Pemodelan Data Curah Hujan di Kabupaten Simalungun Dengan Metode Arima Box-Jenkins Chapter III IV
18
BAB 3
PEMBAHASAN
Data yang dianalisa dalam penelitian ini adalah data curah hujan di Kabupaten
Simalungun pada Juli 2012 – Juni 2017, dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai
berilkut:
Tabel 3.1 Data Curah Hujan di Kabupaten Simalungun
CURAH HUJAN(MM)
BULAN
2012 - 2013 2013 – 2014
2014 - 2015
2015 – 2016 2016 - 2017
Juli
291
133
159
84
204
Agustus
143
235
186
204
197
September
340
221
235
236
248
Oktober
204
427
401
211
312
November
285
392
194
403
220
Desember
230
560
266
102
145
Januari
480
57
148
90
103
Februari
367
119
56
237
183
Maret
208
115
139
274
198
April
386
309
211
341
324
Mei
246
347
339
221
265
Juni
93
115
132
153
130
Sumber : Badan Pusat Statistika(BPS) Provinsi Sumatera Utara
3.1 Pengujian Data
3.1.1 Uji Musiman
Untuk melihat pengaruh musiman dilakukan uji musiman sesuai pada landasan
teori sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
19
CURAH HUJAN(MM)
BULAN
2012 - 2013 2013 – 2014
2014 - 2015
2015 – 2016 2016 - 2017
Juli
291
133
159
84
204
Agustus
143
235
186
204
197
September
340
221
235
236
248
Oktober
204
427
401
211
312
November
285
392
194
403
220
Desember
230
560
266
102
145
Januari
480
57
148
90
103
Februari
367
119
56
237
183
Maret
208
115
139
274
198
April
386
309
211
341
324
Mei
246
347
339
221
265
Juni
93
115
132
153
130
3.273
3.030
2.466
2.556
2.529
Jumlah
dengan:
= Jumlah kuadrat (JK) untuk rata-rata
= Jumlah nilai pengamatan
= Ukuran sampel percobaan
diperoleh:
,6
Universitas Sumatera Utara
20
dengan:
= Jumlah kuadrat (JK) antar kelompok
= Jumlah kuadrat (JK) untuk rata-rata
= Jumlah nilai pengamatan
= Ukuran sampel percobaan
diperoleh:
Untuk mencari nilai JK dalam kelompok digunakan rumus sebagai berikut:
dengan:
= Jumlah kuadrat (JK) dalam kelompok
= Jumlah kuadrat (JK) untuk rata-rata
= Jumlah kuadrat (JK) antar kelompok
dimana:
Universitas Sumatera Utara
21
Untuk mencari jumlah kuadrat dalam kelompok dilakukan perhitungan dengan
rumus sebgai berikut:
Universitas Sumatera Utara
22
Kemudian akan disusun dalam tabel ANAVA
Tabel 3.2 Perhitungan Anava Uji Musiman
Sumber
Derajat
Jumlah
Variasi
Bebas
Kuadrat
Antar
Musiman
Jumlah
Kuadrat Rata-
Statistik Uji
rata
4
Dalam
Musiman
Total
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 4 dan dk penyebut 55 untuk α = 0,05
diperoleh F tabel = 2,54 sehingga tolak
karena F hit < F tabel artinya data
tidak dipengaruhi musiman.
Koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
dengan:
= Koefisien Autokorelasi
= Data Aktual pada periode t
= Nilai tengah mean dari data aktual
= Data aktual pada periode t dengan tima lag (ketinggalan) k
Diperoleh nilai koefisien autokorelasi data curah hujan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
23
Dengan cara yang sama, nilai –nilai koefisien autokorelasi data curah hujan dapat
diperoleh seperti pada lampiran
3.2 Analisa Data Curah Hujan
Model ARIMA mengasumsikan data yang digunakan stasioner terhadap varians
dan means, oleh sebab itu tahap awal pembentukan model ARIMA adalah
memeriksa stasioneritas data terhadap varians dan means. Time series plot data
curah hujan Kabupaten Simalungun ditampilkan pada gambar berikut :
Gambar 3.1 Time series plot Data Curah Hujan di Kabupaten Simalungun
Time series plot data curah hujan Kabupaten Simalungun tidak stasioner terhadap
varians. Hal ini terlihat dari fluktuasi data yang tidak stabil. Untuk lebih jelasnya
akan diestimasi parameter box-cox ().
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 3.2 Box-Cox Plot Data Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Berdasarkan box-cox plot pada Gambar 3.2 diketahui nilai tidak sama dengan 1
dan batas atas dan batas bawah nilai rounded value () tidak melewati nilai 1,
sehingga disimpulkan bahwa data yang digunakan belum stasioner terhadap
varians. Sebagai penanggulangan terhadap ketidakstasioneran data terhadap
varians,
perlu
dilakukan
transformasi
box-cox.
Transformasi
dilakukan
berdasarkan nilai yang diperoleh. Nilai yang diperoleh adalah sebesar 0.50,
sehingga data ditransformasi dengan T(Zt) = (Zt)0.50.
Gambar 3.3 Box-Cox Plot Data Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Transformasi Pertama
Universitas Sumatera Utara
25
Setelah melakukan transformasi, ternyata nilai rounded value () masih dibawah
1, sehingga dilakukan transformasi kembali dengan variabel yang digunakan yaitu
nilai dari transformasi pertama. Diperoleh sebagai berikut:
Gambar 3.4 Box-Cox Plot Data Curah Hujan Kabupaten Banyuwangi Setelah
Transformasi Kedua
Gambar 3.5 Time Series Plot Transformasi
Gambar 3.4 Menunjukkan bahwa data yang sudah ditransformasi memiliki
rounded value () sebesar 1 dan batas atas dan batas bawah melewati nilai satu,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data sudah stasioner terhadap varians.
Selanjutnya dilakukan pengecekan apakah data stasioner terhadap mean. Dari time
series plot Transformasi terlihat bahwa data tidak memiliki musiman, dapat
dilihat dari grafik yang turun cepat atau naik cepat, tidak terlihat adanya grafik
yang berdekatan atau musiman. Data yang sudah stasioner terhadap mean ditandai
dengan plot ACF yang turun cepat menuju nol, sementara data yang belum
Universitas Sumatera Utara
26
stasioner ditandai dengan plot ACF yang turun lambat menuju nol. Plot ACF data
in sample ditampilkan pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Plot ACF Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Pada Gambar 3.5, plot ACF data curah hujan sudah stasioner terhadap mean,
terlihat dari lag yang keluar dari selang kepercayaan lebih kecil dari tiga. Oleh
sebab itu, tidak perlu dilakukan differencing atau pembedaan.
Gambar 3.7 Plot PACF Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Dari Gambar 3.6 plot PACF data Curah Hujan sudah stasioner terhadap varians
terlihat dari jumlah lag yang keluar dari selang kepercayaan lebih kecil dari tiga.
Universitas Sumatera Utara
27
3.3 Identifikasi Model Sementara
Dari beberapa model yang telah di coba, didapat 3 model yang diduga signifikan.
Model yang signifikan ditandai dengan nilai Probabilitas < 0,05.
Dengan bantuan software MINITAB, diperoleh estimasi parameter, plot
autokorelasi dan autokorelasi parsial sebagai berikut:
Tabel 3.3 Estimasi model ARIMA (2, 0, 2)
Parameter
Estimasi
AR(1)
0,9416
AR(2)
Std.
t-Value
Probabilitas
Kesimpulan
0,0241
39,11
0,000
Signifikan
-1,0039
0,0275
-36,56
0,000
Signifikan
MA(1)
0,8558
0,0960
8,91
0,000
Signifikan
MA(2)
-0,9617
0,0909
-10,58
0,000
Signifikan
Error
Gambar 3.8 Plot Autokorelasi Residu ARIMA (2, 0, 2)
Universitas Sumatera Utara
28
Gambar 3.9 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (2, 0, 2)
Tabel 3.4 Estimasi model ARIMA (3, 0, 3)
Parameter
Estimasi
Std. Error
t-Value
Probabilitas
Kesimpulan
AR(1)
0,8481
0,1785
4,75
0,000
Signifikan
AR(2)
-0,9145
0,1855
-4,93
0,000
Signifikan
AR(3)
-0,0968
0,1732
-0,56
0,579
Tidak Signifikan
MA(1)
0,7431
0,1154
6,44
0,000
Signifikan
MA(2)
-0,8614
0,0305
-28,28
0,000
Signifikan
MA(3)
-0,1560
0,0994
-1,57
0,122
Tidak Signifikan
Gambar 3.10 Plot Autokorelasi Residu ARIMA (3, 0, 3)
Universitas Sumatera Utara
29
Gambar 3.11 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (3, 0, 3)
Tabel 3.5 Estimasi model ARIMA (4, 0, 1)
Parameter
Estimasi
Std. Error
t-Value
Probabilitas
Kesimpulan
AR (1)
1,1418
0,2186
5,22
0,000
Signifikan
AR (2)
-0,3084
0,2077
-1,48
0,144
Tidak Signifikan
AR (3)
-0,1030
0,2070
-0,50
0,621
Tidak Signifikan
AR (4)
0,2190
0,1469
1,49
0,142
Tidak Signifikan
MA (1)
0,9680
0,2279
4,25
0,000
Signifikan
Gambar 3.12 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (4, 0, 1)
Universitas Sumatera Utara
30
Gambar 3.13 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (4, 0, 1)
2.6 Memeriksa Residual White Noise dan Berdistribusi Normal
Terdapat asumsi yang harus dipenuhi agar suatu model ARIMA dinyatakan
mampu mewakili pola data, yaitu residual white noise dan residual berdistribusi
normal. Asumsi nilai residual white noise berarti bahwa nilai residual dari model
memiliki dua sifat, yaitu identik dan independen. Sifat identik berarti varians nilai
residual bernilai konstan, semetara sifat independen berarti bahwa nilai residual
dari model tidak berkorelasi. Berdasarkan model yang didapat pada proses
sebelumnya, dihitung nilai residual dari setiap model. Nilai Residual
yang
didapat dari model ARIMA dinyatakan sudah memenuhi asumsi white noise
ketika memiliki nilai autokorelasi tidak signifikan atau P-value > (0,05).
Pengujian asumsi residual white noise pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan uji Ljung-Box. Hasil dari pengujian nilai residual white noise
dijelaskan pada Tabel 3.6.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 3.6 Statistik Ljung-Box Nilai Residual Model ARIMA
Model
Lag
Chi-Square
Df
P-Value Kesimpulan
(2, 0, 2 )
12
7,0
7
0,432
White Noise
24
16,5
19
0,622
36
28,0
31
0,621
48
32,9
43
0,867
(3, 0, 3)
12
7
5
0,185
White Noise
24
17,9
17
0,398
36
28,8
29
0,477
48
33,6
41
0,787
(4, 0, 1)
12
9,9
6
0,103
White Noise
24
26,4
18
0,091
36
40,1
30
0,103
48
45,8
42
0,316
Berdasarkan informasi dari Tabel 3.6 diketahui bahwa model ARIMA
(2,0,2), ARIMA (3,0,3), dan ARIMA (4,0,1) memenuhi asumsi white noise. Hal
ini terlihat dari nilai nilai autokorelasi nilai residual yang tidak signifikan (P-value
< 0,05). Sampai tahap ini semua model yang sudah didapat akan diuji apakah
residualnya berdistribusi normal.
Uji distribusi normal dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Plot
dan hasil pengujian ditampilkan pada Gambar 3.14.
(a)
Universitas Sumatera Utara
32
(b)
(c)
Gambar 3.14 Uji Normalitas Nilai Residual (a) ARIMA (2, 0, 2), (b) ARIMA (3,
0, 3) dan (c) ARIMA (4, 0, 1).
Berdasarkan Gambar 3.14, nilai residual ketiga model yang telah lolos uji
residual white noise juga berdistribusi normal. Hal ini diketahui dari nilai
signifikansi (P-value) yang lebih besar dari nilai (0,05). Karena ketiga model
sudah memenuhi asumsi pada model ARIMA, maka ketiga model tersebut
dinyatakan baik untuk digunakan memodelkan curah hujan di Kabupaten
Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
33
3.5 Pemilihan Model ARIMA Terbaik
Pemilihan model terbaik dalam penelitian ini menggunakan kriteria MSE, RMSE
dan MAPE. Model terbaik adalah model dengan nilai MSE, RMSE, dan MAE
terkecil yang dihitung dari data out sample. Dari perbandingan nilai MSE dari
ketiga model, didapat model terbaik yaitu ARIMA (2, 0, 2) karena memiliki nilai
MSE terkecil pada data out sample. Perbandingan nilai MSE, RMSE, dan MAPE
data outsample dari ketiga model dijelaskan pada Tabel 3.7
Tabel 3.7 Perbandingan Kebaikan Model-Model ARIMA
Model ARIMA
MSE
RMSE
MAPE
(2, 0, 2)
0,0334
0,1828
-0,0080
(3, 0, 3)
0,0433
0,2081
-0,0106
(4, 0, 1)
0,0645
0,2540
-0,0210
Berdasarkan kriteria kebaikan model yang digunakan, yaitu MSE, RMSE, MAPE,
maka diketahui bahwa model ARIMA (2, 0, 2) menghasilkan nilai MSE, RMSE,
dan MAPE terkecil.
1. Nilai MSE
ARIMA (2, 0, 2)
Universitas Sumatera Utara
34
ARIMA (3, 0, 3)
ARIMA (4, 0, 1)
Universitas Sumatera Utara
35
2. Nilai RMSE
ARIMA (2, 0, 2)
ARIMA (3, 0, 3)
ARIMA (4, 0, 1)
Universitas Sumatera Utara
36
3. Nilai MAPE
ARIMA (2, 0, 2)
ARIMA (3, 0, 3)
Universitas Sumatera Utara
37
ARIMA (4, 0, 1)
3.6 Peramalan Dengan Model ARIMA Box-Jenkins
Persamaan matematis yang dibangun dari model ARIMA (2, 0, 2) adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.9 adalah visualisasi perbandingan hasil peramalan dan data out sampel
curah hujan di Kabupaten Simalungun.
Berdasarkan perhitungan rumus, didapatkan nilai ramalan jumlah curah hujan di
Kabupaten Simalungun pada periode ke 61 atau pada bulan Juli 2017 sebesar 141
mm. Dengan cara yang sama, dilakukan juga perhitungan nilai ramalan jumlah
Universitas Sumatera Utara
38
curah hujan untuk periode 62 sampai 72 atau sampai bulan Juni 2018. Hasil
peramalan yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Nilai-nilai Ramalan Curah Hujan di Kabupaten Simalungun untuk
Model (2, 0, 2) periode Juli 2017 sampai dengan Juni 2018
Tahun
2
0
1
7
s/d
2
0
1
8
T
Bulan
Ramalan
61
Juli
141
62
Agustus
216
63
September
312
64
Oktober
302
65
November
200
66
Desember
136
67
Januari
149
68
Februari
236
69
Maret
323
70
April
286
71
Mei
182
72
Juni
132
Universitas Sumatera Utara
39
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari uraian pada bab pembahasan sebelumnya penggunaan metode
Box-Jenkins dalam meramalkan curah hujan di Kabupaten Simalungun
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Data curah hujan di kabupaten Simalungan bulan Juli 2012 sampai
Juni 2017 yang digunakan untuk meramalkan curah hujan 12 periode
ke depan memperlihatkan sifat-sifat berikut:
a. Plot data memperlihatkan bahwa data tidak stasioner
b. Plot autokorelasi parsial memperlihatkan bahwa data sudah
stasioner dengan adanya trend yang turun cepat menuju nol.
c. Dari plot time series menunjukkan dahwa data tidak memiliki
musiman, terlihat dari grafik yang tidak memiliki periode setiap lag
nya.
2. Model peramalan yang dipilih untuk meramalkan curah hujan di
Kabupaten Simalungun untuk 12 periode ke depan adalah model
ARIMA (2, 0, 2) yang mempunyai persamaan peramalan sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
40
Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Simalungun periode Juli 2017 – Juni 2018
Tahun
2
0
1
7
s/d
2
0
1
8
T
Bulan
Ramalan
61
Juli
141
62
Agustus
216
63
September
312
64
Oktober
302
65
November
200
66
Desember
136
67
Januari
149
68
Februari
236
69
Maret
323
70
April
286
71
Mei
182
72
Juni
132
4.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan model lain yang dapat
merangkum pengaruh variabel-variabel lain yang mempengaruhi curah
hujan di Kabupaten Simalungun, mengingat Kabupaten Simalungun
sebagai salah satu lumbung padi.
2. Dalam meramalkan curah hujan dengan menggunakan metode peramalan
sebaiknya dibantu dengan alat komputer untuk memudahkan perhitungan.
Salah satu program komputer yang tersedia untuk itu adalah program
MINITAB.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
PEMBAHASAN
Data yang dianalisa dalam penelitian ini adalah data curah hujan di Kabupaten
Simalungun pada Juli 2012 – Juni 2017, dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai
berilkut:
Tabel 3.1 Data Curah Hujan di Kabupaten Simalungun
CURAH HUJAN(MM)
BULAN
2012 - 2013 2013 – 2014
2014 - 2015
2015 – 2016 2016 - 2017
Juli
291
133
159
84
204
Agustus
143
235
186
204
197
September
340
221
235
236
248
Oktober
204
427
401
211
312
November
285
392
194
403
220
Desember
230
560
266
102
145
Januari
480
57
148
90
103
Februari
367
119
56
237
183
Maret
208
115
139
274
198
April
386
309
211
341
324
Mei
246
347
339
221
265
Juni
93
115
132
153
130
Sumber : Badan Pusat Statistika(BPS) Provinsi Sumatera Utara
3.1 Pengujian Data
3.1.1 Uji Musiman
Untuk melihat pengaruh musiman dilakukan uji musiman sesuai pada landasan
teori sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
19
CURAH HUJAN(MM)
BULAN
2012 - 2013 2013 – 2014
2014 - 2015
2015 – 2016 2016 - 2017
Juli
291
133
159
84
204
Agustus
143
235
186
204
197
September
340
221
235
236
248
Oktober
204
427
401
211
312
November
285
392
194
403
220
Desember
230
560
266
102
145
Januari
480
57
148
90
103
Februari
367
119
56
237
183
Maret
208
115
139
274
198
April
386
309
211
341
324
Mei
246
347
339
221
265
Juni
93
115
132
153
130
3.273
3.030
2.466
2.556
2.529
Jumlah
dengan:
= Jumlah kuadrat (JK) untuk rata-rata
= Jumlah nilai pengamatan
= Ukuran sampel percobaan
diperoleh:
,6
Universitas Sumatera Utara
20
dengan:
= Jumlah kuadrat (JK) antar kelompok
= Jumlah kuadrat (JK) untuk rata-rata
= Jumlah nilai pengamatan
= Ukuran sampel percobaan
diperoleh:
Untuk mencari nilai JK dalam kelompok digunakan rumus sebagai berikut:
dengan:
= Jumlah kuadrat (JK) dalam kelompok
= Jumlah kuadrat (JK) untuk rata-rata
= Jumlah kuadrat (JK) antar kelompok
dimana:
Universitas Sumatera Utara
21
Untuk mencari jumlah kuadrat dalam kelompok dilakukan perhitungan dengan
rumus sebgai berikut:
Universitas Sumatera Utara
22
Kemudian akan disusun dalam tabel ANAVA
Tabel 3.2 Perhitungan Anava Uji Musiman
Sumber
Derajat
Jumlah
Variasi
Bebas
Kuadrat
Antar
Musiman
Jumlah
Kuadrat Rata-
Statistik Uji
rata
4
Dalam
Musiman
Total
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 4 dan dk penyebut 55 untuk α = 0,05
diperoleh F tabel = 2,54 sehingga tolak
karena F hit < F tabel artinya data
tidak dipengaruhi musiman.
Koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
dengan:
= Koefisien Autokorelasi
= Data Aktual pada periode t
= Nilai tengah mean dari data aktual
= Data aktual pada periode t dengan tima lag (ketinggalan) k
Diperoleh nilai koefisien autokorelasi data curah hujan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
23
Dengan cara yang sama, nilai –nilai koefisien autokorelasi data curah hujan dapat
diperoleh seperti pada lampiran
3.2 Analisa Data Curah Hujan
Model ARIMA mengasumsikan data yang digunakan stasioner terhadap varians
dan means, oleh sebab itu tahap awal pembentukan model ARIMA adalah
memeriksa stasioneritas data terhadap varians dan means. Time series plot data
curah hujan Kabupaten Simalungun ditampilkan pada gambar berikut :
Gambar 3.1 Time series plot Data Curah Hujan di Kabupaten Simalungun
Time series plot data curah hujan Kabupaten Simalungun tidak stasioner terhadap
varians. Hal ini terlihat dari fluktuasi data yang tidak stabil. Untuk lebih jelasnya
akan diestimasi parameter box-cox ().
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 3.2 Box-Cox Plot Data Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Berdasarkan box-cox plot pada Gambar 3.2 diketahui nilai tidak sama dengan 1
dan batas atas dan batas bawah nilai rounded value () tidak melewati nilai 1,
sehingga disimpulkan bahwa data yang digunakan belum stasioner terhadap
varians. Sebagai penanggulangan terhadap ketidakstasioneran data terhadap
varians,
perlu
dilakukan
transformasi
box-cox.
Transformasi
dilakukan
berdasarkan nilai yang diperoleh. Nilai yang diperoleh adalah sebesar 0.50,
sehingga data ditransformasi dengan T(Zt) = (Zt)0.50.
Gambar 3.3 Box-Cox Plot Data Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Transformasi Pertama
Universitas Sumatera Utara
25
Setelah melakukan transformasi, ternyata nilai rounded value () masih dibawah
1, sehingga dilakukan transformasi kembali dengan variabel yang digunakan yaitu
nilai dari transformasi pertama. Diperoleh sebagai berikut:
Gambar 3.4 Box-Cox Plot Data Curah Hujan Kabupaten Banyuwangi Setelah
Transformasi Kedua
Gambar 3.5 Time Series Plot Transformasi
Gambar 3.4 Menunjukkan bahwa data yang sudah ditransformasi memiliki
rounded value () sebesar 1 dan batas atas dan batas bawah melewati nilai satu,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data sudah stasioner terhadap varians.
Selanjutnya dilakukan pengecekan apakah data stasioner terhadap mean. Dari time
series plot Transformasi terlihat bahwa data tidak memiliki musiman, dapat
dilihat dari grafik yang turun cepat atau naik cepat, tidak terlihat adanya grafik
yang berdekatan atau musiman. Data yang sudah stasioner terhadap mean ditandai
dengan plot ACF yang turun cepat menuju nol, sementara data yang belum
Universitas Sumatera Utara
26
stasioner ditandai dengan plot ACF yang turun lambat menuju nol. Plot ACF data
in sample ditampilkan pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Plot ACF Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Pada Gambar 3.5, plot ACF data curah hujan sudah stasioner terhadap mean,
terlihat dari lag yang keluar dari selang kepercayaan lebih kecil dari tiga. Oleh
sebab itu, tidak perlu dilakukan differencing atau pembedaan.
Gambar 3.7 Plot PACF Curah Hujan Kabupaten Simalungun
Dari Gambar 3.6 plot PACF data Curah Hujan sudah stasioner terhadap varians
terlihat dari jumlah lag yang keluar dari selang kepercayaan lebih kecil dari tiga.
Universitas Sumatera Utara
27
3.3 Identifikasi Model Sementara
Dari beberapa model yang telah di coba, didapat 3 model yang diduga signifikan.
Model yang signifikan ditandai dengan nilai Probabilitas < 0,05.
Dengan bantuan software MINITAB, diperoleh estimasi parameter, plot
autokorelasi dan autokorelasi parsial sebagai berikut:
Tabel 3.3 Estimasi model ARIMA (2, 0, 2)
Parameter
Estimasi
AR(1)
0,9416
AR(2)
Std.
t-Value
Probabilitas
Kesimpulan
0,0241
39,11
0,000
Signifikan
-1,0039
0,0275
-36,56
0,000
Signifikan
MA(1)
0,8558
0,0960
8,91
0,000
Signifikan
MA(2)
-0,9617
0,0909
-10,58
0,000
Signifikan
Error
Gambar 3.8 Plot Autokorelasi Residu ARIMA (2, 0, 2)
Universitas Sumatera Utara
28
Gambar 3.9 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (2, 0, 2)
Tabel 3.4 Estimasi model ARIMA (3, 0, 3)
Parameter
Estimasi
Std. Error
t-Value
Probabilitas
Kesimpulan
AR(1)
0,8481
0,1785
4,75
0,000
Signifikan
AR(2)
-0,9145
0,1855
-4,93
0,000
Signifikan
AR(3)
-0,0968
0,1732
-0,56
0,579
Tidak Signifikan
MA(1)
0,7431
0,1154
6,44
0,000
Signifikan
MA(2)
-0,8614
0,0305
-28,28
0,000
Signifikan
MA(3)
-0,1560
0,0994
-1,57
0,122
Tidak Signifikan
Gambar 3.10 Plot Autokorelasi Residu ARIMA (3, 0, 3)
Universitas Sumatera Utara
29
Gambar 3.11 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (3, 0, 3)
Tabel 3.5 Estimasi model ARIMA (4, 0, 1)
Parameter
Estimasi
Std. Error
t-Value
Probabilitas
Kesimpulan
AR (1)
1,1418
0,2186
5,22
0,000
Signifikan
AR (2)
-0,3084
0,2077
-1,48
0,144
Tidak Signifikan
AR (3)
-0,1030
0,2070
-0,50
0,621
Tidak Signifikan
AR (4)
0,2190
0,1469
1,49
0,142
Tidak Signifikan
MA (1)
0,9680
0,2279
4,25
0,000
Signifikan
Gambar 3.12 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (4, 0, 1)
Universitas Sumatera Utara
30
Gambar 3.13 Plot Autokorelasi Parsial Residu ARIMA (4, 0, 1)
2.6 Memeriksa Residual White Noise dan Berdistribusi Normal
Terdapat asumsi yang harus dipenuhi agar suatu model ARIMA dinyatakan
mampu mewakili pola data, yaitu residual white noise dan residual berdistribusi
normal. Asumsi nilai residual white noise berarti bahwa nilai residual dari model
memiliki dua sifat, yaitu identik dan independen. Sifat identik berarti varians nilai
residual bernilai konstan, semetara sifat independen berarti bahwa nilai residual
dari model tidak berkorelasi. Berdasarkan model yang didapat pada proses
sebelumnya, dihitung nilai residual dari setiap model. Nilai Residual
yang
didapat dari model ARIMA dinyatakan sudah memenuhi asumsi white noise
ketika memiliki nilai autokorelasi tidak signifikan atau P-value > (0,05).
Pengujian asumsi residual white noise pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan uji Ljung-Box. Hasil dari pengujian nilai residual white noise
dijelaskan pada Tabel 3.6.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 3.6 Statistik Ljung-Box Nilai Residual Model ARIMA
Model
Lag
Chi-Square
Df
P-Value Kesimpulan
(2, 0, 2 )
12
7,0
7
0,432
White Noise
24
16,5
19
0,622
36
28,0
31
0,621
48
32,9
43
0,867
(3, 0, 3)
12
7
5
0,185
White Noise
24
17,9
17
0,398
36
28,8
29
0,477
48
33,6
41
0,787
(4, 0, 1)
12
9,9
6
0,103
White Noise
24
26,4
18
0,091
36
40,1
30
0,103
48
45,8
42
0,316
Berdasarkan informasi dari Tabel 3.6 diketahui bahwa model ARIMA
(2,0,2), ARIMA (3,0,3), dan ARIMA (4,0,1) memenuhi asumsi white noise. Hal
ini terlihat dari nilai nilai autokorelasi nilai residual yang tidak signifikan (P-value
< 0,05). Sampai tahap ini semua model yang sudah didapat akan diuji apakah
residualnya berdistribusi normal.
Uji distribusi normal dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Plot
dan hasil pengujian ditampilkan pada Gambar 3.14.
(a)
Universitas Sumatera Utara
32
(b)
(c)
Gambar 3.14 Uji Normalitas Nilai Residual (a) ARIMA (2, 0, 2), (b) ARIMA (3,
0, 3) dan (c) ARIMA (4, 0, 1).
Berdasarkan Gambar 3.14, nilai residual ketiga model yang telah lolos uji
residual white noise juga berdistribusi normal. Hal ini diketahui dari nilai
signifikansi (P-value) yang lebih besar dari nilai (0,05). Karena ketiga model
sudah memenuhi asumsi pada model ARIMA, maka ketiga model tersebut
dinyatakan baik untuk digunakan memodelkan curah hujan di Kabupaten
Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
33
3.5 Pemilihan Model ARIMA Terbaik
Pemilihan model terbaik dalam penelitian ini menggunakan kriteria MSE, RMSE
dan MAPE. Model terbaik adalah model dengan nilai MSE, RMSE, dan MAE
terkecil yang dihitung dari data out sample. Dari perbandingan nilai MSE dari
ketiga model, didapat model terbaik yaitu ARIMA (2, 0, 2) karena memiliki nilai
MSE terkecil pada data out sample. Perbandingan nilai MSE, RMSE, dan MAPE
data outsample dari ketiga model dijelaskan pada Tabel 3.7
Tabel 3.7 Perbandingan Kebaikan Model-Model ARIMA
Model ARIMA
MSE
RMSE
MAPE
(2, 0, 2)
0,0334
0,1828
-0,0080
(3, 0, 3)
0,0433
0,2081
-0,0106
(4, 0, 1)
0,0645
0,2540
-0,0210
Berdasarkan kriteria kebaikan model yang digunakan, yaitu MSE, RMSE, MAPE,
maka diketahui bahwa model ARIMA (2, 0, 2) menghasilkan nilai MSE, RMSE,
dan MAPE terkecil.
1. Nilai MSE
ARIMA (2, 0, 2)
Universitas Sumatera Utara
34
ARIMA (3, 0, 3)
ARIMA (4, 0, 1)
Universitas Sumatera Utara
35
2. Nilai RMSE
ARIMA (2, 0, 2)
ARIMA (3, 0, 3)
ARIMA (4, 0, 1)
Universitas Sumatera Utara
36
3. Nilai MAPE
ARIMA (2, 0, 2)
ARIMA (3, 0, 3)
Universitas Sumatera Utara
37
ARIMA (4, 0, 1)
3.6 Peramalan Dengan Model ARIMA Box-Jenkins
Persamaan matematis yang dibangun dari model ARIMA (2, 0, 2) adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.9 adalah visualisasi perbandingan hasil peramalan dan data out sampel
curah hujan di Kabupaten Simalungun.
Berdasarkan perhitungan rumus, didapatkan nilai ramalan jumlah curah hujan di
Kabupaten Simalungun pada periode ke 61 atau pada bulan Juli 2017 sebesar 141
mm. Dengan cara yang sama, dilakukan juga perhitungan nilai ramalan jumlah
Universitas Sumatera Utara
38
curah hujan untuk periode 62 sampai 72 atau sampai bulan Juni 2018. Hasil
peramalan yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Nilai-nilai Ramalan Curah Hujan di Kabupaten Simalungun untuk
Model (2, 0, 2) periode Juli 2017 sampai dengan Juni 2018
Tahun
2
0
1
7
s/d
2
0
1
8
T
Bulan
Ramalan
61
Juli
141
62
Agustus
216
63
September
312
64
Oktober
302
65
November
200
66
Desember
136
67
Januari
149
68
Februari
236
69
Maret
323
70
April
286
71
Mei
182
72
Juni
132
Universitas Sumatera Utara
39
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari uraian pada bab pembahasan sebelumnya penggunaan metode
Box-Jenkins dalam meramalkan curah hujan di Kabupaten Simalungun
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Data curah hujan di kabupaten Simalungan bulan Juli 2012 sampai
Juni 2017 yang digunakan untuk meramalkan curah hujan 12 periode
ke depan memperlihatkan sifat-sifat berikut:
a. Plot data memperlihatkan bahwa data tidak stasioner
b. Plot autokorelasi parsial memperlihatkan bahwa data sudah
stasioner dengan adanya trend yang turun cepat menuju nol.
c. Dari plot time series menunjukkan dahwa data tidak memiliki
musiman, terlihat dari grafik yang tidak memiliki periode setiap lag
nya.
2. Model peramalan yang dipilih untuk meramalkan curah hujan di
Kabupaten Simalungun untuk 12 periode ke depan adalah model
ARIMA (2, 0, 2) yang mempunyai persamaan peramalan sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
40
Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Simalungun periode Juli 2017 – Juni 2018
Tahun
2
0
1
7
s/d
2
0
1
8
T
Bulan
Ramalan
61
Juli
141
62
Agustus
216
63
September
312
64
Oktober
302
65
November
200
66
Desember
136
67
Januari
149
68
Februari
236
69
Maret
323
70
April
286
71
Mei
182
72
Juni
132
4.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan model lain yang dapat
merangkum pengaruh variabel-variabel lain yang mempengaruhi curah
hujan di Kabupaten Simalungun, mengingat Kabupaten Simalungun
sebagai salah satu lumbung padi.
2. Dalam meramalkan curah hujan dengan menggunakan metode peramalan
sebaiknya dibantu dengan alat komputer untuk memudahkan perhitungan.
Salah satu program komputer yang tersedia untuk itu adalah program
MINITAB.
Universitas Sumatera Utara