PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT MARYAM AYAT 41-42

  PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL- QUR’AN

SURAT MARYAM AYAT 41-42

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

  

Oleh

SAYIDATUL MUWAFIQOH

NIM: 111-12-089

  

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2017

  

MOTTO

ْمُتْ نَأَو ْمُكِتاَناَمَأ اوُنوَُتََو َلوُسَّرلاَو َوَّللا اوُنوَُتَ لا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي َنوُمَلْعَ ت

  

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul

(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang

dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.

  (QS. Al- Anfāl: 27)

  PERSEMBAHAN

  Perjuangan merupakan pengalaman berharga yang dapat menjadikan kita manusia yang berkualitas.

  Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Kedua orang tuaku (bapak Nahrowi dan ibu Muzawaroh) yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, doa dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan.

  2. Kedua kakakku (Asa dan Imam) dan adikku (Ezra) yang telah memberikan semangat dan nasehatnya selama ini.

  3. Sahabat-sahabatku (Noviana, Nia, Zulaika, Tesa, Rani, Anggun, Helmi, Hani, Heni,

  Reni, Kuni, Ika, Fida, Mazu, Rumi, Topiqin, Dedi, Tri, Sian‟s Hostel Family, My Best Joko Sarifudin, dan semua teman-teman) terima kasih atas bantuan, doa, nasehat, hiburan, traktiran, ojekan, dan semangat yang kalian berikan selama aku kuliah, aku tak akan melupakan semua yang telah kalian berikan selama ini.

  4. Bapak Prof. Dr. H. Budiardjo, M.Ag. yang selalu membimbing dan memotivasi penulis.

  5. Keluarga besar PAI C dan teman-teman PAI 2012.

  

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

  Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridha-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

  “Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Surat Maryam Ayat 41-

  42 sesuai dengan rencana.

  Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu pembuatan skripsi ini, kepada yang terhormat:

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga 2.

  Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

  5. Bapak M. Ali Zamroni, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

  6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca khususnya para mahasiswa- mahasiswi IAIN Salatiga. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

  Wassalammu’alaikum wr.wb.

  

ABSTRAK

  Muwafiqoh, Sayidatul. 2017. Pendidikan Akhlak dalam Al- Qur‟an Surat Maryam Ayat 41-

42. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Prof.

  Dr. H. Budihardjo. M. Ag.

  Kata Kunci : Pendidikan, Akhlak, Surat Maryam ayat 41-42.

  Prolematika rendahnya pendidikan akhlak yang berarah pada kehancuran bangsa ini sangat memprihatinkan, sehingga untuk menyelamatkan bangsa seluruh masyarakat, para orang tua, pendidik, harus membiasakan anak dengan akhlak yang baik agar tercipta generasi yag mampu menghadapi tant angan hidup. Nabi Ibrāhīm AS merupakan seorang nabi yang memiliki sifat jujur dan tauhid yang baik. Sehingga para orang tua dan pendidik mampu mengaplikasikan atau mencontoh dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada masa sekarang ini banyak orang pintar, tetapi sedikit orang yang memiliki sifat jujur.

  Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42, agar bisa di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah, (1) bagaimanakah akhlak dan pendidikan akhlak dalam al-

  Qur‟an?, dan (2) bagaimana isi pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research), atau bahan-bahan bacaan untuk mencari pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan tentang pendidikan akhlak. Kemudian dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Metode yang penulis gunakan yaitu metode tafsir maudhu‟i.

  Berdasarkan telaah dari literature maka hasil penelitian menunjukkan bahwa akhlak dan pendidikan akhlak dalam Islam meliputi macam-macam akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, metode pendidikan akhlak yang semua itu didasarkan pada al-

  Qur‟an dan Hadist. Sedangkan isi dari pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42 yaitu berupa sifat jujur (siddiq). Selain itu aktualisasi ayat itu dalam pendidikan karakter berupa: menanamkan sifat jujur, menanamkan sifat tauhid kepada anak sejak dini, bersikap lemah lembut kepada orang tua, serta menanamkan sifat lemah lembut dan tegas dalam membela yang benar.

  DAFTAR ISI JUDUL .................................................................................................................. i LEMBAR BERLOGO ......................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii PENGESAHAN KELULUSAAN ....................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... v MOTTO ................................................................................................................ vi PERSEMBAHAN................................................................................................. vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii ABSTRAK ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI......................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ........................... .................................................... 4 C. Tujuan penelitian.................................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4 E. Penegasan Istilah ....................................................................................................... 5

  F. Metode Penelitian................................................................................. 9

  G. Kajian Pustaka...................................................................................... 12

  H. Sistematika Penulisan .......................................................................... 14

  BAB II RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AKHLAK A. Akhlak .................................................................................................. 15

  1. Pengertian Akhlak .......................................................................... 15

  2. Macam-Macam Akhlak.................................................................. 16

  3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ............ 18

  B. Pendidikan Akhlak ............................................................................... 23

  1. Pengertian Pendidikan Akhlak ....................................................... 23

  2. Dasar Pendidikan Akhlak............................................................... 25

  3. Tujuan Pendidikan Akhlak............................................................. 27

  C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ..................................................... 29

  D. Metode Pendidikan Akhlak .................................................................. 38

  BAB III TAFSIR SURAT MARYAM AYAT 41-42

  1. Jenis-jenis Tafsir .................................................................................. 45

  2. Kisah Nabi Ibr āhīm AS ........................................................................ 49 3.

  Asbāb An-Nuzūl Surat Maryam............................................................ 56

  4. Analisis Surat Maryam Ayat 41-42 ..................................................... 59

  a. Surat Maryam Ayat 41 ................................................................... 59

  b. Surat Maryam Ayat 42 ................................................................... 63

  BAB IV PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR ’AN SURAT MARYAM AYAT 41-42 A. Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur

  ‟an................................................... 71

  B. Pendidikan Akhlak yang Terdapat dalam Surat Maryam Ayat 41-42 dan Aktualisasinya dalam Pendidikan Karakter ............... 73

  1. Pendidikan Akhlak dalam Surat Maryam Ayat 41-42 ................... 73

  2. Aktualisasi QS. Maryam 41-42 dalam Pendidikan Karakter ......... 75

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 80 B. Saran-Saran .......................................................................................... 81 C. Penutup................................................................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN 1.

  Daftar Riwayat Hidup Penulis 2. Daftar SKK 3. Nota Pembimbing Skripsi 4. Lembar Konsultasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menurunkan kitab-kitab suci-Nya kepada para Rasul-Nya sebagai

  pedoman hidup manusia, diantara kitab-kitab suci itu adalah al- Qur‟an. Al-

  Qur‟an merupakan firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad SAW) yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah (Masjfuk Zuhdi, 1997: 1).

  Al- Qur‟an tersebut diberikan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril yang di dalamnya mengandung petunjuk, panduan, aqidah, akhlak, hukum, kisah, ibadah serta janji dan ancaman (Ali Abdul Hamim Mahmud, 2004: 178).

  Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar dapat bermuamalah dengan adab dan akhlak yang baik, akhlak yang terpuji bagi seorang muslim mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bahkan salah satu risalah yang diemban nabi Muhammad SAW adalah menyempurnakan akhlak. Ini semua karena beliau seorang yang diakui kebaikan akhlaknya oleh Allah dan manusia.

  ٍمْيِظَع ٍقُلُخ ىَلَعَل َكَّنِإَو “Sesungguhnya engkau (hai Muhammad) memiliki budi pekerti yang luhur”.

  (QS. Al-Qalam: 4)

  Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak mulia juga merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak mulia merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya dibangun dengan baik.

  Sumber akidah dan akhlak dalam ajaran Islam pada dasarnya berasal pada al- Qur‟an dan Sunnah nabi Muhammad SAW (Darmiyati Zuchdi, 2009:

  86). Baik dan buruk dalam akhlak Islam ukuranya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia.

  Karena kebenaran dan keaslian al- Qur‟an sudah tidak diragukan lagi.

  Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-

  

akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-

madzmumah/al-qabihah) . Akhlak mulia harus diterapkan dalam kehidupan

  sehari-hari, sedangkan akhlak tercela harus dijauhi dan jangan sampai dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

  Akhlak bukan hanya teori tetapi juga pernah dipraktikkan oleh sejumlah manusia dalam suatu zaman, sehingga muncul sebagai penyelamat dunia dan pelopor peradaban. Ada sebuah syair yang digubah oleh Syauqi Bek yakni:

  اْوُ بَىَذ ْمُهُ ق َلَْخ َأ ْتَبَىَذ ْمُى ْنِإَف , ْتَيِقَب اَم ُق َلَْخ َْلْا ُمَمُْلْا اََّنَِّإَو

“Suatu bangsa dikenal karena akhlaknya (budi pekerti), jika budi pekertinya

telah runtuh maka runtuhlah bangsa itu”. (Mansur, 2007: 230)

  Hal itu menunjukkan betapa pentingnya akhlak sebagai karakter bangsa, bila mereka masih menginginkan eksis di dunia (Mansur, 2007: 230). Artinya bahwa bangsa akan jaya jika warga negaranya terdiri atas masyarakat yang berakhlak luhur. Sebab yang menyebabkan kehancuran dan kejahatan itu memang bukan kurangnya ilmu melainkan kurangnya akhlak.

  Tujuan utama pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah. Inilah yang akan mengantar manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al- Qur‟an dan Sunnah.

  Adapun alasan peneliti mengambil surat Maryam ayat 41-42 bahwa di dalam surat ini diceritakan kisah nabi Ibrāhīm, yaitu seorang yang sangat benar sikap, ucapan, dan perbuatnya, serta nabi

  Ibrāhīm ini merupakan seseorang yang memiliki tauhid yang baik. Akhlak nabi Ibrāhīm ini di akui di dalam al- Qur‟an dan menjadi pedoman terutama bagi orang tua dan pendidik.

  Diharapkan pendidik dan orang tua mencontoh serta dapat mengaplikasikan dalam pendidikan anak. Apalah arti seorang anak pintar dan cerdas tapi tidak memiliki hati nurani, angkuh, sombong, tidak mensyukuri nikmat Allah, durhaka kepada orang tua dan menganggap orang lain tidak ada apa-apanya. Pendidik dan orang tua diharapkan mampu untuk mencontoh pendidikan akhlak yang terdapat dalam al-

  Qur‟an surat Maryam ayat 41-42. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk menyusun skripsi dengan judul PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL- QUR‟AN SURAT MARYAM AYAT 41-42.

B. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana akhlak dan pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an? 2.

  Bagaimana isi pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an surat Maryam ayat 41-42 dan aktualisasinya dalam pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui akhlak dan pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an.

  2. Mengetahui isi pendidikan akhlak yang terdapat dalam al-Qur‟an surat Maryam ayat 41-42 dan aktualisasinya dalam pendidikan karakter.

D. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

  1. Manfaat Teoritis Memberi sumbangan pemikir bagi ilmu pendidikan Islam pada umumnya dan pendidikan akhlak pada khususnya terutama mengenai konsep pendidikan akhlak dalam al-

  Qur‟an dan pendidikan akhlak yang terkandung surat Maryam 41-42.

  2. Manfaat Praktis Memberi masukan kepada pendidik, pemikir dimasa mendatang atau manusia seluruhnya dalam mensosialisasikan pendidikan akhlak di masyarakat sesuai dengan aturan ajaran agama Islam. Begitu juga peran keluarga dan orang tua sangat dibutuhkan, sehingga tujuan pendidikan akhlak dapat tercapai yaitu akhlak-akhlak yang mulia.

E. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari adanya kemungkinan penafsiran yang salah tentang istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini, antara lain: 1.

  Pendidikan Akhlak Pendidikan berasal dari kata dasar “didik” yang mendapat awalan pe dan akhiran an, yang berarti suatu perbuatan untuk memelihara, memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan). Dalam mendidik juga akan dihasilkan suatu “didikan” yang berarti hasil mendidik yang berupa manusia atau hewan yang dididik, ini semua berhubungan erat dengan “pendidik” yaitu orang yang mendidik. Jadi, pendidikan dalam KBBI adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang berupa proses, cara, dan perbuatan mendidik (KBBI, 2000: 263).

  Pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara efektif dan efisien (Azyumardi Azra, 2012: 4). Dengan pendidikan, maka akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, dan memiliki kesadaran penciptaan dirinya.

  Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu

  “khuluqun” ( قُلُخ( juga

  diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa ( َق ). Kalimat tersebuat َلَخ mengandung persesuaian dengan perkataan

  “khalqun” ( قْلَخ( yang berarti

  kejadian, serta berhubungan erat dengan

  “Khāliq” ( ْقِلبَخ( yang berarti

  pencipta dan

  “makhluq” ( ْقوُلْخَم( yang bebarti yang diciptakan (Zahruddin,

  2004: 1) Sedangkan pengertian akhlak menurut Al-

  Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulum al-Din yakni:

  اَهْ نَع ,ٌةَخِساَر ِسْفَّ نلا ِفِ ٍةَئْيَى ْنَع ٌةَراَبِع ُقُلُْلْاَف َلَِإ ٍةَجاَحِْيَْغ ْنِمٍرْسُيَو ٍةَلْوُهُسِب ُلاَعْ فَْلْاُرُدْصَت .ٍةَيْؤُرَو ٍرْكْف

  “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. (Imam al-Ghazali, 2003: 53)

  Dengan demikian bila ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud akhlak pada pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari: a.

  Akhlak mengenai hubungan manusia dengan manusia sebagai ciptaan (hablumminannas).

  b.

  Akhlak dalam hubungannya manusia dengan Allah sebagai pencipta (hablumminallah).

  Pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk kepribadian yang baik pada seorang anak didik baik dari segi jasmani maupun rohani, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah.

  .

2. Al-Qur‟an

  Ditinjau dari bahasa, al- Qur‟an berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata

  qara‟a – yaqra‟u –

  ) yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca

  qur‟anan ( أرق -

  بنارق أرقٌ – berulang-ulang (Mahmud Yunus, 2010: 335). Kosep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah al-

  Qur‟an yaitu surat al- Qiyāmah ayat 17-18:

  ( َّنِإ ُوَنآْرُ قَو ُوَعَْجَ اَنْ يَلَع

  ٔٛ) ُوَنآْرُ ق ْعِبَّتاَف ُهاَنْأَرَ ق اَذِإَف(ٔٚ)

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu)

dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai

membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. al-Qiyāmah: 17-18)

  Al- Qur‟an secara istilah yaitu firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada nabi Muhammad, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah (Masjfuk Zuhdi, 1997: 1). Al-

  Qur‟an yang diberikan Allah kepada nabi Muhammad di dalamnya mengajarkan berbagai prinsip dalam hidup, diantaranya aqidah, akhlak, muamalah, pendidikan dan sebagainya.

  Maryam adalah seorang hamba Allah yang taqwa dan memperoleh rahmad dari-Nya. Surat ini dinamakan Maryam, karena mengandung kisah Maryam, ibu dari nabi Isā AS. Surat ini menceritakan kelahiran yang ajaib, dimana ia melahirkan I sā AS sedang ia belum pernah digauli oleh seorang laki-laki. Kelahiran Is

  ā AS tanpa ayah merupakan suatu bukti kekuasaan Allah (Departemen Agama RI, 2009: 34). Dalam surat Maryam 41-42 ini juga diceritakan kisah nabi Ibrāhīm, yaitu seorang nabi yang sangat benar sikap, ucapan, dan perbuatanya. Sifat baik Ibrāhīm menekankan pada pendidikan akhlak dan tauhid. Adapun QS.

  Maryam ayar 41-42 tersebut yaitu:

  ٗٔ َلاَو ُعَمْسَي َلااَم ُدُبْعَ ت َِلِ ِتَبَاَي ِوْيِبَِلا َلاَقْذِا ) ( َِّبَِّناًقْ يِّدِص َناَك ُوَّنِا ,َمْيِىَرْ بِا ِبَتِكْلا ِفِْرُكْذاَو ) ٕٗ

  ( اًئْيَش َكْنَع ِْنِْغُ ي َلاَو ُرِصْبُ ي

  41. Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrāhīm di dalam Al Kitab (Al- Qur‟an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang Nabi.

  42. (Ingatlah) ketika ia (

  Ibrāhīm) berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?. (QS. Maryam: 41-42).

  Penulis membatasi surat Maryam beberapa ayat, dalam hal ini yang dimaksud adalah ayat 41-42 karena ayat tersebut ada kaitanya dengan pendidikan akhlak, F.

   Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library

  research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka

  (Sutrisna Hadi, 1981: 9). Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidik tentang pendidikan akhlak.

2. Sumber Data

  Sumber data di sini penulis golongkan menjadi dua macam yaitu: a. Sumber Data Primer

  Yang dimaksud sumber data primer di sini kitab-kitab tafsir, al- Qur‟an yang membahas pokok permasalahan secara langsung yang dijadikan acuan penulis untuk membuat skripsi.

  b.

  Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yang penulis maksud adalah buku-buku yang membahas pokok permasalahan secara tidak langsung. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku karangan ilmiah, majalah, artikel yang berhubungan dengan pokok permasalahan.

3. Metode Analisis Data

  Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan penelitian kepustakaan (library research), maka metode yang digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka pikir pada penelitian adalah sebagai berikut:

  a.

   Metode Tafsir Maudhu‟i

  Metode tafsir

  maudhu‟i (tematik) adalah metode yang

  ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al- Qur‟an yang berbicara tentang satu masalah/ tema (maudhu‟) serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al- Qur‟an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya (Said Agil Husin Al Munawar, 2002: 73).

  Kemudian ia menentukan ayat-ayat itu sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal itu dimungkinkan (jika ayat-ayat itu turun karena sebab tertentu), menguraikanya dengan sempurna menjelaskan makna dan tujuannya, mengkaji terhadap seluruh segi dan apa yang dapat diistinbatkan darinya, segi

  i‟rabnya, unsur-unsur balaghahnya, segi-segi i‟jaznya

  (kemu‟jizatanya) dan lain-lain. Namun penulis hanya membatasi dua ayat saja dalam pembahasan ini, yaitu dalam surat Maryam ayat 41-42.

  Dalam kaitanya dengan pendidikan akhlak, disini dapat kita lihat ayat-ayat tentang pendidikan akhlak cukup banyak tersebut baik di tengah-tengah surat Makiyyah maupun Madaniyah.

  Seorang penafsir dapat mengikuti runtutan ayat yang sudah tersusun dengan mengemukakan munasabah dan asbabun nuzul dan dalil-dalil yang relevan mengenai pendidikan akhlak, lalu menjelaskannya dan menarik kesimpulan makna yang dimaksud dengan yang memperkuat ide atau pendidikan akhlak berdasarkan argumentasi yang jelas.

  b.

  Metode Deskripsi Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan mendiskripsikan realita-realita, fenomena sebagaimana adanya yang dipilih dari prespektif subyektif (Winarno, 1989: 132). Maka penulis mendiskripsikan pemikiran al-

  Qur‟an khususnya surah Maryam ayat 41- 42.

  c.

  Metode Analisis

  Metode analisis adalah metode yang digunakan untuk menganalisis bab perbab guna mencari pendidikan akhlak yang terkandung dalam al-

  Qur‟an khususnya surat Maryam ayat 41-42 yang diperkuat oleh tafsir para mufassir.

G. Kajian Pustaka

  Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengemukakan hasi-hasil penelitian dahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun beberapa penelitian yang diakukan dan sejauh ini telah penulis ketahui adalah sebagai berikut:

  1. Deden Indiarto, STAIN Salatiga, ekstensi jurusan PAI (2007), dengan judul skripsi “Pendidikan Akhlak dalam al-Qur‟an surat ad-Dhuha ayat 9 sampai 11”, menyimpulkan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam al-Qur‟an yaitu berupa tingkah laku atau perbuatan, dinilai baik dan buruk, terpuji dan tercela, semata- mata karena syara‟ (al-Qur‟an dan As-Sunnah). Contoh mengasihi anak yatim dan dermawan merupakan sifat terpuji. Begitu pula sebaliknya, mendzalimi anak yatim, kikir, merupakan sifat tercela. Nilai pendidikan akhlak dalam surat ad-Dhuha ayat 9-11 sebagai berikut: a) larangan menghardik anak yatim, b) larangan menolak dengan kasar orang yang meminta-minta, c) anjuran untuk bersyukur atas nikmat Allah. Para mufasir Ibnu Katsir dan Al-Maraghi bersepakat mengatakan bahwa surat ad-Dhuha diturunkan kepada Rasulullah sebagai hiburan untuknya, dan Allah akan memberi dua kabar gembira kepada Rasulullah, kabar pertama bahwasanya Allah akan menambah kemuliaan beliau, dan yang dicita- citakan oleh Rasulullah.

  2. Siti Nurismawandari, STAIN Salatiga, jurusan PAI (2012), dengan judul skripsi “Pendidikan Akhlak dalam al-Qur‟an dalam surat Luqman ayat 12- 19”. Menceritakan kisah hidup seorang hamba Allah yang bernama Luqman terkenal dengan sebutan Al-Hakim, yang merupakan seorang yang bijaksana , berilmu pengetahuan, pemahaman, perkataan serta perbuatan, sehingga dapat mengendalikan diri dari perbuatan jahat, dan bisa menempati sesuatu pada tempatnya. Luqman bukan seorang nabi, tetapi ia seorang hamba Allah yang banyak berbuat kebajikan, dan keyakinannya yang lurus, adapun pendidikan Luqman dalam mendidik anaknya antara lain: a) pendidikan bersyukur. b) pendidikan keimanan, c) pendidikan untuk berbakti kepada orang tua, d) pendidikan intelektual, e) pendidikan shalat, f) larangan takabur atau sombong,

H. Sistematika Penelitian

  Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut dari satu bab ke bab yang selanjutnya. Sistematika sendiri memiliki arti suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan, dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

  pendahuluan akan dipaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II akan dikemukakan tentang pendidikan akhlak dalam al- Qur‟an

  yang meliputi: pengertian akhlak, macam-macam akhlak, faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, pengertian pendidikan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, serta metode pendidikan akhlak.

  Bab III dikemukakan tentang tafsir al- Qur‟an surat Maryam ayat 41-42,

  yang sebelumnya juga dikemukakan jenis- jenis tafsir, kisah nabi Ibrāhīm AS, Asbābun nuzūl surat Maryam, baru kemudian analisis surat Maryam ayat 41-42.

  

Bab IV akan dikemukakan tentang pendidikan akhlak dalam al-

Qur‟an

  dan pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat Maryam ayat 41-42 dan aktualisasinya dalam pendidikan karakter.

  Bab V akan dikemukakan tentang penutup, berisi tentang kesimpulan, saran-saran, dan penutup.

BAB II LANDASAN TEORI RUANG LINGKUP PENDIDIKAN AKHLAK A. Akhlak 1. Pengertian Akhlak Secara bahasa kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu khuluqun

  ( قُلُخ( yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa (

  َقَلَخ) yang berarti menciptakan, seakar dengan kata Khāliq ( ْقِلبَخ) yang berarti pencipta,

  makhlūq ( ْقوُلْخَم) yang berarti diciptakan, dan khalq (قلَخ) yang berarti penciptaan (Zahruddin, 2004: 1).

  Al-Ghazali menjelaskan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dulu (Imam al-Ghazali, 2003: 53).

  Pendapat Al-Ghazali hampir sama dengan pendapat Ibn Miskawaih, bahwa akhlak adalah sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang mempunyai potensi-potensi yang sudah ada sejak lahir (Yunahar Ilyas, 2007: 2).

  Menurut Ahmad Amin akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak (Zahruddin RR, 2004: 4). Sedangkan menurut Abdullah Dirroj, akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak jahat) (Mansur, 2007: 223). Jadi, akhlak menurut pendapat penulis adalah suatu perbuatan yang dimiliki manusia sejak lahir dan menjadi sebuah kebiasaan yang mantap.

  Akhlak diartikan sebagai tata krama, yaitu ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai norma-norma dan tata susila.

2. Macam-Macam Akhlak

  Pada dasarnya akhlak manusia itu ada dua macam, yaitu akhlak yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (al-akhlaq al-

  mazmumah) (Mansur, 2007: 238).

  a.

  Akhlak Yang Terpuji (Al-Akhlaq Al-Mahmudah) Akhlak terpuji adalah perbuatan-perbuatan baik yang datang dari sifat- sifat batin yang ada dalam hati menurut syara‟. Sifat-sifat itu biasanya disandang oleh para Rasul, anbiya, aulia, dan orang-orang salih. Adapun syarat-syarat diterima tiap amal salih itu dilandasi dengan sifat-sifat terpuji juga antara lain sebagai berikut:

1) Ikhlas, artinya beramal karena Allah.

  2) Wara‟, artinya meninggalkan setiap hal yang haram atau yang ada subhatnya.

  3) Zuhud, artinya meninggalkan tamak dan meninggalkan yang bagus- bagus dari kelezatan dunia baik berupa makanan, minuman, rumah, dan lain-lain. b.

  Akhlak Yang Tercela (Al-Akhlaq Al-Mazmumah) Sifat tercela menurut syara‟ dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya yaitu sifat-sifat ahli maksiat pada Allah. Sifat-sifat itu sebab tidak diterimanya amalan-amalan manusia, antara lain: 1)

  Ujub, yakni melihat kebagusan dan kebajikan diri sendiri dengan ajaib hingga dia memuji akan dirinya sendiri.

  2) Takabur, yakni membesarkan diri atas yang lain dengan pangkat, harta, ilmu, dan amal.

  3) Riya‟, yakni beramal dengan tujuan ingin mendapatkan pangkat, harta, nama, pujian, sebagai lawan dari ikhlas.

  4) Hasad, yakni dengki, suka harta dunia baik halal maupun haram, lawan dari wara‟ dan zuhud. Akhlak tercela lainya adalah mengumpat, namimah, main judi, mencuri, mendengarkan bunyi-bunyian yang haram, melihat sesuatu yang haram, dan bid‟ah.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

  Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, merupakan faktor penting yang berperan dalam menentukan baik dan buruknya tingkah laku seseorang (Ali Mas‟ud, 2012: 39). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, meliputi: a.

  Instink (Naluri)

  Instink (naluri) adalah pola perilaku yang tidak dipelajari, mekanisme yang dianggap ada sejak lahir dan juga muncul pada setiap spesies (A. Budiarjo, 1987: 208-209). Dari definisi di atas, dapat ditarik pengertian bahwa setiap kelakuan manusia, lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri. Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli manusia. Naluri dapat mendatangkan manfaat dan mendatangkan kerusakan, tergantung cara pengekspresiannya. Naluri makan misalnya, jika diperturutkan begitu saja dengan memakan apa saja tanpa melihat halal haramnya, juga cara mendapatkanya sesuai dengan keinginan hawa nafsu, maka pastilah akan merusak diri sendiri. Islam mengajarkan agar naluri ini disalurkan dengan memakan dan meminum barang yang baik, halal, suci, dan tidak memperturutkan hawa nafsu. Sebagaimana firman Allah:

  ٌْيِبُّم ُّوُدَع ْمُكَل ُوَّنِإ ِناَطْيَّشلا ِتاَوُطُح اْوُعِبَّتَ ت َلاَو اَبِّيَط ًلا َلََح ِضْرَْلاا ِفِ اَِّمِ اْوُلُك ُساَّنلا اَهُّ يَأ اَي “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik, dari apa yang ada di bumi, dan jangan lah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-

  Baqarah: 168) b. Keturunan

  Keturunan adalah kekuatan yang menjadikan anak menurut gambaran orang tua. Ada yang mengatakan turunan adalah persamaan antara cabang dan pokok. Ada pula yang mengatakan bahwa turunan adalah yang terbelakang mempunyai persediaan persamaan dengan terdahulu (Rahmad Djatmika, 1985: 76).

  Seperti halnya doa nabi Zakariā kepada Allah agar diberi anak yang baik, yang terdapat dalam surat Ali- „Imrān ayat 38:

  ءاَعُّدلا ُعيَِسَ َكَّنِإ ًةَبِّيَط ًةَّيِّرُذ َكْنُدَّل نِم ِلِ ْبَى ِّبَر َلاَق ُوَّبَر اَّيِرَكَز اَعَد َكِلاَنُى “Di sanalah Zakariya mendo'a kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.

  Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do'a". (QS. Ali-

  „Imrān: 38) Sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya, pada garis besarnya ada dua macam:

  1) Sifat Jasmaniah. Yakni kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Orang tua yang kekar ototnya, kemungkinan mewariskan kekekaran itu pada anak cucunya, misalnya orang-orang Negro. Dan orang tua yang lemah fisiknya, kemungkinan mewariskan pula kelemahan itu pada anak cucunya.

  2) Sifat Rohaniah. Yakni lemah atau kuatnya suatu naluri dapat diturunkaan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya.

  c.

  Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang melingkupi atau m engelilingi individu sepanjang hidupnya (Hamzah Ya‟qub, 1993: 71-72). Karena luasnya pengertian “segala sesuatu” itu maka dapat disebut: lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik yang meliputi rumahnya, orangtuanya, sekolahmya, teman-temannya, dan sebagainya. sedangkan lingkungan spikologis seperti aspirasinya, cita-citanya, masalah- masalah yang dihadapinya, dan lain sebagainya.

  Faktor lingkungan dipandang cukup menentukan bagi pematangan watak dan kelakuan seseorang. Hal ini sejalan dengan penjelasan Allah dalam al-

  Qur‟an:

  ًلَْيِبَس ىَدْىَأ َوُى ْنَِبِ ُمَلْعَأ ْمُكُّبَرَ ف ِوِتَلِكاَش ىَلَع ُلَمْعَ ي ُّلُك ْلُق “Katakanlah: tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan masing-masing.

  Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanya”. (QS. A-

  Isrā‟ [17]: 84) Sabda nabi Muhammad yang diriwayatkan At-Tirmidzi:

  ا َم ُث ْي َح َللا ُق َّت ِا : َم َّل َس َو ِو ْي َل َع ُللا ى َّل َص ِللا ُل ْو ُس َر َلا َق : َلا َق ُو ْن َع ُللا َي ِض َر ي ِرا َف ِغ ْلا ر َذ ِب َأ ْن َع . ٍن َس َح ٍق ُل ُِب ُسا َّنلا َق َلا َخ َو ،ا َه ِح ُْت ِة َن َس َْلا ِة َئ ِّي َّسلا ُع ْب ِت َأ َو ، َت ْن ُك dari Abi Dzar Al Ghifari r.a. berkata, sabda Rasulullah SAW: “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutlah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka akan menghapuskanya, dan bergaullah dengan manusia dengan sebaik- baik pergaulan”. (HR. At-

  Tirmidzi no.1987) d. Kebiasaan Salah satu faktor penting dalam akhlak manusia adalah kebiasaan.

  Kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah dikerjakan. Sebuah adat istiadat yang dilakukan dalam kehidupan sehari- hari selalu menimbulkan dampak positif dan bisa juga dampak negatif, tapi nilai adat tersebut tetap berfungsi sebagai pedoman manusia untuk hidup bersama masyarakat dimana ia tinggal. Apabila adat kebiasaan telah lahir dalam suatu masyarakat ataupun pada diri seseorang, maka sifat dari adat itu sendiri adalah: 1)

  Mudah melakukan apapun pekerjaan yang sudah biasa dikerjakan tersebut.

  2) Tidak memakan waktu lama dan perhatian berlebihan dari sebelumnya

  (Istighfarotun Rahmaniyah, 2010: 98-99) e. Kehendak

  Kehendak merupakan faktor yang menggerakkan manusia untuk berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam, dan pergi menuntut ilmu di negeri seberang berkat kekuatan kehendak.

  Kehendak ini mendapatkan perhatian khusus dalam lapangan etik, karena itulah yang menentukan baik buruknya suatu perbuatan, dari kehendak inilah menjelma niat yang baik dan memburuk, sehingga perbuatan atau tingkah laku manusia menjadi baik dan buruk karena kehendaknya.

  Menurut Hamzah Ya‟qub (1993: 74) bahwa kadang-kadang kehendak itu terkena penyakit sebagaimana halnya tubuh kita, antara lain:

  1) Kelemahan Kehendak

  Seseorang mudah menyerah kepada hawa nafsu, kepada lingkungan atau kepada pengaruh yang jelek. Kelemahan kehendak ini melahirkan kemalasan dan kelemahan dalam perbuatan. 2)

  Kehendak Yang Kuat Tetapi Salah Arah Yaitu pada pola hidup yang merusak dalam berbagai bentuk kedurhakaan dan kerusakan. Misalnya, kehendak orang merampok seorang hartawan.

  f.

  Pendidikan

  Pendidikan merupakan faktor penting yang memberikan pengaruh dalam pembentukan akhlak. Pendidikan turut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya.

  Seperti halnya firman Allah dalam al- Qur‟an surat al-Mujādilah ayat

  11:

  ٌيِْبَخ َنوُلَمْعَ ت اَِبِ ُوَّللاَو ٍتاَجَرَد َمْلِعْلا اوُتوُأ َنيِذَّلاَو ْمُكنِم اوُنَمآ َنيِذَّلا ُوَّللا ِعَفْرَ ي Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-

  Mujādilah: 11) Sistem perilaku atau akhlak dapat dididikkan atau diteruskan dengan menggunakan sekurang-kurangnya dua pendekatan:

  1) Rangsangan-jawaban (stimulus-response) atau yang disebut proses mengkondisi, sehingga terjadi automatisasi, dan dapat dilakukan dengan melalui latihan, tanya jawab, dan mencontoh.

  2) Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis, yang dapat dilakukan dengan cara melalui dakwah, ceramah, diskusi, dan lain-lain

  (Zakiah Daradjat, 1990: 545-555).

B. Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan Akhlak

  Pendidikan akhlak terbentuk dari dua suku kata yaitu “pendidikan” dan “akhlak”, dan untuk memudahkan dan memahami pengertian pendidikan akhlak membutuhkan terlebih dahulu pemahaman akan dua kata tersebut. Dalam pendidikan banyak sekali para ahli berpendapat dalam mengartikan kata pendidikan, baik para ahli pendidikan barat maupun para ahli pendidikan Islam. Sedangkan pendidikan dalam KBBI adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang berupa proses, cara, dan perbuatan mendidik (KBBI, 2000: 263). Sedangkan d alam bahasa Arab “pendidikan” sama dengan

  “At-Tarbiyyah”, kata At-Tarbiyyah berasal dari tiga bentuk

“rabā-yarbū” yang berarti bertambah tumbuh (Mahmud Yunus, 1989: 20).

  Kata kedua

  “robaya” yang berarti mendidik, mengajar, mengasuh, dan yang

  ketiga adalah kata

  “rabba-rabaya” yang berarti mengasuh, mendidik, mengemong (Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2002: 952).

  Merujuk pada ayat dalam al-Qur ‟an:

  اًرْ يِغَص ِنِ اَيَّ بَر اَمَك اَمُهَْحْْرا ِّبَّر ْلُقَو ِةَْحَّْرلا َنِم ِّلِذلا َحاَنَج اَمَُلَ ْضِفْخاَو

“ya Allah, sayangilah keduanya (orang tuaku) sebagaimana mereka telah

mengasuhku (mendidikku) sejak kecil”. (QS. Al-Isrā‟: 24)