, dkk. (2005: 5.18-5-19) menyebutkan bahwa metode pengembangan membaca anak usia taman kanak-kanak ada empat yaitu pendekatan pengalaman bahasa, fonik, lihat dan katakan, dan metode pendukung konteks. Pendekatan pengalaman bahasa, dengan menggunakan kata yang terdapat dalam suatu gambar atau cerita yang ditulis oleh guru yang kemudian disalin oleh anak. Fonik, pembelajaran yang dimulai dengan pengenalan huruf dan bunyi huruf. Setelah mengetahui bunyi huruf anak mulai menyusun huruf sehingga membentuk kata seperti buku, baju, dan lain sebagainya. Lihat dan katakan, anak dihadapkan pada sebuah kata atau kalimat secara utuh, anak mengucapkan sesuai yang dia dengar.


(20)

20

Thahir (Leni Nofrienti, 2012: 4) menjelaskan bahwa membaca dengan metode fonik terdapat tiga tahapan yaitu tahap merah tahap biru, dan tahap hijau. Tahap merah adalah membaca dengan suku kata terbuka atau konsonan-vokal-konsonan-vokal (k-v-k-v). Tahap biru adalah membaca kata dengan suku kata tertutup (k-v-k-v-k), sedangkan tahap hijau adalah membaca kata dengan double konsonan atau double vokal (k-v-k-v-k-k) atau (k-v-v-k-v).

Munawir Yusuf (2005: 159) menjelaskan bahwa pendekatan dalam mengajarkan membaca permulaan dapat dilakukan dengan menggunakan metode simbol. Pendekatan metode simbol yaitu pendekatan yang menekankan pada pengenalan huruf dan bunyi huruf, tujuannya yaitu agar anak dapat mengucapkan bunyi dari huruf apapun yang tertulis. Jika anak sudah mengenal huruf maka kemudian diarahkan untuk menggabungkannya sehingga membentuk suku kata.

Berdasarkan strategi mengajarkan membaca yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengajaran membaca bagi anak usia TK menekankan pada pengenalan huruf dan merangkai menjadi sebuah kata yang membentuk makna. Pengenalan huruf dapat dilakukan dengan cara mengenalkan bentuk huruf yang ada dan bagaimana mengucapkan huruf tersebut sesuai dengan bunyinya. Jika anak sudah dapat mengenal huruf dan mengetahui perbedaan huruf satu dengan yang lain, maka anak sudah dapat diajarkan membaca yaitu dengan mengenalkan anak pada suku kata sederhana.

6. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Membaca Permulaan Tampubolon (Nurbiana Dhieni, dkk., 2005: 5.14) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi keterampilan membaca ada dua yaitu faktor endogen


(21)

21

dan eksogen. Faktor endogen terdiri atas faktor perkembangan biologis, psikologis, dan linguistik yang ada dalam diri anak. Sementara faktor eksogen adalah faktor lingkungan.

Menurut Lamb dan Arnold (Farida Rahim, 2008: 16) faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan yaitu faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. Faktor fisiologis meliputi kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Keterbatasan neurologis (cacat) dan kekurangmatangan secara fisik adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam memingkatkan keterampilan membaca permulaan. Faktor intelektual, terdapat hubungan antara kecerdasan dengan rata-rata peningkatan remidial membaca. Faktor lingkungan mencakup latar belakang dan pengalaman anak di rumah serta sosial ekonomi keluarga. Faktor psikologis mencakup beberapa hal yaitu motivasi, minat, kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.

Nurbieni Dhieni, dkk. (2005: 5.14-5.15) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengembangan membaca ada tiga yaitu motivasi, lingkungan keluarga, dan bahan bacaan. Motivasi membaca adalah suatu ketertarikan sesorang untuk membaca. Motivasi terbagi atas dua yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Instrinsik yaitu motivasi yang muncul dari diri anak sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang bersumber dari luar.

Lingkungan keluarga juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan membaca. Dukungan keluarga dan penciptakan suasana yang mendukung bagi anak untuk belajar membaca akan berpengaruh


(22)

22

pada tingkat keterampilan membaca anak. Bahan bacaan juga berpengaruh pada membaca, jika keterampilan membaca yang kurang dan bahan bacaan sulit maka akan mematikan minat baca anak. Dalam memilih bacaan juga perlu memperhatilan topik bacaan dan bahan bacaan.

Dari pendapat yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan membaca anak yaitu faktor biologis atau fisologis, faktor intelektual, faktor psikologis, dan faktor lingkungan. Faktor fisiologis meliputi kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Faktor intelektual meliputi kecerdasan. Faktor psikologis meliputi motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri. Faktor lingkungan mencakup latar belakang dan pengalaman anak di rumah, sosial ekonomi keluarga, dan bahan bacaan

B. Alat Permainan Edukatif Filling Word 1. Alat Permainan Edukatif

Membahas tentang alat permainan edukatif tidak terlepas dari pengertian media pembelajaran, karena alat permainan edukatif merupakan bagian dari media pembelajaran. Ahmad Rohani (1997: 4) mengartikan media pengajaran adalah media instruksional edukatif. Media instruksional edukatif yaitu media yang digunakan dalam proses instruksional (belajar mengajar), untuk mempermudah pencapaian tujuan instruksional yang lebih efektif dan memiliki sifat mendidik.


(23)

23

Cucu Eliyawati (2005: 62) mendefinisikan alat permainan edukatif adalah alat permainan yang sering digunakan di lembaga pendidikan guna memenuhi kebutuhan naluri bermain anak yang dirancang sesuai dengan usia anak. Alat permainan edukatif biasanya digunakan oleh sekolah taman kanak-kanak, seperti yang telah dijelaskan oleh Andang Ismail (2009: 113) bahwa alat permainan edukatif adalah istilah yang merujuk pada alat peraga yang khusus diberikan kepada anak usia dini (0-6 tahun). Selain untuk memenuhi kebutuhan naluri bermain, alat permianan edukatif juga dapat mengembangkan aspek-aspek dalam diri anak. Hal ini sesuai dengan Soetjiningsih (1995: 109) yang mendefinisikan alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, yang disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alat permainan edukatif adalah alat yang dirancang bagi anak usia 0-6 tahun berdasarkan kebutuhan dan usia anak, yang mana dapat mengembangkan aspek-aspek dalam diri anak.

2. Prinsip-Prinsip Alat Permainan Edukatif

Dalam penggunanan alat permainan edukatif perlu adanya pemilihan, agar aspek-aspek yang ada dalam diri anak dapat berkembang secara maksimal. Cucu Eliyawati (2005: 45) menjelaskan bahwa keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada sumber belajar yang digunakan. Dalam memilih sumber belajar atau media yang akan digunakan haruslah memiliki kriteria yang ada, jika sumber belajar atau media yang ada belum memiliki kriteria maka guru perlu


(24)

24

mengembangkan sendiri media yang akan digunakannya. Mayke S. Tedjasaputra (2001: 81) berpendapat bahwa alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan dan mempunyai beberapa ciri yaitu:

a. Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan dengan bermacam-macam tujuan, manfaat dan menjadi bermacam-macam bentuk. b. Ditujukan untuk pendidikan terutama untuk anak-anak usia prasekolah dan

berfungsi mengembangkan berbagai aspek perkembangan dalam diri anak. c. Memperhatikan keamanan bagi pengguna baik dari bentuk maupun cat. d. Dapat melibatkan anak secara aktif.

e. Sifatnya konstruktif.

Cucu Eliyawati (2005: 78-88) menyebutkan beberapa syarat dalam pembuatan alat permainan edukatif ada tiga yaitu: syarat edukatif, syarat teknis, dan syarat estetika. Syarat edukatif yaitu dengan membuat APE sesuai dengan program kegiatan yang ada dan dapat mendorong aktivitas serta kreativitas anak sehingga membantu keberhasilan dalam kegiatan pendidikan. Syarat teknis yaitu APE dirancang sesuai tujuan, multiguna, aman, dan dapat didapatkan dengan mudah, awet, mudah dalam menggunakannya, serta dapat digunakan secara individu, kelompok, maupun klasikal. Syarat estetika yaitu APE memiliki warna yang menarik, ukuran yang serasi, dan bentuk yang elastis.

Yuliana Nuraini Sujiono, Leony Tampiomas, Malpaleni Satriana, Eriva Syamsiatin, Opik Rofiah Zainal, Rita Rosmala, dan Aprianti Yofita Rahayu (2013: 8.12-8.14) menyebutkan beberapa syarat sekaligus ciri media yang baik


(25)

25

yaitu: menarik dan menyenangkan baik dari segi warna juga bentuk, tidak tajam (tumpul), ukuran sesuai dengan anak, tidak membahayakan bagi anak, dan dapat dimanipulasi. Lebih dalam lagi Yuliana Nuraini Sujiono, dkk. (2013: 8.12-8.14) menyebutkan bahwa dalam pembuatan alat bermain perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) multiguna; 2) dapat menumbuhkan kretivitas, daya imajinasi serta dapat digunakan untuk bereksperimen juga eksplorasi; 3) mudah dibuat secara massal serta sesuai dengan tingkat perkembangan anak; 4) nyaman dan aman dalam penggunaan; 5) bahan baku mudah didapat juga murah; dan 6) bahan baku kuat dan tahan lama.

Berdasarkan pendapat mengenai prinsip alat permainan edukatif di atas dapat disimpulkan prinsip alat permainan edukatif terdapat beberapa prinsip yaitu: prinsip edukatif, prinsip teknis, dan prinsip estetika. Prinsip eduktif yaitu sesuai dengan perkembangan anak, prinsip teknis yaitu ketahanan bahan yang digunakan, sedangkan prinsip estetika yaitu keserasian warna,dan ukuran media. 3. Definisi Alat Permainan Edukatif Filling Word

Alat permianan edukatif filling word atau huruf-huruf lepas telah digunakan dalam pembelajaran sekolah montessori. Alat ini digunakan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak salah satunya yaitu aspek perkembangan bahasa anak. Menurut Shoba Dewey Chugani (2009: 55), huruf-huruf lepas yaitu alat ini biasanya dibuat dari kayu. Alat ini digunakan untuk merangkai kata. Agar lebih konkret dalam merangkai kata, anak juga diberi gambar. Orang dewasa dapat menyebutkan nama objek dengan jelas secara


(26)

26

berulang, dan ajak anak untuk memperhatikan bunyi huruf. Untuk setiap bunyi yang didengar, anak diminta untuk mengambil huruf yang sesuai.

Echols dan Shadily (1976: 240) menyebutkan bahwa fill yang jika itu kata keterangan maka berarti mengisi atau memenuhi, dan filling yaitu tambalan atau isi. Senada dengan hal tersebut Sansome, Reid, dan Spooner (2002: 104) juga menjelaskan bahwa fill, filling, filled yaitu mengisi, membuat orang atau sesuatu menjadi penuh, sedangkan word yaitu kata, bunyi atau kelompok bunyi yang mempunyai arti bila diucapkan, ditulis, dan dibaca. Jadi alat permainan edukatif filling word adalah alat permainan yang dirancang bagi anak usia dini berdasarkan kebutuhan dan usia anak, yang dapat mengembangkan aspek yang ada dalam diri anak dengan aturan main mengisi atau memasukkan kata sesuai dengan nama benda.

Selain itu terdapat beberapa permainan yang serupa dengan alat permainan edukatif filling word yaitu permainan mencari huruf dan permianan tata huruf. Raisatun Nisak (2013: 149-152) menjelaskan bahwa permainan mencari huruf ini terbuat dari kertas yang di dalamnya terdapat huruf abjad dari huruf-huruf lepas dengan ukuran 8x10 cm dan belakangnya ditempeli double tape. Permainan mencari huruf bertujuan agar anak mudah dalam mengingat huruf abjad, melatih anak agar lebih tanggap dan cepat, dan memudahkan anak dalam menguasai dan memahami istilah. Senada dengan Tadkiratun Musfirah (2005) menjelaskan tentang permainan tata huruf adalah permainan yang dirancang untuk mengasah kecerdasan bahasa melalui permainan menata huruf yang merangsang kepekaan struktur.


(27)

27

Alat Permainan edukatif filling word ini juga mempunyai kesamaan dengan fannelgraph. Ahmad Rohani (1997: 22) menjelaskan bahwa fannelgraph adalah media pengajaran yang berupa guntingan gambar atau tulisan yang pada bagian belakang terdapat perekat, guntingan gambar tersebut ditempelkan pada papan yang dilapisi flanel. Ukuran untuk papan flanel yaitu 50 cm x 75cm dan digunakan untuk pembelajaran kelompok kecil maksimal 30 orang. Papan flanel adalah media grafis yang efektif untuk menyajikan pesan tertentu pada sasaran tertentu pula (Andang Ismail, 2009: 202).

Alat permainan edukatif filling word ini terbuat dari kain flanel yang dijahit sehingga membentuk berbagai susunan huruf yang jika digabungkan akan membentuk kata dari gambar yang ada. Alat permainan ini terbagi menjadi dua yaitu gambar dan huruf yang membentuk kata dari gambar. Untuk ukuran dari gambar yaitu 20 x 20 cm, sedangkan untuk kata yang membentuknya memiliki ukuran lebar 10 x14 cm.

C. Karakteristik Anak Usia 5-6 tahun

Yusuf (Yudha M. Saputra & Rudyanto, 2005: 23) menjelaskan bahwa perkembangan bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berfikir anak. Lebih dalam lagi Slamet Suyanto (2005: 4) menjelaskan bahwa cara berpikir anak usia 5-6 tahun yaitu pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini cara berpikir anak berpijak pada benda-benda konkret, bukan pada benda-benda abstrak.


(28)

28

Menurut Rosmala Dewi (2005: 17) perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut: dapat menirukan kembali 2 sampai 4 urutan kata, mengikuti 2 sampai 3 perintah sekaligus, menggunakan dan dapat menjawab pertanyaan apa, mengapa, di mana, berapa, bagaimana, dan sebagainya, bicara lancar dengan kalimat sederhana, bercerita tentang kejadian di sekitarnya secara sederhana, menceritakan kembali isi cerita yang sudah diceritakan oleh guru, memberikan keterangan/informasi tentang suatu hal, memberikan batasan kata/benda, menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda yang mempunyai ciri-ciri tertentu, menceritakan gambar yang disediakan. Ernawulan Syaodih (2005: 49) menyebutkan bahwa anak usia 5-6 tahun sudah memiliki kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, dapat menjelaskan arti kata sederhana, mengetahui lawan kata, dapat menggunakan kata penghubung, kata depan, dan kata sandang. Tingkat pencapaian perkembangan anak TK dalam Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini untuk anak Kelompok B yaitu anak dapat menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf awal yang sama, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama, memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, membaca nama dan menuliskan nama mereka sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun yaitu dapat mengenal huruf, menyebutkan bunyi dari huruf danmemahami bunyi suku kata, yaitu gabungan dari beberapa huruf misal bu-rung.


(29)

29 D. Penelitian yang Relevan

Penelitian Muniroh (2013) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Melalui Permainan Menjepit Kartu Kata pada Kelompok B TK Muslimat NU 08 Trompo Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penilian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Pada penelitian tersebut membahas tentang efektivitas penggunaan kartu kata dalam meningkatkan keterampilan membaca anak Kelompok B TK Muslimat NU 08 Trompo Kabupaten Kendal. Dalam perencanaan terdapat tiga siklus namun hanya dilakukan dua siklus karena sudah dinyatakan berhasil.

Kesamaan dari penelitian Muniroh dengan penelitian ini yaitu kegiatan memasukkan atau memasangkan huruf yang sama dengan gambar yang ada. Namun terdapat beberapa perbedaan di antaranya yaitu bahan dan gambar. Bahan yang digunakan dalam penelitian Muniroh adalah menggunakan kertas warna yang digambar, sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan kain karena kain lentur sehingga awet. Media yang digunakan Muniroh yaitu terdiri kertas yang sudah terdapat tulisan yang membentuk nama benda, sedangkan dalam penelitian ini tidak terdapat nama benda pada gambar yang ada.

E. Kerangka Pikir

Perkembangan bahasa merupakan salah satu aspek penting yang harus dikembangkan sejak dini agar anak dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Perkembangan bahasa yang perlu dikembangkan sejak dini yaitu perkembangan membaca. Membaca merupakan kegiatan mengamati huruf dan


(30)

30

memahami bunyi dari huruf sehingga tersampaikan pesan yang terkandung di dalamnya. Anak usia 5-6 tahun dikategorikan sebagai membaca permulaan. Membaca permulaan merupakan salah satu perkembangan bahasa yang dapat diajarkan pada anak usia 5-6 tahun dengan mengenalkan anak pada huruf, kelancaran dan kejelasan pelafalan bunyi huruf melalui proses recording dan decoding.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Kelompok B1 dan Kelompok B2 TK ABA Ngabean I Tempel dapat disimpulkan bahwa rata-rata anak Kelompok B masih kurang dalam keterampilan membaca permulaan. Hal ini terlihat dari banyaknya anak yang masih belum dapat membaca suku kata sederhana seperti to-pi untuk topi. Adapun faktor yang menyebabkan kurangnya keterampilan membaca antara lain kurangnya stimulasi tetang perkembangan membaca.

Dalam mengenalkan membaca pada anak usia dini perlu adanya strategi sehingga anak dapat dengan mudah menangkap apa yang disampaikan, karena anak usia dini merupakan masa peka dimana anak akan dengan mudah menangkap berbagai hal yang diajarkan padanya. Tidak terlepas juga bahwa anak usia dini merupakan masa dimana anak senang dengan kegiatan bermain. Informasi akan lebih bermakna bagi seseorang jika dilakukan dengan cara yang menyenangkan, tidak terkecuali pada anak usia dini. Perlu adanya media pembelajaran yang dapat digunakan anak usia dini sebagai penyaluran kegiatan bermain mereka, yang mana anak masih dapat belajar tanpa mendapat paksaan.


(31)

31

Salah satu media pembelajaran yang sering digunakan oleh anak usia dini adalah alat permainan edukatif. Alat permainan edukatif adalah alat permainan yang sering digunakan di lembaga pendidikan guna memenuhi kebutuhan naluri bermain anak yang dirancang sesuai dengan usia anak. Dengan alat permainan edukatif diharapkan aspek perkembangan dalam diri anak dapat berkembang melalui kegiatan bermain.

Untuk solusi sebagai pemecah masalah yang telah disebutkan di atas, maka digunakanlah alat permainan yang dapat menyalurkan naluri bermain anak dan juga bermanfaat bagi keterampilan membaca anak adalah alat permainan edukatif filling word yang diharapkan dapat mempengaruhi keterampilan membaca anak usia 5-6 tahun yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak dan menyenangkan. Adapun kelebihan lain yang dimiliki alat permainan edukatif filling word ini yaitu terbuat dari kain sehingga aman bagi anak, memiliki bentuk dan warna yang mirip dengan benda asli sehingga mudah dikenali anak, dapat mengembangkan aspek bahasa, kognitif, motorik dan juga sosial-emosional anak.

Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pikir

Tindakan Hasil Akhir

Keadaan Awal

Keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B TK ABA Ngabean I Tempel yang masih mengalami kesulitan, kurang inovatifnya media pembelajaran tentang membaca. Penggunaan alat permainan edukatif

filling word dalam

mengajarkan membaca permulaan.

Pengaruh alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B.


(32)

32 F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan kesalahan dalam penafsiran juga untuk mewujudkan kesatuan berpikir, maka perlu disampaikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini sebagai berikut:

1. Keterampilan Membaca Permulaan

Keterampilan membaca permulaan merupakan program kegiatan membaca yang dilakukan oleh anak usia prasekolah. Pembelajaran membaca permulaan menekankan pada pengenalan huruf, membedakan bunyi huruf, mengabungkan huruf sehingga terbentuk suku kata dan bunyi dari pengabungannya, yang kemudian terbentuk kata yang utuh sebagai nama dari suatu benda. Indikator keterampilan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu anak mampu menunjuk gambar yang mempunyai huruf awal yang sama, anak mampu menyebutkan huruf dan menunjukkan huruf, anak mampu membaca gabungan kata atau suku kata, dan mencari kata yang memiliki suku kata awal yang sama.

Perolehan Data mengenai pengaruh alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan didapatkan melalui metode tes yang instrumen soal tes telah divalidasi oleh ahli. Soal tes yang dibuat mengacu pada indikator keterampilan membaca anak. Dokumentasi diperoleh melalui foto kegiatan yang dilakukan anak.

2. Alat Permainan Edukatif Filling Word

Alat permainan edukatif filling word merupakan alat ini digunakan untuk merangkai kata, yang dapat meningkatkan keterampilan membaca anak usia 5-6 tahun. Alat permainan edukatif ini terbuat dari kain flanel yang terbagi menjadi


(33)

33

dua yaitu gambar dan kata yang membentuk makna dari gambar. Ukuran gambar yaitu 20 x 20 cm, sedangkan ukuran dari kata yaitu 10 x 14 cm.

Dalam penggunaannya alat permainan ini dapat digunakan sebagai alat permainan bagi anak juga dapat digunakan sebagai media pengajaran oleh guru. Langkah dalam menggunakan alat permainan edukatif filling word yaitu:

a. Guru menempelkan gambar pada papan flanel.

b. Anak-anak menyebutkan gambar apa yang tertempel pada papan flanel. c. Guru dan anak bersama mengeja huruf yang menyusun nama dari gambar. d. Guru meminta anak uuntuk mencari dan menempelkan huruf yang

membentuk nama dari gambar.

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian pada kerangka berpikir serta didukung teori, maka

hipotesis penelitian dapat dirumuskan: “Ada pengaruh positif alat permainan

edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan anak Kelompok


(34)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini mengacu pada pendekatan penelitian kuantitatif. Menurut Nana S. Sukmadinata (2010: 53), penelitian kuantitatif didasari pada filsafat positivisme yang menekankan fenomena objektif yang dikaji secara kuantitatif atau dilakukan dengan menggunakan angka, pengolahan statistik, struktur, dan percobaan terkontrol. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu penelitian quasi eksperimental design. Sugiyono (2007: 107) mendefinisikan bahwa penelitian eksperimen yaitu penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2000: 272) yang mendefinisikan penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari treatment pada subjek yang diselidiki. Cara untuk mengetahuinya yaitu membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberi treatment dengan satu kelompok pembanding yang tidak diberi treatment.

Menurut Sugiyono (2010: 73), terdapat beberapa bentuk desain eksperimen yaitu: pre-exsperimental design, true experimental design, factorial desig, dan quasi experimental design. Sugiyono (2010: 75) menyatakan bahwa ciri utama dari quasi experimental design adalah pengembangan dari true experimental design, yang mempunyai kelompok kontrol namun tidak dapat


(35)

35

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel—variabel dari luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa quasi experimental design adalah jenis desain penelitian yang memiliki kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak dipilih secara random. Peneliti menggunakan desain quasi experimental design karena dalam penelitian ini terdapat variabel-varibel dari luar yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti.

B. Desain Penelitian

Menurut Sugiyono (2010: 75) quasi experimental design terdapat dua bentuk yaitu time series design dan nonequivalent control group design. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental design dan menggunakan model nonequivalent control group design. Sebelum diberi treatment, baik kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi test yaitu pretest, dengan maksud untuk mengetahui keadaan kelompok sebelum treatment. Kemudian setelah diberikan treatment, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan test yaitu posttest, untuk mengetahui keadaan kelompok setelah treatment.

Pada penelitian ini kelompok eksperimen, pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan alat permainan edukatif filling word secara individual, dan untuk kelompok kontrol pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode konvensional yaitu kegiatan belajar mengajar yang masih menggunakan LKA. Dalam hal ini, peneliti memilih metode tes yang digunakan sebagai pembanding


(36)

36

dari penggunaan alat permainan edukatif. Penelitian ini dilakukankan dalam 7 kali pertemuan di setiap kelompok. Berikut merupakan gambar quasi experimental design model nonequivalent control group design (Sugiyono, 2010: 76):

Gambar 2. Nonequivalent Control Group Design

Keterangan :

= Kelompok eksperimen sebelum diberi treatment

= Kelompok ekperimen setelah diberi treatment

= Kelompok kontrol sebelum ada treatment

= Kelompok kontrol yang tidak diberi treatment

= Treatment (penggunaan alat perminan edukatif filling word)

C. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian yaitu suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2011: 38).

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel bebas/independen (X). Variabel bebas/independen (X) adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Pada penelitian ini sebagai variabel bebas adalah alat permainan edukatif filling word, karena alat permainan edukatif filling word mempunyai pengaruh pada keterampilan membaca permulaan.


(37)

37

b. Variabel terikat/dependen (Y). Variabel terikat/dependen (Y) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah keterampilan membaca permulaan, karena keterampilan membaca permulaan dipengaruhi oleh alat permainan edukatif filling word.

2. Hubungan antar Variabel

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas (X) yaitu alat permainan edukatif filling word dan variabel terikat (Y) yaitu keterampilan membaca permulaan. Jadi dalam hal ini alat permainan edukatif filling word sebagai variabel bebas mempunyai pengaruh untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan sebagai variabel terikat. Berikut merupakan gambar hubungan antar variabel:

Gambar 3. Hubungan antar variabel

D. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok B1 dan B2 TK ABA Ngabean I Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diawali dengan observasi proses pembelajaran membaca dan media yang digunakan guru di Kelompok B1 dan B2 pada bulan September 2014.

Alat permainan edukatif

filling word

(X)

Keterampilan membaca permulaan


(38)

38

Pengujian media dan instrumen atau uji validitas dilakukan oleh dosen ahli bahasa anak usia dini prodi PG PAUD FIP UNY. Pelaksanakan penelitian eksperimen ini berlangsung pada bulan 27 Oktober 2014-3 November 2014.

E. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa Kelompok B1 dan B2 TK ABA Ngabean I Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman Tahun Ajaran 2014/2015. Adapun siswa Kelompok B1 yaitu berjumlah 25 anak yang terdiri dari 12 laki-laki dan 13 perempuan, sedangkan untuk Kelompok B2 berjumlah 23 anak yang terdiri dari 9 laki-laki dan 14 perempuan. Penelitian ini mengambil subjek penelitian ini karena karakteristik siswa tidak jauh berbeda karena mendapatkan perlakuan yang sama dari guru. Data subjek penelitian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Subjek Penelitian

No Kelompok Populasi

1. Kelompok B1 (kelompok kontrol) 25 anak

2. Kelompok B2 (kelompok eksperimen) 23 anak

F. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B TK ABA Ngabean I Tempel Sleman Tahun Ajaran 2015/2015. Dalam objek penelitian ini, independent variable (variabel bebas) adalah alat permainan edukatif filling word, sedangkan dependent variable (variabel terikat) adalah keterampilan membaca permulaan.


(39)

39

G. Teknik Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengambil data dari anak yaitu dengan metode tes. Menurut Kaplan M. Robert dan Saccuzzo P. Dennis (2012: 6) mengatakan bahwa tes adalah teknik pengukuran yang digunakan untuk mengukur perilaku atau membantu memahami dan memprediksi perilaku. Sedangkan jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan. Kaplan M. Robert dan Saccuzzo P. Dennis (2012: 7) menjelaskan bahwa tes kemampuan adalah jenis tes untuk mengukur keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan kecepatan, keakuratan atau keduanya. Metode tes ini dilakukan sebelum adanya perlakuan/treatment dan setelah diberikan perlakuan/treatment. Untuk mengetahui hasil tes dari penelitian digunakan teknik tanya jawab langsung. Menurut (Trianto: 193) tanya jawab adalah metode yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dengan siswa. Tanya jawab ini dilakukan oleh guru juga peneliti guna mengetahui data keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B TK ABA Ngabean I Tempel berdasarkan instrumen penelitian.

2. Instrumen Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006: 160) menyatakan bahwa instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data pekerjaan agar lebih mudah diolah. Instrumen dalam penelitian ini berdasarkan pada peraturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2009, serta mengacu pada teori


(40)

40

keterampilan membaca permulaan. Kisi-kisi instrumen keterampilan membaca permulaan yang diteliti yang terdiri dari variabel, subvariabel, dan indikator. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu keterampilan membaca permulaan, subvariabel yaitu mengenal huruf dan bunyinya serta mengenal suku kata, sedangkan indikator adalah pengembangan dari subvariabel. Lebih jelas lagi dapat dilihat pada Tabel 3. Berikut merupakan kisi-kisi instrumen keterampilan membaca permulaan yang digunakan sebagai dasar pengambilan data pretest dan posttest:

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Soal Keterampilan Membaca Permulaan

Variabel Subvariabel Indikator Jumlah

Soal Nomor Soal Keterampilan membaca permulaan (konsep huruf) Mengenal

huruf dan

bunyinya

Menunjukkan gambar yang mempunyai huruf awal yang sama

1 1

Menyebutkan huruf 1 2

Menunjukan huruf 1 3

Mengenal suku kata

Membaca suku kata 1 4

Mencari kata yang memiliki suku kata awal yang sama

1 5

H. Validitas Instrumen

Peneliti menggunakan beberapa instrumen untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan adalah uji validitas instrumen. Sugiyono (2007: 177) menjelaskan bahwa pengujian validitas instrumen salah satunya dapat dilakukan dengan pengujian validitas konstrak. Pengujian validitas konstrak yaitu uji instrumen yang dilakukan dengan menggunakan ahli atau biasa disebut dengan experts judgment. Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori keterampilan membaca permulaan, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli, yang mana hasilnya akan digunakan sebagai dasar


(41)

41

pengambilan data pretest dan posttest. Instrumen yang telah disusun oleh peneliti ini telah divalidasi oleh Martha Christianti, M.Pd., yang menjabat sebagai dosen PG-PAUD UNY pada tanggal 20 Oktober 2014.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber lain terkumpul (Sugiyono, 2011: 147). Dalam penelitian ini dilakukan 2 pengujian analisis data yaitu uji prasyarat analisis dan uji hipotesis. Uji prasyarat analisis yaitu dengan pengujian normalitas dan homogenitas antara subyek kelompok eksperimen dengan subjek kelompok kontrol dan selanjutnya dilakukan uji hipotesis antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 1. Uji normalitas sebaran digunakan untuk memeriksa apakah data yang

diperoleh dari masing-masing variabel distribusi normal atau tidak. Perhitungan uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji normalitas data kolmogorov-smirnov yang dihitung dengan bantuan SPSS for windows release 16.

2. Uji homogenitas varian sebagaimana yang dikemukakan oleh Singgih Santoso (2014: 79) bahwa uji homogenitas yaitu untuk mengetahui apakah kedua kelompok mempunyai rata-rata yang sama atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji anova dengan bantuan SPSS for windows release 16. Asumsi yang digunakan dalam pengujian ini yaitu jika data bertipe kuantitatif, baik itu interval atau rasio, data berdistribusi normal, dan data berjumlah sedikit.


(42)

42

3. Uji hipotesis pada penelitian perlu diuji untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam pengujian hipotesis ini peneliti menggunakan uji independent sample t test dengan bantuan SPSS for windows release 16. Singgih Santosa (2014: 79) menyatakan bahwa uji independent sample t test adalah uji hipotesis ini digunakan untuk membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, dengan tujuan apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau tidak. Sugiyono (2010: 128) untuk menguji daya pembeda secara signifikasi digunakan rumus sebagai berikut:

Dimana :


(43)

43 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Responden 1. Deskripsi Lokasi Penelitian

TK ABA Ngabean I Tempel yang menjadi lokasi penelitian ini terletak di Kemusuh, Banyurejo, Tempel, Sleman. Kelompok B TK ABA Ngabean terdiri dari tiga kelas, namun dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil dua kelas yaitu Kelompok B1 dan Kelompok B2. Kelompok B1 sebagai kelompok kontrol sedangkan Kelompok B2 sebagai kelompok eksperimen.

2. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini mengambil data dari anak Kelompok B1 dan Kelompok B2 TK ABA Ngabean I Tempel, jumlah keseluruhan anak yaitu 48 yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok B2 sebagai kelompok eksperimen dalam penelitian ini terdapat 23 anak yang di dalamnya terdiri dari 9 laki-laki dan 14 perempuan. Data kelompok eksperimen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Kelompok B1 sebagai kelompok kontrol dalam penelitian ini terdapat 25 anak yang di dalamnya terdiri dari 12 laki-laki dan 13 perempuan. Data kelompok kontrol dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Berikut merupakan Tabel 4 data kelompok eksperimen dan Tabel 5 kelompok kontrol:


(44)

44

Tabel 4. Data Kelompok Eksperimen

No Nama Jenis Kelamin

1 RHM Perempuan

2 AMB Perempuan

3 AQL Perempuan

4 AR Laki-laki

5 ADY Laki-laki

6 VND Perempuan

7 BM Laki-laki

8 ARQ Laki-laki

9 BAN Laki-laki

10 HDR Laki-laki

11 GTH Laki-laki

12 AST Laki-laki

13 DL Perempuan

14 SDQ Laki-laki

15 ST Perempuan

16 SBN Perempuan

17 SFR Perempuan

18 SSK Perempuan

19 IC Perempuan

20 TRA Perempuan

21 VNZ Perempuan

22 AML Perempuan

23 ZLD Perempuan

Tabel 5. Data Kelompok Kontrol

No Nama Jenis Kelamin

1 ARF Perempuan

2 ADW Perempuan

3 ADD Perempuan

4 FZN Laki-laki

5 FR Laki-laki

6 DA Perempuan

7 DNT Laki-laki

8 DN Perempuan

9 EQ Perempuan

10 RZL Laki-laki

11 IKS Laki-laki

12 JWT Perempuan

13 LL Perempuan

14 GND Laki-laki

15 FDL Laki-laki

16 TKL Perempuan

17 RFK Laki-laki

18 FZI Laki-laki

19 NL Perempuan

20 NK Perempuan

21 NSH Perempuan

22 RHN Laki-laki

23 AG Laki-laki

24 SYF Perempuan


(45)

45 B. Deskripsi Data

Variabel yang dibahas dalam penelitian ini yaitu keterampilan membaca permulaan anak yang diperoleh dari pengujian pada kelompok eksperimen yang mendapatkan perlakuan dengan menggunakan alat permainan edukatif filling word dan kelompok kontrol dengan pembelajaran konvensional. Hasil pengukuran keterampilan membaca permulaan ini diperoleh dari pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Maka didapat empat data yaitu data pretest kelompok eksperimen, data posttest kelompok eksperimen, data pretest kelompok kontrol, dan data posttest kelompok kontrol.

1. Data Hasil Pengukuran Keterampilan Membaca Permulaan Kelompok Eksperimen

Pengukuran keterampilan membaca permulaan yang diambil dari kelompok eksperimen ada dua yaitu data awal dan data akhir. Data awal diperoleh dari pretest yang dilakukan sebelum adanya treatment, sedangkan data akhir diperoleh dari posttest yang dilakukan setelah treatment. Berdasarkan hasil pretest dan posttest keterampilan membaca permulaan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 20, sedangkan skor terendah adalah 6. Rerata hasil pretest pada kelompok eksperimen sebesar 11,17, sedangkan rerata untuk posttest sebesar 13,91. Berikut merupakan data pretest dan data posttest dari kelompok eksperimen yang dapat dilihat pada lampiran.

Hasil pretest menunjukkan bahwa anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan rendah sebanyak 11 anak sebesar (48%), anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan sedang sebanyak 7 anak sebesar (30%), dan anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan tinggi


(46)

46

sebanyak 5 anak sebesar (22%). Persentase hasil pretest pada kelompok eksperimen ini dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut:

Gambar 5. Persentase Hasil Pretest Kelompok Eksperimen

Hasil posttest yang dilakukan kelompok eksperimen berdasarkan menunjukkan bahwa terdapat anak yang masih memiliki keterampilan membaca permulaan rendah sebanyak 5 anak sebesar (22%), anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan sedang sebanyak 9 anak sebesar (39%), dan anak yang memiliki keterampilan membaca tinggi sebanyak 9 anak sebesar (39%). Persentase hasil posttest pada kelompok eksperimen ini dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut:

Gambar 6. Persentase Hasil Posttest Kelompok Eksperimen

Berdasarkan pada hasil tes dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan rerata antara pretest dan posttest. Rerata pretest yaitu sebesar 11,17, sedangkan

48% 30%

22%

Rendah Sedang Tinggi

22% 39%

39%

Rendah Sedang Tinggi


(47)

47

rerata posttest yaitu 13,91. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan membaca permulaan anak pada kelompok eksperimen maka dibuat grafik. Berikut merupakan grafik peningkatan nilai pretest dan posttest pada kelompok eksperimen yang dapat dilihat pada Gambar 7:

Gambar 7. Grafik Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen

2. Data Hasil Pengukuran Keterampilan Membaca Permulaan Kelompok Kontrol

Pengukuran keterampilan membaca permulaan yang diambil dari kelompok kontrol juga ada dua yaitu data awal dan data akhir. Data awal diperoleh dari pretest yang dilakukan sebelum adanya treatment, sedangkan data akhir diperoleh dari posttest yang dilakukan setelah treatment (metode konvensional). Berdasarkan hasil pretest dan posttest keterampilan membaca permulaan kelompok kontrol menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 19 sedangkan skor terendah adalah 6. Rerata hasil pretest pada kelompok eksperimen sebesar 11,04, sedangkan rerata untuk posttest sebesar 11,56. Berikut merupakan data pretest dan data posttest dari kelompok kontrol yang dapat dilihat pada lampiran.

11.17

13.91

10 11 12 13 14 15

pretest posttest


(48)

48

Hasil pretest menunjukkan bahwa anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan rendah sebanyak 15 anak sebesar (60%), anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan sedang sebanyak 5 anak sebesar (20%), dan anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan tinggi sebanyak 5 anak sebesar (20%). Persentase hasil pretest pada kelompok kontrol ini dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut:

Gambar 8. Persentase Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

Hasil posttest yang dilakukan kelompok kontrol menunjukkan bahwa terdapat anak yang masih memiliki keterampilan membaca permulaan rendah sebanyak 14 anak sebesar (56%), anak yang memiliki keterampilan membaca permulaan sedang sebanyak 5 anak sebesar (20%), dan anak yang memiliki keterampilan membaca tinggi sebanyak 6 anak sebesar (24%). Persentase hasil posttest pada kelompok kontrol ini dapat dilihat pada Gambar 9 sebagai berikut:

Gambar 9. Persentase Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

60% 20%

20%

Rendah Sedang Tinggi

56% 20%

24%

Rendah Sedang Tinggi


(49)

49

Berdasarkan pada hasil tes dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan rerata antara pretest dan posttest. Rerata pretest yaitu 11,04, sedangkan rerata posttest yaitu 11,56. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan membaca permulaan anak pada kelompok kontrol maka dibuat grafik. Berikut merupakan grafik peningkatan nilai pretest dan posttest pada kelompok kontrol yang dapat dilihat pada Gambar 10:

Gambar 10. Grafik Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol

3. Perbedaan Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Data pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang telah dijelaskan di atas terdapat perbedaan. Jumalah nilai pretest yang diperoleh kelompok eksperimen yaitu sebesar 257, sedangkan jumlah nilai untuk posttest yaitu sebesar 320. Selisih nilai yang diperoleh untuk pretest dan posttest yaitu 63. Sedangkan untuk kelompok kontrol jumlah nilai pretest yaitu sebesar 276, sedangkan jumlah nilai posttest yaitu 289. Selisih nilai pretest dan posttest kelompok kontrol yaitu sebesar 13. Perbandingan jumlah hasil nilai pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut:

11.04

11.56

10 10.5 11 11.5 12

Pretest Posttest


(50)

50

Tabel 6. Perbandingan Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Rataan Pretest Rataan Posttest Selisih

Eksperimen 257 320 63

Kontrol 276 289 13

Peningkatan keterampilan membaca permulaan dari nilai pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 11 sebagai berikut:

Gambar 11. Grafik Perbandingan Nilai Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Dan jika dilihat dalam bentuk diagram perbandingan rataan pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 12 sebagai berikut:

Gambar 12. Diagram Perbandingan Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 11.17 13.91 11.04 11.56 10 11 12 13 14 15 16 17 Pretest Posttest eksperimen kontrol 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pretest Posttest 11.17 13.91 11.04 11.56 eksperimen kontrol


(51)

51 C. Uji Prasyarat Analisis

Pengujian prasyarat analisis dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas data.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang akan digunakan berdistribusi normal atau tidak. Singgih Santoso (2014: 75) menyebutkan bahwa penggunaan statistik nonparametrik dianjurkan jika jenis data yang akan dianalisis adalah nominal atau ordinal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS. Hasil yang diketahui setelah adanya pengujian yaitu jumlah kelompok 23 anak dengan mean sebesar 11,07, standar deviasi sebesar 4,764, dan Asymp. Sig sebesar 0,517. Sedangkan untuk jumlah kelompok kontrol 25 anak dengan mean sebesar 11,04, standar deviasi sebesar 4,954, dan Asymp. Sig sebesar 0,134. Berikut merupakan data hasil perhitungan uji normalitas yang dapat dilihat pada Tabel 7:

Tabel 7. Data Hasil Uji Normalitas

No Kelompok N Mean Standar Deviasi Asymp. Sig

1 Eksperimen 23 11,17 4,764 0,517

2 Kontrol 25 11,04 4,954 0,134

Berdasarkan data di atas jika diambil keputusan berdasarkan pada angka probabilitas>0,05 maka termasuk dalam distribusi normal. Dapat diketahui bahwa Asymp. Sig pada perhitungan di atas adalah 0,517 untuk kelompok eksperimen dan 0,134 untuk kelompok kontrol, sementara signifikansi tabel yang telah ditentukan yaitu 0,05. Berdasarkan hal tersebut maka untuk kelompok


(52)

52

eksperimen dapat dikatakan berdistribusi normal karena 0,331>0,05 dan untuk kelompok kontrol juga berdistribusi normal karena 0,134>0,05.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok termasuk dalam varian yang sama atau tidak. Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunkan Uji beda anova dengan bantuan SPSS. Singgih Santoso (2014: 79) menyebutkan bahwa uji anova (analisis varians) yang sering disebut juga dengan uji F, digunakan untuk membandingkan rata-rata dari dua kelompok yang berbeda, dengan tujuan apakah kelompok tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau tidak. Hasil yang diketahui setelah adanya pengujian yaitu F hitung untuk keterampilan membaca dengan levene statistic adalah 0,369, dan dengan Sig atau probabilitas sebesar 0,546. Berikut merupakan data hasil uji homogenitas yang dapat dilihat pada Tabel 8:

Tabel 8. Data Hasil Uji Homogenitas

Eksperimen Kontrol

N 23 25

Analisis Jika probabilitas > 0,05

Keterangan Sig 0, 546

Berdasarkan data di atas jika diambil keputusan berdasarkan pada angka probabilitas>0,05 maka termasuk dalam varian yang sama atau homogen. Dapat diketahui bahwa probabilitas pada perhitungan di atas adalah 0,546 untuk sementara signifikansi tabel yang telah ditentukan yaitu 0,05. Berdasarkan hal tersebut maka kedua dapat dikatakan bahwa termasuk dalam varian yang sama atau homogen.


(1)

55

pembuatan APE yaitu syarat edukatif. Syarat edukatif yaitu pembuatan APE sesuai dengan program kegiatan yang ada. Hal ini juga digunakan agar anak fokus dalam satu tema yang ada, walau di dalamnya terdapat subtema yang berbeda namun masih dalam satu lingkup pembahasan yang sama yaitu binatang. Kegiatan penggunaan alat permainan edukatif filling word dalam pembelajaran ini dilakukan dalam tujuh sesi pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua guru mengajak anak untuk mengenal huruf (mengenal bunyi dan bentuk huruf) dari a-z, hal ini bertujuan agar anak lebih memahami bentuk dan bunyi huruf sehingga ketika anak ditanya tentang huruf yang ada anak tahu. Pengenalan huruf kepada anak ini senada dengan yang dikemukakan oleh Nurbiana Dhieni,dkk. (2005: 5.18-5.19) yang menyebutkan bahwa metode pengembangan membaca anak usia taman kanak-kanak yaitu salah satunya dengan menggunakan metode fonik. Metode fonik yaitu pembelajaran yang dimulai dengan pengenalan huruf dan bunyi huruf.

Pertemuan ketiga sampai dengan pertemuan ketujuh anak mengurutkan huruf membentuk kata. Hal ini sesuai dengan Shoba Dewey Chungani (2009: 55) bahwa huruf-huruf lepas yang kemudian oleh peneliti diadaptasi sehingga terbentuk alat permainan edukatitf filling word, digunakan untuk merangkai kata dengan cara yang lebih konkret yaitu menyusun kata menggunakan huruf-huruf alat permainan edukatif filling word. Cara yang digunakan dalam permainan ini berdasarkan Shoba Dewey Chungani (2009: 55) yaitu guru menyebutkan nama objek secara berulang, anak diajak untuk memperhatikan bunyi huruf,dan anak diminta untuk mengambil huruf yang sesuai.


(2)

56

Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan anak pada simbol (huruf) yang ada dengan mengenalkan anak pada huruf yang ada. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Munawir Yusuf (2005: 159) bahwa pendekatan dalam mengajarkan membaca permulaan dapat dilakukan dengan metode simbol. Metode simbol yaitu pendekatan yang menekankan pada pengenalan huruf dan bunyi huruf, dan bertujuan agar anak dapat mengucapkan bunyi dari huruf apapun yang tertulis.

Di sisi lain kegiatan ini juga bertujuan untuk menyadarkan anak bahwa suatu kata dibentuk berdasarkan fonem. Menyadarkan anak tentang fonem ini sesuai dengan teori Rubin (Ahmad Rofiuddin & Darmiyati Zuhdi, 2001: 37-40) yang menyebutkan bahwa kegiatan pengajaran membaca yaitu kesadaran fonemik. Kesadaran fonemik yaitu kegiatan menyadarkan anak bahwa suatu kata dibentuk atas fonem atau bunyi yang membedakan makna, dan diharapkan dengan kegiatan ini anak dapat mengenal bunyi yang membentuk suatu kata.

Setelah diberikannya treatment selama tujuh sesi pertemuan pada kelompok eksperimen, maka dilakukan posttest untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Posttest ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai yang didapat kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Berdasarkan pada rerata yang diperoleh kelompok eksperimen terlihat perbedaan anatara rerata pretest dan posttest yaitu dari 11,17 menjadi 13,91. Hasil data uji hipotesis independent Sample t-test yang telah dilakukan dengan bantuan SPPS juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan. Hal ini sesuai dengan pendapat


(3)

57

Soetjiningsih (1995: 109) yang mendefinisikan bahwa alat permainan edukatif merupakan alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, yang disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangannya.

Pengaruh terhadap keterampilan membaca permulaan ini terlihat pada anak ketika anak diberikan posttest, anak dapat mengenal huruf yang disuguhkan di depannya. Anak dapat menunjukkan huruf yang disebutkan maupun dapat menyebutkan huruf yang ditunjuk oleh guru. Sebagian anak juga sudah dapat membaca suku kata walau terkadang memerlukan bantuan orang lain. Jadi dapat disimpulkan dengan penggunaan alat permainana edukatif filling word terjadi pengaruh yang positif terhadap berkembangnya keterampilan membaca permulaan pada subjek penelitian. Pengaruh keterampilan membaca permulaan ini menjadikan anak lebih baik dalam keterampilan membaca permulaan dari sebelumnya.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penelitian

Keterampilan membaca permulaan merupakan keterampilan yang dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang ada. Latar belakang anak yang beragam dan juga keterampilan pemahaman anak yang kurang merupakan salah satu faktor dimana anak sulit untuk memahami pembelajaran yang ada walau anak sudah disuguhkan pada benda yang konkret. Terdapat beberapa anak yang kurang dalam faktor intlektual sehingga anak sulit untuk memahami apa yang diajarkan padanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Lamb dan Arnold (dalam Farida Rahim: 2008: 16) yang menyatakan bahwa faktor intelektual merupakan hubungan antara kecerdasan dengan rata-rata peningkatan remidial membaca.


(4)

58

Pada treatment yang ini peneliti menerapkan sistem remidial atau pengulangan pada setiap sesi treatment, namun anak yang mengalami hambatan pada faktor intelektual anak susah untuk memahaminya.

Faktor lain yang mendukung namun tidak dapat dikontrol oleh peneliti yaitu faktor lingkungan, seperti lingkungan keluarga. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat penting, karena waktu anak banyak dihabiskan bersama keluarga. Jika keluarga dapat menciptakan suasana yang mendukung maka anak dapat lebih mudah dalam belajar membaca.

E. Keterbatasan Penelitian

1. Adanya faktor lain yang sebenarnya dapat mempengaruhi keterampilan membaca permulaan, namun tidak dapat dikontrol dalam penelitian ini, di antaranya lingkungan keluarga, bahan bacaan, dan lain sebagainya, sehingga kemungkinan terjadinya peningkatan keterampilan disebabkan oleh variabel lain.

2. Kurangnya remidial bagi anak yang memiliki kekurangan dalam hal intelektual, sehingga menyebabkan anak kurang dapat memahami pembelajaran.

3. Tidakadanya lembar instruksi soal saat penelitian, yang dapat digunakan untuk pengumpulan data.


(5)

59 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh positif alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B TK ABA Ngabean I Tempel. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil uji hipotesis independent sample t test yaitu nilai p<0,05 (0,043<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan anak Kelompok B TK ABA Ngabean 1 Tempel.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru

Berdasarkan penelitian ini terdapat pengaruh alat permainan edukatif filling word terhadap keterampilan membaca permulaan, disaran untuk guru agar menggunakan APE ini dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan tema yang ada. 2. Bagi orangtua

Alat permainan edukatif filling word merupakan alat yang cocok digunakan orangtua untuk menstimulasi anak dalam keterampilan membaca


(6)

60

permulaan, karena alat ini mudah dipelajari oleh orangtua dalam penggunaanya, sehingga orangtua dapat menstimulasi anak menggunakan alat ini di rumah. 3. Bagi Peneliti lainnya

Diharapkan mengkreasikan alat permainan edukatif filling word ini ke dalam berbagai tema, sehingga dapat digunakan sesuai tema yang ada.


Dokumen yang terkait

PENGARUH ALAT PERMAINAN EDUKATIF ALPHABETIC PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK Pengaruh Alat Permainan Edukatif Alphabetic Puzzle Terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Anak Kelompok A Di B.A Aisyiyah Sonorejo II Sukoharjo Tahun Ajaran 2016/20

0 6 16

PENGARUH ALAT PERMAINAN EDUKATIF ALPHABETIC PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK Pengaruh Alat Permainan Edukatif Alphabetic Puzzle Terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Anak Kelompok A Di B.A Aisyiyah Sonorejo II Sukoharjo Tahun Ajaran 2016/20

0 6 13

PERILAKU KREATIF ANAK TK ABA NGABEAN I BANYUREJO TEMPEL SLEMAN KELOMPOK A DALAM KEGIATAN FINGER PAINTING.

0 2 243

PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF KARTU KATA DAN GAMBAR UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK KELOMPOK B DI TK ABA PLAYEN II KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

0 4 176

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF MAZE ALUR TULIS TERHADAP KETERAMPILAN MOTORIK HALUS PADA ANAK KELOMPOK A TK ABA JANTURAN UMBULHARJO YOGYAKARTA.

6 44 121

PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF RUMAH KATA UNTUK ANAK TK KELOMPOK B.

0 5 196

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI LOMPAT TALI PADA KELOMPOK A DI TK ABA NGABEAN I TEMPEL SLEMAN.

0 0 168

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA CD INTERAKTIF ABACADA CERDAS BELAJAR BACA TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK KELOMPOK B TK ABA KARANGKAJEN.

0 2 129

PENGARUH PERMAINAN ALAT MUSIK PERKUSI TERHADAP PERSEPSI BUNYI IRAMA PADA ANAK KELOMPOK B TK ABA NGABEAN I KEMUSUH BANYUREJO TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA.

0 0 132

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL PADA ANAK KELOMPOK B TK ABA NGABEAN 2 TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA.

0 7 135