BahanAjar Hukum Lembaga Negara

PENGERTIAN DAN JENISJENIS LEMBAGA NEGARA

OLEH
BAGIAN HUKUM TATA NEGARA

TERMINOLOGI
ETIMOLOGI

Secara Terminologis
Inggris, political institution,
Belanda, staat orgamen
Indonesia, lembaga negara, atau organ Negara.
Secara Etimologi
Dalam Kamus Besar Belanda Indonesia (KKBI) (1997:979-58),
kata “lembaga” antara lain diartikan sebagai :
(1) ‘asal mula
(2) ‘bentuk
(3) ‘acuan; ikatan
(4) ‘badan (organisasi) yang tujuaannya melakukan sesuatu
penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha’; dan
(5) ‘pola prilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial

berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan’.
Kata lembaga digunakan juga pada lembaga pemerintahan yang
diartikan ‘badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekutif.
Kalau kata pemerintah diganti dengan kata negara, diartikan
‘badan-badan negara disemua lingkungan pemerintah negara
(khususnya di lingkungan eksekutif, yudikatif, dan legislatif).

Menurut Kamus Hukum Fockema Andreae yang
diterjemahkan oleh Saleh Adiwinata dkk, kata “organ”
diartikan sebagai berikut:
“Organ adalah pelengkapan. Alat perlengkapan adalah orang
atau majelis yang terdiri dari orang-orang yang berdasarkan
udang-undang atau anggaran dasar wewenang
mengemukakan dan merealisasikan kehendak badan hukum.
…selanjutnya negara dan badan pemerintahan rendah
mempunyai alat perlengkapan. Mulai dari raja (presiden)
sampai kepada pegawai yang rendah, para pejabat itu dapat
dianggap sebagai alat-alat perlengkapan. Akan tetapi,
perkataan ini lebih banyak dipakai untuk badan pemerintahan
tinggi dan dewan pemerintahan yang mempunyai wewenang

yang diwakilkan secara teratur dan pasti.”

Secara defenitif, alat-alat kelengkapan suatu negara
atau yang lazim disebut sebagai lembaga negara
adalah institusi-institusi yang dibentuk guna
melaksanakan fungsi-fungsi Negara.
Berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara ada
beberapa fungsi negara yang penting seperti :

1. Membuat kebijakan peraturan perundangundangan (fungsi legislatif),
2. Fungsi melaksanakan peraturan atau
Fungsi penyelenggaraan pemerintah
(fungsi eksekutif) dan
3. Fungsi mengadili (fungsi yudikatif).

Istilah Lembaga Negara
Sebelum Amandemen UUD 1945
Konstitusi RIS 1949, misalnya, menyebutnya
dengan istilah “alat-alat perlengkapan federal”
UUDS 1950 menyebut “alat perlangkapan

negara”
UUD 1945, tidak ditemukan satu kata “lembaga
negara” pun. Yang ada “badan”, misalnya
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pertama kali muncul diatur dalam ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/ 1966 tentang Memorandum
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia.
menetapan MPR sebagai lembaga negara
tertinggi di bawah UUD, sedangkan Presiden,
DPR, BPK, DPA, dan MA sebagai lembaga
negara di bawah MPR.

Lanjutan
 Kembali dijumpai melalui Ketetapan MPRS No,
X/MPRS/1969 tentang kedudukan semua lembagalembaga negara tingkat pusat dan daerah pada posisi
dan fungsi yang diatur dalam UUD 1945.
 Melalui ketetapan MPR N0. III/MPR/1979, istilah

lembaga negara mulai menemukan konsepnya karena
ketetapan MPR tersebut membagi lembaga negara
menjadi dua kategori, yaitu lembaga tertinggi negara
menurut ketetapan ini adalah MPR, sedangkan
lembaga tinggi negara disesuaikan dengan urutan
yang terdapat dalam UUD 1945 terdiri dari lima
lembaga, yaitu
(a) Presiden,
(b) Dewan Pertimbangan Agung,
(c) Dewan Perwakilan Rakyat,
(d) Badan Pemeriksan Keuangan dan
(e) Mahkamah Agung.

Struktur Ketatanegaraan
Struktur Ketatanegaraan terdiri dari Infra Struktur Politik
dan Supra Struktur Politik
 Infra struktur Politik (Socio Political Sphere) :
pemilik kedaulatan (Political Sovereignty) yaitu rakyat
 Supra Struktur Politik (Governmental Political Sphere)
pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat menurut hukum

(Legal Sovereignty),
Supra Struktur Politik menentukan satu system, bagaimana
kedaulatan rakyat sebagai dasar kekuasaan tertinggi
negara itu dibagi-bagi dan dilaksanakan antara lembagalembaga negara.
terdapat hubungan yang saling menentukan dan saling
mempengaruhi antar komponen struktur ketatanegaraan
tersebut yang ditentukan dalam UUD/Konstitusi

Lanjutan
Dinamika politik suatu negara akan selalu diliputi
oleh dua unsur seperti yang telah dijelaskan di
atas, yaitu :
pertama,Governmental Political Sphere yaitu
suasana kehidupan poltik pemerintahan yang
meliputi organ-organ pelaksana pemerintahan
dan pola hubungan yang terbangun antar
organ kekuasaan.tersebut.
Kedua, Socio Political Sphere meliputi
bagaimana dinamika politik masyarakat.dalam
turut mempengasuhi dan menentukan

kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.

Kedudukan Lembaga Negara
Dapat dilihat dari dua konteks, yaitu
 konteks Negara
Lembaga Negara dalam konteks Negara dapat
dilacak melalui system dan mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan yang berlaku
sebagaimana yang dianut dalam UUD.
 konteks masyarakat.
dapat dilihat dari bekerjanya Infra Struktur
Politik masyarakat yang meliputi :
– partai politik (political party),
– golongan kepentingan (interest group),
– golongan penekan (pressure group),
– Alat komunikasi politik (media political
communication), dan
– tokoh politik (political figure) dalam
mempengaruhi dan mengarahkan kebijakankebijakan penyelenggara negara..


Jenis-jenis Lembaga Negara
1.
2.
3.
4.
5.

Ada beberapa jenis lembaga negara, yaitu:
Lembaga negara yg disebut dan diberi kewenangan oleh UUD
Lembaga negara yg disebut dalam UUD tapi kewenangannya
ditentukan UU
Lembaga negara yg dibentuk & ditentukan oleh UU
Lembaga negara yg dibentuk & ditentukan oleh PP,
Perpres/Kepres
Lembaga negara yg dibentuk & ditentukan oleh Perda

Lanjutan
Di antara lembaga2 itu, ada yg sama sekali tdk
disebut sbg lembaga negara,tapi sebenarnya
lembaga negara dengan kewenangan yg

ditentukan oleh UUD,UU, atau PP, dst.
Tingkatan2 lembaga2 negara tsb tergantung
(i) hirarki norma yg mengaturnya seperti
tersebut di atas,
(ii) sifat keutamaan fungsinya, apakah
fungsi utama atau penunjang (auxiliary),

LEMBAGA NEGARA DALAM
KONSTITUSI YANG PERNAH
BERLAKU DI INDONESIA

Negara
Serikat
Konst
RIS’49

Negara Kesatuan
UUD 1945

Negara Kesatuan

UUD’S 50

1

1. Maklumat
No. X 16-10-45

2

2. Maklumat

3

3 Nov ‘45

11-3-66

Sidang
PPKI


5-7-59

17-8-50

27-12-45

14-11-45

18-8-45

17-8-45

Demokrasi Liberal

UUD 1945

Demokrasi
Terpimpin
(Orla)


Demokrasi
Pancasila
(Orba)

1. Kabinet
parlement
er
2. MultiPartai

Proklamasi
Maklumat Pemerintah
14-11 45

Dekrit
Presiden

Super
Semar

UUD 1945 (Periode 1)
Secara De Jure
1. MPR
(Pasal 1(2),2,3 )
2. DPR
(Pasal 19-22)
3. PRESIDEN (Pasal 4-15)
4. DPA
(Pasal 16)
5. MA
(Pasal 24)
6. BPK
(Pasal 23(5))

De Facto
1. Presiden dan KNIP (merangkap MPR, DPR,
DPA dengan dasar : Sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung
dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini,
segala kekuasaannya dijalankan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah komite
nasional)
2. MA
3. BPK

Alat-alat Perlengkapan
Federal RIS
1. Presiden dan Menteri
(Pasal 68-798)
2. Senat
(Pasal 80-97)
3. Dewan Perwakilan Rakyat
(Pasal 98112)
4. Mahkamah Agung Indonesia (Pasal 113114)
5. Dewan Pengawas Keuangan (Pasal 115116)

Alat-alat Perlengkapan
Federal RIS
KONSTITUSI RIS
1949

PRESIDE
N

MenteriMenteri

DPR Senat

DPK

MAI

Alat-alat Perlengkapan
Negara

1. Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 4549, 82-87))
2. Menteri
-menteri
(Pasal 5055)
3. Dewan Perwakilan Rakyat (56-77)
4. Mahkamah Agung Indonesia
(78-79)
5. Dewan Pengawas Keuangan (80-81)

Alat-alat Perlengkapan
Negara
UUDS 1950

Presiden/
Wapres

MenteriMenteri

DPR

DPK

MA

UUD 1945 (Periode II)
 Diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli
1950 sampai dengan Perubahan I (19 November
1999)
 Berdasarka Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/ 1966
tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong Mengenai Sumber Tertib Hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia.
menetapan MPR sebagai lembaga negara
tertinggi di bawah UUD, sedangkan Presiden,
DPR, BPK, DPA, dan MA sebagai lembaga
negara di bawah MPR.

UUD 1945

MPR

BPK

Presiden/
Wakil
Presiden

DPR

DPA

MA

Jenis-jenis Lembaga Negara
1.
2.
3.

Ada beberapa jenis lembaga negara, yaitu:
Lembaga negara yg disebut dan diberi
kewenangan oleh UUD
Lembaga negara yg disebut dalam UUD tapi
kewenangannya ditentukan UU
Lembaga negara yg dibentuk & ditentukan oleh
UU

4

LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

I

UUD 1945

kpu

bank
sentral

Presiden/
Wakil
Presiden
Kementerian

Negara

dewan
pertimbangan
TNI/POLRI

PERWAKILAN
BPK PROVINSI

PEMDA
PROVINSI
KPD

DPRD

PEMDA
KAB/KOTA
KPD

DPRD

DPR

MPR

DPD

MA

MK

badan-badan lain
yang fungsinya
berkaitan dengan
kekuasaan
kehakiman

KY
PUSAT

Lingkungan
Peradilan

DAERA
H

Umum
Agama
Militer
TUN

I

BPK

Lembaga Perwakilan Rakyat

Sejarah
Volksraad (1918-1942)
 Volksraad merupakan lembaga semacam parlemen
bentukan pemerintahan kolonial Belanda
 Volksraad dibentuk pada tanggal 16 Desember 1916
(Ind. Stb. No. 114 Tahun 1917) dengan dilakukannya
penambahan bab baru yaitu Bab X dalam Regeerings
Reglement 1954 yang mengatur tentang pembentukan
Volksraad.
 Namun Pembentukan tersebut baru terlaksana pada
tahun 1918 oleh Gubernur Jeneral Mr. Graaf van
Limburg Stirum.
 Pembentukan volksraad pada saat itu dianggap hanya
merupakan basa basi politik pemerintahan kolonial
terhadap rakyat jajahan (Indonesia )

Pengisian Jabatan dan Komposisi
 Pemilihan diawali dengan pembentukan berbagai
“Dewan Kabupaten” dan “Haminte Kota”, di mana
setiap 500 orang Indonesia berhak memilih “Wali
Pemilih” (Keesman).
 Kemudian Wali Pemilih inilah yang berhak
memilih sebagian anggota Dewan Kabupaten.
Kemudian setiap provinsi mempunyai “Dewan
Provinsi”, yang sebagian anggotanya dipilih oleh
Dewan Kabupaten dan Haminte Kota di wilayah
provinsi tersebut.
 Sebagian besar anggota Dewan Provinsi
umumnya dari bangsa Belanda diangkat oleh
Gubenur Jenderal.

Susunan dan komposisi
Volksraad I (1918)
 beranggotakan 39 orang (termasuk ketua), dengan
perimbangan:

– Dari jumlah 39 anggota Volksraad, orang Indonesia
Asli melalui “Wali Pemilih” dari “Dewan Provinsi”
berjumlah 15 anggota (10 orang dipilih oleh “Wali
Pemilih” dan 5 orang diangkat oleh Gubernur
Jenderal)
– Jumlah terbesar, atau 23 orang, anggota Volksraad
mewakili golongan Eropa dan golongan Timur
Asing, melalui pemilihan dan pengangkatan oleh
Gubernur Jenderal (9 orang dipilih dan 14 orang
diangkat).
– Adapun orang yang menjabat sebagai ketua
Volksraad bukan dipilih oleh dan dari anggota
Volksraad sendiri, melainkan diangkat oleh mahkota
Nederland.

 Tahun 1927:

– Ketua: 1 orang (diangkat oleh Raja)
– Anggota: 55 orang
– (Anggota Volksraad dari golongan Bumi Putra hanya berjumlah
25 orang)

 Tahun 1930:

– Ketua: 1 orang (diangkat oleh Raja)
– Anggota: 60 orang
– (Anggota Volksraad dari golongan Bumi Putra hanya berjumlah
30 orang)

 Muncul beberapa usul anggota untuk mengubah
susunan dan pengangkatan Volksraad ini agar dapat
dijadikan tahap menuju Indonesia merdeka, namun
selalu ditolak.
 Salah satunya adalah “Petisi Sutardjo” pada tahun 1935
yang berisi "permohonan kepada Pemerintah Belanda
agar diadakan pembicaraan bersama antara Indonesia
dan Berlanda dalam suatu perundingan mengenai nasib
Indonesia di masa yang akan datang", atau Gerakan
Indonesia Berparlemen dari Gabungan Politik Indonesia.
Petisi ini juga ditolak pemerintah kolonial Belanda

Tugas Volksraad
 Volksraad lebih mengutamakan memberi nasihat kepada
Gubernur Jenderal daripada “menyuarakan” kehendak
masyarakat.
 Volksraad sama sekali tidak memuaskan bagi bangsa
Indonesia. Bahkan, “parlemen gadungan” ini juga tidak
mempunyai hak angket dan hak menentukan anggaran
belanja negara sehingga tidak mempunyai kekuasaan
seperti parlemen pada umumnya.
 Sesuai perkembangan politik di Indonesia, perubahan
sedikit demi sedikit terjadi di lembaga ini. Perubahan
yang signifikan terjadi pada saat aturan pokok kolonial
Belanda di Indonesia, yaitu RR (Regeling Reglement,
1854) menjadi IS (Indische Staatsregeling). Perubahan
ini membawa pengaruh pada komposisi dan tugas-tugas
Volksraad.

 Perubahan sistem pemilihan
anggota terjadi sejak 1931.
Sebelumnya, semua anggota
Volksraad yang dipilih melalui satu
badan pemilihan bulat, dipecah
menjadi tiga badan pemilihan
menurut golongan penduduk yang
harus dipilih. Selain itu, diadakan
pula sistem pembagian dalam dua
belas daerah pemilihan bagi
pemilihan anggota warga negara
(kaula) Indonesia asli.

 Berbagai tuntutan dari kalangan Indonesia asli
semakin bermunculan agar mereka lebih
terwakili. Sampai 1936, komposisi keanggotaan
menjadi:







8 orang mewakili I.E.V. (Indo Eurupeesch Verbond)
5 orang mewakili P.P.B.B.
4 orang mewakili P.E.B. (Politiek Economische Bond)
4 orang V.C. (Vederlandisch Club)
3 orang mewakili Parindra
2 orang mewakili C.S.P (Christelijk Staatkundige
Partj)
– 2 orang mewakili Chung Hwa Hui (Kelompok Cina)
– 2 orang mewakili IKP (Indisch Katholieke Partj)
– 4 orang mewakili golongan Pasundan, VAIB
(vereeniging Ambtenaren Inl. Bestuur), partai
Tionghoa Indonesia

 5 orang mewakili berbagai organisasi yang setiap
organisasi mendapat satu kursi yaitu organisasi sebagai
berikut: 1 (Persatuan Minahasa); 1 (Persatuan
Perhimpunan katoliek di Jawa), 1 (persatuan kaum
Kristen), 1 (Perhimpunan Belanda); 1 (Organisasi Wanita
I.E.V)
 Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa
penjajahan selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian
penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan
keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi,
dan bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan
Kemerdekaan.

Komite Nasional Indonesia
Pusat (1945-1949)
 Pada masa ini, lembaga-lembaga negara yang
diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Dengan demikian,
sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945,
dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini
merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.
 Anggota KNIP tersebut berjumlah 60 orang, tetapi sumber
yang lain menyatakan terdapat 103 anggota KNIP. KNIP
sebagai MPR sempat bersidang sebanyak enam kali.
Dalam melakukan kerja DPR, dibentuk Badan Pekerja
Komite Nasional Pusat. Badan Pekerja tersebut berhasil
menyetujui 133 RUU, di samping pengajuan mosi, resolusi,
usul dan lain-lain

DPR dan Senat Republik
Indonesia Serikat (1949-1950)
 Sebagai konsekuensi diterimanya hasil
Konferensi Meja Bundar (KMB), diadakan
perubahan bentuk negara kesatuan RI
menjadi negara serikat. Perubahan ini
dituangkan dalam Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan
Konstitusi RIS yang menganut sistem
pemerintahan parlementer, badan
legislatif RIS dibagi menjadi dua kamar,
yaitu Senat dan Dewan Perwakilan
Rakyat.

DPR-RIS
 Jumlah anggota DPR terdiri dari 146 orang yang mewakili
negara/daerah bagian dengan perincian sebagai berikut:
a.
Republik Indonesia 49 orang
b.
Indonesia Timur 17 orang
c.
Jawa Timur 15 orang
d.
Madura 5 orang
e.
Pasundan 21 orang
f.
Sumatera Utara 4 orang
g.
Sumatera Selatan 4 orang
h.
Jawa Tengah 12 orang
i.
Bangka 2 orang
j.
Belitung 2 orang
k.
Riau 2 orang
l.
Kalimantan Barat 4 orang
m.
Dayak Besar 2 orang
n.
Banjar 3 orang
o.
Kalimantan Tenggara 2 orang
p.
Kalimantan Timur 2 orang

 DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah
melaksanakan pembuatan perundang-undangan. DPR-RIS
juga berwenang mengontrol pemerintah, dengan catatan
presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi para menteri
bertanggung jawab kepada DPR atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk
seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri.
 Di samping itu, DPR-RIS juga memiliki hak menanya dan
menyelidik. Dalam masa kerjanya selama enam bulan,
DPR-RIS berhasil mengesahkan tujuh undang-undang.

Senat-RIS
 Keanggotaan Senat RIS berjumlah 32
orang, yaitu masing-masing dua anggota
dari tiap negara/negara bagian. Secara
keseluruhan, cara kerja Senat RIS diatur
dalam Tata Tertib Senat RIS

Dewan Perwakilan Rakyat Sementara
(1950-1956)
 Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS
menyetujui Undang-Undang Dasar Sementara Negara
Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No.
7/1850, LN No. 56/1950). UUDS ini merupakan adopsi
dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan,
terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk
negara dari negara serikat ke negara kesatuan. Pada
tanggal yang sama, DPR dan Senat RIS mengadakan
rapat di mana dibacakan piagam pernyataan
terbentuknya NKRI yang bertujuan:
– Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
– Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia
dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus
1950.

Keanggotaan DPRS
 Sesuai isi Pasal 77
UUDS, ditetapkan jumlah
anggota DPRS adalah
236 orang, yaitu 148
anggota dari DPR-RIS,
29 anggota dari Senat
RIS, 46 anggota dari
Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat, dan 13
anggota dari Dewan
Pertimbangan Agung.

Fraksi di DPRS (menurut catatan tahun 1954):
1. Masjumi 43 orang
2. PNI 42 orang
3. PIR-Hazairin 19 orang 22 orang
4. PIR-Wongso 3 orang
5. PKI 17 orang
6. PSI 15 orang
7. PRN 13 orang
8. Persatuan Progresif 10 orang
9. Demokrat 9 orang
10. Partai Katolik 9 orang
11. NU 8 orang
12. Parindra 7 orang
13. Partai Buruh 6 orang
14. Parkindo 5 orang
15. Partai Murba 4 orang
16. PSII 4 orang
17. SKI 4 orang
18. SOBSI 2 orang
19. BTI 1 orang
20. GPI 1 orang
21. Perti 1 orang
22. Tidak berpartai 11 orang

Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPRS
 Kedudukan dan Tugas DPRS
DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah
melaksanakan pembuatan perundang-undangan. Selain
itu, dalam pasal 113-116 UUDS ditetapkan bahwa DPR
mempunyai hak menetapkan anggaran negara.
Seterusnya dalam Pasal 83 ayat (2) UUDS ditetapkan
bahwa para menteri bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk
seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri. Ini berarti DPR berhak dan berkewajiban
senantiasa mengawasi segala perbuatan pemerintah.

Hak-hak dan Kewajiban DPRS
1. Hak Amandemen
DPR berhak mengadakan perubahan-perubahan
usul UU yang dimajukan pemerintah kepadanya.
2. Hak Menanya dan Hak Interpelasi
DPR mempunyai hak menanya dan hak
memperoleh penerangan dari menteri-menteri,
yang pemberiannya dianggap tidak berlawanan
dengan kepentingan umum RI.
3. Hak Angket
DPR mempunyai hak menyelidiki (enquete)
menurut aturan-aturan yang ditetapkan UU.

4. Hak Kekebalan (imunitet)
Ketua, anggota DPR dan menteri-menteri tidak
dapat dituntut di muka pengadilan karena apa yang
dikemukakan dalam rapat atau surat kepada
majelis, kecuali jika mereka mengumumkan apa
yang dikemukakan dalam rapat tertutup dengan
syarat supaya dirahasiakan.
5. Forum Privelegiatum
Ketua, wakil ketua, dan anggota DPR diadili dalam
tingkat pertama dan tertinggi oleh MA, pun sesudah
mereka berhenti, berhubung dengan kejahatan dan
pelanggaran lain yang ditentukan dengan UU dan
yang dilakukan dalam masa pekerjaannya, kecuali
jika ditetapkan lain dengan UU.
6. Hak mengeluarkan suara

Hubungan DPRS dengan
pemerintah
 Sama halnya dengan UUD RIS, UUDS juga
menganut sistem pemerintahan parlementer.
DPRS dapat memaksa kabinet atau masingmasing menteri meletakkan jabatannya.
Namun berbeda dengan ketentuan dalam
UUD RIS, UUDS memasukkan pula
ketentuan bahwa presiden dapat
membubarkan DPRS, kalau DPRS
dianggapnya tidak mewakili kehendak rakyat
lagi.

Hasil-hasil pekerjaan DPRS
a. menyelesaikan 167 uu dari 237 buah RUU
b. 11 kali pembicaraan tentang keterangan
pemerintah
c. 82 buah mosi/resolusi.
d. 24 usul interpelasi.
e. 2 hak budget.

DPR Hasil Pemilu 1955 (20
Maret 1956-22 Juli 1959)
 E.
DPR hasil Pemilu 1955 berjumlah 272 orang.
Perlu dicatat bahwa Pemilu 1955 juga memilih 542 orang
anggota konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi
Indonesia yang definitif, menggantikan UUDS.
 Tugas dan wewenang DPR hasil Pemilu 1955 sama
dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan
hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah
fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat,
memberi gambaran bahwa pemerintah merupakan hasil
koalisi. Dalam masa ini terdapat tuga kabinet yaitu Kabinet
Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamidjojo, dan
Kabinet Djuanda.

DPR Hasil Pemilu 1955 Paska-Dekrit Presiden 1959
(1959-1965)
 Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan
menyatakan bahwa Indonesia kembali kepada UUD 1945 melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 2959. Jumlah anggota sebanyak 262 orang
kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19
fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.
 Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, presiden membubarkan DPR
karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari 44 milyar
yang diajukan. Setelah membubarkan DPR, presiden mengeluarkan
Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-Gotong
Royong (DPR-GR).
 DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh
presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu
kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada
presiden pada waktu-waktu tertentu. Kewajiban ini merupakan
penyimpangan dari Pasal 5, 20, dan 21 UUD 1945. Selama 1960-1965,
DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.

DPR Gotong Royong Tanpa Partai
Komunis Indonesia (1965-1966)
 Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan
sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan
ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa
kerjanya satu tahun, mengalami empat kali perubahan
komposisi pimpinan, yaitu:
a.
Periode 15 November 1965-26 Februari 1966.
b.
Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966.
c.
Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966.
d.
Periode 17 Mei 1966-19 November 1966.
 Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih
berstatus sebagai pembantu presiden sepanjang
Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.

DPR-GR Masa Transisi dari Orde Lama ke
Orde Baru
 Dalam rangka menanggapi situasi masa
transisi, DPR-GR memutuskan untuk
membentuk dua panitia:
– Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan
dalam berbagai masalah bidang politik.

– Panitia ekonomi, keuangan dan
pembangunan, bertugas memonitor situasi
ekonomi dan keuangan serta membuat
konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran
ke arah pemecahannya.

DPR-GR Masa Orde Baru 1966-1971
 Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang
kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, DPR-GR masa
“Orde Baru” memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari
“Orde Lama” ke “Orde Baru.”
 Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971
adalah sebagai berikut:
 Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai
dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.
 Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai
dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan
Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
 Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah
sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya
penjelasan bab 7









J.
DPR Hasil Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997
Setelah mengalami pengunduran sebanyak dua kali, pemerintahan “Orde Baru”
akhirnya berhasil menyelenggarakan Pemilu yang pertama dalam masa
pemerintahannya pada tahun 1971. Seharusnya berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XI Tahun 1966 Pemilu diselenggarakan pada tahun 1968. Ketetapan ini diubah pada
Sidang Umum MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto, yang menggantikan Presiden
Soekarno, dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan pada tahun
1971.
Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan UU No. 15
Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR dan DPRD.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan
dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang
menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di
setiap daerah pemilihan (sistem proporsional). Cara ini ternyata mampu menjadi
mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi
dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Sistem yang sama masih terus
digunakan dalam enam kali Pemilu, yaitu Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997.

 Sejak Pemilu 1977, pemerintahan “Orde Baru” mulai
menunjukkan penyelewengan demokrasi secara jelas.
Jumlah peserta Pemilu dibatasi menjadi dua partai dari
satu golongan karya (Golkar). Kedua partai itu adalah
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Demokrasi Indonesia (PDI). Partai-partai yang ada
dipaksa melakukan penggabungan (fusi) ke dalam dua
partai tersebut. Sementara mesin-mesin politik “Orde
Baru” tergabung dalam Golkar. Hal ini diakomodasi dalam
UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan
Karya. Keadaan ini berlangsung terus dalam lima kali
Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Dalam setiap Pemilu tersebut, Golkar selalu keluar
sebagai pemegang suara terbanyak.

 Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol
eksekutif. Kekuasaan presiden yang terlalu besar
dianggap telah mematikan proses demokratisasi
dalam bernegara. DPR sebagai lembaga legislatif
yang diharapkan mampu menjalankan fungsi
penyeimbang (checks and balances) dalam
prakteknya hanya sebagai pelengkap dan
penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan
hanya untuk memperkuat posisi presiden yang
saat itu dipegang oleh Soeharto.

DPR Hasil Pemilu 1999 (1999-2004)
 DPR periode 1999-2004 merupakan DPR pertama yang terpilih
dalam masa “reformasi”. Setelah jatuhnya Soeharto pada
tanggal 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh Wakil
Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, masyarakat terus
mendesak agar Pemilu segera dilaksanakan. Desakan untuk
mempercepat Pemilu tersebut membuahkan hasil.
 Pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie,
Pemilu untuk memilih anggota legislatif kemudian
dilaksanakan. Pemilu ini dilaksanakan dengan terlebih dulu
mengubah UU tentang Partai Politik (Parpol), UU Pemilihan
Umum, dan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD (UU Susduk), dengan tujuan mengganti sistem
Pemilu ke arah yang lebih demokratis. Hasilnya, terpilih
anggota DPR baru.

 Meski UU Pemilu, Parpol, dan Susduk sudah diganti, sistem dan
susunan pemerintahan yang digunakan masih sama sesuai
dengan UUD yang berlaku yaitu UUD 1945. MPR kemudian
memilih Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati
Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Ada banyak kontroversi
dan sejarah baru yang mengiringi kerja DPR hasil Pemilu 1999 ini.
 Pertama, untuk pertama kalinya proses pemberhentian kepala
negara dilakukan oleh DPR. Dengan dasar dugaan kasus korupsi
di Badan Urusan Logistik (oleh media massa populer sebagai
“Buloggate”), presiden yang menjabat ketika itu, Abdurrahman
Wahid, diberhentikan oleh MPR atas permintaan DPR. Dasarnya
adalah Ketatapan MPR No. III Tahun 1978. Abdurrahman Wahid
kemudian digantikan oleh wakil presiden yang menjabat saat itu,
Megawati Soekarnoputri.

 Kedua, DPR hasil Pemilu 1999, sebagai bagian dari MPR, telah
berhasil melakukan amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak
empat kali yaitu pada tahun 1999, (pertama), 2000 (kedua), 2001
(ketiga), dan 2002 (keempat). Meskipun hasil dari amandemen
tersebut masih dirasa belum ideal, namun ada beberapa
perubahan penting yang terjadi. Dalam soal lembaga-lembaga
negara, perubahan-perubahan penting tersebut di antaranya:
lahirnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lahirnya sistem
pemilihan presiden langsung, dan lahirnya Mahkamah Konstitusi.
 Ketiga, dari sisi jumlah UU yang dihasilkan, DPR periode 19992004 paling produktif sepanjang sejarah DPR di Indonesia
dengan mengesahkan 175 RUU menjadi UU. Meski perlu dicatat
pula bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan PSHK
tingginya kualitas ternyata tidak sebanding dengan kualitas
(Susanti, dkk, 2004).

DPR Hasil Pemilu 2004 (2004-2009)
Amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada tahun
1999-2002 membawa banyak implikasi ketatanegaraan yang
kemudian diterapkan pada Pemilu tahun 2004. Beberapa
perubahan tersebut yaitu perubahan sistem pemilihan lembaga
legislatif (DPR dan DPD) dan adanya presiden yang dilakukan
secara langsung oleh rakyat.
 Dalam Pemilu tahun 2004 ini, mulai dikenal secara resmi
lembaga perwakilan rakyat baru yang bernama Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan representasi dari
jumlah penduduk sedangkan DPD merupakan representasi dari
wilayah. Implikasi lanjutannya adalah terjadi perubahan dalam
proses legislasi di negara ini.
 Idealnya, DPR dan DPD mampu bekerja bersama-sama dalam
merumuskan sebuah UU. Hanya saja karena cacatnya
amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, relasi yang
muncul menjadi timpang. DPR memegang kekuasaan legislatif
yang lebih besar dan DPD hanya sebagai badan yang memberi
pertimbangan kepada DPR dalam soal-soal tertentu.


6 BAB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
ANGGOTA
DPR

MPR
Pasal 2 (1)****

dipilih melalui pemilu

I

ANGGOTA
DPD
dipilih melalui pemilu

Wewenang
2. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
[Pasal 3 ayat (2)***/**** ];
3. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar [Pasal 3 ayat (3)***/****];

4. Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang
diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi
kekosongan Wakil Presiden [Pasal 8 ayat (2)***];
5. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik yang pasangan calon Presiden dan
Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya,
jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
secara bersamaan [Pasal 8 ayat (3)****].
I

1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar [Pasal 3 ayat (1)*** dan Pasal 37**** ];

1
4

BAB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

I

UU No.22 tahun 2003
tentang Susunan dan
Kedudukan MPR,
DPR, DPD, dan
DPRD

Anggota DPR
dapat
Anggota DPR
diberhentikan
dipilih melalui
dari jabatannya,
pemilihan umum
yang syaratsyarat dan tata
[Pasal 19 (1)**]
caranya diatur
dalam undangundang
Fungsi, Wewenang, dan Hak (Pasal 22B**)

DPR

8. tentang pemberian pertimbangan kepada Presiden
dalam pemberian amnesti dan abolisi [Pasal 14
(2)*] ;
9. tentang persetujuan atas perpu [Pasal 22 (2)] ;
10. tentang pembahasan dan persetujuan atas RAPBN
yang diajukan oleh Presiden [Pasal 23 (2) dan (3)***] ;
11. tentang pemilihan anggota BPK dengan
memperhatikan pertimbangan DPD [Pasal 23F
(1)***] ;
12. tentang persetujuan calon hakim agung yang
diusulkan oleh KY [Pasal 24A (3)***] ;
13. tentang persetujuan pengangkatan dan
pemberhentian anggota KY [Pasal 24B (3)***] ;
14. tentang pengajuan tiga orang calon anggota hakim
konstitusi [Pasal 24C (3)***] ;
II

1. “…memegang kekuasaan membentuk UU” [Pasal
20 (1)*] ;
2. “…memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan” [Pasal 20A (1)**] ;
3. “…mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan
hak menyatakan pendapat” [Pasal 20A (2)**] ;
4. tentang pengajuan usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden [Pasal 7B (1)***] ;
5. tentang persetujuan dalam menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian [Pasal 11 (1)
dan (2)****] ;
6. tentang pemberian pertimbangan kepada
Presiden dalam pengangkatan duta [Pasal 13 (2)*]
;
7. tentang pemberian pertimbangan kepada Presiden
dalam menerima penempatan duta negara lain
[Pasal 13 (3)*] ;

BAB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pembentukan UU

TIDAK

1a

memegang kekuasaan
membentuk UU
[Pasal 20 (1)*]

I

4a

tidak boleh
diajukan lagi
dalam persidangan masa itu
[Pasal 20 (3)*]

4c

persetujuan
bersama

YA

3

2

DPD

ikut
membahas
memberi
pertimbangan

mengesahkan
[Pasal 20 (4)*]

4

anggota berhak
mengajukan usul RUU
(Pasal 21*)

DPR

4b

Preside
n

RUU
dibahas
bersama
[Pasal 20 (2)*]

1b

berhak mengajukan
RUU
[Pasal 5 (1)*]

dalam hal RUU
tidak disahkan,
dalam waktu 30
hari, RUU
tersebut sah
menjadi UU dan
wajib
diundangkan
[Pasal 20 (5)**]

UU

RUU
tertentu
II

1
5

BAB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Peraturan Pemerintah pengganti UU

1

I

3b

dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai
pengganti undang-undang
[Pasal 22 (1)]

harus dicabut
[Pasal 22 (3)]
TIDAK

3

Presiden

DPR

persetujuan

3a

YA

menjadi
UU

2

peraturan pemerintah
pengganti UU itu harus
mendapat persetujuan
[Pasal 22 (2)]

II

1
6

1
7

BAB DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Anggota DPD dipilih dari
setiap provinsi melalui
Pemilu.
Anggota DPD dari setiap
provinsi jumlahnya sama
dan jumlah seluruh
anggota DPD itu tidak lebih
1/3 jumlah anggota DPR.
[Pasal 22C (1)*** dan
(2)***]

II

UU No.22 tahun 2003
tentang Susunan dan
Kedudukan MPR,
DPR, DPD, dan
DPRD

DPD

Anggota DPD dapat
diberhentikan dari
jabatannya, yang syaratsyarat dan tata caranya
diatur dalam undangundang
[Pasal 22D (4)***]

Wewenang

II

1. dapat mengajukan RUU tertentu [Pasal 22D (1)***];
2. ikut membahas RUU tertentu [Pasal 22D (2)***];
3. memberikan pertimbangan atas RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
agama dan RAPBN [Pasal 22D (2)***];
4. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK [Pasal 23F
(1)***];
5. melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR
[Pasal 22D (3)***].

BAB DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pembentukan UU tertentu

II

4a

UU
tertentu

tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan masa
itu [Pasal 20 (3)*]

TIDAK
4b

4

persetujuan
bersama

YA
4c

1

dapat
mengajukan
[Pasal 22D (1)***]

DPD

mengesahkan
[Pasal 20 (4)*]

RUU
tertentu

3

DPR

membahas
bersama

Presiden

dalam hal RUU
tidak disahkan,
dalam waktu 30
hari, RUU tersebut
sah menjadi UU
dan wajib
diundangkan
[Pasal 20 (5)**]

2

membahas RUU
tertentu
[Pasal 22D (2)***]
II

1
8

KEKUASAAN KEHAKIMAN

KEKUASAAN KEHAKIMAN
Mahkamah Agung

Hakim agung harus
memiliki integritas
dan kepribadian
yang tidak tercela,
adil, profesional,
dan
berpengalaman di
bidang hukum
[Pasal 24A (2)***]

II

MA
Pasal 24A ***
Umum
Agama
Militer
TUN

Calon hakim agung
diusulkan oleh
Komisi Yudisial
kepada DPR untuk
mendapat persetujuan dan
ditetap-kan sebagai
hakim agung oleh
Presiden [Pasal 24A
(3)***]

Kewajiban dan Wewenang

III

1.berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undangundang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang [Pasal 24A (1)***];
2.mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***];
3.memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan
rehabilitasi [Pasal 14 (1)*].

26BAB
KEHAKIMAN

KEKUASAAN

II

Mahkamah Konstitusi
Hakim konstitusi harus
memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak
tercela, adil,
negarawan yang
menguasai konstitusi
dan ketatanegaraan,
serta tidak merangkap
sebagai pejabat
negara
[Pasal 24C (5)***]

MK
Pasal 24C ***

mempunyai sembilan
orang anggota hakim
konstitusi yang
ditetapkan oleh
Presiden, yang
diajukan masingmasing tiga orang oleh
MA, tiga orang oleh
DPR dan tiga orang
oleh Presiden
[Pasal 24C (3)***]

Kewajiban dan Wewenang

III

1.berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum [Pasal 24C (1)***];
2.wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden

27 BAB
KEHAKIMAN

KEKUASAAN

II

Komisi Yudisial

Anggota Komisi
Yudisial harus
mempunyai
pengetahuan dan
pengalaman di bidang
hukum serta memiliki
integritas dan
kepribadian yang
tidak tercela
[Pasal 24B (2)***]

KY

Pasal 24B ***

Anggota Komisi
Yudisial diangkat dan
diberhentikan oleh
Presiden dengan
persetujuan DPR
[Pasal 24B (3)***]

Wewenang
1.mengusulkan pengangkatan hakim agung [Pasal 24B (1)***];
2.mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim [Pasal 24B
(1)***].

III

BAGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
PASCAPERUBAHAN UUD 1945

LAHIRNYA
MAHKAMAH KONSTITUSI
Pembentukan MK disepakati pada Perubahan Ketiga UUD
1945 (9 November 2001) dengan latar belakang:
- Impeachment terhadap Presiden Abdurrahman Wahid;
- Beralihnya paradigma dari supremasi MPR ke supremasi
konstitusi (checks and balances system);
- Konsekuensi dari demokrasi yang menganut rule of law
dan rule of law yang demokratis;
- Adanya potensi konflik konstitusional yang tidak tepat bila
diselesaikan oleh peradilan yang ada.

SUMBER HUKUM
 Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 “Kekuasaaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.”
 Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 “MK dibentuk selambatlambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala
kewenangannya dilakukan oleh sebuah MA.”
 Pasal-pasal lainnya dalam UUD 1945, yaitu Pasal 7B, Pasal 24C ayat
(1), (2), (3), (4), (5), (6).
 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).

TUGAS DAN KEWAJIBAN MK
Tugas:

 menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
 memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
 memutus pembubaran partai politik;
 memutuskan perselisihan hasil pemilu.

Kewajiban:

 Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

KEBERADAAN & KEDUDUKAN
Keberadaan:
 Diatur dalam UUD 1945 Perubahan Ketiga dan Keempat : Pasal 7B,
24 ayat (2), 24C ayat (1) s.d. (5), Pasal III Aturan Peralihan;
 UU No. 24 Tahun 2003 LN Th. 2003 No. 98 tentang Mahkamah
Konstitusi.
Kedudukan:
 Sebagai bagian dari Kekuasaan Kehakiman yang posisinya sejajar
dengan Mahkamah Agung (MA) (Pasal 24 ayat 2);
 Merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan Kekuasaan
Kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peeradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 2 UU MK);
 MK berkedudukan di Ibukota Negara RI (Ps. 3 UU MK).

FUNGSI MK
•Penafsir konstitusi (the sole
interpreter of constitution).
•Penjaga konstitusi (the
guardian of constitution);
•MK dan MPR: MPR mengubah
dan menetapkan konstitusi,
MK menjaga dan
menafsirkannya

LANDASAN TEORETIS
PEMBENTUKAN MK
PAHAM KEDAULATAN
YANG DIANUT DALAM UUD 1945

KEDAULATAN RAKYAT
[Pasal 1 ayat (2)]

DEMOKRASI

KEDAULATAN HUKUM
[Pasal 1 ayat (3)]

NOMOKRASI

• Negara Demokrasi Konstitusional
Constitutional Democratic State
• Negara Hukum yang Demokratis
Democratische Rechtsstaat/
Rule of Law

74

SEJARAH INSTITUSIONALISASI MK
KASUS
Marbury vs Madison

(1803)






William Marbury mengajukan permohonan pada MA agar memerintahkan James Madison
selaku Secretary of State untuk mengeluarkan keputusan pengangkatan dirinya sebagai hakim
agung yang telah ditandatangani Presiden John Adam sebelum digantikan oleh Presiden
Thomas Jafferson.
MA yang saat itu dipimpin oleh John Marshall justru membatalkan wewenangnya menerbitkan
“writ of mandamus” (perintah melakukan sesuatu) kepada eksekutif dalam Judiciary Act 1789
karena bertentangan dengan prinsip separation of powers.
Putusan tersebut menjadi dasar tradisi judicial review Supreme Court Amerika Serikat.

75

SEJARAH INSTITUSIONALISASI MK
Gagasan Hans Kelsen

Agar ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat
dijamin pelaksanaannya, diperlukan organ yang menguji
apakah suatu produk hukum bertentangan atau tidak
dengan konstitusi.

Konstitusi Austria 1920 Membentuk
“Verfassungsgerichtshoft”
76

SEJARAH INSTITUSIONALISASI MK
DI INDONESIA
• Moh. Yamin dalam sidang BPUPK mengusulkan:
Perlunya Balai Agung (MA) diberi wewenang untuk “membanding” Undang-Undang.
Soepomo tidak setuju, karena:
1. UUD yang disusun tidak menganut prinsip pemisahan kekuasaan
(separation of power);
2. Tugas Hakim adalah menerapkan Undang-Undang, bukan menguji
Undang-Undang;
3. Pengujian undang-undang bertentangan dengan supremasi MPR;
4. Belum memiliki ahli judicial review.
• Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 5 ayat (1), “MPR berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945,
dan Ketetapan MPR.”
• Perubahan UUD 1945 di era reformasi.

77

WEWENANG DAN FUNGSI MK
Wewenang MK
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945

1.
2.
3.
4.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
Menguji UU terhadap UUD 1945.
Memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD.
Memutus pembubaran parpol.
Memutus perselisihan tentang hasil
pemilu.

Kewajiban MK
Pasal 24C ayat (2) UUD 1945
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
UUD.

Perkembangan Wewenang
Pasal 236C UU 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah

The Guardian of The
Constitution
The Final Interpreter of The
Constitution
The Guardian of The
Democracy
The Protector of The
Citizen’s
Constitutional Rights
The Protector of The Human Rights

Penanganan sengketa hasil perolehan suara
Pilkada

78

Pengujian Undang-undang
Dalam waktu 7 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK, permohonan
disampaikan kepada DPR dan Presiden untuk diketahui, juga kepada
Mahkamah Agung;
 Pasal 52, 53 UUMK

MK dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan
permohonan yang sedang diperiksa kepada MPR, DPR, DPD, dan/atau
Presiden;
 Pasal 54 UUMK

Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang
sedang dilakukan pengujian di Mahkamah Agung wajib dihentikan jika undangundang yang menjadi dasar pengujian tersebut sedang dalam proses pengujian
MK sampai ada putusan MK;
 Pasal 55 UUMK

Undang-undang yang diuji MK tetap berlaku sebelum ada putusan MK yang
menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945;
 Pasal 59 UUMK

Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah
diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali;
 Pasal 60 UUMK


Sengketa Kewenangan Lembaga Negara
 Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya
tentang kepentingan langsung pemohon dan kewenangan yang
dipersengketakan, serta lembaga negara yang menjadi termohon;
 Pasal 61 ayat (2) UUMK
 Permohonan disampaikan kepada termohon dalam waktu 7 hari
sejak permohonan dicatat dalam BRPK;
 Pasal 62 UUMK
 MK dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan kepada
pemohon dan/atau termohon untuk menghentikan sementara
pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada
putusan MK;
 Pasal 63 UUMK
 Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD 1945;
 Pasal 65 UUMK
 Putusan MK mengenai sengketa kewenangan disampaikan kepada
DPR, DPD, dan Presiden
 Pasal 67 UUMK

PEMBUBARAN PARPOL
 Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi,
asas, tujuan, program, dan kegiatan partai yang dianggap bertentangan dengan
UUD 1945;
 Pasal 68 ayat (2) UUMK
 Oleh MK, permohonan disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan dalam
waktu 7 hari kerja sejak dicatat dalam BRPK;
 Pasal 69 UUMK
 Permohonan pembubaran partai politik wajib diputus paling lambat dalam waktu 60
hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK;
 Pasal 71 UUMK
 Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik dilakukan dengan membatalkan
pendaftaran pada Pemerintah;
 Pasal 73 ayat (1) UUMK
 Putusan pembubaran partai politik diumumkan oleh Pemerintah dalam Berita
Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sejak putusan
diterima;
 Pasal 73 ayat (2) UUMK

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum


Permohonan hanya dapat dilakukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara
nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempengaruhi:
a. Terpilihnya calon anggota DPD;
b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
c. Peroleh kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan;
 Pasal 74 ayat (2) UUMK
 Permohonan hanya dapat diajukan dalam waktu paling lambat 3x24 jam (tiga kali dua puluh empat jam) sejak
KPU mengumumkan hasil pemilihan umum secara nasional;
 Pasal 74 ayat (3) UUMK
 Dalam permohonan wajib diuraikan dengan jelas:
a. Kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil
penghitungan suara yang benar menurut pemohon;
b. Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU
dan menetapkan
hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon;
 Pasal 75 UUMK
 MK menyampaikan permohonan tersebut kepada KPU dalam waktu 3 hari kerja sejak permohonan dicatat
dalam BRPK;
 Pasal 76 UUMK
 Permohonan perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK untuk pemilihan
umum Presiden dan Wakil Presiden;
b. Paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK untuk pemilihan
umum anggota DPR, DPD, dan DPRD;
 Pasal 78 UUMK
 Putusan mengenai hasil perselisihan hasil pemilihan umum disampaikan kepada Presiden;
 Pasal 79 UUMK

9

Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
(Sumber: Bahan Sosialisasi UUD 1945 oleh MPR)
3

4

Pasal 7B (2)

2

Pasal 7B (1)
1

Pasal 7B (3)

Pasal 7A
Usul
diterim
a

MK

MPR

DPR
7

Pasal 7B (6)

5

Pasal 7B (4)

I

6

Pasal 7B (5)

8

Pasal 7B (7)

Bila tidak terbukti, proses pemberhentian
selesai
1. DPR mengusulkan
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7A ***);

Presiden
dan/atau
Wakil Presiden
diberhentikan

Usul tidak
diterima

Presiden
dan/atau
Wakil Presiden
terus
menjabat

2. usul tsb dpt diajukan dgn terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili dan
memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat [Pasal 7B (1)***];
3. pendapat DPR tersebut dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan [Pasal 7B (2)***];
4. pengajuan hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang
hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri 2/3 dari jumlah anggota DPR [Pasal 7B (3)***];
5. wajib memeriksa, mengadili, dan memutus paling lama 90 hari setelah permintaan diterima [Pasal 7B (4)***];
6. bila terbukti melakukan pelanggaran hukum dan/atau terbukti tidak lagi memenuhi syarat, DPR
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR [Pasal 7B (5)***];

I

7. wajib menyelenggarakan sidang untuk memutus usul DPR paling lambat 30 hari sejak usul diterima [Pasal 7B
(6)***];
8. keputusan diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan

PEMBERHENTIAN PRESIDEN
 Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai dugaan:

a. Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
b. Presiden dan/awau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebaga Presiden dan/atau Wakil Presiden
berdasarkan UUD 1945;

 Pasal 80 ayat (2) UUMK
 Dalam permohonan, pemohon (c.q. DPR) wajib menyertakan keputusan DPR dan proses
pengambilan keputusan mengenai pendapat DPR sebagaimana dimaksud pada Pasal 7B ayat
(3) UUD 1945, risalah dan/atau berita acara rapat DPR, diserta bukti mengenai dugaan
termaksud;
 Pasal 80 ayat (3) UUMK
 MK menyampaikan permohonan tersebut kepada Presiden dalam jangka waktu 7 hari kerja
sejak permohonan dicatat dalam BRPK;
 Pasal 81 UUMK
 Jika Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri pada saat proses pemeriksaan di MK,
proses pemeriksaan dihentikan dan permohonan dinyatakan gugur oleh MK;
 Pasal 82 UUMK
 Putusan MK mengenai pendapat DPR tersebut wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat
90 hari sejak permohonan dicatat dalam BRPK;
 Pasal 84 UUMK
 Putusan MK mengenai pendapat DPR tersebut wajib disampaikan kepada DPR dan Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
 Pasal 85 UUMK

Mahkamah Agung
 Sejarah peradilan di Indonesia berasal
dari :
– Peradilan yang berasal dari gouvernement
rechtspraak terutama landraad
– Berasal dari peradilan adat dan swapraja
– Yang dibentuk baru sekali

Badan Peradilan di bawah
Mahkamah Agung

a. Peradilan Umum
terdapat pengadilan Khusus, mis ;
Pengadilan Tipikor, HAM, Pajak,
Hubungan Industrial dll
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara

Kewenangan Mahkamah Agung
 merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat
lingkungan peradilan
 mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di
semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung;
 menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang; dan
 kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

Fungsi Mahkamah Agung
a. Fungsi Peradilan
b. Fungsi Mengatur
c. Fungsi Pengawasan
d. Fungsi administratif
e. Fungsi memberi petunjuk hukum dan
pertimbangan hukum

Judicial Independence
 Menurut Simon Shetreet Independence of Judiciary
ada 4 :
– Substantive independence (independensi dalam memutus
perkara)