Pemodelan Data Curah Hujan di Kabupaten Simalungun Dengan Metode Arima Box-Jenkins

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Salah satu komponen lingkungan penentu keberhasilan usaha budidaya tanaman
adalah iklim. Iklim ekstrem dapat berakibat buruk bagi pertumbuhan dan kualitas
tanaman budidaya, khususnya tanaman semusim seperti tanaman pangan. Salah
satu indikator iklim adalah curah hujan, curah hujan didefinisikan sebagai jumlah
air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur
dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi
evaporasi, runoof, dan infiltrasi. Curah hujan satu millimeter (1 mm), artinya
dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi
satu millimeter. Jumlah curah hujan sangat penting dalam menentukan hasil
budidaya tanaman (Anwar, dkk, 2015). Peningkatan curah hujan di suatu daerah
menimbulkan potensi banjir. Sebaliknya, bila terjadi penurunan curah hujan di
suatu daerah, akan mengakibatkan kekeringan.
Kabupaten Simalungun, sebagai salah satu kabupaten produsen padi di
Provinsi Sumatera Utara, yang memiliki luas lahan sebesar 17,244 kw/ha dan

memiliki produktivitas sebesar 6,5 kw/ha hingga 6,7 kw/ha. Angka tersebut
bahkan melampaui produktivitas padi nasional, yakni 5,9 kw/ha hingga 6,0 kw/ha.
Produksi padi di Simalungun sempat anjlok pada tahun 2011 akibat serangan
hama, namun pada tahun 2012 bangkit kembali.
Mengingat pentingnya peranan curah hujan dalam penentuan musim
tanam untuk mencapai hasil yang maksimal dalam rangka mencukupi kebutuhan
pangan nasional, maka perlu dilakukan prediksi curah hujan di masa yang akan
datang. Puslitbang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
menjelaskan bahwa BMKG melakukan peramalan curah hujan dengan
menggunakan metode Ensemble Mean dan Ensemble Bayesian Model Averaging
(EBMA). Hasil peramalan dengan metode tersebut divalidasi dengan diagram
Taylor untuk melihat kebaikan hasil peramalan. Hasil diagram Taylor

Universitas Sumatera Utara

2

menunjukkan bahwa teknik ensemble mean dan ensemble BMA tidak selalu
memberikan akurasi terbaik.
Metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan

salah satu metode pemodelan data deret berkala. Peramalan menggunakan model
ARIMA mengasumsikan data yang digunakan berhubungan secara linier. Asumsi
data berhubungan linier pada model ARIMA ditandai dengan nilai residual yang
berdistribusi normal dan white noise. Pada kenyataannya, terjadi kondisi cuaca
ekstrim di Simalungun. Pemodelan data yang mengandung nilai ekstrim dengan
menggunakan model ARIMA menyebabkan nilai residual tidak berdistribusi
normal dan white noise.
Dalam penelitian ini digunakan metode Autoregressive Integrated Moving
Average (ARIMA) untuk peramalan curah hujan di Kabupaten Simalungun.
Penggunaan metode ARIMA digunakan untuk pendekatan linier terhadap data
curah hujan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pendekatan yang lebih
akurat untuk meramalkan curah hujan di Kabupaten Simalungun. Berdasarkan
pertimbangan di atas penulis mencoba menerapkan metode Box-Jenkins dalam
meramalkan curah hujan, sebagai bahan penulisan skripsi dengan judul
“PEMODELAN DATA CURAH HUJAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian
ini adalah bagaimana pemodelan data curah hujan di Kabupaten Simalungun

untuk meramalkan curah hujan periode Juli 2017 – Juni 2018.
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan dapat lebih terarah maka perlu dilakukan pembatasan masalah
yaitu:
1. Data yang digunakan merupakan data pengukuran curah hujan dari Stasiun
Meteorologi Kelas I Kota Medan dan Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera
Utara khususnya data curah hujan di Kabupaten Simalungun periode Juli 2012
– Juni 2017

Universitas Sumatera Utara

3

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Memodelkan data curah hujan di Kabupaten Simalungun dengan model
ARIMA dan meramalkan curah hujan untuk Juli 2017 – Juni 2018.
2. Untuk membantu petani pangan dalam menyusun kalender tanam.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu BMKG mendapatkan model
yang lebih baik untuk peramalan curah hujan di Kabupaten Simalungun.
2. Adanya informasi peramalan curah hujan dari penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan pertimbangan dalam perencanaan kalender tanam agar mendapatkan
hasil panen yang lebih baik.
3. Petani pangan dapat menyusun kalender tanam dengan menyesuaikan terhadap
peramalan data curah hujan.
4. Peneliti dapat memperkaya dan memperluas pengetahuan tentang metode
ARIMA Box-Jenkis serta mengetahui penerapan metode tersebut.

1.6 Tinjauan Pustaka
Spyros Makridakis, dkk (2003) dalam bukunya Metode dan Aplikasi Peramalan
mengemukakan Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
merupakan salah satu metode pemodelan data deret berkala. Peramalan
menggunakan model ARIMA mengasumsikan data yang digunakan berhubungan
secara linier. Asumsi data berhubungan linier pada model ARIMA ditandai
dengan nilai residual yang berdistribusi normal dan white noise. Pemodelan data
yang mengandung nilai ekstrem dengan menggunakan model ARIMA
menyebabkan nilai residual tidak berdistribusi normal dan white noise.
Model Autoregressive/Integrated Average (ARIMA) telah dipelajari secara

mendalam oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), dan nama mereka sering
disinonimkan dengan proses ARIMA yang diterapkan untuk analisis deret
berkala, peramalan dan pengendalian. Metode ini merupakan gabungan dari
metode penghalusan, metode regresi, dan metode dekomposisi. Metode ini banyak
digunakan untuk peramalan harga saham harian, penerimaan, penjualan, tenaga

Universitas Sumatera Utara

4

kerja, dan variabel runtun waktu lainnya. Model ARIMA (p, d, q) yang
dikenalkan oleh Box dan Jenkins (1976) dengan p sebagai orde operator dari AR,
d merupakan orde differencing dan q sebagai orde operator dari MA. Model ini
digunakan untuk data time series yang telah stasioner setelah dilakukan
differencing sebanyak d kali yaitu dengan menghitung selisih pengamatan dengan
pengamatan sebelumnya di mana bentuk persamaan untuk model ARIMA adalah
sebagai berikut:
ARIMA (1, 1, 1)
(1.1)


dengan:
: Pembedaan Pertama
: AR(1)
:MA(1)

Makridakis juga memaparkan bentuk fungsi persamaan untuk model AR pada
orde p yang dinyatakan sebagai berikut:
ARIMA (p, 0, 0)
(1.2)
dengan:
: Nilai data pada suatu periode t
: Nilai konstanta
: Parameter Autoregressive ke-1
: Nilai galat pada saat t

Model Moving Average (MA) pertama kali digunakan oleh Slutzky (1937). Akan
tetapi Wold (1938) yang menghasilkan dasar-dasar teoritis dan proses kombinasi
ARMA. Wold membentuk model ARMA yang dikembangkan pada tiga arahidentifikasi efisien dan prosedur penaksiran (untuk proses AR, MA dan ARMA
campuran), perluasan dari hasil tersebut untuk mencakup deret berkala musiman
(seasonal time series) dan pengembangan sederhana yang mencakup prosesproses non stasioner (non-stasionary processes) dan berguna untuk menjelaskan


Universitas Sumatera Utara

5

suatu pengamatan pada waktu t dinyatakan sebagai kombinasi linier dari sejumlah
residual. Bentuk fungsi persamaan umtuk model MA pada orde q dinyatakan
sebagai berikut:
ARIMA (0, 0, q)
(1.3)
dengan:
: Parameter-parameter Moving Average
: nilai galat pada saat t-q

Model ARMA merupakan model gabungan antara model AR (Autoregressive)
dan MA (Moving Average) yang kadang ditulis dengan notasi ARMA (p,q).
Bentuk fungsi model ARMA pada orde p dan q dinotasikan sebagai berikut:
ARIMA (p, 0, q)
(1.4)


Lerbin, R. Aritonang (2002), menerangkan Peramalan ARIMA dilakukan melalui
lima tahap, yaitu tahap: Pemeriksaan kestasioneran data, pengidentifikasian
model, pengestimasian parameter model, pengujian model, dan penggunaan
model untuk peramalan. Pada tahap satu, data runtun waktu harus diperiksa
kestasioneran nya terhadap rata-rata dan variansnya. Tahap kedua, model untuk
data yang telah stasioner diidntifikasikan berdasarkan hasil analisis autokorelasi
dan autokorelasi parsial.
Peneliti terdahulu Novelina Purba (2016) dalam penelitiannya yang
berjudul Pemodelan Data Curah Hujan di Kabupaten Banyuwangi dengan
Menggunakan Metode ARIMA Box–Jenkins dan Radial Basis Function Neural
Network, menyimpulkan hasil dari penelitiannya tidak memiliki siklus musiman
sehingga model yang digunakan dalam penelitiannya adalah ARIMA (2, 1, 0)
untuk
meramalkan 12 periode ke depannya.

Universitas Sumatera Utara

6

1.7 Metodologi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data curah hujan di
Kabupaten Simalungun pada tahun Juli 2012 – Juni 2017. Langkah-langkah
analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan data curah hujan pada Juli 2012 sampai Juni 2017.
2. Menguji data menggunakan uji musiman
3. Memplot data curah hujan tersebut untuk mengetahui pola data.
4. Memeriksa kestasioneran data dengan menghitung koefisien autokorelasi dan
koefisien autokorelasi parsial.
5. Identifikasi model ARIMA sementara.
6. Perbandingan terhadap beberapa model
7. Memeriksa residual white noise dan beridistribusi normal.
8. Menentukan model ARIMA terbaik berdasarkan nilai MSE.
9. Meramalkan data curah hujan periode Juli 2017 – Juni 2018.
10. Membuat kesimpulan.

Universitas Sumatera Utara