Teknologi Bahan Konstruksi bab (2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini sebagai salah satu syarat untuk kenaikan kepangkatan.
Penulis menyadari kekurangan-kekurangan dalam penulisan ini, sehingga masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun cara penulisannya. Untuk itu saran dan kritikan diharapkan demi perbaikan tulisan ini agar mendekati kesempurnaan.
Tidak lupa dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dan dukungan semua pihak, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2011
Penyusun
B A B I P E N D A H U L U A N
1.1 Pengertian
Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidrolis yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan (additive), yang membentuk massa padat. Semen dan air membentuk pasta yang akan mengisi rongga-rongga diantara agregat kasar dan agregat halus (pasir dan kerikil).
Gambar 1.1 Campuran Beton
Campuran unsur-unsur pembentuk beton harus ditetapkan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan beton segar (fresh concrete) yang mudah dikerjakan (workability) dan memenuhi kuat tekan rencana setelah beton mengeras (hardened concrete), serta cukup ekonomis.
1.2 Material Pembentuk Beton
1. Semen
Semen adalah bahan hidrolis yang bertindak sebagai pengikat agregat. Hidrolis berarti jika semen bereaksi dengan air akan berubah menjadi pasta. Reaksi kimia antara semen dengan air akan menghasilkan panas dan sifat kekerasan pada pasta semen (proses hidrasi) dan membentuk suatu batuan massa dan tidak larut dalam air.
Pada zaman sekarang telah di temukan berbagai jenis semen dengan sifat-sifat karakteristik yang berbeda. Semen yang banyak digunakan pada struktur-struktur gedung dan jembatan adalah Semen Portland, yang ditemukan oleh JOSEPH ASPDIN pada tahun 1824. Semen dapat dibedakan dalam dua kelompok, ditinjau berdasarkan bahan pembentuk semen,yaitu :
1. Semen dari bahan klinker-semen-portland, seperti semen portland, semen portland abu terbang, semen portland berkadar besi, semen tanur tinggi, semen portland traspozzolan dan semen portland putih.
2. Semen-semen lain, seperti alumunium semen dan semen sulfat.
Dalam hal kecepatan dari perkembangan kekuatan, jenis – jenis semen dibedakan dalam tiga kelas, yakni :
1. Semen Kelas A : semen dengan kekuatan awal yang normal.
2. Semen Kelas B : semen dengan kekuatan awal tinggi.
3. Semen Kelas C : semen dengan kekuatan awal sangat tinggi.
Menurut ASTM, semen dapat diklasifikasikan atas lima tipe, yakni :
1. Semen Tipe I Semen tipe I dapat digunakan secara umum tanpa persyaratan khusus, yang biasanya digunakan untuk pembuatan beton pada konstruksi beton yang tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat lingkungan yang mengandung bahan-bahan sulfat dan perbedaan temperatur yang 1. Semen Tipe I Semen tipe I dapat digunakan secara umum tanpa persyaratan khusus, yang biasanya digunakan untuk pembuatan beton pada konstruksi beton yang tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat lingkungan yang mengandung bahan-bahan sulfat dan perbedaan temperatur yang
2. Semen Tipe II Semen tipe II digunakan pada lingkungan sulfat sedang, untuk pencegah serangan sulfat dari lingkungan, seperti pada sistem drainase dengan kadar konsentrat yang tinggi dalam tanah.
3. Semen Tipe III Semen tipe III digunakan untuk mencapai waktu perkerasan yang cepat (high early strength portland cement). Pada umumya, waktu kekerasannya kurang dari seminggu. Semen tipe ini digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingya (cetakan beton) harus cepat dibuka dan akan segera dipakai.
4. Semen Tipe IV Semen ini adalah semen dengan panas hidrasi yang rendah, digunakan pada struktur-struktur dam dan bangunan-bangunan masif. Panas yang terjadi waktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi kebutuhan beton.
5. Semen type V Semen tipe V digunakan pada lingkungan sulfat yang tinggi (untuk penangkal sulfat), terutama pada tanah atau air tanah dengan kadar sulfat tinggi.
6. Semen putih Semen ini digunakan untuk pekerja-pekerja arsitektur serta keindahan dari struktur tersebut.
Disamping jenis semen yang disebutkan di atas, terdapat juga jenis semen yang lebih khusus, seperti;
1. Semen untuk Sumur Minyak (Oil Well Cement)
2. Semen Kedap Air (Waterproof Portland Cement)
3. Semen Plastik (Plastic Cement)
4. Semen Ekspansif (Expansif Cement)
5. Regulated Set Cement
2. Agregat
Agregat terbagi atas agregat halus dan agregat kasar. Agregat halus pada umumnya terdiri dari pasir atau partikel yang lewat saringan No. 4 mm, sedangkan agregat kasar tidak lewat saringan tersebut dan mempunyai ukuran maksimum 40 mm. Ukuran maksimum agregat kasar dalam struktur beton diatur dalam peraturan untuk kepentingan berbagai komponen. Namun pada dasarnya bertujuan agar agregat dapat masuk atau lewat diantara tulangan atau acuan.
Agregat halus dan agregat kasar merupakan bahan pengisi (filler) pada pembuatan beton. Pada umumnya, penggunan bahan agregat dalam adukan beton mancapai jumlah lebih kurang 70 – 80 dari seluruh volume massa padat beton. Untuk beton yang ekonomis, adukan harus dibuat sebanyak mungkin agregatnya. Agregat yang baik adalah yang tidak mengakibatkan reaksi kimia dengan unsur-unsur semen. Agregat halus seperti pasir harus mempunyai distribusi ukuran (gradasi) sedemikian rupa sehingga dapat meminimalkan ukuran rongga-rongga yang terdapat di antara agregat-agregat pada beton. Ini berarti dalam pembuatan beton, jumlah pasta semen yang diperlukan untuk mengisi rongga-rongga tersebut juga akan minimal.
Bahan agregat harus mempunyai cukup kekerasan, sifat kekal, tidak bersifat reaktif terhadap alkali dan tidak mengandung bagian-bagian kecil (< 70 micron) atau lumpur.
Agregat yang umum dipakai adalah pasir, kerikil dan batu- batu pecah. Pemilihan agregat tergantung dari :
1. Syarat -syarat yang ditentukan beton
2. Persediaan lokasi pembuatan beton
3. Perbandingan yanag telah ditentukan antara biaya dan mutu
4. Agregat tersebut harus bersih
5. Keras dan bebas dari sifat penyerapan secara kimia
6. Tidak bercampur dengan tanah liat atau lumpur
7. Distribusigradari ukuran agtregat memenuhi ketentuan yang berlaku
3. Air Untuk Adukan Beton
Karena pengerasan beton berdasarkan reaksi antara semen dan air, maka sangat diperlukan pemeriksaan air yang akan digunakan pada adukan beton sudah memenuhi syarat-syarat tertentu. Air tawar yang dapat diminum tidak diragukan lagi dapat digunakan untuk air adukan beton, akan tetapi air yang dapat digunakan untuk adukan beton tidak berarti dapat diminum.
Air yang digunakan pada adukan beton harus bersih dan jernih. Jika terdapat banyak kotoran yang terapung, maka sebaiknya jangan digunakan. Disamping pemeriksaan visual, harus juga diamati apakah air tersebut tidak mengandung bahan perusak beton seperti fosfat, minyak, asam, alkali atau garam-garaman. Selain itu, air juga digunakan untuk perawatan beton setelah pengecoran, dengan cara membasahi beton dengan air terus menerus. Untuk benda uji beton , perawatan beton dilakukan dengan cara merendam benda uji beton yang baru dibuka dari cetakan. Keasaman air untuk perawatan tidak boleh PH > 6 dan juga tidak boleh terlalu sedikit mengandung kapur.
Nilai perbandingan antara berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan faktor air semen atau Water Cement Ratio (WC Ratio atau WC). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, nilai WC yang umum digunakan berkisar antara 0.40 – 0.60, tergantung dari mutu beton yang hendak dicapai. Mutu beton yang tinggi dapat diperoleh jika menggunakan nilai WC yang rendah. Sedangkan untuk menambah daya workability (kelecakan, sifat mudah dikerjakan), diperlukan nilai WC yang lebih tinggi.
1.3 Pengujian Sifat Mekanis Beton
Pengujian sifat-sifat mekanis beton dan material pembentuk beton, dapat dilakukan di laboratorium dan di lapangan, sebagai berikut :
Pengujian Di Laboratorium
1. Pemeriksaan Material Pembentuk Beton
a. Semen – Pemeriksaan Berat Jenis Semen – Pemeriksaan konsistensi Normal Semen Hidrolis – Penentuan Waktu Pengikatan dari Semen Hidrolis
b. Agregat Halus dan Agregat kasar – Pemeriksaan Berat Volume Agregat – Analisis Saringan Agregat Kasar dan Agregat Halus – Pemeriksaan Bahan Lolos Saringan No. 200 (75 µm) – Pemeriksaan Kotoran Organik pada Agregat Halus – Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus – Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar dan Agregat Halus – Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Kasar – Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Halus
2. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
3. Pelaksanaan Campuran Beton
4. Pemeriksaan Beton Segar (Fresh Concrete)
a. Pemeriksaan Slum Beton (Concrete Slump Test)
b. Pemeriksaan Kadar Air Beton (Concrete Air Content Test)
5. Pemeriksaan Beton Keras (Hardened Concrete)
a. Pemeriksaan Berat Volume Beton (Volumetric Weight)
b. Pemeriksaan Kuat Tekan Beton (Compression Strength)
c. Pemeriksaan Modulus Elastisitas (Modulus of Elasticity)dan Angka Perbandingan Poisson (Poisson’s Ratio)
d. Pemeriksaan Kuat Tarik Belah (Splitting Test)
e. Pemeriksaan Kuat Lentur (Flexural Strength) e. Pemeriksaan Kuat Lentur (Flexural Strength)
6. Pemeriksaan Kuat Tarik Tulangan Baja
Pengujian Di Lapangan
1. Core Drill
2. Hammer Test
B A B I
B A H A N P E N Y U S U N B E T O N
2.1. Semen
Beton tersusun dari bahan penyusun utama yaitu semen, agregat, dan air. Jika diperlukan biasanya dipakai bahan tambahan (admixture). Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Semen berfungsi sebagai perekat agregat dan juga sebagai bahan pengisi.
Pada umumnya beton mengandung rongga udara sekotar 1 - 2, pasta semen (air semen) sekitar 25 - 40, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60 - 75. Untuk mendapatkan hasil yang baik dari kekuatan, sifat, dan karakteristik dari masing-masing penyusun tersbeut perlu dipelajari.
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan ( Peraturan Umum Beton Indonesia 1982 ).
Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Perekatan ini terjadi akibat karena adanya reaksi semen dengan air yang sering dikenal dengan istilah proses hidrasi beton.
2.1.1. Jenis Semen
Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Semen non-hidrolik Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama adalah kapur.
2. Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh :
1) Kapur hidrolik, sebagian besar (65 - 75) bahan kapur hidrolik terbuat dari baru gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikatnya berupa silika, alumina, magnesia, dan oksida besi.
2) Semen pozollan, sejenis bahan yang menandung silisium atau aluminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen.
3) Semen terak, semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Sekitar 60 beratnya berasal dari terak tanur tinggi. Campuran ini biasanya tidak dibakar. Jenis semen terak ada dua yaitu : a. Bahan yang dapat digunakan sebagai kombinasi portland cement dalam pembuatan beton dan sebagai kombinasi dalam dalam pembuatan adukan tembok, b. Bahan yang mengandung bahan pembentuk berupa udara, yang digunakan seperti halnya jenis pertama.
4) Semen alam, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran kemudian digiling menjadi serbuk halus. Semen alam dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. Semen alam yang digunakan bersama-sama dengan portland cement dalam suatu konstruksi, b. Semen alam yang telah dibubuhi bahan pembantu, yaitu udara yang fungsinya sama dengan jenis pertama.
5) Semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama- sama dengan bahan utamanya.
6) Semen dengan bahan-bahan yang bersifat pozoland seperti terak tanur tinggi dan hasil residu.
7) Semen putih.
8) Semen alumnia.
Tabel 2.1. Klasifikasi Semen
Tabel 2.2. Jenis Semen Portland Dan Penggunaannya
Tabel 2.3. Komposisi Dan Kehalusan Semen
Untuk mempertahankan mutu semen tetap baik, penyimpanan semen harus dilakukan sebagai berikut:
• Semen disimpan di ruangan yang kering dan tertutup rapat. • Semen ditumpuk dengan jarak setinggi minimum 0,50 meter dari lantai
ruangan, tidak menempelmelekat pada dinding ruangan dan maksimum setinggi 10 zak semen (sketsa).
• Tumpukan zak semen disusun sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perputaran udara di antaranya dan mudab untuk diperiksa. • Semen dari berbagai-bagai jenismerk harus disimpan secara terpisah, sehingga tidak mungkin tertukar dengan jenismerk yang lain.
• Apabila mutu semen diragukan atau telah disimpan 2 bulan, maka sebelum digunakan harus diperiksa terlebih dahulu bahwa semen tersebut masih memenuhi syarat.
• Pada penggunaan semen curah, suhu semen harus kurang dari 70o C disertai pendinginan air dan agregat.
Gambar 2.1. Gudang penyimpanan semen.
2.2. Air
Air yang diperlukan untuk beton dipengaruhi oleh :
Syarat kimia air :
Air merupakan salah satu komponen dalam campuran pembuatan beton. Untuk itu perlu dipilih air sedemikian sehingga dapat menghasilkan campuran yang berkualitas. Adapun persyaratan air dalam pembuatan beton antara lain :
1. Air yang digunakan untuk pembuatan beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam. Zat organik atau bahan- bahan lain yang dapat merusak beton dan atau baja tulangan. Air tawar yang umumnya dapat diminum baik air yang telah diolah diperusahaan air minuin maupun tanpa diolah dapat dipakai untuk pembuatan beton.
2. Air yang dipergunakan untuk pembuatan beton pratekan dan beton yang didalamnya akan tertanam logam aluminium serta beton bertulang tidak boleh mengandung sejumlah ion khlorida. Sebagai pedoman, kadar ion khlorida (Cl) tidak melaMPaui 500 mg per liter air. Didalam beton ion khlorida dapat berasal dari air, agregat dan bahan tambahan (admixture) dan biasanya total khlorida maksimum (dalam terhadap berat semen) yang diisyaratkan adalah: Beton pratekan 0,06, beton bertulang yang selamanya berhubungan dengan khlorida 0,15, Beton bertulang yang selamanya kering atau terlindung dari basah 1,00, Konstruksi beton bertulang lainnya 0,30.
3. Air tawar yang tidak dapat diminum tidak boleh dipakai untuk pembuatan beton kecuali dapat dipenuhi ketentuan – ketentuan berikut: Pemilihan campuran beton yang akan dipakai didasarkan kepada campuran beton yang mempergunakan air dari sumber yang sama yang telah menunjukkan bahwa mutu beton yang diisyaratkan dapat dipenuhi. Dilakukan percobaan perbandingan antara mortar yang memakai air tersebut dan mortar yang memakai air tawar yang dapat diminum atau air suling. Untuk ini dibuat kubus uji mortar berukuran sisi 50 mm dengan cara sesuai dengan ASTM C 109. Air tersebut dapat dipakai untuk pembuatan beton apabila tekan mortar yang memakai air tersebut pada umur 7 hari dan umur 28 hari paling sedikit adalah 90 dari kuat tekan mortar yang memakai air tawar yang dapat diminum atau air sulung.
Air yang berasal dari sumber alam tanpa pengolahan, sering mengandung bahan – bahan organik dan zat-zat yang mengandung seperti lempungtanah liat, minyak Air yang berasal dari sumber alam tanpa pengolahan, sering mengandung bahan – bahan organik dan zat-zat yang mengandung seperti lempungtanah liat, minyak
1. Kadar Clorida < 500 ppm.
2. Kadar SO 4 < 1000 ppm.
3. Kadar Fe < 40000 ppm
4. Kadar Na 2 CO 3 K 2 CO 3 < 1000 ppm
5. Kadar CaCO 3 MgO < 400 ppm.
6. Zat memadat < 2000 ppm.
Pengaruh kandungan asam dalam air terhadap kualitas mortar dan beton :
a) Mortar atau beton dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam, b) Serangan asam pada mortar dan beton akan mempengaruhi ketahanan pasta tersebut.
Pengaruh pelarut Carbonat, Pelarut Carbonat akan bereaksi dengan Ca(OH) 7
membentuk CaCO 3 dan akan bereaksi lagi dengan pelarut carbonat membentuk
calcium bicarbonat yang sifatnya larut dalam air, akibatnya mortar atau beton akan terkikis dan cepat rapuh.
Pengaruh bahah padat, bahan padat bukan pencampur mortar atau beton. Air yang mengandung bahan padat atau lumpur, apabila dipakai untuk moncampur semen dan agregat maka terjadinya pasta tidak sempurna. Agregat dilapisi dengan bahan padat, tidak terikat satu sama lain. Akibatnya agregat akan lepas-lepas dan mortar atau beton tidak kuat.
Pengaruh kandungan minyak, air yang mengandung minyak akan mengakibatkan emulsi apabila dipakai untuk mencampur semen. Agregat akan dilapisi minyak berupa film, sehingga agregat kurang sempurna ikatannya satu sama lain. Agregat bisa lepas – lepas dan mortar atau beton tidak kuat.
Pengaruh air laut, Air laut tidak boleh dipakai sebagai media pencampur semen karena pada permukaan mortar atau beton akan terlihat putih-putih yang sifatnya larut dalam air, sehingga lama-lama terkikis dan mortar atau beton menjadi rapuh.
2.3. Agregat
Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku besi, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan.
Sifat penting agregat adalah kekuatan hancur dan kekuatan terhadap benturan, agregat yang baik harus keras, kuat, dan ulet. Kekuatannya harus melebihi kekuatan pasta semen yang telah mengeras.
Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu :
a. Agregat Kasar Agregat kasar mempunyai ukuran butir 5 mm- 40 mm. Agregat ini dapat berupa kerikil hasil desintregasi alami dari batuan atau dari pemecahan batuan besar menjadi ukuran yang lebih kecil ( batuan pecah ).
Sifat dari agregat kasar sangat mempengaruhi kualitas akhir dari beton yang dihasilkan, seperti kekuatan beton, daya tahan terhadap cuaca dan efek perusak lainnya.
b. Agregat Halus Agregat halus mempunyai ukuran butiran yang lebih kecil dari 5 mm dan lebih besar dari 0,075 mm. agregat halus beton dapat berupa pasir alami ataupun pasir buatan yang diperoleh dari hasil mesin pemecah batu.
Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik, sesuai dengan ketentan standar analisis yang berlaku.
Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan menghasilkan pasta untuk mengikat butiran-butiran agregat menjadi suatu benda yang utuh, homogen, rapat serta mempunyai kekerasan dan kekuatan bila sudah kering. Selain itu menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya 25 berat semen, namun dalam kenyaataannya nilai faktor air semen yang dapat dipakai harus melebihi 0,35. Kelebihan ini dipakai sebagai pelumas. Namun kelebihan ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan menurun serta akan terjadi penyusutan yang besar, selain itu air yang berlebih bersama-sama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan membentuk satu lapisan tipis yang dikenal dengan laitance ( selaput tipis ). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antar lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Bila jumlah air yang digunakan terlalu sedikit akan mempengaruhi kesempurnaan reaksi hidrasi dan proses pengerjaan (workability) yang sulit dalam pengadukan.
c. Agregat untuk perkerasan kaku Persyaratan Muta dan Gradasi
Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut seperti pada tabel 2.4 dan tabel 2.4.
1) Persyaratan Ukuran Agregat Kasar Agregat kasar terdiri dari kerikil atau batu pecah yang mempunyai ukuran butir
10, 20 dan 40 mm dengan perbandingan dan berat ideal adalah sebagai berikut : Fraksi 10 min : Fraksi 20 nmm = 1: 2 Fraksi 10 mm : Fraksi 20 : Fraksi 40 mm = 1 : 1'2 : 3.
2) Persyaratan Ukuran Maksimun Agregat Ukuran maksimum agregat harus lebih kecil atau sama dengan '3 tebal pelat dan lebih kecil atau sama dengan 34 jarak bersih minimum antara tulangan.
Cara Pengelolaan Agregat harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mencegah pemisahan butiragregat, penurunan mutu, pengotoran atau pencampuran antar fraksi dan jenis yang berbeda.
Tabel 2.4. Persyaratan Mutu
CATATAN : - Pemeriksaan I perlu - Pemeriksaan I tidak selalu perlu dapat diambil angka rata-rata
- Pemeriksaan II perlu, bila pemeriksaan visual meragukan - Pemeriksaan II' perlu bila pemeriksaan II tidak mernenuhi - Perneriksaan III perlu bila pemeriksaan II' tidak mernenuhi - Pemeriskaan 1V perlu bila terdapat bahan kimia reaktif dalam agregat - Pengambilan benda uji agregat secara acak sesuai dengan yang digunakan dalam pelaksanaan.
Tabel 2.5 : Persyaratan Gradasi Agregat Halus
Catatan: - Zone 2-3 merupakan gradasi umum agregat halus dalam pelaksanaan ) Untuk pasir buatan (Abu batu) diizinkan sampai 0-20. Tiap fraksi agregat, harus disimpan secara terpisah. Apabila diperlukan pengoperasian peralatan di atas tumpukan, maka seluruh jalan untuk peralatan yang melalui tumpukan harus ditutup dengan terpal atau papan. Apabila ada bahan yang mengalami pemisahan butir, penurunan mutu, atau pengotoran, maka sebelum digunakan bahan tersebut harus diperbaiki dengan cara pencampuran dan Catatan: - Zone 2-3 merupakan gradasi umum agregat halus dalam pelaksanaan ) Untuk pasir buatan (Abu batu) diizinkan sampai 0-20. Tiap fraksi agregat, harus disimpan secara terpisah. Apabila diperlukan pengoperasian peralatan di atas tumpukan, maka seluruh jalan untuk peralatan yang melalui tumpukan harus ditutup dengan terpal atau papan. Apabila ada bahan yang mengalami pemisahan butir, penurunan mutu, atau pengotoran, maka sebelum digunakan bahan tersebut harus diperbaiki dengan cara pencampuran dan
2.4. Bahan Tambahan
Tabel 2.6. Beberapa jenis dan kegunaan bahan tambah
Sebelum penggunaan salah satu bahan tambah perlu diadakan pencobaan lapangan atau laboratorium untuk membuktikan bahwa bahan tambah bersangkutan betul betul memberikan pengaruh sesuai yang diinginkan. Penemuan jenis dan jumlah bahan tambah yang digunakan harus dengan persetujuan ahli yang berwenang.
2.5. Beton
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu yang kemudian membentuk massa yang padat. Dari bahan-bahan pembentuk beton tersebut semen merupakan bahan yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat (Wang, 1993).
Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystal sehingga membentuk gel semen yang mempunyai kuat desak tinggi apabila mengeras. (Nawy, 1990)
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul dalam sistem (Istimawan, 1999).
Beton bertulang merupakan beton yang diberikan tulangan baja, dimana tulangan baja tersebut dimaksudkan sebagai penahan gaya tarik karena beton mempunyai kuat tarik yang relatif kecil dibandingkan dengan tulangan baja.
Kombinasi demikian akan sangat meningkatkan kapasitas penampang beton
(Kusuma dan Vis, 1994).
Pada balok bertulang berlubang (web openings) akan terjadi pengurangan kapasitas lentur dan geser karena pengurangan dimensi penampang. Untuk itu diperlukan analisis yang tepat untuk mengetahui kapasitas nominal dari penampang tersebut (Jencinas,2003).
Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) dengan perbandingan tertentu. Campuran tersebut bila dituangkan ke dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batu. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya. Beton yang sudah keras dapat dianggap sebagai batu tiruan. Dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir), dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen). Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran- butiran agregat halus juga bersifat sebagai perekatpengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompakpadat.(Kardiyono, 1996)
2.5.1. Material Pembentuk Beton
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolis lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan lainnya (yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia, tambahan serat sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Apabila campuran tersebut bilamana dituang ke dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batu. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya. Beton yang keras dapat dianggap sebagai batu tiruan, dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir) dan pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen). Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat sebagai perekat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak atau padat.
Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat-sifat bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama proses pengerasan. Untuk memperoleh mutu beton yang dikehendaki pada penggunaan yang khas maka perlu dipilih material pembentuk beton yang sesuai dan dicampur dengan proporsi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku. Dengan demikian untuk mendapatkan suatu kekuatan beton tertentu diperlukan Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat-sifat bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama proses pengerasan. Untuk memperoleh mutu beton yang dikehendaki pada penggunaan yang khas maka perlu dipilih material pembentuk beton yang sesuai dan dicampur dengan proporsi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku. Dengan demikian untuk mendapatkan suatu kekuatan beton tertentu diperlukan
Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar kondisi permukaan beton segar selalu lembab, sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Perawatan beton sangat diperlukan untuk menjaga agar proses hidrasi semen dapat berlangsung dengan sempurna sehingga diperoleh mutu beton sesuai dengan yang diharapkan. Perawatan yang dimaksudkan disini adalah perawatan beton setelah pencetakan, dan yang perlu dilakukan adalah tidak melakukan gerakan apapun terhadap beton yang dicetak yang dapat mengakibatkan terganggunya proses pengerasan selama waktu 24 jam.
Selama proses pengerasan akan timbul panas yang diakibatkan oleh reaksi kimia antara semen dengan air (proses hidrasi), ditambah dengan suhu lingkungan yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya penguapan air dari campuran beton. Terjadinya penguapan air yang berlebih dari campuran beton akan menyebabkan proses pengerasan tidak sempurna dan mutu beton yang diperoleh tidak sesuai dengan mutu beton yang direncanakan. Tujuan dari perawatan beton adalah :
a. Melindungi beton yang masih segar dari segala gerakan dan tekanan dari luar yang akan mengganggu proses pengerasan beton.
b. Menjaga tersedianya air yang cukup selama proses hidrasi semen.
c. Melindungi beton dari peningkatan suhu akibat reaksi hidrasi yang berkembang selama proses pengerasan.
d. Melindungi beton dari pengeringan yang terlalu cepat yang mengakibatkan retak-retak pada permukaan, sehingga dapat mengurangi kekuatan beton.
Akibat temperatur yang tinggi dapat mempengaruhi beton dalam keadaan basah, yang mengakibatkan beberapa kerugian, yaitu :
1. Kekuatannya berkurang.
2. Terjadinya penyusutan awal yang besar.
3. Berkurangnya sifat ketahanan pada beton.
Perawatan yang baik akan memperbaiki kualitas beton. Kondisi perawatan dengan air yang umum digunakan adalah dengan membasahi permukaan beton secara terus-menerus dan merendam atau menggenangi permukaan beton dengan air, hal ini efektif untuk menurunkan temperature serta mengurangi penguapan air akibat proses hidrasi semen.
Reaksi hidrasi semen mulai berjalan 45 menit setelah tercampur dengan air dan itu terjadi di luar partikel semen, sedangkan bagian dalam beton yang belum mengalami hidrasi akan terus menyerap air. Untuk itu harus dijamin adanya air yang memungkinkan terjadinya proses hidrasi berjalan terus. Apabila air campuran sesuai fas yang ada habis, maka air perawatan dapat digunakan untuk proses selanjutnya.
2.5.2. Kuat Desak Beton
Kuat desak beton adalah besarnya beban per satuan luas , yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan gaya desak tertentu, yang dihasilkan oleh mesin desak. (SK SNI – 14 – 1989 – F)
Kuat desak beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat halus, agregat kasar, air, dan berbagai jenis campuran. Perbandingan air Kuat desak beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat halus, agregat kasar, air, dan berbagai jenis campuran. Perbandingan air
Beton relatif kuat menahan tekan. Keruntuhan beton sebagian disebabkan karena rusaknya ikatan pasta dengan agregat. Besarnya kuat desak beton dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat batas beton.
2. Jenis dan lekuk-lekuk miring bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan agregat kerikil pecah akan menghasilkan beton dengan kuat desak maupun kuat tarik yang lebih besar dari pada kerikil halus dari sungai.
3. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40 dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan adalah hal yang sangat penting pada pekerjaan di lapangan dan pada pembuatan benda uji.
4. Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat hancur akan tetap rendah untuk waktu yang lama.
5. Umur pada keadaan yang normal, kekuatan beton bertambah dengan bertambahnya umur, tergantung pada jenis semen, misalnya semen dengan kadar alumina yang tinggi menghasilkan beton yang kuat hancurnya pada 24 jam sama dengan semen Portland biasa pada 28 hari. Pengerasan berlangsung terus secara lambat sampai beberapa tahun (Murdock., Brook., 1991).
Nilai kuat desak beton didapat melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban desak bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton (diameter 150 mm tinggi 300 mm) sampai hancur. Kuat desak masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan desak tertinggi (f’c) yang dicapai benda uji pada umur
28 hari akibat beban desak selama percobaan.
Kuat desak beton diwakili oleh tegangan desak maksimum f’c dengan satuan MPa (Mega Pascal). Kuat desak beton umur 28 hari berkisar antara 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang umumnya menggunakan beton dengan kuat desak 17 – 30 MPa, sedang untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat desak lebih tinggi, berkisar 30 – 45 MPa.
2.5.3. Kuat Geser Beton
Retak miring akibat geser di badan balok beton bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan proses retak lentur yang mendahuluinya. Retak balok yang sebelumnya tidak mengalami retak lentur dinamakan retak geser badan. Retak geser badan juga dapat terjadi di sekitar titik balik lendutan atau pada tempat terjadi penghentian tulangan balok struktur bentang menerus. (Istimawan,1999)
Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh geser sangat berbeda dengan keruntuhan karena lentur. Balok tersebut akan hancur tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. Juga retak diagonalnya lebih lebar dibandingkan retak lentur .(Nawy, 1990)
Tarik diagonal merupakan penyebab utama dari retak miring. Dengan demikian keruntuhan di dalam balok yang lazimnya disebut sebagai “keruntuhan geser (shear failure)” sebenarnya adalah keruntuhan tarik di arah retak miring. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan geser dan pembentukan dari retak- retak miring adalah begitu banyak dan rumit sehingga suatu kesimpulan yang pasti mengenai mekanisme yang betul dari retak miring akibat geser yang tinggi sangat sukar diterapkan. (Wang dan Salmon,1990)
Kegagalan balok tanpa penulangan geser terjadi pada keadaan yang beragam. Pada dasarnya terdapat tiga macam keruntuhan, yaitu :
a. Keruntuhan lentur Terjadi pada perbandingan ad lebih besar dari 5,5 untuk beban terpusat dan melebihi 15 untuk beban terdistribusi. Apabila beban terus bertambah, retak awal yang sudah terjadi akan semakin lebar dan panjang.
b. Keruntuhan tarik diagonal Terjadi pada perbandingan ad bervariasi antara 2,5 dan 5,5 untuk beban terpusat. Balok tersebut termasuk balok kelangsingan menengah. Retak mulai terjadi di tengah bentang, berupa retak halus yang diakibatkan oleh lentur. Hal ini diikuti oleh rusaknya lekatan antara tulangan dengan beton di sekitarnya.
c. Keruntuhan geser Terjadi pada perbandingan ad antara dari 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang dari 5 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak lentur halus vertikal di tengah bentang dan tidak terus menjalar, karena terjadi kehilangan lekatan antara tulangan longitudinal dengan beton di sekitar perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring c. Keruntuhan geser Terjadi pada perbandingan ad antara dari 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang dari 5 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak lentur halus vertikal di tengah bentang dan tidak terus menjalar, karena terjadi kehilangan lekatan antara tulangan longitudinal dengan beton di sekitar perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring
Gambar 2.2. Ragam keruntuhan sebagai fungsi dari kelangsingan balok : (a)
keruntuhan lentur; (b) keruntuhan tarik diagonal; (c) keruntuhan geser tekan (Nawy, 1990)
Retak miring akibat geser di dalam balok beton bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan Retak miring akibat geser di dalam balok beton bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan
(Istimawan, 1993)
Retak geser badan jarang dijumpai dalam balok beton bertulang biasa dan terjadi di dalam balok beton berbentuk I dan berbadan tipis dan flens yang lebar.
(Wang, 1990).
Transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang terjadi dengan suatu kombinasi antara beberapa mekanisme sebagai berikut :
1. Perlawanan geser dari beton yang belum retak, Vcz.
2. Gaya ikat (interlock) antara agregat ( atau transfer geser antar permukaan ), Va dalam arah tangensial sepanjang suatu retak yang serupa dengan gaya gesek akibat saling ikat yang tidak teratur dari agregat sepanjang permukaan kasar dari beton pada masing-masing pihak yang retak.
3. Aksi pasak (dowel action) Vd, sebagai perlawanan dari penulangan longitudinal
terhadap gaya transversal.
4. Aksi pelengkung (arch section) pada balok yang relatif tinggi.
5. Perlawanan tulangan geser Vs, dari sengkang vertikal atau miring ( yang tidak ada pada balok tanpa tulangan geser ). (Wang, 1990)
Va = gaya saling ikat agregat(geser) permukaan)
C Vcz = tahanan
Vd = gaya pa sak s
z
Gambar 2.3. Redistribusi perlawanan geser sesudah terbentuknya retak miring
Seperti halnya pada pengujian kuat lentur beton, pengujian kuat geser juga menggunakan balok sebagai benda uji. Caranya adalah dengan membuat balok dengan desain sedemikian rupa sehingga nantinya setelah dibebani akan terjadi keruntuhan geser, yang ditandai dengan retaknya balok pada posisi dari tumpuan
sampai sekitar ¼ L dari tumpuan dengan bentuk miring mulai dari serat tepi bawah terus menjalar ke atas dengan arah menuju titik tempat beban terpusat
dengan membebaninya. Untuk mendapatkan balok semacam ini perlu perencanaan, baik dengan balok beton bertulang maupun tidak bertulang. Untuk balok beton tidak bertulang dengan memperkecil rasio ad sampai angka tertentu sehingga balok akan runtuh lebih dahulu karena gaya lintang sebelum mencapai P yang diperlukan untuk meruntuhkan balok tersebut akibat lentur. Dapat juga dengan balok beton bertulang dengan memperhitungkan penulangannya sedemikian rupa dibuat tulangan yang menahan momen jauh lebih kuat dari kekuatan geser balok itu sendiri sehingga keruntuhan yang dihasilkan berupa keruntuhan geser.
Besarnya P pada saat keruntuhan geser itulah yang diperhitungkan sebagai kekuatan geser balok beton.
2.5.4. Kuat Geser Balok Beton Berlubang pada Badan dengan variasi perkuatan
Pengurangan kapasitas geser akibat pengurangan dimensi penampang akan terjadi pada balok beton bertulang berlubang, oleh sebab itu penelitian laboratorium dengan menguji langsung model balok beton bertulang juga menjadi hal yang penting guna menambah pengetahuan kita tentang balok beton bertulang berlubang. Lubang dibuat tegak lurus penampang beton berada di tengah-tengah daerah geser berbentuk segi empat dimensi lubang 7.5 cm X 7.5 cm dengan variasi perkuatan antara lain :
a. Plat Baja Perkuatan ini berbentuk balok persegi dibuat dari plat baja dengan
ketebalan 0.2 mm yang dipasang pada setiap sisi lubang bagian dalam dengan dimensi 7.5 cm x 7.5 cm x 15 cm.
b. Baja Siku Perkuatan ini mengunakan baja siku L 25 x 25 x 0.2 mm dengan panjang
15 cm yang dipasang pada setiap sisi siku lubang. Untuk membuat perkuatan tersebut menyatu dengan beton pada sisi luar baja siku diberi baut yang panjangnya 2 cm dengan mengunakan las.
c. Sengkang
Perkuatan ini dibuat dengan mengunakan sengkang yang berdimensi 10 x
10 cm dan berdiameter 6 mm, perkuatan ini dipasang pada sisi kiri dan kanan lubang dengan jarak dari sisi terluar 2.5 cm.
Berikut ini adalah gambar dari model balok bertulang berlubang pada badan. :
A
Lubang segi empat
Tulangan baja
Gambar 2.4 Model balok berlubang
Gambar 2.5 Penampang potongan A-A
Pekerjaan yang disyaratkan dalam Seksi ini mencakup pelaksanaan seluruh struktur beton bertulang, beton tanpa tulangan, beton prategang, beton pracetak dan beton untuk struktur baja komposit, sesuai dengan Spesifikasi dan Gambar Rencana atau sebagaimana yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Pekerjaan ini meliputi pula penyiapan tempat kerja untuk pengecoran beton, pengadaan penutup beton, lantai kerja dan pemeliharaan pondasi seperti pemompaan atau tindakan lain untuk mempertahankan agar pondasi tetap kering.
Mutu beton yang digunakan pada masing-masing bagian dari pekerjaan dalam Kontrak harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana atau sebagaimana
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Mutu beton yang digunakan dalam Kontrak
ini dibagi sebagai berikut
Tabel 2.7. Mutu Beton dan Penggunaan
Jenis Beton
Mutu tinggi
35 – 65
K400 – K800
Umumnya digunakan untuk beton prategang seperti tiang pancang beton prategang, gelagar beton prategang, pelat beton prategang dan sejenisnya.
Mutu sedang
20 – < 35 K250 – seperti pelat lantai jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma, kerb beton pracetak, gorong-gorong beton bertulang, bangunan bawah jembatan. Mutu rendah 15 – <20 K175 – tanpa tulangan seperti beton siklop, trotoar dan pasangan batu kosong yang diisi adukan, pasangan batu. 10 – <15 K125 – kembali dengan beton 2.5.5. Persyaratan 1) Standar Rujukan Standar Nasional Indonesia (SNI) : SNI 07-1154-1989 : Kawat Baja Tanpa Lapisan Bebas Tegangan untuk Konstruksi Beton, jalinan tujuh SNI 07-1155-1989 : Kawat Baja Tanpa Lapisan Bebas Tegangan untuk Konstruksi Beton SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar. SNI 03-1972-1990 : Metode Pengujian Slump Beton SNI 03-1973-1990 : Metoda Pengujian Berat Isi Beton SNI 03-1974-1990 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton. SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles. SNI 03-2458-1991 : Metode Pengambilan Contoh Untuk Campuran Beton Segar. SNI 03-2460-1991 : Spesifikasi Abu Terbang sebagai Bahan Tambahan untuk Campuran Beton SNI 03-2491-1991 : Metode Pengujian Kuat Tarik Belah Beton SNI 03-2492-1991 : Metode Pengambilan dan Pengujian Beton Inti SNI 03-2493-1991 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium. SNI 03-1495-1992 : Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton SNI 03-2816-1992 : Metode Pengujian Kotoran Organik Dalam Pasir untuk Campuran Mortar dan Beton. SNI 03-2834-2000 : Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal. SNI 15-2049-1994 : Semen Portland SNI 03-3403-1994 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran SNI 03-3407-1994 : Metode Pengujian Sifat Kekekalan Bentuk Agregat Terhadap Larutan Natrium Sulfat dan Magnesium Sulfat. SNI 03-3418-1994 : Metode Pengujian Kandungan Udara Pada Beton Segar SNI 03-3976-1995 : Tata Cara Pengadukan Pengecoran Beton SNI 03-4141-1996 : Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-butir Mudah Pecah Dalam Agregat. SNI 03-4142-1996 : Metode Pengujian Jumlah bahan Dalam Agregat Yang Lolos Saringan No.200 (0,075 mm). SNI 03-4156-1996 : Metode Pengujian Bliding dari Beton Segar SNI 03-4433-1997 : Spesifikasi Beton Siap Pakai SNI 03-4806-1998 : Metode Pengujian Kadar Semen Portland dalam Beton Segar dengan Cara Titrasi Volumetri SNI 03-4807-1998 : Metode Pengujian untuk Menentukan Suhu Beton Segar Semen Portland SNI 03-4808-1998 : Metode Pengujian Kadar Air dalam Beton Segar Dengan Cara Titrasi Volumetri SNI 03-4810-1998 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Lapangan. SNI 03-6817-2002 : Metode Pengujian Mutu Air Untuk digunakan dalam Beton AASTHO, ASTM : ASTM C 989-93 : Spesification for Ground Granulated Blast Furnace Slag for use in Concrete and Mortars. AASTHO M275M-00 : Uncoated High-Strength Steel Bar forPrestressed Concrete 1) Persyaratan Bahan a) Semen Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus jenis semen portland yang memenuhi SNI 15-2049-1994 kecuali jenis IA, IIA, IIIA dan IV. Apabila menggunakan bahan tambahan yang dapat menghasilkan gelembung udara, maka gelembung udara yang dihasilkan tidak boleh lebih dari 5 , dan harus mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Dalam satu campuran, hanya satu merk semen portland yang boleh digunakan, kecuali disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana di dalam satu proyek digunakan lebih dari satu merk semen, maka Penyedia Jasa harus mengajukan kembali rancangan campuran beton sesuai dengan merk semen yang digunakan. b) Air Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian lainnya harus bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa, gula atau organis. Air harus diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi ketentuan bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa, gula atau organis. Air harus diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi ketentuan 28 hari mempunyai kuat tekan minimum 90 dari kuat tekan mortar dengan air suling untuk periode umur yang sama. c) Aggregat Ketentuan Gradasi Agregat (a) Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang diberikan dalam table 3.1-2, tetapi bahan yang tidak memenuhi ketentuan gradasi tersebut harus diuji dan harus memenuhi sifat-sifat campuran yang disyaratkan dalam Pasal 3.1.4.3).a). Tabel 2.8. Ketentuan Gradasi Agregat Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat Bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan gradasi agregat kasar yang memenuhi AASHTO M43 diluar tabel 3.1.-2 boleh digunakan (b) Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran agregat terbesar tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan atau antara baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus dicor Sifat-sifat Agregat (a) Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari pemecahan batu atau koral, atau dari pengayakan dan pencucian (jika perlu) kerikil dan pasir sungai. (b) Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan oleh pengujian SNI 03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel 3.1-3 bila contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur yang berhubungan. Tabel 2.9. Sifat-sifat Agregat Batas Maksimum yang diijinkan untuk Sifat-sifat Metode Pengujian Keausan Agregat dengan SNI 03-2417-1991 20 untuk beton Mesin Los Angeles pada 500 mutu sedang dan putaran tinggi 40 untuk beton mutu rendah Kekekalan Bentuk Batu SNI 03-3407-1994 10 - natrium 12 - natrium terhadap Larutan Natrium 15 - magnesium 18 - magnesium Sulfat atau Magnesium Sulfat setelah 5 siklus Gumpalan Lempung dan SNI 03-4141-1996 Partikel yang Mudah Pecah Bahan yang Lolos Ayakan SNI 03-4142-1996 No.200 d) Batu Untuk Beton Siklop Batu untuk beton siklop harus keras, awet, bebas dari retak, rongga dan tidak rusak oleh pengaruh cuaca. Batu harus bersudut runcing, bebas dari kotoran, minyak dan bahan-bahan lain yang mempengaruhi ikatan dengan beton. Ukuran batu yang digunakan untuk beton siklop tidak boleh lebih besar dari 25 cm. e) Bahan Tambah Bahan tambah yang digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan kinerja beton dapat berupa bahan kimia, bahan mineral atau hasil limbah yang berupa serbuk halus sebagai bahan pengisi pori dalam campuran beton. Bahan kimia.