BahanAjar Hukum Tata Negara

PENGANT
AR

Istilah HTN
• Doit Constitutionnel (Perancis), Constitutional Law
(Inggris), Staatsrecht dan juga staatslehre
(Belanda), verfassungsrecht (Jerman).
• Staatsrecht mengandung 2 pengertian. (1) dalam
arti sempit disebut HTN/verfassungsrecht; (2) HTN
dalam arti luas mencakup HTN dalam arti sempit
dan HAN/verwaltugsrecht.
• Djokosoetono menyukai penggunaan
verfassunglehre daripada verfassungsrecht.
Baginya istilah yang tepat untuk HTN adalah
verfassungslehre atau teori konsitusi.
• Verfassungslehre akan menjadi dasar untuk
mempelajari verfassungsrecht, terutama mengenai
HTN dalam arti positif, yaitu HTN Indonesia.

Lanjutan….
• Kenapa istilahnya HTN, bukan HTN

Indonesia (HTN Positif)? Sebab, HTN
positif (verfassungsrecht) hanya berkisar
kepada norma-norma hukum dasar yang
berlaku di satu negara. Sementara HTN
umum (verfassungslehre) mempelajari
juga fenomena HTN pada umumnya.
• HTN dari kata “hukum”, “tata” dan
“negara”. Tata negara berarti sistem
penataan negara, yang berisi ketentuan
mengenai struktur kenegaraan dan
substansi norma kenegaraan.

Pengertian HTN
• Van Vollenhoven – HTN mengatur semua
masyarakat hukum atasan dan masyarakat
hukum bawahan menurut tingkatannya, yang
masing-masing menentukan wilayah atau
lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, menentukan
badan-badan dalam lingungan masyarakat
hukum yang bersangkutan beserta fungsi masingmasing, serta menentukan pula susunan dan

kewenangan badan-badan dimaksud.
• Paul Scholten – HTN adalah hukum yang
mengatur mengenai tata organisasi negara. Ia
hanya menekankan perbedaan antara organisasi
negara dengan organisasi non-negara.
• J.H.A. Logeman – HTN adalah hukum yang
mengatur organisasi negara. Negara adalah
organisasi jabatan-jabatan.

Lanjutan…
• Van Apeldoorn – HTN (verfassungsrecht) disebut
staatsrecht dalam arti sempit. Sedangkan
dalam arti luas staatsrecht meliputi pula
pengertian HAN.
• Mac-Iver – HTN adalah hukum yang mengatur
negara, sedangkan hukum yang oleh negara
dipergunakan untuk mengatur sesuatu selain
negara disebut sebagai hukum biasa
• A.V. Dicey – HTN mencakup peraturan yang
secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi dstribusi atau pelaksanaan
kekuasaan yang berdaulat dalam negara.
• Maurice Duverger – HTN adalah salah satu
cabang hukum publik yang mengatur organisasi
dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga negara.

Lanjutan….
• Kusumadi Pudjosewojo – HTN adalah hukum yang
mengatur bentuk negara dan bentuk
pemerintahan, yang menunjukkan masyarakat
hukum yang atasan maupun yang bawahan,
beserta tingkatan-tingkatannya yang selanjutnya
menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari
masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya
menunjukkan alat-alat perlengkapan yang
memegang kekuasaan penguasa dari masyarakat
hukum itu, beserta susunan, wewenang, tingkatan
imbangan dari dan antara alat perlengkapan.
• Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim – HTN sebagai
kumpulan peraturan hukum yang mengatur

organisasi daripada negara, hubungan antar alat
perlengkapan negara dalam garis vertika dan
horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak
asasinya.

Lanjutan…
• Jimly Assiddiqie – Ilmu HTN dirumuskan
sebagai cabang ilmu hukum yang
mempelajari prinsip-prinsip dan normanorma hukum yang tertuang secara tertulis
ataupun yang hidup dalam kenyataan
praktik kenegaraan berkenaan dengan (1)
konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif
suatu komunitas rakyat mengenai cita-cita
untuk hidup bersama dalam suatu negara;
(2) institusi-institusi kekuasaan negara
beserta fungsi-fungsinya, (3) mekanisme
hubungan antara institusi itu, serta (4)
prinsip-prinsip hubungan antara institusi
kekuasaan negara dengan warga negara.


Kedudukan HTN dalam Ilmu
Hukum
1. Dari isinya, Van Apeldoorn membagi
hukum menjadi dua golongan :
– Hukum Publik – hukum yang mengatur
kepentingan-kepentingan hukum yang
bersifat umum/publik.
– Hukum Privat – hukum yang mengatur
kepentingan hukum yang bersifat
khusus/privat.

2. Kusumadi Pudjosewojo memasukkan
Hukum Tata Negara sebagai bagian
dari hukum publik.

Lanjutan…
• Van Wijk dan Crince Le Roy
berpedapat, HTN berkedudukan
sebagai bidang hukum pokok.
HUKUM TATA NEGARA

Hukum
Hukum
Hukum
Perdata
Administras
Pidana
i Negara
Hukum
Hukum
Hukum
Acara
Acara
Acaraa
Perdata
Administras Pidana
i

Objek Kajian HTN
• Objek kajian HTN adalah negara
• Ilmu lain seperti ilmu politik (IP) , ilmu negara (IN),

hukum administrasi negara juga menjadikan
negara sebagai objek kajian.
• Negara merupakan konstruksi ciptaan manusia
tentang hubungan antara manusia yang
diorganisasikan sedemikian rupa untuk mencapai
tujuan bersama.
• IP dan IN mengkaji negara sebagai body politic.
• IP lebih melihat negara sebagai realitas politik
atau perilaku politik partisipannya.
• HTN mengkaji negara dari segi aspek hukum yang
membentuk dan yang dibentuk oleh organisasi
negara atau norma yang tertuang dalam
konstitusi (konstitusi sebagai objek kajian HTN).

Lingkup Kajian HTN
John Alder merumuskan 5 pusat perhatian HTN:
• Siapa atau lembaga apakah yang menjalankan
berbagai fungsi kekuasan negara?
• Apa dan bagaimana hubungan antara masingmasing cabang kekuasaan itu satu sama lain?
• Bagaimana para anggota atau pimpinan dari

cabang-cabang kekuasaan negara ditetapkan
dan diberhentikan?
• Bagaimana cara pemerintahan dan jabatan
kenegaraan yang ada dibatasi dan dikontrol?
• Bagaimana prosedur membentuk dan
mengadakan perubahan dan pergantian
terhadap UUD?

Metode Mempelajari HTN
• Harmailly Ibrahim – Yuridis formal
• Paul Laband – Yuridis Dogmatis

Hubungan HTN dengan
Ilmu Lainnya

1. HTN dengan Ilmu Negara (IN)

• HTN memiliki nilai praktis (normatif wissenschaft),
sedangkan IN mementingkan nilai teoritis (seins
wissenschaft) dan tidak mempunyai nilai praktis.

• Objeknya HTN berupa hukum positif negara tertentu,
sedangkan IN objeknya berupa asas-asas dan
pengertian-pengertian pokok tentang negara.

2. HTN dengan HAN
• HTN mengatur negara dalam keadaan diam/tidak
bergerak, sedangkan HAN adalah hukum negara dalam
keadaan bergerak.
• Inti persoalan yang dibahas terkait status dan aturan
(role), sedangkan HAN inti persoalannya adalah sikap
tindak negara (role-playing)

3. HTN dengan Ilmu Politik
Barens mengumpamakan
HTN sebagai kerangka
manusia,
sedangkan Ilmu Politik merupakan daging yang ada di
sekitarnya.

SUMBER

HUKUM
TATA
NEGARA

Istilah Sumber Hukum
• “Sumber hukum” berbeda dengan
“dasar hukum”, “landasan hukum”,
atau “payung hukum”.
• Sumber hukum dipahami sebagai
tempat dari mana asal-usul suatu nilai
atau norma tertentu berasal.

Defenisi Sumber Hukum
Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000
1.Sumber hukum adalah sumber yangdijadikan
bahan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan;
2.Terdiri dari Hukum tertulis dan tidak tertulis;
3.Sumber hukum dasar nasional, terdiri dari :
a. Pancasila (dalam Pembukaan UUD 1945)

b. Batang tubuh UUD 1945

Macam-macam Sumber
Hukum
Menurut Utrecht :
1.Sumber Hukum Formil – tempat
formal dalam bentuk tertulis dari
mana suatu kaidah hukum diambil;
2.Sumber Hukum Materiil – tempat dari
mana norma itu berasal, baik yang
berbentuk tertulis ataupun yang
tidak tertulis.

Bentuk Sumber Hukum
Formil





Produk Legislasi;
Perjanjian/Perikatan;
Putusan Pengadilan;
Bentuk-bentuk keputusan
administratif (beschikking)

Sumber Hukum Tata
Negara
Dalam bidang ilmu HTN, yang biasa
diakui sebagai sumber hukum adalah :
•Undang-Undang Dasar dan peraturan
perundang-undangan tertulis.
•Yurisprudensi.
•Konvensi ketatanegaraan.
•Hukum internasional tertentu.
•Doktrin ilmu hukum tata negara
tertentu.

Tata Urutan Peraturan
Per-UU-an

• TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 :

• Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945.
• Ketetapan MPR.
• Undang-undang Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang.
• Peraturan Pemerintah.
• Keputusan Presiden.
• Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya
seperti :
Peraturan Menteri
Instruksi Menteri
dan lain-lainnya.

Lanjutan…
• Pasal 2 TAP MPR No. III/MPR/2000
Tata urutan peraturan per-UU-an :
1.Undang-Undang Dasar 1945;
2.Ketetapan MPR RI;
3.Undang-Undang;
4.Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu);
5.Peraturan Pemerintah;
6.Keputusan Presiden;
7.Peraturan Daerah.

Lanjutan…
• Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang no.
10 Tahun 2004
Jenis dan hierarki Peraturan Perundangundangan adalah :
1.Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
3.Peraturan Pemerintah;
4.Peraturan Presiden;
5.Peraturan Daerah.

Lanjutan…
• Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor
12 tahun 2011
Jenis dan hierarki Peraturan Perundangundangan terdiri atas:
1.Undang-Undang Dasar 1945;
2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
4.Peraturan Pemerintah;
5.Peraturan Presiden;
6.Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

SISTEM
PEMERINTAH
AN NEGARA

Defenisi Bentuk Negara &
Pemerintahan
• Bentuk negara berbeda dengan
bentuk pemerintahan.
• Menurut Jimly; bentuk negara
menyangkut cara pengorganisasian
badan-badan tertinggi dalam
organisasi negara, sedangkan
bentuk pemerintahan menyangkut
pengorganisasian wilayah nasional
dan wilayah administratif negara.

Bentuk Negara
1. Negara Kesatuan (unitarisme) atau eenheidstaat
--- suatu negara yang merdeka dan berdaulat,
dimana di seluruh negara yang berkuasa
hanyalah satu pemerintah (pusat) yang mengatur
seluruh daerah, jadi tidak terdiri dari beberapa
daerah yang berstatus negara bagian (deelstaat).
Yang berdaulat adalah pemerintah pusat
2. Negara Serikat (federasi) atau bondstaat --merupakan dua atau lebih kesatuan politik yang
sudah atau belum berstatus negara berjanji
untuk bersatu dalam suatu ikatan politik, ikatan
mana akan mewakili mereka sebagai
keseluruhan. Yang berdaulat adalah persatuan
dari negara itu, yaitu Negara Federal

Bentuk Pemerintahan
Menurut Hans Kelsen, yang diamini
Saldi Isra:
1. Monarkhi (kerajaan) – kriterianya
(Duguit) Kepala negara atas dasar
keturunan atau hak waris.
2. Republik – (Duguit) jika kepala
negara diangkat atau dipilih.



Pengertian
Pemerintahan
Dalam arti luas pemerintahan berkaitan

dengan segala urusan yang dilakukan
oleh negara dalam menyelenggarakan
kesejahteraan, memelihara keamanan
dan meningkatkan derajat kehidupan
rakyat serta dalam menjamin
kepentingan negara itu sendiri. Dalam hal
ini pengertian tersebut mencakup fungsi
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
• dalam arti sempit pemerintahan itu
hanya menyangkut fungsi eksekutif saja –
yaitu sistem penyelenggaraan eksekutif.

Defenisi Sistem
Pemerintahan

- Menurut Harun Alrasyid -- Sistem
pemerintahan ialah sistem hukum
ketatanegaraan, baik yang berbentuk
monarkhi maupun republik, yaitu
mengenai hubungan antarpemerintah dan
badan yang mewakili rakyat.
- Menurut Mahfud -- sistem pemerintahan
dipahami sebagai suatu sistem hubungan
tata kerja antar lembaga-lembaga negara.
- Usep Ranawijaya -- sistem pemerintahan
merupakan sistem hubungan antara
eksekutif dan legislatif.

Kategori Sistem
Pemerintahan
Menurut C.F. Strong :
1.Parlementer (Kabinet)
2.Non parlementer
3.Campuran

Lanjutan...
• Geovanni Sartori (Arent Lijphart, Jimly,
Sri Soematri) membagi sistem
pemerintahan menjadi 3 kategori :
1.
2.
3.



Sistem parlementer
Sistem presidentil
Sistem campuran (hybrid atau mixed)
Aulia Rahmah menambah satu kategori
lagi, yaitu colegial system
Denny Indrayana menambah dua
kategorisasi lagi, yaitu kolegial dan
sistem monarkhi.

Lanjutan…
• Saldi Isra – Sistem pemerintahan
yang lebih penting dibahas hanyalah
tiga yang pertama, sebab :
a. Secara umum tiga sistem itu yang
banyak dipraktikkan.
b. Dalam kontek ketatanegaraan
Indonesia, karakter sistem kolegial dan
sistem monarkhi hampir tidak pernah
terlihat.

Sistem Parlementer
(Kabinet)
Wujudnya :
1.Lembaga eksekutif nasional terkait
erat dengan lembaga legislatif.
2.Eksekutif bertanggungjawab kepada
lembaga legislatif

Sistem Presidentil
Wujudnya :
1.Masing-masing lembaga eksekutif dan
legislatif memperoleh mandat
kekuasaan dari rakyat secara sendirisendiri.
2.Kedua-dua terbuka untuk dinilai oleh
rakyat pemberi mandat, dalam artian
kedua-duanya sama-sama
bertanggung jawab kepada rakyat.

Sistem Campuran
Wujudnya :
Ciri-ciri dari kedua sistem tersebut
dianut, tetapi tidak sepenuhnya
sama dengan yang diterapkan pada
salah satu dari kedua sistem itu.

Perbedaan Ketiga Sistem
Parlementer

Presidentil

Campuran

Dibedakan secara
tegas antara fungsi
Kepala Negara dan
Kepala pemerintahan

Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan
dipegang Presiden
(tidak ada pemisahan
yang tegas antara
Kepala Negara dengan
Kepala Pemerintahan)

Kepala Negara
dipegang Presiden
sedangkan fungsi
Kepala Pemerintahan
dipegang Perdana
Menteri yang
bertanggung jawab
kepada parlemen

Kabinet dibentuk dan
bertanggung jawab
kepada parlemen

Kabinet (Dewan
Menteri) dibentuk oleh
Presiden dan
bertanggung jawab
kepadanya.

Presiden mengangkat
menteri dan Perdana
Menteri (presidentil),
pada saat bersamaan
Perdana Menteri
diharuskan
mendapatkan
kepercayaan parlemen
(parlementer)

Parlementer

Presidentil

Campuran

Kabinet dibentuk
sebagai suatu
kesatuan dan
bertanggung jawab
secara kolektif
dibawah PM

Kabinet dibentuk
dengan tanggung
jawab masing-masing
kepada Presiden yang
mengangkatnya,
tidak kepada
Parlemen

Di Maroko, Dewan
Menteri (Kabinet)
bertanggung jawab
kepada Presiden
(melalui
pemberhentian) dan
kepada DPR (prakarsa
mosi tidak percaya).
Di Aljazair, mirip
dengan Indonesia
sebelum amandemen
UUD 1945

Kabinet punya hak
konstitusional
membubarkan
parlemen sebelum
periode kerjanya
berakhir

Kepala Negara
maupun Kepala
Pemerintahan tidak
mempunyai hak
konstitusional
membubarkan
parlemen

Setiap anggota
kabinet adalah

Setiap anggota
kabinet diangkat dan

Parlementer

Presidentil

Campuran

Kepala Pemerintahan
(Perdana Menderi)
tidak dipilih langsung
oleh rakyat, melainkan
hanya dipilih menjadi
angota parlemen

Kepala Negara atau
Kepala Pemerintahan
biasanya dipilih
langsung oleh rakyat
atau tdk langsung
(seperti Presiden
Indonesia sbelum
amandemen UUD)

Di Perancis, Perdana
Menteri diangkat atas
dasar dukungan
mayoritas anggota
parlemen oleh
Presiden. Pada
pokoknya ditentukan
oleh parlemen )
Walaupun demikian
Presiden dapat dengan
mudah mengangkat
dan mengganti
Perdana Menteri

Negara yang
menerapkan sistem
ini : Inggris.

Negara yang
menerapkan sistem
ini : Amerika.

Di Perancis, India,
Maroko, Aljazair
disebut “hybrid
system”. Di Swiss dan
Uruguay disebut
“collegial system”

Perbedaan Utama
Parlementer & Presidentil
Komponen

Parlement
er

President
il

terpisah

tidak

Terpisah tidaknya personalia legislatif dan
eksekutif (separation of legislative and
executive personnels)

tidak

terpisah

Tinggi rendahnya corak kolektif dalam
sistem pertanggungjawabannya (lack of
collective responsibility)

tinggi

rendah

Pasti tidaknya masa jabatan Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan (fixed term of
office)

tidak

pasti

Terpisah tidaknya kekuasaan seremonial
dan politik (fusion of ceremonial and
political powers)

SISTEM
PEMERINTA
HAN
INDONESIA

UUD 1945 Sebelum
Perubahan

• Sistem Kuasi Presidensial
• Presiden memegang kekuasaan
pemerintahan (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
• Menteri-menteri diangkat, diberhentikan
dan bertanggung jawab kepada Presiden
(Pasal 17 UUD 1945).
• Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR dan DPR tidak dapat menjatuhkan
Presiden.
• Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

Perubahan Praktik
Ketatanegaraan

• Maklumat Wakil Presiden Nomor X
tanggal 16 Oktober 1945 -- penyerahan
kekuasaan legislatif kepada KNIP.
• Maklumat Pemerintah tentang partai
politik tanggal 3 November 1945 –
menganjurkan berdirinya parpol.
• Maklumat Pemerintah tentang kabinet
tanggal 14 November 1945 –
perubahan sistem kabinet Kuasi
Presidensial ke sistem parlementer.

KRIS 1949
• Sistem parlementer – Pasal 118 KRIS “di
dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara ini, Presiden tidak dapat
diganggu gugat, tetapi tanggung jawab
kebijaksanaan pemerintah adalah di
tangan Menteri-menteri, baik secara
bersama-sama untuk seluruhnya,
maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri”.
• KRIS menganut sistem
pertanggungjawaban menteri, artinya
menterilah sebagai penyelenggara
pemerintah negara.

UUDS 1950
• Sistem parlementer – Pasal 83 ayat (1) UUDS
1950 “Presiden dan Wakil Presiden dalam
penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat
diganggu gugat”. Pasal 83 ayat (2) “Tetapi yang
harus bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah ialah menterimenteri baik itu secara bersama-sama untuk
seluruhnya, maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri”
• Dewan menteri dapat dijatuhkan oleh
parlemen.
• Dewan menteri dapat mengajukan permohonan
pembubaran parlemen kepada Presiden bila
DPR dianggap tidak representatif lagi.

UUD 1945 Sebelum
Perubahan
(Pasca Dekrit)

• Kuasi Presidensial.
• Setelah Dekrit, terbit TAP MPRS Nomor
VIII/MPR/1965 – pedoman demokrasi
terpimpin adalah musyawarah untuk
mufakat. Bila tidak tercapai, diserahkan
kepada pimpinan.
• Pasca dekrit, parlemen berada di bawah
kekuasaan Presiden – Presiden
membubarkan DPR-GR berdasarkan
Penpres Nomor 3 Tahun 1960 karena
terjadi perselisihan paham dengan
Presiden terkait anggaran belanja.

Lanjutan… Orde Baru
• Kuasi Presidensial
• Demokrasi Pancasila – TAP MPRS
Nomor XXXVII/MPRS/1968 –
ketetapan tentang pedoman
pelaksanaan Demokrasi Pancasila –
berlaku bagi semua lembagalembaga negara.

UUD 1945 Sesudah
Perubahan

Sistem Pemerintahan yang dianut UUD 1945
setelah perubahan adalah Sistem Presidensial
dengan alasan :
– Pasal 4 UUD 1945, Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
– Pasal 6 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
– Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
– Pasal 7C UUD 1945, Presiden tidak dapat
membekukan dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat.
– Pasal 17 UUD 1945, (1) Presiden dibantu oleh menterimenteri negara. (2) Menterimenteri itu diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.

SEJARAH
KETATANEGAR
AAN
INDONESIA

Masa PeralihanMaklumat No. X
• Berdasarkan pasal IV AP UUD 1945,
sebelum MPR, DPR dan DPA terbentuk
segala kekuasaannya dijalankan oleh
presiden dan dibantu oleh sebuah Komite
Nasional.
• Komite berkedudukan sebagai pembantu
presiden
• Komite nasional dilantik tanggal 29 agustus
1945 dengan jumlah anggota sebanyak
135 orang (eks anggota PPKI sebagai
anggota inti).

Lanjutan...
• Kedudukan Komite Nasional Pusat (KNIP)
berubah dengan keluarnya Maklumat Nomor
X tanggal 16 Oktober 1945 yang
ditandatangani Wakil Presiden.
• Komite tidak hanya sekedar membantu
tetapi diserahi kekuasaan legislatif dan ikut
menetapkan GBHN melalui maklumat
tersebut.
• Maklumat tersebut juga menentukan bahwa
KNIP berhubung dengan gentingnya keadaan
mendelegasikan kewenangannya kepada
sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara
mereka dan betanggung jawab kepada KNIP.

Maklumat Pemerintahan 14
November 1945
• Tanggal 11 November 1945, BP KNIP
mengusulkan kepada presiden agar
menteri bertanggungjawab kepada
Parlemen.
• Tanggal 14 November Kabinet Presidensiil
dibawah Soekarno meletakkan jabatan dan
diganti kabinet baru dibawah Perdana
Menteri Sutan syahrir. Berdasarkan
Maklumat pemerintah tanggal 14
november 45, menteri-menteri anggota
kabinet tidak lagi bertanggungjawab
kepada presiden.
• Pusat kekuasaan eksekutif ada pada
perdana menteri, tidak lagi presiden.

Pemerintahan Darurat RI
• PDRI -- penyelenggara pemerintahan Republik
Indonesia periode 22 Des 1948 – 13 Juli 1949.
• PDRI dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara
yang disebut juga dengan Kabinet Darurat.
• Pemerintahan Darurat dibentuk melalui sebuah
rapat sejumlah pimpinan republik yang sedang
berada di Bukittinggi pada tanggal 22 Des
1948.
• Mandat PDRI berasal dari Presiden Soekarno,
sekalipun Syafruddin tidak pernah
menerimanya sampai ia membentuk
pemerintahan darurat.

Dekrit 5 Juli 1959
Bunyi dekrit : (KEPPRES No. 150 Tahun 1950)
- Anjuran untuk kembali ke UUD tidak
memperoleh keputusan dari Konstituante.
- Pernyataan sebagian besar anggota
Konstituante yang tidak ingin mau lagi
menghadiri sidang.
- Dapat menimbulkan kondisi yang
membahayakan ketatanegaraan.
Tanggal 22 Juli 1959, DPR secara aklamasi
menyetujui seruan presiden untuk
melanjutkan pekerjaan di bawah UUD 1945.

Perdebatan
Konstitusionalitas Dekrit

1. Mohammad Hatta – Dekrit merupakan
tindakan inkonstitusional.
2. Djokosoetono – Dekrit sah berdasarkan
doktrin staatsnoodrechts. Namun, pada
saat itu tidak ada keadaan yang terkategori
staatsnoodrechts. Sebab, yang terjadi
hanya penolakan Majelis Konstituante
terhadap usul pemerintah untuk kembali ke
UUD 1945.
3. Yusril Ihza Mahendra -- Dekrit sah karena
dipandang sebagai suatu revolusi hukum –
seabsahannya dicari secara post pactum,
sejauh mana Presiden dapat
mempertahankan langkah yang diambilnya.

Pelaksanaan UUD 1945
(Orde Lama)

Demokrasi terpimpin berakibat terjadinya
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945
1. Penyimpangan ideologis, Pancasila menjadi Nasakom;
TAP MPR No. VIII/MPRS/1965 mendefenisikan Demokrasi
Terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
yang berintikan Musyawarah untuk Mufakat secara
gotong-royong antara semua kekuatan Nasional yang
progresip revolusioner berporoskan Nasakom.
Inti demokrasi terpimpin adalah pengambilan keputusan
oleh lembaga-lembaga negara dilakukan secara
musyawarah mufakat, bila tidak tercapai maka peluang
bagi pemimpin untuk memutuskan sesuai dengan
kehendaknya (Mahfud MD), tidak ada voting seperti
yang diterapkan ORBA.

Lanjutan...
2. Demokrasi terpimpin yg semula
bersumber dari sila ke-4 merubah menjadi
pemusatan kekuasan di tangan presiden.
a. Demokrasi terpimpin bukannya menjunjung
tinggi nilai-nilai kedaulatan rakyat, melainkan
menjunjung tinggi kekuasaan pemimpin
(Ni’matul Huda).
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara No. II/MPRS/1960 Presiden Soekarno
diangkat menjadi Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dengan
kekuasaan penuh.

Lanjutan...
3. Pengangkatan Soekarno sebagai presiden
seumur hidup.
Dikeluarkannya TAP MPR No. III/MPRS/1963
tentang Pengangkatan Pemimpin Besar
Revolusi Indonesia Bungkarno menjadi
Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup.
4. Tahun 1960, DPR tidak menyetujui RAPBN
yang diajukan pemerintah, waktu itu
presiden membubarkan DPR hasil pemilu
1955 dan membentuk DPR GR.
5. Pimpinan lembaga tinggi negara menjadi
menteri.

Pelaksanaan UUD 1945
(Orde Baru)
• TAP MPR No. XVIII/MPRS/1966 – menarik
kembali pengangkatan pemimpin besar
revolusi sebagai presiden seumur hidup.
• Februari 1967, DPR GR mengeluarkan
resolusi meminta MPRS untuk melaksanakan
sidang istimewa untuk meminta
pertanggungjawaban Presiden Soekarno.
• Sidang Istimewa mengambil putusan :
- Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi
tanggungjawab konstitusional.
- Mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat
presiden berdasarkan TAP MPRS No.
IX/MPRS/1966.

Lanjutan...
• Berdasarkan UU no. 15/1969 Pemilu 1971 diikuti oleh 9
parpol dan Sekber Golkar.
• Berdasark UU No.16/1969 menetapkan 460 anggota
DPR, 100 diantaranya diangkat dan 360 dipilih lewat
pemilu.
• Jumlah anggota MPR sebanyak 920, sepertiga darinya
diangkat.
• MPR hasil pemilu 1971 pada sidang umum 1973
menetapkan GBHN dan memilih presiden dan wakil
presiden.
• Berdasarkan UU No. 2/1985, anggota DPR ditetapkan
sebanyak 500, 400 dipilih dan 100 orang diangkat.
• Jumlah anggota MPR 1000 orang.
• Dikeluarkannya UU No. 3/85 yang mengatur tentang
asas tunggal.
• Dikeluarkan UU No. 5/85 mengatur tentang referendum
bila akan merubah UUD.

Lanjutan...
1. Awalnya disebut hendak
melaksanakan Pancasila dan UUD
secara murni dan konsekuen – dalam
arti menjalankan negara berdasarkan
konstitusi, demokrasi dan hukum.
2. Hegemoni tafsir UUD 1945 oleh
pemerintahan Orde Baru.
3. Tidak ada pembatasan masa jabatan
presiden.

Lanjutan...
4. Sakralisasi UUD 1945 :
a. Tuduhan subversif bagi yang berupaya
menyentuhnya – dilegitimasi dgn TAP
MPR No I/MPR/1978 yang berisi tekad
MPR untuk mempertahankan UUD dan
tidak berkehendak merubahnya.
b. Jika MPR ingin merubah UUD, maka
terlebih dahulu harus melalui
referendum (TAP MPR No IV/MPR/1983
tentang refendum dan UU No. 5/85)

Kelemahan UUD 1945
• Kekuasaan eksekutif terlalu besar (Executive heavy)
• Rumusan UUD sangat sederhana, umum, bahkan
tidak jelas.
• Unsur-unsur konstitusionalisme tidak dielaborasi
secara memadai.
• Terlalu menekankan pada semangat penyelenggara
negara.
• Memberikan atribusi kewenangan terlalu besar pada
presiden.
• Banyak materi penting justru di atur dalam
penjelasan.
• Status dan materi penjelasan; sesuatu yang tidak
ada dalam batang tubuh justru ada dalam
penjelasan.

Pelaksanaan UUD 1945
(Reformasi)
1. Lahirnya TAP MPR No. VIII/MPR/1998 tentang
pencabutan TAP MPR No. IV/MPR/1983
tentang referendum.
2. Lahirnya TAP MPR No. XIII/MPR/1998 tentang
pembatasan masa jabatan presiden dan
wakil presiden.
3. Dilakukannya perubahan UUD 1945
4. Kesepakatan Dasar dalam perubahan UUD :
a.
b.
c.
d.

Tidak mengubah pembukaan;
Tetap mempertahankan NKRI;
Mempertegas sistem presidensial;
Penjelasan UUD ditiadakan da hal-hal normatif
dimasukkan dalam pasal-pasal;
e. Perubahan dilakukan secara adendum.

HUKUM TATA
NEGARA

DARURAT

Istilah
• HTN darurat merupakan terjemahan dari
staatsnoodrecht.
• Objek kajian HTN Darurat adalah “negara
dalam keadaan darurat” atau state of
emergency. Atau state of siege, martial
law, dll.
• Semua istilah menunjuk pada pengertian,
keadaan bahaya yang tiba-tiba
mengancam ketertiban umum, yang
menuntut negara untuk bertindak dengan
cara-cara yang tidak lazim menurut aturan
hukum yang biasa berlaku dalam keadaan
normal.

Pengertian
• Keadaan darurat atau keadaan yang
dikecualikan dari keadaan yang bersifat
normal
(state
of
exception)
didefenisikan oleh Kim Lane Scheppele
sebagai keadaan dimana suatu negara
dihadapkan pada ancaman hidup-mati
yang memerlukan tindakan responsif
yang dalam keadaan normal tidak
mungkin dapat dibenarkan menurut
prinsip-prinsip yang dianut oleh negara
yang bersangkutan.

Arti Penting Studi HTN
Darurat
• Menghindari agar negara terhindar
dari pelanggaran serius HAM, sebab
pelanggaran hak asasi manusia dapat
terjadi dengan diberlakukannya
keadaan darurat.
• Sebagai early warning system untuk
mencegah terlanggarnya dan
gagalnya penerapan prinsip-prinsip
demokrasi.

Dasar Logis Pemberlakuan
Keadaan Bahaya atau
darurat
1. Adanya kebutuhan hukum yang
masuk akal.
2. Karena faktor bahaya yang
mengancam.
3. Dalam waktu atau kesempatan yang
terbukti sangat terbatas.

Dasar Hukum HTN Darurat
Indonesia
• Pasal
12
UUD
1945
“Presiden
menyatakan keadaan bahaya. Syaratsyarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan undang-undang.”
• Pasal 22 “Dalam hal ihwal kegentingan
yang
memaksa,
Presiden
berhak
menetapkan
peraturan pemerintah
sebagai pengganti undangundang.”

Kriteria Keadaan Darurat
Ada tiga kriteria keadaan bahaya yang ditentukan
dalam Pasal 1 ayat (1) UU Prp No. 23/1959 tentang
Keadaan Bahaya, yaitu :
1.keamanan atau ketertiban hukum di seluruh
wilayah atau di sebagian wilayah Negara terancam
oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau
akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak
dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara
biasa;
2.timbul perang atau bahaya perang atau
dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara dengan
cara apapun juga;
3.hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau
dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau
dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat
membahayakan hidup Negara.

Lanjutan…
Keadaan bahaya atau darurat dapat dipahami
dalam arti :
1. Sempit --- ancaman bahaya yang dimaksudkan itu
ditujukan kepada keselamatan umum, integritas
wilayah, atau ancaman terhadap kedaulatan
negara.
2. Lebih luas – ancaman bahaya dapat tertuju
kepada keselamatan jiwa, keselamatan harta
benda, ataupun keselamatan lingkungan hidup,
baik dalam lingkup nasional, regional, ataupun
lokal tertentu.
3. Lebih luas lagi – ancaman keselamatan itu dapat
pula tertuju kepada suatu ide, prinsip-prinsip, atau
nilai-nilai luhur tertentu atau tertuju kepada
sistem administrasi atau efektifitas bekerjanya
fungsi-fungsi internal pemerintahan suatu negara.

Kategori Keadaan
Bahaya
Di Indonesia, keadaan darurat
dibedakan menurut kategori tingkatan
bahayanya, yaitu :
1.Keadaan darurat sipil;
2.Keadaan darurat militer; dan
3.Keadaan darurat perang.

Variasi Ancaman
Keadaan Bahaya
• Keadaan bahaya karena ancaman perang dari luar
negeri.
• Keadaan bahaya karena tentara nasional sedang
berperang di luar negeri.
• Keadaan bahaya karena peperangan yang terjadi di
dalam negeri atau ancaman pemberontakan
bersenjata di dalam negeri.
• Keadaan bahaya karena kerusahan sosial yang
menimbulkan ketegangan sosial.
• Keadaan bahaya karena terjadinya becana alam.
• Keadaan bahaya karena tertib hukum dan administrasi
yang terganggu.
• Keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara
tidak tersedia untuk tugas-tugas pemerintahan
• Keadaan-keadaan lain dimana fungsi-fungsi
kekuasaan konstitusional tidak dapat bekerja
sebagaimana mestinya.

Bentuk-bentuk Tindakan
Kekuasaan dalam Keadaan
Darurat

Menurut Vinkat Iyer, ada tujuh tindakan,
yaitu :

1. Pengalihan kekuasaan dari legislatif kepada
eksekutif dan atau perluasan substansi kekuasaan
eksekutif dibidang yang bersifat legislasi.
2. Perluasan kewenangan mengenai penangkapan
dan penahanan dalam rangka penyelidikan atas
tersangka.
3. Penggunaan
kewenangan
penahanan
administratif atas orang yang disangka melakukan
perbuatan yang secara luas didefenisikan sebagai
tindakan-tindakan melawan terhadap negara.

Lanjutan…
4. Pembentukan dan
penggunaan mekanisme
peradilan khusus untuk menangani perkaraperkara yang bermotif politik.
5. Penggunaan jenis sanksi hukuman yang baru
diciptakan yang sifatnya tergolong sangat keras
dan kejam.
6. Pengenaan pembatasan dalam arti yang luas atas
kebebasan sipil warga negara, dan penundaan
berlakunya jaminan konstitusional atas HAM.
7. Pengurangan
substansial
atas
kewenangan
peradilan untuk menguji tindakan pemerintah dan
pemberian imunitas bagi anggota aparatur
penegak hukum dari penuntutan atas tindakan
yang dilakukan dalam keadaan darurat.

Sistem Norma Hukum
Norma hukum dalam keadaan darurat
diharapkan :
1) Dapat mengatasi keadaan tidak normal.
2) Bersifat sementara sampai keadaan
darurat berakhir.
3) Dituangkan
dalam
bentuk
hukum
tersendiri.

Lanjutan…
• Bentuk-bentuk
peraturan
yang
didapat
diberlakukan dalam keadaan darurat adalah :
(1) per-UU-an yang menjadi rujukan pemberlakukan
keadaan darurat;
(2) Per-UU-an yang ditetapkan dalam masa keadaan
darurat.

• Per-UU-an
yang
dapat
ditetapkan
Presiden/Pemerintah bila DPR dan pengadilan
sama sekali tidak dapat berfungsi adalah :
1.
2.
3.
4.

Perpu
Perpres
Inpres
Peraturan lain untuk menjalankan peraturan yang
lebih tinggi

Lembaga Negara dalam
Keadaan Darurat
Dalam keadaan darurat, lembaga
penyelenggara
kekuasaan
negara
antara dua kemungkinan, yaitu :
1. Lembaga negara yang ada dilengkapi
kewenangan baru untuk bertindak dalam
keadaan darurat.
2. Dibentuk
lembaga
baru
untuk
menjalankan kekuasaan tertentu dalam
keadaan darurat.

Syarat Formil
Pemberlakuan Keadaan
Darurat

• Pernyataan atau deklarasi keadaan darurat yang
dituangkan dalam Keputusan Presiden.
• Pejabat yang berwenang untuk menetapkan
keadaan darurat hanyalah Presiden.
• Perpres dan Perpu disahkan dan diundangkan dalam
lembaran negara.
• Perpu
hendaklah
menentukan
dengan
jelas
ketentuan UU apa saja yang dikesampingkan
dengan berlakunya Perpu.
• Perpres
harus
menentukan
wilayah
hukum
berlakunya dalam wilayah NKRI.
• Perpres dan Perpu harus menentukan dengan pasti
masa berlakunya keadaan darurat.
• Segera setelah diberlakukan, Perpu harus diajukan
kepada DPR.

HUKUM TATA
NEGARA
PERUBAHAN UUD
1945

Tuntutan Reformasi
Antara lain :
1.Amendemen Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2.Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
3.Penegakan supremasi hukum,
penghormatan hak asasi manusia (HAM),
serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).
4.Desentralisasi dan hubungan yang adil
antara pusat dan daerah (otonomi daerah).
5.Mewujudkan kebebasan pers.
6.Mewujudkan kehidupan demokrasi.

UUD 1945 Sebelum
Amandemen
Terdiri dari :
• Pembukaan
• Batang Tubuh
-

16 bab
37 pasal
49 ayat
4 pasal Aturan Peralihan
2 ayat Aturan Tambahan

• Penjelasan

1.
2.
3.
4.
5.

Latar Belakang
Amandemen
Kekuasaan tertinggi di tangan MPR – tidak jelasnya sistem

checks and balances
kekuasaan yang sangat besar pada presiden.
Pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan
multitafsir – seperti Pasal 7 dan Pasal 28 UUD 1945
Terlalu banyak pendelegasian ke tingkat undang-undang.
Terlalu bergantung kepada semangat penyelenggara negara
(political goodwill), sementara :

-

Tidak adanya checks and balances.
Infrastruktur politik yang dibentuk tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
- Pelaksanaan Pemilu dikuasai oleh pemerintah.
- Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak
tercapai
6. Kekosongan hukum – sistem ekonomi, perlindungan HAM ,
pembatasan kekuasaan presiden, dan sistem pemilihan umum.
7. Penjelasan – (1) keberadaan penjelasan yang bukan produk
BPUPK dan PPKI; (2) penjelasan berisi aturan krusial yang
semestinya dimuat dalam Batang Tubuh.

Alasan Lain Perubahan
UUD 1945

• Teoritis – sebuah konstitusi mesti demokratis –
konstitusi yang didalamnya berlaku kehendak
mayoritas. Unsurnya : pemisahan kekuasaan
dan perlindungan HAM.
• Sejarah – UUD 1945 disiapkan dalam waktu
singkat, dalam keadaan darurat – secara
historis konstitusi ini mengamanatkan
perubahan.
• Praktis – pada praktiknya Orba telah
mengubah UUD 1945, seperti : Tap MPR
tentang referendum, perluasan defenisi
golongan-golongan, campur tangan eksekutif
terhadap independensi kekuasaan yudikatif
dengan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua
MA.

Tujuan Amandemen
Menyempurnakan aturan dasar mengenai :
1.Tatanan negara dalam mencapai tujuan
nasional.
2. jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat.
3.jaminan dan perlindungan hak asasi manusia.
4.pembagian kekuasaan yang lebih tegas.
5.jaminan konstitusional mewujudkan
kesejahteraan sosial.
6.eksistensi negara demokrasi dan negara hukum.
7.Hal-hal lain sesuai dengan perkembangan
aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa.

Dasar Yuridis
Amandemen
• Pasal 3 UUD 1945.
• Pasal 37 UUD 1945.
• TAP MPR No. IX/MPR/1999 tentang
Penugasan BP MPR RI untuk Melanjutkan
Perubahan UUD 1945.
• TAP MPR No. IX/MPR/2000 tentang
Penugasan BP MPR RI untuk
Mempersiapkan Rancangan Perubahan
UUD 1945.
• TAP MPR RI No. XI/MPR/2001 tentang
Perubahan TAP MPR No. IX/MPR/2000

Kesepakatan Dasar
Amandemen
Kesepakatan dasar itu terdiri atas lima butir,
yaitu :
1.tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
3.mempertegas sistem pemerintahan
presidensial;
4.Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat
hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam
pasal-pasal (batang tubuh);
5.melakukan perubahan dengan cara adendum.

Sidang MPR Terkait
Amandemen
• Sidang Umum
21 Okt 1999
• Sidang Umum
18 Agt 2000
• Sidang Umum
9 Nov 2001
• Sidang Umum
11 Agt 2002

MPR 1999 tanggal 14MPR 2000 tanggal 7 –
MPR 2001 tanggal 1 –
MPR 2002 tanggal 1 –

Hasil Perubahan
UUD 1945 hasil perubahan terdiri dari :
• Pembukaan
• Pasal-pasal
-

21 bab
73 pasal
170 ayat
3 pasal Aturan Peralihan.
2 pasal Aturan Tambahan.

Pokok Pikiran Baru UUD
Hasil Perubahan
• Cita demokrasi dan nomokrasi.
• Pemisahan kekuasaan dan prinsip
checks and balances.
• Sistem Pemerintahan Presidensial.
• Format baru kelembagaan.

HUKUM TATA
NEGARA
HAK ASASI
MANUSIA

Sekedar Buah Renungan
Menyimak perdebatan tentang HAM yang
terjadi dalam sidang Konstituante pada tahun
1958 seperti dikutip Adnan Buyung Nasution,
bahwa dalam perdebatan itu Umar Bakry
(PERTI) mengutip Surat Al Israa’ ayat 70: “Dan
sungguh kami telah memuliakan keturunan
Adam…dan Kami lebihkan mereka dari
kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.
Kemudian ia menyatakan kalau Tuhan saja
menghargai manusia, maka kita juga harus
menghormati manusia dengan mengakui hakhak dasarnya dan melindungi hak-hak itu
dengan peraturan-peraturan hukum.

Apa itu HAM?
Secara etimologi, hak asasi manusia:
• Hak : Haqq (Arab) artinya benar,
nyata, pasti dan wajib.
• Asasi: Asasiy (Arab) Membangun,
mendirikan, meletakkan.
• Hak asasi manusia = hak-hak
mendasar pada manusia

94

Lanjutan…
• Hak yang dimiliki seseorang karena
sekedar orang itu manusia (maknanya
sangat luas dan mendalam). HAM melekat
pada diri manusia.
• Berbicara HAM berarti kehidupan manusia.
• HAM bukan pemberian masyarakat atau
kebaikan negara, melainkan karena
martabat manusia sebagai mahluk ciptaan
Allah.
• HAM bersifat Universal (seluruh umat
manusia), Merata (setiap orang) dan tak
dapat dialihkan dan dihilangkan.
95

Lanjutan… (beberapa
pendekatan)

• Pendekatan Deskriptif – Hak-hak dasar, yang
memberdayakan manusia untuk membentuk
kehidupan mereka sesuai dengan kemerdekaan,
kesetaraan dan rasa hormat pada martabat
manusia.
• Pendekatan Hukum – Hak-hak sipil, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan kolektif yang tertuang dalam
berbagai instrumen HAM internasional dan regional
serta dalam undang-undang dasar setiap negara.
• Pendekatan Filosofis -- Satu-satunya sistem nilai
yang diakui secara universal dalam hukum
internasional saat ini dan terdiri dari elemen
liberalisme, demokrasi, partisipasi, keadilan sosial,
berkuasanya hukum (rule of law) dan good
governance.

Lanjutan… (UU HAM)
• Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM mendefenisikan HAM
sebagai hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.

Fokus HAM
• Fokus HAM adalah tentang kehidupan
dan martabat manusia.
• Martabat dilanggar ketika mereka
menjadi subjek penyiksaan, terpaksa
hidup dalam perbudakan dan
kemiskinan, minimnya akses
pendidikan, pelayanan kesehatan dan
keamanan sosial minimum.
• Hak-hak yang menekankan bahwa
manusia bebas memilih (inti) tindakan
mereka, yang merupakan manifestasi
dari martabat manusia.

Subjek Hukum HAM
1. Negara merupakan subjek utama hukum
HAM– Pemangku kewajiban
2. Aktor Non-negara – Pemangku kewajiban ;
a. Karna perkembang institusi ekonomi
internasional -- korporasi multinasional.
b. Perkembangan hukum humaniter -Kelompok bersenjata .
c. Individu – tanggung jawab pidana.

3. Antor Non-negara – Pemangku Hak
a. Individu
b. Kelompok lain – indigenous people,
minorities.

Ketentuan UUD tentang
Pemangku Kewajiban
Hukum HAM

• Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak-hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah (Pasal 28 I ayat
(4).
• Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara (Pasal 28 J ayat (1).
• Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk pada pembatasan yang
ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai
dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan,
keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat
yang demokratis (Pasal 28 J ayat (2)

Ketentuan HAM dalam
UUD

• Terdapat 26 ketentuan tentang HAM
dalam UUD 1945
• 21 ayat mengatur tentang hak
• Dua ayat mengatur tentang
kewajiban.
• Dua ayat terkait pembatasan hak.
• Satu ayat delegasi pengaturan lebih
lanjut terkait jaminan HAM.

Derogasi
• Derogasi adalah “pengecualian”, yaitu
suatu mekanisme dimana suatu negara
menyimpangi tanggung jawabnya secara
hukum karena adanya situasi darurat.
• Dengan memasukkan derogasi dalam
hukumnya, Negara menghindari
tanggung jawabnya secara hukum atas
pelanggaran hak asasi manusia tertentu.
• Hak yang tidak dapat disimpangi atau
diderogasi – Pasal 28 I ayat (1) UUD
1945

Kontroversi Pasal 28 I
ayat (1) UUD

• Pasal 28I ayat (1) ”.... dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
• Laporan yang dibuat Slobodan Lekic, wartawan Associated
Press, Ross Clarke menyatakan beberapa anggota MPR
mengaku bahwa mereka diintimidasi oleh beberapa orang
jenderal garis keras untuk meloloskan aturan non-retroaktif.
• Pasal 15 Kovenan Hak Sipol
1.Tidak seorangpun dapat dinyatakan bersalah atas suatu tindak
pidana karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bukan
merupakan tindak pidana berdasarkan hukum nasional maupun
internasional pada saat tindakan tersebut dilakukan. Demikian pula
tidak dapat dijatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman
yang berlaku pada saat tindak pidana dilakukan. Apabila setelah
dilakukannya tindak pidana ketentuan hukum menentukan hukuman
yang lebih ringan maka pelaku harus memperoleh keringanan
tersebut.
2.Tidak ada sesuatu pun dalam Pasal ini yang dapat merugikan
persidangan dan penghukuman terhadap setiap orang atas tindakan
yang dilakukan atau yang tidak dilakukan, yang pada saat
dilakukannya, adalah suatu tindak pidana sesuai dengan prinsip
hukum yang diakui oleh masyarakat internasional.

Instrumen Pokok HAM
Nasional
• UUD 1945;
• Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
• Undang-undang Nomor 26 Tahun
2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia;

Konvensi Utama yang
Diratifikasi
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Ratifikasi
2.

3.

4.

5.
6.

Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW);
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punisment (CAT) (Ratifikasi Konvensi
Internasional Anti Penyiksaan);
Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan
International Convention On The Elimination of All Forms Racial
Discrimination (CERD) (Ratifikasi Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial);
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan
International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights
(Konvensi Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya);
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan
International Covenant On Civil and Political Rights (Konvensi
Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik);
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990
Tentang Pengesahan Convention On The Rights of The Child
(Konvensi Tentang Hak-hak Anak);

HUKUM TATA
NEGARA

WARGA
NEGARA

Sejarah
• Pada zaman Hindia Belanda, belum ada
status warga negara, tetapi kaulanegara
Belanda (Nederlandsch Onderdaan) -Status kaulanegara didasarkan atas
undang-undang tentang kedudukan kaula
tanggal 10 Februri 1910.
• Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) yang
berlaku sejak 1 Januari 1920, rakyat
dibedakan atas 3 golongan :
- Eropa (europeanen)
- Timur Asing (Vreemde oosterlingen)
- Bumiputera (Inlander)

Lanjutan..
• Secara umum golongan kaulanegara
Belanda dibagi dua :
1. Orang Belanda, yaitu orang eropa.
2. Bukan orang Belanda, yaitu Timur asing dan
Buki putra.

• Perbedaan golongan menjadi dasar
pembedaan perundang-undangan,
pemerintahan, peradilan, sistem hukum
dan sistem pemerintahan – dualisme
bahkan pluralistis.
• Pembedaan golongan ini masih tetap ada
sampai masa pendudukan jepang, kecuali
penyatuan peradilan bagi semua golongan.

Orang Eropa
• Semua orang Belanda
• Seorang orang Eropa, tidak termasuk
belanda.
• Semua orang jepang
• Semua orang dari tempat lain yang hukum
kekeluargaan di negerinya sama dengan
asas-asas hukum yang ada di Belanda.
• Anak sah atau diakui menurut UU dari
golongan b,c, d yang lahir di hindia
belanda.

Bumi Putra
• Semua orang rakyat Indonesia asli
dan tidak beralih masuk golongan
masyakarat lain.
• Mereka yang mulanya golongan
masyarakat lain yang berasimilasi
dengan rakyat Indonesia asli.

Pembahasan BPUPKI
• M. Yamin mengusulkan pengaturan
Penduduk dan Putera Negara –
kedudukan golongan peranakan Arab
dan China. (semuanya jd warga negara)
• Soepomo mengusulkan warga negara
adalah orang yang mempunyai
kebangsaan Indonesia – bangsa
Indonesia asli, bangsa peranakan,
tionghoa, india, arab yang telah turun
temurun tinggal di indonesia dan
berkehendak bersatu dengan bangsa
indonesia.

Kewarganegaraan dalam
KMB
• Terdapar persetujuan dengan
pemerintah Belanda tentang status
warga negara.
- Bagi orang eropa diberi waktu dua tahun
(1949 – 1951) untuk menyatakan diri
sebagai warga negara indonesia (stelsel
aktif).
- Bagi orang timur asing diberi waktu 2
tahun untuk menolak kewarganegaraan
indonesia (stelsel positif)

Konstitusi RIS dan UUD
• Pasal 5 Konstitusi RIS (1)
kewarganegaraan RIS diatur oleh UU
Federal.
• Pewarganegaraan (naturalisasi) dilakukan
oleh atau dengan kuasa Undang-undang
federal. UU federal mengatur akibatakibat pewarganegaraan terhadap istri
orang yang telah diwarganegakan dan
anak-anaknya yang belum dewasa.

Lanjutan…
• Dibawah UUDS ada kesepakatan antara
RI dan RRT mengenai kewarganegaraan
rangkap. Sebab, semua keturunan china
diakui sebagai warga negara RRT –
semua warga timur asing china memiliki
kewarganegaraan rangkap.
• Perjanjian itu diratifikasi dengan UU No 2
tahun 1958 tentang persetujuan
perjanjian RI dan RRT.
• Bagi yang berkewarganegaraan rangkap
diberi waktu 2 tahun untuk melepaskan
salah satu kewarganegaraanya.

UUD 1945
Sebelum Perubahan

Sesudah Perubahan

Pasal 26
(1)Yang menjadi
Warganegara ialah orangorang Bangsa Indonesia
asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan
dengan Undang-undang
sebagai Warganegara.
(2)Syarat-syarat yang
mengenai
kewarganegaraan
ditetapkan dengan
Undangundang.

Pasal 26
(1)Yang menjadi warga negara
ialah orang- orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai
warga negara.
(2)Penduduk ialah warga negara
Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
**)
(3)(3) Hal-hal mengenai warga
negara dan penduduk diatur
dengan undang-undang. **)

HUKUM TATA
NEGARA

PEMDA DAN
OTONOMI
DAERAH

Sejarah Singkat Otonomi
Daerah

• UU No. 1/1945 – pemerintah melaksanakan
politik desentralisasi dan memberikan hak
otonomi kepada daerah, dan juga
dekonsentrasi.
• UU No. 22/1948 – memperbaiki
pemerintahan daerah sebelumnya dan
memberikan hak otonomi dan medebewind
yang seluas-luasnya kepada pemda. Hak
otonomi : penyerahan penuh, baik asas
maupun cara menjalankan urusan yang
diserahkan. Medebewind : penyerahan
tidak penuh, hanya penyerahan cara
menjalankan saja, sedangan asas/prinsip
ditetapkan pemerintah pusat.

Lanjutan…
• UU No. 1/1957, pemerintahan daerah otonom, 3
tingkat pemerintahan, otonomi riil.
• Penpres No. 6/1959, kepala daerah merangkap ketua
DPRD, kedudukan kepala daerah sebagai wakil
pemerintah pusat, kepala daerah sebagai pegawai
negara tidak bertanggung jawab kepada DPRD.
• UU No. 18/1965, mengganti Penpres No. 6/1959,
merangkum pokok pikiran cita desentralisasi dari
peraturan sebelumnya.
• UU No. 5/1974, secara prinsip menerapkan asas
otonomi nyata dan bertanggungjawab,
operasionalnya desentralisasi menjadi dekonsentrasi.
Kebijakan desentralisasi berbandul sentralisasi.
• UU No. 22/1999, daerah memiliki kebebasan untuk
berprakarsa mengatur daerahnya sendiri.
• UU No. 32/2004, revisi terhadap ketentuan dalam UU
No. 22/1999 yang dianggap lemah.

PENGATURAN
• Pasal 18 UUD 1945
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Kedudukan Daerah dalam
UUD 1945 Sebelum
Amandemen

• Daerah administratif
• Daerah otonom
• Daerah istimewa

POKOK PEMBAHASAN
UTAMA PERUBAHAN PASAL
18 UUD 1945
• pembagian wilayah negara – terkait
dasar pembagiannya dan keberadaan
daerah khusus untuk masyarakat adat.
• pemerintahan daerah – asas otonomi
dan tugas pembantuan, pemerintahan
daerah yang bersifat istimewa.
• hubungan pusat dan daerah – hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum
dan pemanfaatan sumber daya manusia.
• masyarakat adat --

Asas-asas Pemerintahan
Daerah

• Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
• Otonomi – hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundangundangan.
• Tugas pembantuan – penugasan dari
Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu.

Lanjutan…
Otonomi dilaksanakan secara nyata dan
bertanggung jawab, yaitu :
•Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip
bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang
sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
•otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi
yang dalam penyelenggaraannya harus benarbenar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian oto