BAB II TINJAUAN TEORI A. DEPRESI 1. Pengetian - Laksana Wahyu Cahya Ningsih BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. DEPRESI 1. Pengetian Depresi merupakan suatu perasanan sedih yang disertai dengan perlambatan gerak dan fungsi tubuh ( Hadi, 2004 ). Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam, yang

  bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus menerus dirasakan melebihi waktu yang normal (Anonim, 2004 ).

  Depresi adalah kecemasan pada banyak cara dan berkesinambungan( Priest,1994 ).

  Depresi adalah masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Roan,1998).

  Depresi adalah penyakit mental dan emosional umum yang bisa terjadi pada siapa saja ( Bambang,1997).

  2. Jenis Depresi

  Menurut Martin ( dalam Hadi, 2004, Budiyanto, 1992, Priest, 1994 ) menyebutkan bahwa ada 3 jenis depresi yaitu : a.

  Normal Grief Reaction.

  Terjadi karena faktor dari luar dirinya yang merupakan bentuk dari reaksi kehilangan sesuatu atau seseorang.

  b.

  Endogenous Depresion Penyebab datang dari dalam tetapi belum jelas. Bisa karena gangguan hormon, kimia dalam otak atau susunan syaraf yang datang secara bertahap.

  c.

  Neurotic Depresion Depresi ini terjadi jika depresi reaktif tidak terselesaikan secara baik dan tuntas. Depresi ini merupakan respon terhadap stress dan kecemasan yang telah ditimbun dalam waktu yang lama.

  3. Teori Depresi

  Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan munculnya gangguan depresi ( dalam Anonim 3), yaitu: a.

  Teori Biologi Teori biologi ini mempunyai asumsi bahwa penyebab depresi terletak pada gen atau mal fungsi beberapa faktor fisiologik yang memungkinkan faktor tersebut. b.

  Pandangan psikodinamika Studi psikologik tentang depresi dimulai oleh Sighmund Freud dan Karl Abraham. Keduanya menggambarkan bahwa depresi merupakan reaksi kompleks terhadap kehilangan (loss). Freud dalam bukunya “Mourning and Melancholia” menggambarkan bahwa rasa sedih yang normal dan depresi sebagai respon dari kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintainya (Davidson dan Neale, 1997). Pada orang yang mengalami depresi terjadi pengurangan harga diri secara luar biasa dan mengalami kemiskinan ego pada skala yang besar (dalam Sarason dan Sarason,1989).

  c.

  Pandangan Behavioral.

  Teori belajar berasumsi bahwa antara depresi dan penguat yang kurang ( Lack of Reinforcment ) saling berhubungan satu sama lain.

  Pandangan Behavioral menjelaskan bahwa orang yang mengalami depresi kurang menerima penghargaan (rewards) atau dengan kata lain lebih mengalami hukuman (punishment) dari pada orang yang tidak mengalami depresi.

  d.

  Pandangan humanistik – eksistansial.

  Teori eksistensial memfokuskan kehilangan harga diri sebagai penyebab depresi utama. Kehilangan harga diri dapat nyata atau simbolik, misal kehilangan kekuasaan, status sosial atau uang. Teori humanistic menekankan perbedaan self seseorang dengan keadaan yang nyata sebagai sumber depresi dan kecemasan. Menurut pandangan ini depresi terjadi jika perbedaan antara ideal self dan kenyataan terlalu besar.

  e.

  Pandangan Kognitif.

  Teori depresi berdasarkan kognitif ini merupakan teori yang paling sering digunakan dalam penelitian tentang depresi (dalam Susanty, 1997). Hal ini disebabkan karena teori kognitif selama ini sangat efektif digunakan untuk terapi terhadap depresi. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang berpikiran negatif tentang dirinya akan menelusuri lebih lanjut bahwa mereka melakukan interpretasi yang salah dan menyimpang dari realita. Salah satu teori kognitif adalah teori depresi beck (Atkinson, 1991). Teori tersebut menyatakan bahwa seseorang yang mudah terkena depresi telah mengembangkan sikap umum untuk menilai peristiwa dari segi negatif dan kritik diri.

4. Penyebab Depresi

  Penyebab depresi belum sepenuhnya dimengerti. Sejumlah faktor dapat menyebabkan seseorang cenderung menderita depresi diantaranya: a.

  Faktor biologik, misalnya faktor genetik, perubahan neuro transmitter atau neuroendokrin, perubahan struktur otak, vaskular risk factors, dan penyakit kelemahan fisik. b.

  Faktor psikologik, yaitu tipe kepribadian dan relasi interpersonal.

  Peristiwa kehidupan, misalnya berduka kehilangan orang yang dicintai, kesulitan ekonomi, dan perubahan situasi.

  c.

  Penggunaan obat-obatan tertentu. Depresi bisa terjadi atau semakin memburuk tanpa disertai stres kehidupan yang nyata ataupun berarti. Wanita dua kali lebih mudah terkena depresi, meskipun alasannya belum diketahui dengan jelas. Penelitian jiwa menyebutkan bahwa wanita cenderung memberikan respon terhadap kesengsaraan dengan cara menarik diri dan menyalahkan dirinya sendiri. Sebaliknya, pria cenderung menolak atau mengalihkannya kedalam berbagai kegiatan. (Dharmono, 2008)

5. Tanda Dan Gejala Depresi.

  Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda dan memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Gejala utama depresi yaitu efek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktifitas. Namun gejala-gejala depresi dapat dilihat dari tiga segi, yaitu gejala dilihat dari segi fisik, psikis dan sosial. Secara lebih jelasnya, akan diuraikan sebagi berikut :

a. Gejala Fisik

  Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi.

  Gejala itu seperti: gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit), konstipasi, pusing, makan berlebih, perubahan haid, perubahan berat badan. Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti nonton TV, makan tidur, menurunnya efisiensi kerja.

  Penyebabnya jelas, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan.

  Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal prioritas. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang berarti, mudah merasa letih dan sakit.

  Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan dan orang tersebut harus memikulnya dimana saja dan kapan saja, suka tidak suka.

b. Gejala Psikis

  Gejala-gejala psikis yang sering muncul adalah sebagai berikut: 1) Kehilangan rasa percaya diri.

  Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka senang sekali membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih diperhatikan oleh atasan, dan pikiran negative lainnya.

  2) Sensitif.

  Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalah artikan. Akibatnya, mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih, murung, dan lebih suka menyendiri. 3) Merasa diri tidak berguna.

  Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya, seorang manajer mengalami depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam persepsinya, pemutasian itu disebabkan ketidak mampuannya dalam bekerja dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi sesuai dengan yang diharapkan.

  4) Perasaan bersalah.

  Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan.

  Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut.

  5) Perasaan terbebani.

  Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa terbebani berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat. 6) Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup.

  Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan.

  c.

  Gejala Sosial Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktifitas rutin lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal.

  Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

  ( Maryam. et all, 2008, Syamsudin, 2008, Idris, 2008, Hadi, 2004 dan Priest, 1994 ) 6.

   Rentang Depresi

  Rentang depresi dapat digolongkan menjadi 3 menurut PPGDJ-III yaitu a.

  Depresi Ringan, dengan ciri – ciri : 1) sekurang – kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi 2) ditambah sekurang – kurangnya 2 dari gejala lainya 3) tidak boleh ada gejala berat diantaranya 4) lamanya seluruh episode berlangsung sekurang – kurangnya sekitar 2 minggu

  5) hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang biasa dilakukan. b.

  Depresi sedang, dengan cirri - ciri : 1) sekurang – kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti pada depresi ringan

  2) ditambah sekurang – kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainya

  3) lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu 4) menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan dan urusan rumah tangga c.

  Depresi berat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1)

  Depresi berat tanpa gejala psikotik, ciri – cirinya : (a) semua 3 gejala depresi harus ada, (b) ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat,

  (c) bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci.

  (d) episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang – kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

  (e) sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

  2) Depresi berat dengan gejala psikotik, ciri – cirinya:

  (a) episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut depresi berat tanpa gejala psikotic. (b) disertai waham, halusinasi atau stupor depresif, waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik (suara) atau olfaktorik (penciuman) biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotorik yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan efek (mood congruent).

7. Skala Depresi Lansia menurut Beck & Beck.

  Beck memandang individu yang mengalami depresi perasaan dan perilakunya diakibatkan oleh persepsi negatif mereka dan verbalisme- mereka. Penelusuran literatur yang dilakukan oleh Beck menemukan konsistensi yang menarik perhatian mengenai depresi, seperti adanya penurunan mood, kesedihan, pesimisme tentang masa depan, retardasi dan agitasi, sulit berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, lamban dalam berpikir serta serangkaian tanda vegetatif seperti gangguan dalam nafsu makan maupun gangguan dalam hal tidur. Beck sendiri membuat simptom-simptom itu menjadi simptom - simptom emosional, kognitif, motivasional dan vegetatif fisik, yang secara rinci sebagai berikut :

a. Simptom Emosional

  Merupakan perubahan perasaan atau tingkah laku yang merupakan akibat langsung dari keadaan perasaannya. Dalam mengukur manifestasi emosi, adalah penting untuk menghitung tingkat mood dan tingkah laku individu. Kondisi berkenaan dengan gejala emosional itu adalah suasana hati sedih. Suasana hati didefinisikan secara berbeda oleh setiap penderita. Maka dari itu peneliti harus mengetahui deskripsi dan konotasi dari kata yang digunakan oleh penderita.

  Intensitas deviasi perasaan harus diperhatikan pula sehingga penggunaan kata yang mewakili durasi harus dipertimbangkan. Penderita juga mempunyai perasaan yang negatif terhadap diri. Hal ini mungkin berhubungan dengan perasaan disphoria, tetapi yang cenderung mengarah pada diri sendiri. Kehilangan kebahagiaan atau kepuasan merupakan suatu proses yang terus berkembang. Kondisi ini muncul berawal pada aktivitas tertentu dan seiring dengan perkembangan depresi, kemudian meluas pada berbagai aktivitas lainnya termasuk pelaksanaan peran yang menjadi tanggung jawabnya. Kehilangan keterlibatan emosi kasih sayang diwujudkan dengan menurunnya derajat ketertarikan pada aktivitas tertentu atau menurunnya perhatian terhadap orang lain. Penderita juga lebih sering menangis, stimulus yang pada keadaan sebelumnya tidak membuatnya menangis pada saat ini justru menimbulkan tangisan. Tetapi, pada tahap yang lebih parah, pasien justru tidak dapat menangis lagi meskipun ia menginginkannya. Hilangnya respon yang menggembirakan dalam arti hilangnya kemampuan menangkap humor. Humor tidak lagi memberikan kepuasan, semua dilihat secara serius bahkan dapat menimbulkan respon tersinggung.

b. Simptom Kognitif

  Beck menyatakan manifestasi kognitif yang muncul, antara lain adanya penilaian diri yang rendah, harapan-harapan yang negatif, menyalahkan dan mengkritik diri sendiri, tidak dapat memutuskan dan adanya distorsi body image. Adanya penilaian diri yang rendah muncul dengan adanya harga diri yang rendah. Ia menilai dirinya sebagai seorang yang berkekurangan meskipun mempunyai hal-hal spesifik yang penting.

  Penderita depresi mempunyai harapan negatif yang ditandai dengan munculnya pesimisme yang berhubungan erat dengan rasa ketidak berhargaan. Mereka mempunyai bayangan buruk dan penolakkan terhadap kemungkinan berbagai perubahan. Mereka berkeyakinan bahwa kondisi kekurangannya akan berlangsung terus atau akan menjadi semakin buruk. Gejala lainnya adalah penyalahan terhadap diri atau memikul tanggung jawab pada diri sebagai penyebab kesulitan atau masalah yang terjadi. Segala hal yang merugikan dianggap berasal dari kekurangannya. Bahkan pada kasus yang lebih parah, penderita mungkin menyalahkan dirinya untuk hal-hal yang sebenarnya tidak berkaitan dengan dirinya. Penderita juga mengalami kesulitan dalam membuat keputusan, bimbang memilih alternatif yang ada atau keputusannya sering berubah. Keadaan tersebut terjadi disebabkan; pertama penderita mengantisipasi membuat keputusan yang salah, kedua karena adanya kehilangan kemauan dan kecenderungan menghindar atau meningkatkan ketergantungan pada lingkungannya.

c. Simptom Motivasional

  Berkaitan dengan hasrat dan ketergugahan penderita yang cenderung regresif. Istilah regresif dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan, dengan derajat tanggung jawab atau dengan banyaknya energi yang akan digunakan. Penderita melarikan diri dari aktivitas yang menuntut peran dewasa dan memilih aktivitas yang lebih memiliki karakteristik peran anak-anak. Kehilangan motivasi positif, kelumpuhan kemauan, adalah ciri yang menyolok. Untuk melakukan tugas utama, seperti makan, perawatan diri atau mencari pengobatan merupakan hal yang berat bagi mereka. Mereka cenderung menghindar dan ingin mengelakkan diri dari pola yang biasa atau rutin dalam hidupnya. Rutinitas dinilai membosankan, tidak berarti atau memberatkan. Mereka sangat ingin mendapat bantuan, bimbingan atau arahan dari orang lain. Lebih parah lagi mereka dapat berkeinginan bunuh diri yang muncul dalam berbagai bentuk. Hal ini dialami sebagai harapan yang pasif (“Saya harap, saya orang mati “), sebagai harapan aktif (“Saya ingin bunuh diri “), atau sebagai pikiran yang berulang, obsesif, tanpa kualitas kemauan melakukan aktivitas seperti melamun. Harapan ini kadang-kadang menetap, tapi ada juga yang timbul dan menghilang.

d. Simptom Gejala Fisik – Vegetatif

  Perwujudan gejala vegetatif dan fisik benar-benar dipertimbangkan peneliti sebagai bukti untuk melihat gangguan otonom atau hypothalamic yang bertanggung jawab terhadap keadaan depresi (Cambell, 1953. Kraines, 1957). Gejala fisik yang muncul adalah kondisi mudah lelah, hal tersebut sering dirasakan sebagai fenomena fisik murni dan sebagian menganggap sebagai kelelahan akibat kehilangan energi. Gejala kehilangan nafsu makan untuk beberapa penderita bisa merupakan tanda awal dan kembalinya nafsu makan mungkin menjadi tanda pula bahwa kehidupannya telah kembali. Penderita juga tidur lebih sedikit daripada orang normal dan terdapat derajat kegelisahan yang menyolok selama semalam. Pada beberapa kasus, mereka juga kehilangan minat seksual, baik pada diri sendiri maupun terhadap lawan jenis. Model kognitif depresi berkembang dari observasi-observasi klinis yang sistematis dan pengujian-pengujian eksperimental yang berulang kali (Beck, 1979). Model kognitif mendalilkan 3 (tiga) konsep spesifik, yaitu :

  1) Concept of Cognitive Triad Cognitive Triad berisi 3 (tiga) pola kognitif utama yang

  menyebabkan penderita memandang dirinya, masa depannya dan pengalamannya secara ideosinkretik, yaitu didominasi oleh pola-pola kognitif yang negatif.

  2) Schemas

  Unsur utama yang kedua dari Model Kognitif berisi konsep skema. Konsep ini digunakan untuk menjelaskan mengapa penderita depresi mempertahankan penyebab rasa sakit dan sikap menyalahkan diri walaupun terdapat bukti objektif dari faktor-faktor positif dalam hidupnya.

  3) Cognitive Error

  Pada individu depresi ditemui karakteristik pemikiran yang mencerminkan berbagai penyimpangan dari kenyataan. Kesalahan sistematik dalam pemikiran penderita menambah kepercayaan terhadap keakuratan konsep negatifnya walaupun bukti yang sebenarnya sangat berlawanan (Beck, 1967).

  Individu yang mempunyai gabungan sifat dari konsep yang telah dijabarkan diatas, memiliki predisposisi untuk mengembangkan depresi klinis pada kehidupan selanjutnya. gabungan sifat dari konsep depresi tersebut dapat menjadi depresi, tergantung pada kondisi yang mampu mengaktifkan gabungan sifat dari konsep tersebut. Diantaranya adalah :

  a) Stres Yang Spesifik

  Kondisi atau peristiwa yang memiliki persamaan dengan pengalaman traumatic pada masa lalu dapat menjadi stres kelompok ini. Kondisi- kondisi yang dapat menimbulkan stres yang spesifik dikemukakan Beck antara lain situasi yang dapat menurunkan harga diri (ditolak cinta, kegagalan dalam studi, mendapat PHK, diasingkan keluarga), situasi yang menghambat tujuan penting atau dilemma yang harus dipecahkan, penyakit, gangguan fisik atau abnormalitas, kemunduran fisik atau kematian, rangkaian situasi stres yang berulang sehingga mematahkan toleransi stresnya terhadap situasi tersebut.

  b) Stres Yang Non Spesifik

  Individu akan dapat mengembangkan bentuk gangguan psikologis bila dihadapkan pada stres yang berlebihan. Misalnya : bencana yang tidak terduga. Tetapi, kadang-kadang depresi tercetus tidak melalui peristiwa tunggal yang berlebihan melainkan dari serangkaian peristiwa yang dialami.

  c) Faktor-Faktor Lain

  Merupakan faktor yang mampu mengembangkan depresi, di luar dua faktor di atas. Beck menyebut salah satu faktor itu sebagai ketegangan psikologis, yaitu stimulasinya berlebihan atau berkepanjangan periodenya. (Iskandarsyah 2006, Saptorini 2008 )

B. KOPING 1. Pengertian

  Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam ( Mustikasari, 2008, Keliat,1998).

  Sedangkan menurut Rasmun (2004), koping adalah respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi.

  Koping merupakan suatu proses pengolahan tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini koping merupakan proses penyelesaian masalah menurut Lazarus & Folkman 1984 (dalam Hamid,1997).

  Koping adalah respon terhadap ketegangan eksternal yang berfungsi mencegah menghindari tekanan emosional.( Pearlin & Schooler 1978 dalam Hamid, 1997 ).

  Koping merujuk pada pengatasan suatu situasi yang menimbulkan ancaman terhadap individu sehingga mengatasi perasaan tidak nyaman seperti ansietas, rasa takut, berduka dan bersedih (Millern,1983 dalam Hamid,1997 ).

2. Jenis Koping

  Menurut Rasmun, ( 2004 ) dan Mustikasari, ( 2008 ) jenis koping ada dua yaitu:

1. Koping Psikologis

  Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres psikologi tergantung pada dua faktor yaitu:

  a.

  bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stresor, artinya seberapa besar ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.

  b.

  keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu, artinya dalam menghadapi stresor jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

2. Koping psikososial

  Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres yang dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), mengemukakan bahwa terdapat dua kategori koping yang dapat digunakan untuk mengatasi stres dan kecemasan;

a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah konflik dan memenuhi kebutuhan dasar.

  Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu; 1)

  Perilaku menyerang ( Fight ) Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya dan perilaku yang ditunjukkan dapat berupa konstruktif maupun destruktif. 2)

  Perilaku Menarik Diri ( Withdrawl ) Individu menunjukan perilaku pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologik meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor. 3)

  Kompromi Kompromi merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan dengan bermusyawarah atau negoisasi.

b. Reaksi yang berorientasi pada Ego.

  Reaksi ini digunakan oleh individu dalam menghadapi stres atau kecemasan sehingga dapat mengurangi kecemasan, tetapi jika digunakan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan orientasi realita dengan memburuknya hubungan interpersonal dan produktifitas kerja. Adapun mekanisme pertahanan diri yang bersumber dari ego yaitu;

  1) Kompensasi

  Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimilikinya. 2)

  Penyangkalan (denial) Menyatakan ketidak setujuan terhadap realitas dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif. 3)

  Mengalihkan (displacement) Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya. 4)

  Disosiasi Kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya.

  5) Identifikasi (identification)

  Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang dia kagumi berupaya dengan mengambil atau menirukan pikiran- pikiran, perilaku dan selera orang tersebut. 6)

  Intelektualisasi (intelectualization) Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan.

  7) Introjeksi (introjection)

  Perilaku dimana individu menyatukan nilai orang lain atau kelompok kedalam dirinya.

  8) Isolasi

  Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.

  9) Proyeksi

  Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan yang dilakukannya sendiri.

  10) Rasionalisasi

  Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk membenarkan kesalahannya.

  11) Reaksi formasi

  Pembentukan sikap dan pola perilaku yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya.

  12) Regresi

  Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.

  13) Represi

  Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.

  14) Pemisahan (splitting)

  Sikap mengelompokkan orang atau keadaan semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri. 15)

  Sublimasi Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal. 16)

  Supresi Menekan perasaan yang menyakitkan ke alam tak sadar sampai dia melupakan peristiwa yang menyakitkan itu.

  17) Undoing

  Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari tindakan atau perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan primitif.

3. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping a.

  Kesehatan Fisik.

  Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

  b.

  Keyakinan atau pandangan positif.

  Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe : problem-solving focused coping.

  c.

  Keterampilan Memecahkan masalah.

  Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

  d.

  Keterampilan sosial.

  Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat. e.

  Dukungan sosial.

  Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

  f.

  Materi.

  Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.( Anonim 2, 2008 )

C. Lanjut Usia.

1. Pengertian.

  Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada dasar kehidupan manusia( Keliat,1999)Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2),(3),(4) UU No.13 tahun1998 tentang kesehatan disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah berusia lebih dari 60 tahun. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran fisik, kognitif, orientasi, serta tidak mudah menerima hal baru.

  Penuaan menurut Depkes.RI ( dalam Maryam, et all., 2008 ) adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan yang menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Lansia dapat diklasifikasikan menjadi lima dalam Maryam,et all ( 2008),yaitu sebagai berikut: a. Pralansia, sesorang yang berusi antara 45 – 59 tahun.

  b.

  Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

  

c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

  

d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

dapat menghasilkan barang atau jasa.

  e.

  Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

2. Teori penuaan

  Ada beberapa teori yang berkaitan dengan penuaan dalam Maryam,et all, 2008 yaitu: a.

  Teori – teori biologi 1)

  Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory) Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies- spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin ( terjadi penurunan kemampuan fungsional sel). Pada Teori ini terkenal dengan pemakaian dan rusak yang terjadi karena kelebihan usaha dan stres sehingga menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak).

  2) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

  Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. 3)

  Teori “immunology slow virus” Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. 4)

  Teori stres Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.

  Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai. 5)

  Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

  6) Teori rantai silang

  Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi. 7)

  Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati. b.

  Teori kejiwaan sosial 1)

  Aktivitas atau kegiatan (activity theory) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ada beberapa pokok-pokok teori aktifitas yaitu; moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat, kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seseorang lansia. 2)

  Kepribadian berlanjut (continuity theory) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.

  Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki. 3)

  Teori pembebasan (disengagement theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni : kehilangan peran, hambatan kontak social, berkurangnya kontak komitmen.

4) Teori perkembangan.

  Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang dialami lansia pada saat muda hingga dewasa dan teori ini menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif atau negatif.

  5) Teori Stratifikasi Usia.

  Pokok dari teori ini adalah arti usia dan posisi dalam kelompok usia bagi masyarakat, terdapat transisi yang dialami kelommpok, terdapatnya mekanisme pengalokasian peran diantara penduduk. 6) Teori Spiritual.

  Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 1.

  Kerangka Teori Depresi

  Faktor Tidak ada

  Perilaku biologi menyera ng

  Depresi Faktor

  Depresi Perilaku

  Ringan psikologi Lansia

  Koping Kompromi

  Depresi Pengguna

  Sedang an Obat Perilaku tertentu Menarik

  Depresi Berat

  ( Tabel.1.1)

2. Kerangka Konsep

  Depresi Lansia Perilaku Koping Lansia

  Depresi ringan

  • Perilaku menyerang
  • Depresi sedang
  • Kompromi -

  Depresi berat Perilaku Menarik Diri

  ( Tabel. 2 ) Perilaku Koping Lansia

  Tidak Depresi Perilaku menyerang

  • Kompromi -
  • ( Tabel.3 ) 3.

  Perilaku Menarik Diri

  Hipotesis.

  Ha: Terdapat hubungan antara depresi dengan perilaku koping pada lansia di Panti Wredha Dewanata Cilacap.

  Ho: Tidak ada hubungan antara depresi dengan perilaku koping pada lansia di Panti Wredha Dewanata Cilacap.