Penyelesaian Sengketa Alternatif antara Masyarakat Adat dengan Pemerintah Terhadap Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas

ABSTRAK
Agung Handi Sejahtera*
Runtung **
Rosnidar Sembiring***
Penyebab terjadinya sengketa pertanahan antara masyarakat adat dengan
pemerintah di atas tanah register 40 Padang Lawas adalah dengan adanya proses
eksekusi perkebunan kelapa sawit seluas 47.000 hektar yang berada di kawasan register
40 Padang Lawas. Dalam prosesnya terdapat diskriminasi dalam penerapan hukum
terhadap Putusan Pidana dengan Putusan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang
akan menjadi batasan pembahasan dari penelitian ini antara lain : Faktor-Faktor

Penyebab Terjadinya Sengketa Pertanahan antara Masyarakat Adat
dengan
Pemerintah di atas Tanah Register 40 Padang Lawas, Penyelesaian Sengketa
Alternatif yang bisa dilakukan dalam Menyelesaiakan Sengketa Pertanahan
antara Masyarakat Adat dengan Pemerintah di atas Tanah, Register 40 Padang
Lawas, Faktor-Faktor Penghalang dalam Menyelesaikan Sengketa Pertanahan
yang terjadi di atas Tanah Register 40 Padang Lawas.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian hukum
normatif dan metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif yaitu

dipergunakan untuk mengkaji dokumen-dokumen perjanjian yang berbentuk baku.
Sedangkan penelitian hukum empiris yaitu penelitian lapangan yang berasal dari data
primer yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber utama dengan melalui
pengamatan atau observasi, wawancara atau penyebaran kuisoner.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa faktor penyebab
sengekata tersebut adalah berawal pada tahun 2005, Departemen Kehutanan
Republik Indonesia mengklaim bahwa tanah tersebut adalah Kawasan Hutan
Register 40 Padang Lawas, melalui proses hukum Pidana yang dinilai masyarakat
sarat dengan muatan politik dan bersifat diskriminatif, serta merta melakukan
penangkapan terhadap DR. Sutan Raja D.L Sitorus dengan tuduhan dan dakwaan
yang tidak relevan serta terkesan dipaksakan, cara penyelesaian yang dilakukan adalah
dengan menerapkan kembali upaya pemerintah atau Departemen Kehutanan dalam hal
penerbitan surat Menteri Kehutanan Nomor : 1680/Menhut-III/2002 tanggal 26
September 2002 kepada Ketua Koperasi Bukit Harapan dan faktor-faktor penghalangnya
adalah Departemen Kehutanan memerlukan waktu yang cukup panjang, biaya yang
sangat besar, pengurangan kawasan hutan secara drastis, wibawa pemerintah dalam hal

ini Departemen Kehutanan akan turun.
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Perlindungan Hukum, Masyarakat Adat
*


Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing I
***
Dosen Pembimbing II
**

Universitas Sumatera Utara