IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ZONASI PASAR TRAD

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ZONASI PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN (STUDI DI KABUPATEN PURBALINGGA) 

Weda Kupita dan Rahadi Wasi Bintoro

  Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman E-mail: rahadiwasibintorogmail.com

Abstract

  Regency area that investment increased more relatively is Purbalingga. One of the Increased industrial sector is retail, whether traditional market and modern market formats such as alfamart and Indomart. Today almost every district in Purbalingga have more than one retail market in a modern format, such as in Kalimanah District, Padamara District, Bobotsari District and Bojongsari District. Therefore, researchers are interested to discuss about the implementation of zo- ning policies of traditional markets and modern markets in Purbalingga and what factors are likely to affect the implementation of zoning policies of tradisional market and a modern market in Purbalingga.Based on the results there are un synchronized legislation in zonation of traditi onal market and modern market. The factors that affect in policy of zoning traditional market and modern market are the law, law enforcement, facilities and infrastructure, community, and cultural factors.

  Keywords : policy, traditional market, modern market,

Abstrak

  Kabupeten yang investasinya relatif meningkat adalah Kabupaten Purbalingga. Salah satu industri yang berkembang saat ini adalah sektor retailpasar, baik dalam format tradisional maupun modern, seperti Alfamart dan Indomart. Saat ini beberapa kecamatan di Kabupaten Purbalingga memiliki lebih dari satu retail dalam format pasar modern, seperti Kecamatan Kalimanah, Padamara, Bobotsari dan Bojongsari. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai implementasi kebijakan zonasi pasar tradisional dan pasar modern di Kabupaten Purbalingga dan faktor yang cenderung mempengaruhi kebijakan zonasi pasar tradisional dan pasar modern di Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat ketidaksinkronan peraturan perundang- undangan, sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan zonasi pasar tradisional dan pasar modern tidak komprehensif. Faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi kebijakan zonasi pasar tradisional dan pasar modern yaitu hukum, penegak hukum, masyarakat, sarana dan fasilitas serta budaya. Penulis mengajukan saran agar Permendagri Permendagri No. 53M-DAGPER122008 dan Perda Kabupaten Purbalingga No. 2 tahun 2010 dilakukan amandemen atau uji materiil.

  Kata kunci: kebijakan, pasar tradisional, pasar modern

  Pendahuluan

  Manusia, apabila ditinjau dari sisi seja-

  lah satu hal yang paling penting, karena me-

  rah, telah mengenal dan melakukan kegiatan

  rupakan tempat untuk melakukan kegiatan ter-

  jual beli sejak mengenal peradaban sebagai

  sebut selain menjadi salah satu indikator paling

  bentuk pemenuhan kebutuhan. Dalam kegiatan

  nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu

  jual beli, keberadaan pasar merupakan salah

  wilayah.

  Sama halnya dengan bangsa lain, bangsa

  

  Artikel ini merupakan hasil Penelitian Pemula dengan sumber biaya DIPA UNSOED berdasarkan Surat Perjan-

  Indonesia telah lama mengenal pasar khusus-

  jian Pelaksanaan Jasa Penelitian Tahun Anggaran 2011

  nya pasar tradisional. Berdasar Kamus Umum

  No. 1583H23.9PN2011 tanggal 31 Maret 2011. Uca- pan terima kasih disampaikan kepada Marien Aditi-

  Bahasa Indonesia, pasar berarti tempat orang

  yanto, Mahasiswa Fakultas Hukum UNSOED, yang telah

  berjual beli sedangkan tradisional dimaknai si-

  membantu pelaksanaan penelitian ini.

  46 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 1 Januari 2012

  kap dan cara berpikir serta bertindak yang sela-

  Ada bebrapa ancaman yang muncul dari

  lu berpegang kepada norma dan adat kebiasaan

  keberadaan pasar modern. Pertama, memati-

  yang ada secara turun temurun. Berdasarkan

  kan warung-warung tradisional karena adanya

  arti di atas, maka pasar tradisional adalah tem-

  pergeseran kebiasaan konsumen. Posisi yang

  pat orang berjual beli yang berlangsung di

  berdekatan antar supermarket, hypermarket

  suatu tempat berdasarkan kebiasaan. 1 Kebera-

  atau minimarket melalui keunggulan yang dimi-

  daan pasar tradisional bukan semata urusan

  liki dibandingkan dengan pasar tradisional di

  ekonomi tetapi lebih jauh kepada norma, ranah

  kota-kota besar telah menyebabkan berpindah-

  budaya, sekaligus peradaban yang berlangsung

  nya para pembeli pasar tradisional ke pasar

  sejak lama di berbagai wilayah di Indonesia.

  modern. Kedua, terkait permasalahan pereko-

  Pasar tradisional mempunyai fungsi dan

  nomian lokal. Perputaran uang di daerah, awal-

  peranan yang tidak hanya sebagai tempat per-

  nya sebagian besar perputaran uang tersebut

  dagangan tetapi juga sebagai peninggalan

  merupakan konstribusi dari usaha kecil mene-

  kebudayaan yang telah ada sejak zaman dahu-

  ngah (UKM), namun seiring dengan relatif ber-

  lu. Saat ini perlu disadari, bahwa pasar tradisi-

  kurangnya UKM dan pasar tradisonal akibat ka-

  onal bukan satu-satunya pusat perdagangan.

  lah bersaing dengan pasar modern, maka secara

  Semakin banyaknya pusat perdagangan lain se-

  otomatis mengecilkan konstribusi mereka. Se-

  perti pasar modern, baik dalam bentuk mini-

  mentara di sisi lain, keberadaan pasar modern

  market, hypermart maupun mall yang pada gi-

  di suatu daerah cenderung tidak memberikan

  lirannya dapat membuat pasar tradisional harus

  sumbangan yang signifikan pada perekonomian

  mampu bertahan dalam persaingan agar tidak

  lokal karena pendapatan yang diperoleh dari

  tergilas oleh arus modernisasi.

  pasar modern biasanya hanya berasal dari pajak

  Maraknya pembangunan pasar-pasar mo-

  IMB dan pajak reklame. Bandingkan dengan

  dern justru dipertanyakan kemanfaatan secara

  pendapatan pemerintah daerah dari penarikan

  meluas, karena melahirkan ketimpangan. Pasar

  retribusi terhadap pedagang pasar tradisional.

  modern mengambilalih keuntungan pedagang

  Ketiga, panjangnya masa kerja pasar modern.

  kecil, dan mengalir ke pasar modern dengan

  Pasar modern cenderung beroperasi selama

  berbagai bentuknya. Berdasarkan data AC Niel-

  tujuh hari dalam dalam seminggu (365 hari atau

  sen, kontribusi penjualan pasar tradisional me-

  366 hari setahun) dari mulai pukul 09.00 atau

  mang terus merosot. Bila pada tahun 2002, do-

  10.00 hingga pukul 22.00 tanpa hari libur. Ka-

  minasi penjualan di segmen pasar ini mencapai

  laupun tutup, itu dilakukan hanya untuk stock-

  75, maka pada tahun 2007 lalu turun menjadi

  recheck, bahkan di hari raya apapun juga mere-

  hanya 70. 2 Dengan demikian, pasar tradisional

  ka tetap beroperasi, meskipun dengan jam ker-

  juga semakin tersingkirkan. Tidak heran apabila

  ja yang berubah atau digeser. Hal tersebut ti-

  muncul sengketa dan resistensi para pedagang

  dak mungkin kita jumpai di pasar tradisional

  tradisional yang telah lama menghuni pasar-pa-

  yang waktu kerjanya amat terbatas karena pe-

  sar desa atau perkampungan. Bahkan model re-

  dagang harus menyesuaikan kebutuhan konsu-

  strukturisasi pasar tradisional yang dibangun

  men dan meluangkan waktu pedagang untuk

  “atas nama kelayakan” juga melahirkan per-

  keluarganya.

  soalan baru, karena makin mahalnya pengelola-

  Kabupaten di wilayah Eks Karisidenan Ba-

  an pasar bergaya modern itu dan akibatnya

  nyumas yang investasinya relatif lebih mening-

  harga sewa tidak terjangkau oleh pedagang.

  kat adalah Kabupaten Purbalingga. Sektor in- dustri yang dalam tiga tahun terakhir ini par- tumbuhannya relatif meningkat adalah sektor

  Rahadi Wasi Bintoro, “Aspek Hukum Zonasi Pasar Tra-

  industri ritel, baik ritel tradisional maupun ritel

  disional dan Pasar Modern”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10, No. 3 edisi September 2010, hlm. 201

  dalam format pasar modern seperti alfamart

  2 Arie Sujito, “Mal dan Marginalisasi”, Jurnal Flamma

  dan indomart. Saat ini hampir disetiap keca-

  Edisi 24 Tahun 2005, website www.ireyogya.org diak- ses padatanggal 10 Januari 2010.

  matan wilayah Kabupaten Purbalingga terdapat

  Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern (Studi di Kabupaten Purbalingga) 47

  ritel dalam format pasar modern, bahkan di beberapa kecamatan terdapat lebih dari satu ritel dalam format pasar modern, seperti di Kecamatan Kalimanah, Kecamatan Padamara, Kecamatan Bobotsari, Bojongsari maupun Keca- matan Kutasari. Keberadaan ritel ini tentu saja mendatangkan sisi positif bagi warga masyara- kat, dimana mereka tidak perlu jauh-jauh ke kota untuk memenuhi kebutuhannya. Namun demikian, keberadaan retail seperti indomart dan alfamart di lokasi yang berdekatan dengan pasar tradisional, pada gilirannya menimbulkan suatu permasalahan tersendiri. Pada satu sisi keberadaan pasar modern ini memberikan nilai positif tersendiri bagi konsumen, akan tetapi di sisi lain keberadaan pasar modern berhadap- hadapan dengan keberadaan pasar tradisional.

  Berkaitan dengan pendirian pasar tradi- sional, pusat perbelanjaan dan pasar modern telah ditentukan dalam Perpres ini, harus me- ngacu pada rencana tata ruang wi1ayah kabu- patenkota, dan rencana detail tata ruang ka- bupatenkota, termasuk peraturan zonasinya. Lebih lanjut berkaitan dengan zonasi pasar tra- disional, Pasal 4 huruf a dan b Perpres No. 112 menentukan bahwa pendirian pusat perbelanja- an dan pasar modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha mene- ngah yang ada di wilayah yang bersangkutan dan memperhatikan jarak antara hypermarket dengan pasar tradisional yang telah ada sebe- lumnya.

  Berdasarkan penjelasan tersebut tampak bahwa pengelolaan zonasi pasar tradisional de- ngan pasar modern menjadi kewenangan peme- rintah daerah. Hal ini tentu saja kontradiksi dengan fakta yang ada, di mana di beberapa daerah, khususnya di wilayah Kabupaten Purba- lingga terdapat beberapa minimarket dalam format pasar modern yang letaknya relatif ber- dekatan dengan pasar tradisional. Penelitian- penelitian berkaitan dengan eksistensi pasar tradisional dan pasar modern ditengah arus li- beralisasi menjadi suatu hal yang penting untuk dilakukan, karena hasil dari penelitian ini pada akhirnya dapat mendorong pemerintah daerah untuk mengelola pasar tradisional dan pasar

  modern secara berkesinambungan, sehingga masyarakat kecil, khususnya usaha kecil mene- ngah tidak dirugikan dengan keberadaan pasar modern.

Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk membahas mengenai implementasi kebijakan zonasi pasar tradisio- nal dan pasar modern di Kab. Purbalingga dan faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi implementasi kebijakan zonasi pasar tradisional dan pasar modern di Kab. Purbalingga.

Metode Penelitian

  Metode Pendekatan yang tepat digunakan untuk menjawab rumusan masalah tersebut adalah yuridis sosiologis dengan rancangan penelitian survey lapangan, studi pustaka, studi perundang-undangan dan studi dokumentasi. Informan dalam penelitian ini meliputi peme- gang peran kebijakan zonasi pasar tradisional dan pasar modern, yaitu, pertama, eksekutif, meliputi pejabat di Dinas Perindustrian, Perda- gangan dan Koperasi Disperindagkop, Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu; dan kedua, Legislatif, Komisi B DPRD Kabupaten Purbalingga, dan pedagang tradisional, dalam hal ini meliputi Pengelola Pasar Padamara, Pa- sar Kutasari dan Pasar Segamas. Pengambilan Sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, di mana pengumpulan da- ta dilakukan dengan menggunakan metode wa- wancara dan studi kepustakaan, sedangkan da- ta yang dihasilkan dianalisis dengan mengguna- kan triangulasi sumber.

Pembahasan Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradi- sional Dan Pasar Modern di Kab. Purbalingga

  Berabad-abad lamanya kegiatan ekono- mi silih berganti diatur oleh mekanisme pasar (doktrin laissez Faire) atau oleh pemerintah (doktrin Welfare state). Hal ini mengandung makna bahwa apabila ternyata mekanisme pasar mengalami kegagalan dimana terdapat ketidakadilan yang sangat rentan dalam masya- rakat, maka masyarakat mengharapkan campur

  48 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 1 Januari 2012

  tangan pemerintah. 3 Upaya mereformasi hukum

  market dengan pasar tradisional yang telah ada

  ekonomi, sesungguhnya tidak terlepas dari ku-

  sebelumnya.

  rangnya pengaturan hukum terhadap bidang-bi-

  Berdasarkan penjelasan tersebut, maka

  dang ekonomi. 4 Tentu saja paradigma ini seja-

  dapat diinterpretasikan bahwa zonasi pasar

  lan dengan pandangan bahwa pertembuhan

  modern dan pasar tradisional pengaturan men-

  ekonomi sangat tergantung pada tingkat inves-

  jadi kewenangan pemerintah daerah, dengan

  tasi dalam sebuah negara, dimana semakin

  memperhatikan kondisi sosial ekonomi masya-

  tinggi investasi semakin tinggi pula tingkat per-

  rakat, keberadaan pasar tradisional, usaha ke-

  tumbuhan ekonomi. 5 Investasi dapat menjadi

  cil dan usaha menengah yang ada di wilayah

  pendorong sektor ekonomi tertentu, tetapi se-

  yang bersangkutan dan memperhatikan jarak kaligus dapat meminggirkan pengusaha lokal. 6 antara hypermarket dengan pasar tradisional

  Keberadaan pasar modern yang menye-

  yang telah ada sebelumnya. Pemberian kewe-

  barluas di Indonesia, mengakibatkan pemerin-

  nangan kepada pemerintah daerah merupakan

  tah perlu turut campur. Berkaitan dengan pen-

  wujud pelaksanaan dari otonomi daerah. UU

  dirian pasar tradisional, pusat perbelanja-an

  No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Dae-

  dan pasar modern telah diatur dalam Perpres

  rah menganut prinsip otonomi secara luas, nya-

  No. 112 Tahun 2007, di mana pendiriannya ha-

  ta dan bertanggung jawab. Hal ini berarti dae-

  rus mengacu pada rencana tata ruang wi1ayah

  rah diberikan kewenangan untuk mengatur dan

  kabupatenkota, dan rencana detail tata ruang

  mengurus urusan pmerintahan di luar urusan

  kabupatenkota, termasuk peraturan zonasi-

  pemerintahan pusat yang telah ditetapkan un-

  nya. Penentuan tata ruang wilayah yang mem-

  dang-undang. Penyelenggaraan pemerintahan

  berikan lokasi yang tepat untuk aktivitas usaha

  daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang,

  pada gilirannya akan memberika potensi lebih

  kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas

  besar untuk menarik investasi. 7 Namun demiki-

  kuasa peraturan perundang-undangan yang le-

  an, tata ruang wilayah juga hatus memperhati-

  bih tinggi dapat membuat peraturan perun-

  kan pula kondisi ekonomi, budaya maupun so-

  dang-undangan tingkat daerah atau menetap-

  sial masyarakat setempat, agar inventasi tidak

  kan kebijakan daerah yang dirumuskan dalam

  hanya memberikan keuntungan semata bagi

  peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan

  pemerintah daerah tetapi juga masyarakatnya.

  ketentuan daerah lainnya. Beberapa bidang

  Lebih lanjut berkaitan dengan zonasi pasar tra-

  yang menjadi urusan pemerintah pusat adalah:

  disional, Pasal 4 huruf a dan b Perpres No. 112

  politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yus-

  menentukan bahwa pendirian pusat perbelan-

  tisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama.

  jaan dan pasar modern wajib memperhitung-

  Urusan wajib yang menjadi kewenangan peme-

  kan kondisi sosial ekonomi masyarakat, kebera-

  rintahan daerah untuk kabupatenkota merupa-

  daan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha

  kan urusan yang berskala kabupatenkota, yang

  menengah yang ada di wilayah yang bersang-

  meliputi: perencanaan dan pengendalian pem-

  kutan dan memperhatikan jarak antara hyper-

  bangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pe- ngawasan tata ruang; penyelenggaraan keterti-

  Diana Halim Koentjoro, “Penegakan Hukum dan

  ban umum dan ketentraman masyarakat; pe-

  Pertumbuhan Ekonomi di Indoenesia”, Gloria Juris Vol.

  nyediaan sarana dan prasarana umum; pena-

  6 No. 2, Mei-Agustus 2006, hlm. 166

  4 Hasnati, “Perlunya Reformasi Hukum Pembangunan

  nganan bidang kesehatan; penyelenggaraan

  Ekonomi di Indonesia”, Jurnal Hukum Respublica, Vol.

  pendidikan; penanggulangan masalah sosial;

  4 No. 1, Tahun 2004, hlm. 84

  5 Ridwan Khairandy, “iklim Investasi dan jaminan

  pelayanan bidang ketenagakerjaan; fasilitasi

  Kepastian Hukum Dalam era Otonomi Daerah”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 5 No. 2 Tahun 2006, hlm. 148

  pengembangan koperasi, usaha kecil dan mene-

  6 Zulkarnain Sitompul, “Investasi Asing di Indonesia:

  ngah; pengendalian lingkungan hidup; pelaya-

  Memetik Manfaat Liberalisasi”, Jurnal Legislasi Indo- nesia, Vol. 5 No. 2, Juni 2008, hlm. 94

  nan pertanahan; pelayanan kependudukan, dan

  7 P Agung Pambudi, “Peraturan Daerah dan Hambatan

  catatan sipil; pelayanan administrasi umum

  Investasi”, Jentera, edisi 14 Tahun IV, Oktober- Desember 2006, hlm. 35

  pemerintahan; pelayanan administrasi penana-

  Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern (Studi di Kabupaten Purbalingga) 49

  man modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diama- natkan oleh peraturan perundang-undangan.

  Peraturan perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai peraturan perundang- undangan yang dibentuk oleh pemerintah dae- rah atau salah satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat peraturan perun- dang-undangan daerah. Hal ini untuk menghin- dari salah penafsiran yang diperluas mengenai peraturan perundang-undangan tingkat daerah. Perlu diperjelas, karena peraturan perundang- undangan tingkat daerah dapat berupa per- aturan perundang-undangan yang dibentuk sa- tuan pemerintah pusat di daerah atau per- aturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah pusat yang berlaku di daerah atau di wilayah tertentu. Materi muatan perda ada- lah seluruh materi muatan dalam rangka penye- lenggaraan otonomi daerah dan tugas pemban- tuan, menampung dan mempertimbangkan ciri khas atau kondisi khusus daerah serta merupa- kan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

  Ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 ayat (1) Presiden Nomor 112 Tahun 2007, apabila dihubungkan dengan Pasal 10 ayat (3) dan Pasal

  14 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, dapat di- interpretasikan bahwa pengaturan mengenai

  zonasi pasar tradisional dan pasar modern men- jadi kewenangan pemerintah daerah dan me- rupakan materi muatan peraturan daerah. Oleh karena itu, pada dasarnya Perpres No. 112 Ta- hun 2007 telah mengamanatkan pemerintah daerah untuk memberikan pengaturan menge- nai zonasi pasar tradisional dan pasar modern, melalui pembentukan peraturan daerah.

  Berkaitan dengan perizinan pendirian tempat usaha, di Kab. Purbalingga terdapat be- berapa peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu: Kepu- tusan Bupati Purbalingga No. 44 Tahun 2003 tentang Pengalihan Pengelolaan Pelayanan Per- izinan dan Investasi Kepada Kantor Pelayanan Perizinan dan Investasi Kabupaten Purbalingga; Perda No. 17 Tahun 2008 tentang Organisasi Tatakerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Lem- baga Lain Kabupaten Purbalingga; Perda No. 2

  Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar Desa dan Peraturan Bupati No. 24 Tahun 2011 ten- tang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Pamong Praja. Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga sangat terbuka dengan kehadiran investor, namun demikian, berdasarkan pera- turan perundangan tersebut di atas, para inves- tor harus tetap memenuhi persyaratan dalam perizinan. Pemberian izin dan pencabutan izin, bukanlah suatu tugas dan pekerjaan yang se- derhana bagi pemerintah, karena penerbitan izin harus mendapat kajian yang serius bagi pi- hak yang mengeluarkannya, apakah dimaksud- kan untuk mengendalikan atau mendistribusi-

  kan, tentu dengan kriteria yang jelas. 8 Aspek

  Peizinan memberikan peranan penting dalam memberi arah untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan ke-

  hidupan bernegara. 9 Pengajuan perizinan di Kab. Purbalingga harus memenuhi persyaratan administrasi se- perti seperti izin IMB, izin lokasi dan izin HO, dengan koordinasi Kasi Pembangunan, kemu- dian baru pengurusan izin SIUP. Pada proses penerbitan SIUP terdapat tim teknis dari kabu- paten, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, Kecamatan dan instansi lain yang terkait dengan bidang usaha yang mau didirikan. Dinas Pekerjaan Umum nantinya akan memeriksa kelengkapan seperti izin pengairan dan bangunan, Dinas lingkunagn hidup akan memeriksa mengenai drainase. Hasil dari pe- nelitian yang dilakukan oleh instansi terkait tersebut, kemudian direkomendasikan dalam rapat penerbitan SIUP, semisal dari dinas bisa mewakilkan anak buahnya sifatnya struktural dari instansi bersangkutan atau siapapun yang ditunjuk untuk di sidang, di sini itu dianggap mewakili instansi yang dipimpin sesuai dengan peruntukannya. Apabila keseluruhan perizinan

  telah dipenuhi, maka SIUP dapat diterbitkan. 10

  Berdasarkan penjelasan tersebut, secara normatif, sistem administrasi berkaitan dengan

  Elita Rahmi, “Perizinan Dalam Pemerintah (Sebuah Tantangan dan Harapan di Era Otonomi)”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 4, No. 1, Tahun 2004, Hlm. 122

  9 Ibid., Hlm. 124

  10 Wawancara dengan Disperindagkop dan KPMPT Kabu- paten Purbalingga pada tanggal 30 Mei 2011

  50 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 1 Januari 2012

  perizinan pendirian tempat usaha memang su- dah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, di mana dalam pendirian suatu tempat usaha diperlukan yaitu copy surat izin lokasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN); copy surat izin undang-undang gangguan (HO); copy surat izin mendirikan bangunan (IMB); copy akte pendirian perusahaan dan pengesahannya; surat pernyataan kesanggupan melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang berlaku, sedang- kan untuk memperhatikan kondisi ekonomi, sosial masyarakat setempat diperlukan kerjasa- ma dengan instansi lain, seperti kecamatan, dinas lingkungan hidup maupun dinas pekerjaan umum untuk mendapatkan mendapatkan kajian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat serta rekomendasi dari instansi yang berwenang untuk kemudian dijadikan sebagai dasar pe- nerbitan atau penolakan penerbitan SIUP.

  Perlu ditegaskan di sini, bahwa peratur- an perundangan di Kab. Purbalingga di atas, be- lum mendasarkan pada Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pertokoan Modern dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53M-DAGPER122008 tentang Pedoman Pe- nataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pertokoan Modern sebagai payung hukumnya. Hal ini mengakibatkan ana- lisa yang dilakukan dalam proses pendirian per- tokoan modern cenderung bersifat formalitas belaka, yang dilakukan guna memenuhi persya- ratan administratif yang telah digariskan pera- turan, khususnya peraturan daerah.

  Eksistensi pasar tradisional tetap harus dijaga, sekalipun terdapat gempuran dari pasar tradisional. Mengingat pasar tradisional meru- pakan salah satu pusat perekonomian masyara- kat lokal. Program kemitraan dipandang seba- gai salah satu solusi untuk dapat menaga eksis- tensi pasar maupun pedagang tradisional. Ke- mitraan sebagaimana diatur dalam Perpres No. 112 Tahun 2007 dan Permendagri No. 53M- DAGPER122008 merupakan kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pe- ngembangan oleh usaha menengah dan usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling me-

  merlukan, saling memperkuat dan saling meng- untungkan, sebagaimana dimaksud dalam Per- aturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1997 ten- tang Kemitraan. Kemitraan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, memasarkan barang produksi UMKM yang dikemas atau di- kemas ulang (repackaging) dengan merek pe- milik barang, Pasar modern atau merek lain yang disepakati dalam rangka meningkatkan ni- lai jual barang; atau kedua, memasarkan pro- duk hasil UMKM melalui etalase atau outlet dari Pasar modern; dan ketiga, penyediaan lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pengelola Pusat Perbelanjaan dan Pasar modern kepada UMKM dengan me- nyediakan ruang usaha dalam areal Pusat Per- belanjaan atau Pasar modern.

  Kemitraan sendiri dimaksudkan agar da- lam pelaksanaan kegiatan usaha minimarket nantinya tidak terdapat kesenjangan sosial, khususnya dengan pedagang tradisional. Pada dasarnya Perda No. No. 2 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pasar Desa Pasal 13 ayat (3) telah mengatur bahwa dalam pendirian pertokoan modern mengadakan kemitraan dengan pelaku usaha kecil. Namun demikian, ketentuan ini belum diimplementasikan dalam praktiknya di lapangan, mengingat belum adanya pola kemi- traan yang baku antara pasar modern dengan pasar atau pedagang tradisional. Hal ini meng- akibatkan gejolak di masyarakat cenderung muncul ketika terdapat rencana pendirian pa- sar modern dengan format minimarket di Kab. Purbalingga. Hal ini senada dengan keterangan yang disampaikan oleh informan yang menekan- kan bahwa dalam pendirian minimarket cen-

  derung selalu terdapat gejolak di masyarakat. 11

  Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa implementasi perizinan pendirian per- tokoan modern di Kab. Purbalingga belum se- suai dengan peraturan perundangan yang ber- laku, khususnya Perpres No. 112 tahun 2007 dan Permendagri No. 53M-DAGPER122008. Hal ini mengakibatkan implementasi kebijakan

  Wawancara dengan informan dari Pengelola Pasar Segamas, Pasar Padamara dan Pasar Kutasari yang dilakukan pada tanggal 28 Mei dan 16 Juni 2011

  Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern (Studi di Kabupaten Purbalingga) 51

  perizinan pendirian pasar modern tidak kom-

  hami tentang asas-asas pembentukan peraturan

  prehensif, karena berkaitan dengan kemitraan

  perundang-undangan, karena didalamnya ter-

  sebagaimana diamanatkan dalam Perpres dan

  dapat acuan bagaimana cara melahirkan sebuah

  Permendagri tidak diatur lebih lanjut. Padahal,

  produk hukum dalam hal ini undang-undang

  pengaturan mengenai kemitraan ini dimaksud-

  yang sesuai dengan kebutuhan publik pada saat

  kan mempertahankan eksistensi pasar tradisio-

  itu. Tidak dijadi-kannya asas-asas peraturan

  nal dan untuk mengeliminir kesenjangan antara

  perundang-undangan dalam pembentukannya

  pertokoan modern dengan pedagang tradisio-

  mengakibat-kan kekeliruan dalam pembentuk-

  nal. Selain itu, hal tersebut menunjukkan ko-

  an hukum. Sumber hukum yang menjadi acuan

  munikasi antara pemerintah daerah dengan

  pemben-tukkan produk hukum adalah Pancasi-

  peme-rintah pusat belum berjalan efektif. Pada

  la, UUD 1945, Yurisprudensi, Hukum Agama,

  dasarnya komunikasi organisasi di pemerintah

  Hukum Adat, dan Hukum Internasional.

  daerah berlangsung dalam bentuk komunikasi

  Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soe-

  formal maupun informal. Komunikasi organisa-

  kanto, 13 memperkenalkan enam asas. Pertama,

  si berjalan efektif apabila sumber daya manusia

  peraturan perundang-undangan tidak berlaku di dalam organisasi mempunyai kualitas baik. 12 surut (non retroaktif); kedua, peraturan perun- dang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang

  Faktor-Faktor yang Cenderung Mempengaru-

  lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih

  hi Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tra-

  tinggi pula; ketiga, peraturan perundang-un-

  disional dan Pasar Modern di Kab. Purbalingga

  dangan yang bersifat khusus menyampingkan

  Berbicara tentang pelaksanaan hukum

  peraturan perundang-undangan yang bersifat

  atau penegakkan hukum, adalah suatu proses

  umum (lex specialis derogat lex generalis); ke-

  untuk mewujudkan keinginan hukum menjadi

  empat, peraturan perundang-undangan yang

  kenyataan, yang dimaksudkan dengan keinginan

  berlaku belakangan membatalkan peraturan

  ini adalah keinginan dari badan pembuat un-

  perundang-undangan yang berlaku terdahu-

  dang-undang secara formal, dan secara materi-

  lu (lex posteriori derogate lex periori); kelima,

  al adalah keinginan dari rakyat untuk adanya

  peraturan perundang-undangan tidak dapat di-

  ketertiban dalam berbagai bidang. Hukum di

  ganggu gugat; dan keenam; peraturan perun-

  buat sebenarnya untuk dilaksanakan, maka

  dang-undangan sebagai sarana untuk semaksi-

  apabila peraturan hukum sudah tidak dapat

  mal mungkin dapat mencapai kesejahteraan

  dilaksanakan, akan tidak lagi disebut sebagai

  spiritual dan materil bagi masyarakat maupun

  hukum. Hukum dapat dilihat bentuknya sebagai

  individu, melalui pembaharuan atau pelestari-

  kaidah-kaidah yang dirumuskan secara eksplisit.

  an (asas welvaarstaat).

  Faktor-faktor yang dapat mempenga-

  Pembuatan kebijakan di tingkat daerah

  ruhi berfungsinya hukum dalam masyarakat

  dalam hal tertentu ditentukan pula oleh kebija-

  atau efektivitas hukum dipengaruhi oleh bebe-

  kan yang dibuat oleh pemerintah pusat. Dalam

  rapa faktor yaitu: faktor hukumperaturan;

  keterkaitan dengan ini, kebijakan mengenai zo-

  faktor penegak hukum; faktor sarana dan fasi-

  nasi pasar tradisional dan pasar modern, seba-

  litas; faktor masyarakat pemegang peran; dan

  gaimana telah dijelaskan sebelumnya, terdapat

  faktor budaya. Berikut penjelasan dari masing-

  dua peraturan perundang-undangan meliputi

  masing faktor tersebut.

  Perpres No. 112 Tahun 2007 dan Permendagri No. 53M-DAGPER122008. Terlepas dari

  Faktor HukumPeraturan

  pembahasan mengenai implementasi kebijakan

  Memahami ilmu perundang-undangan sa-

  zonasi pasar tradisional dan pasar modern di

  ngatlah penting, seperti salah satunya mema-

  tingkat daerah, perlu dicermati pula kedua per-

  13 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1989,

  Prihati, “Komunikasi Organisasi Birokrasi Pemerintah-an

  Daerah”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 5 No. 1 Tahun

  Peraturan Perundang-undangan dan Yurisprudensi.

  2005, hlm. 130

  Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Cet. Ke-3, hlm. 7-11

  52 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 1 Januari 2012

  aturan perundang-undangan tersebut. Berikut

  aturan pelaksana lebih lanjut dari Perpres No.

  ini peneliti bahas mengenai kontradiksi penga-

  112 Tahun 2007. Pasal 3 Perpres No. 53M-

  turan kebijakan zonasi pasar tradisonal dan pa-

  DAGPER122008 mengatur bahwa:

  sar modern pada kedua peraturan perundangan

  (1) Pendirian Pasar Tradisional atau Pu-

  tersebut. Khususnya berkaitan dengan hal-hal

  sat Perbelanjaan atau Toko Modern

  yang harus diperhatikan dalam pendirian pasar

  selain Minimarket harus memenuhi persyaratan ketentuan peraturan per-

  modern.

  undang-undangan dan harus melaku-

  Ketentuan Pasal 4 Perpres No. 112 Ta-hun

  kan analisa kondisi sosial ekonomi

  2007, menentukan hal-hal sebagai berikut.

  masyarakat, keberadaan Pasar Tradi-

  Pendirian Pusat perbelanjaan dan Toko

  sional dan UMKM yang berada di wila-

  Modern wajib:

  yah bersangkutan.”

  a. Memperhitungkan kondisi sosial ekono-

  (2) Analisa kondisi sosial ekonomi masya-

  mi masyarakat, keberadaan Pasar Tra-

  rakat dan keberadaan Pasar Tradisio-

  disional, Usaha Kecil dan Usaha Mene-

  nal dan UMKM sebagaimana dimaksud

  ngah yang ada di wilayah yang ber-

  pada ayat (1) meliputi:

  sangkutan;

  a. Struktur penduduk menurut mata

  b. Memperhatikan jarak antara Hyper-

  pencaharian dan pendidikan;

  market dengan Pasar Tradisional yang

  b. Tingkat pendapatan ekonomi ru-

  telah ada sebelumnya;

  mah tangga;

  c. Menyediakan areal parkir paling sedi-

  c. Kepadatan penduduk;

  kit seluas kebutuhan parkir 1 (satu)

  d. Pertumbuhan penduduk;

  unit kendaraan roda empat untuk se-

  e. Kemitraan dengan UMKM lokal;

  tiap 60 m2 (enam puluh meter per se-

  f. Penyerapan tenaga kerja lokal;

  gi) luas lantai penjualan Pusat Perbe-

  g. Ketahanan dan pertumbuhan Pasar

  lanjaan danatau Toko Modern; dan

  Tradisional sebagai sarana bagi

  d. Menyediakan fasilitas yang menjamin

  UMKM lokal;

  Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

  h. Keberadaan fasilitas sosial dan fa-

  yang bersih, sehat (hygienis), aman,

  silitas umum yang sudah ada;

  tertib dan ruang publik yang nyaman.”

  i. Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara Hy-

  Sedangkan pada ketentuan Pasal 1 ayat (4) Per-

  permarket dengan Pasar Tradisio-

  pres No. 112 Tahun 2007 memberikan pengerti-

  nal yang telah ada sebelumnya; dan

  an pusat perbelanjaan sebagai berikut:

  j. Tanggung jawab sosial perusahaan

  Pusat Perbelanjaan adalah suatu area

  (Corporate Social Responsibility)”

  tertentu yang terdiri dari satu atau be-

  berapa bangunan yang didirikan secara

  Berdasarkan pengaturan pada Pasal 4, Pasal 1

  vertikal maupun horizontal, yang dijual

  ayat (4) dan (5) Perpres No. 112 Tahun 2007

  atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiat-

  tersebut di atas, dapat diinterpretasikan bah-

  an perdagang-an barang.”

  wa setiap pendirian pusat perbelanjaan dan pertokoan modern (pasar modern) dengan ber-

  Pasal 1 ayat (5) Perpres No. 112 Tahun 2007

  bagai varianya seperti minimarket, super-mar-

  memberikan pengertian toko modern sebagai

  ket, departement store, hypermarket maupun

  berikut:

  grosir yang berbentuk perkulakan harus mem-

  Toko Modern adalah toko dengan sistem

  perhitungkan kondisi sosial ekonomi masya-

  pelayanan mandiri, menjual berbagai

  rakat, keberadaan pasar tradisional, usaha ke-

  jenis barang secara eceran yang ber- bentuk Minimarket, Supermarket, De-

  cil dan usaha menengah yang ada di wilayah

  partment Store, Hypermarket ataupun

  yang bersangkutan; memperhatikan jarak anta-

  grosir yang berbentuk Perku-lakan”

  ra Hypermarket dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya; menyediakan areal par-

  Perpres No.112 Tahun 2007 tersebut ke-

  kir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1

  mudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.

  (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap

  53M-DAGPER122008 yang merupakan per-

  60 m2 (enam puluh meter per segi) luas lantai

  Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern (Studi di Kabupaten Purbalingga) 53

  penjualan pusat perbelanjaan danatau toko modern; dan menyediakan fasilitas yang men- jamin pusat perbelanjaan dan toko modern yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman. Dengan pengertian lain pendirian suatu pasar modern dalam ben- tuk minimarket pun wajib memperhatikan ke- tentuan Pasal 4 Perpres No. 112 Tahun 2007, khususnya berkaitan dengan analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan dan as- pek jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya.

  Pengaturan berkaitan dengan aspek zona- si pasar tradisional dan pasar modern pada Per- mendagri No. 53M-DAGPER122008 terse- but sangat kontradiksi dengan Perpres No. 112 Tahun 2007, khususnya berkaitan dengan kewa- jiban untuk melakukan analisa faktor kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisional dan UMKM yang berada di wilayah bersangkutan. Pasal 3 Permendagri No. 53M- DAGPER122008 dapat diinterpretasikan bah- wa pendirian pasar modern, selain dalam ben- tuk minimarket, harus memenuhi persyaratan ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus melakukan analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisional dan UMKM yang berada di wilayah bersangkutan, dengan kata lain pendirian sebuah minimarket tidak perlu memenuhi persyaratan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak perlu melakukan analisa kondisi sosial ekonomi ma- syarakat, keberadaan Pasar Tradisional dan UM- KM yang berada di wilayah bersangkutan. Ke- tentuan ini, apabila dihubungkan lebih lan-jut dengan Pasal 3 ayat (2), khususnya berkaitan dengan aspek jarak pasar modern dan pasar tradisional, dapat diinterpretasikan bahwa pen- dirian minimarket tidak perlu memperhatikan dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya. Peng- aturan pada Pasal 3 Permendagri No. 53M- DAGPER122008 sangat bertentangan dengan Pasal 4 Perpres No. 112 Tahun 2007. Perten- tangan ini melahirkan ketidakpastian hukum.

  Terlepas dari adanya ketidakpastian hukum berkaitan dengan pengaturan mengenai zonasi pasar tradisional dan pasar modern, khu- susnya pada pengaturan mengenai aspek jarak antara pasar modern dan pasar tradisional, be- rikut ini peneliti uraikan mengenai penerapan kebijakan zonasi pasar tradisional dan pasar modern dari aspek normatifnya:

  Pengertian pasar menurut Pasal 1 ayat (1) Perpres No. 112 Tahun 2007 dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan No. 53M-DAGPER122008 adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat per- belanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya, sedangkan menurut Perda No. 2 tahun 2010 pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi, sa- rana interaksi sosial budaya masyarakat dan penembangan ekonomi masyarakat. Berdasar- kan dua pengertian tersebut, pada dasarnya ti- dak jauh berbeda, hanya saja baik dalam per- pres maupun permendagri telah menyebutkan bentuk-bentuk pasar seperti pusat perbelanja- an, pasar tradisional, mall, plasa, sedangkan di perda hanya menyebutkan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Namun demikian, penger- tian pasar yang diatur dalam perda terdapat unsur-unsur filosofisnya, dimana pasar bukan hanya sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli saja tetapi pasar merupakan sarana interaksi sosial budaya masyarakat.

  Sementara itu, pengertian pasar tradi- sional menurut Perpres No. 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53M-DAG PER122008 adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimilikidikelola oleh peda- gang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang daga- ngan melalui tawar menawar, sedangkan menu- rut Perda No. 2 Tahun 2010 pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

  54 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 1 Januari 2012

  pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat setempat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda atau nama lain sejenisnya yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil menengah, dengan skala usaha kecil dan modal kecil, dengan proses jual beli melalui tawar menawar. Pengertian pasar mo- dern pun antara Perpres No. 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53M- DAGPER122008 sama yaitu toko dengan sis- tem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimar- ket, Supermarket, Department Store, Hyper- market ataupun grosir yang berbentuk Perkula- kan, sedangkan dalam Perda No. 2 Tahun 2010 istilah yang digunakan adalah pasar modern dan memberikan pengertian pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta atau koperasi yang berbentuk mall, hypermar- ket, supermarket, departement store, shopping centre, mini market yang pengelolaannya dilak- sanakan secara modern, mengutamakan pela- yanan kenyamanan berbelanja dengan maneje- men berada pada satu tangan, bermodal kuat dan dilengkapi lebel harga yang pasti.

  Selain perbedaan dalam penggunaan isti- lah tersebut di atas, terdapat perbedaan pula dalam pengaturan mengenai program kemitra-

  an. Pada Pasal 1 ayat (9) Perpres No. 112 Tahun 2007 dan Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Perdagangan No. 53M-DAGPER12 2008 me- ngatur bahwa:

  Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling mem- perkuat dan saling menguntungkan, seba- gaimana dimaksud dalam Peraturan Pe- merintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan.”

  Program kemitraan ini diatur lebih lanjut pada Pasal 6 Perpres No. 112 Tahun 2007 yang dila- kukan dengan penyediaan tempat usaha untuk usaha kecil oleh Pusat Perbelanjaan dengan harga jual atau biaya sewa yang sesuai dengan kemampuan Usaha Kecil, atau yang dapat di-

  manfaatkan oleh Usaha Kecil melalui kerja- sama lain dalam rangka kemitraan.

  Selain penyediaan tempat usaha, dalam rangka pengembangan kemitraan antara Pema- sok Usaha Kecil dengan Perkulakan, Hypermar- ket, Department Store, Supermarket, dan Pe- ngelola Jaringan Minimarket, perjanjian kerja- sama dilakukan dengan ketentuan tidak memu- ngut biaya administrasi pendaftaran barang dari Pemasok Usaha Kecil; dan Pembayaran ke- pada Pemasok Usaha Kecil dilakukan secara tu- nai, atau dengan alasan teknis tertentu dapat dilakukan dalam jangka waktu lima belas hari setelah seluruh dokumen penagihan diterima.

  Ketentuan mengenai kemitraan ini diatur lebih lanjut pada Pasal 5 Peraturan Menteri Perdagangan No. 53M-DAGPER122008 di mana Kemitraan dengan pola perdagangan umum dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau pe- nerimaan pasokan dari Pemasok kepada Pasar modern yang dilakukan secara terbuka. Kerja- sama pemasaran dapat dilakukan dalam ben- tuk: memasarkan barang produksi UMKM yang dikemas atau dikemas ulang (repackaging) de- ngan merek pemilik barang, Pasar modern atau merek lain yang disepakati dalam rangka me- ningkatkan nilai jual barang; atau memasarkan produk hasil UMKM melalui etalase atau outlet dari Pasar modern. Penyediaan lokasi usaha dilakukan oleh pengelola Pusat Perbelanjaan dan Pasar modern kepada UMKM dengan me- nyediakan ruang usaha dalam areal Pusat Per- belanjaan atau Pasar modern.

  Pengaturan mengenai program kemitra- an pada dua peraturan perundang-undangan tersebut di atas menunjukan adanya suatu sin- kronisasi. Program kemitraan ini dipandang perlu dilakukan, mengingat saat ini sangat pesat dibangun pertokoan modern dengan ber- bagai nama. Sementara pasar tradisional belum menampakkan perkembangan yang berarti. Pa- dahal, pasar tradisional menjadi tumpuan rak- yat kecil dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Para pedagang di pasar tradisional kebanyakan berasal dari pedagang kecil dan menengah.

  Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern (Studi di Kabupaten Purbalingga) 55

  Tujuan dari program kemitraan ini adalah

  yang ada pada peraturan perundang-undangan

  untuk memberdayaan usaha kecil dan mene-

  di atasnya, sehingga perda tersebut tidak boleh

  ngah. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah

  bertentangan dengan peraturan perundangan di

  yang notabene banyak berada di pasar tradi-

  atasnya. Hal ini sesuai dengan asas peraturan

  sional sangat penting dalam rangka mengurangi

  perundang-undangan bahwa peraturan perun-

  kemiskinan, kesenjangan sosial, dan mengatasi

  dangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih

  masalah pengangguran. Peningkatan keberda-

  tinggi, punya kedudukan yang lebih tinggi pula.

  yaan dan kemandirian masyarakat perlu menda-

  Berdasarkan penjelasan tersebut, pe-

  pat perhatian serius. Salah satunya adalah

  ngertian yang diberikan Perpres No. 112 Tahun

  usaha kecil dan menengah (UKM) yang banyak

  2007 dan Peraturan Menteri Perda-gangan No.

  melakukan kegiatannya di pasar tradisional.

  53M-DAGPER122008 mengenai pasar, pasar

  Program peningkatan pertumbuhan eko-

  tradisional dan pasar modern adalah sama. Na-

  nomi itu penting, tetapi, yang tak kalah pen-

  mun demikian, Perda Kabupaten Purbalingga

  ting juga adalah mengatasi kemiskinan dan

  No. 2 Tahun 2010 memberikan pengertian yang

  kesenjangan kaya-miskin. Fakta menunjukkan

  berbeda pada sisi redaksional, bahkan perda

  bahwa pertumbuhan ekonomi saja tidak otoma-

  sendiri menggu-nakan istilah pasar modern

  tis akan menghilangkan kemiskinan dan kesen-

  bukan toko medern sebagaimana pada Perpres

  jangan sosial yang masih menjadi problem

  No. 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Per-

  besar bagi pemerintah dan bangsa Indonesia

  dagangan No. 53M-DAGPER122008, sekali-

  umumnya. Dilihat dari sisi normatif tampak

  pun pada dasarnya pengertian yang diberikan

  pemerintah pusat relatif konsisten pada pe-

  mengenai pasar, pasar tradisional dan pasar

  nguatan potensi UKM yang dilakukan dengan

  modern relatif sama dengan perpres dan per-

  menfasilitasi, menyubsidi, melindungi, dan

  mendagri. Namun demikian, perbedaan ini pa-

  membimbing atau membinanya. Perlu diingat,

  da gilirannya akan menciptakan mutitafsir dan

  pengalaman menunjukkan bahwa UKM justru

  memberikan suatu makna yang ganda terhadap

  tidak mengalami dampak yang besar ketika

  suatu peristilahan. Hal ini pada akhirnya akan

  krisis moneter melanda Tanah Air tahun 1998.

  bertentangan dengan asas kepastian hukum,

  Bahkan ada yang mengatakan, UKM merupakan

  yang menekankan bahwa hukum harus pasti,

  "penyelamat" perekonomian nasional pada masa

  tidak multi tafsir atau mempunyai makna ganda

  krisis lalu, sementara banyak usaha berskala

  (ambigu). Selain perbedaan dalam penggunaan

  besar justru mengalami kemunduran yang dah-

  istilah, Perda No. 2 Tahun 2010, juga terdapat

  syat atau gulung tikar.

  perbedaan mengenai perlindungan terhadap ek-

  Perpres No. 112 Tahun 2007 ditanda ta-

  sistensi pasar tradisional terhadap berkembang-

  ngani dan mulai berlaku pada tanggal 27 De-

  nya pasar modern, sebagaimana diatur pada

  sember 2007 dan Peraturan Menteri Perdaga-

  Pasal 13, yaitu

  ngan No. 53M-DAGPER122008 ditandata-

  (1) Bupati memperhatikan kelangsungan

  ngani dan belaku tanggal 12 Desember 2008.

  pasar desa dalam memberikan izin

  Permendagri ini merupakan peraturan perun-

  usaha pasar modern (2) Pendirian izin usaha pasar modern

  dangan di bawah peraturan presiden dan Per-

  yang berlokasi di desa dilakukan de-

  aturan Menteri Perdagangan No. 53M-DAG

  ngan memperhatikan pertimbangan

  PER122008 merupakan peraturan pelaksana

  kepala desa dan BPD;

  dari Perpres No. 112 Tahun 2007. Sementara itu

  (3) Pasar modernretail yang mendapat

  Perda No. 2 Tahun 2010 ditandatangani dan

  izin di desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengadakan ke-

  berlaku pada tanggal 8 Maret 2010. Apabila

  mitraan dengan pelaku usaha kecil di

  ditinjau dari aspek hierarkhi, maka Perpres dan

  desa

  Permendagri mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Perda. Oleh karena itu, perda me-

  Apabila diperhatikan perumusan tersebut, ma-

  rupakan pengaturan lebih lanjut dari amanat

  sih bersifat umum, padahal baik perpres mau

  56 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 1 Januari 2012