Strategi Regional Branding Kabupaten Padang Lawas Utara

(1)

STRATEGI REGIONAL BRANDING

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

T E S I S

Oleh

ANWAR SADAT SIREGAR

107003039/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

STRATEGI REGIONAL BRANDING

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANWAR SADAT SIREGAR

107003039/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : STRATEGI REGIONAL BRANDING KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA Nama Mahasiswa : Anwar Sadat Siregar

Nomor Pokok : 107003039

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd. Ph. D Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 1 Juni 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

Anggota : 1. Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D 2. Dr. Drs. Rujiman, MA

3. Dr. Agus Purwoko, S.Hut. M.Si 4. Ir. Supriadi, MS


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

STRATEGI REGIONAL BRANDING

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2012 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Regional brand merupakan identitas, simbol, logo, atau merek yang melekat pada suatu daerah. Regional branding merupakan sebagai strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar yang ditetapkan, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Merek bagi suatu daerah di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya saing suatu wilayah, apalagi daerah-daerah dalam negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam komunitas ASEAN, yang memiliki karakter wilayah yang hampir sama, tentunya dalam era globalisasi saat ini, wilayah yang tidak memiliki daya saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain. Penelitian ini bertujuan untuk membangun Regional Brand Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Penelitian ini menggunakan data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada masyarakat dan Focus Group Discussion (FGD) kepada informan kunci, selain itu juga menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Padang Lawas Utara dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2006-2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share, analisis ekspektasi dan persepsi serta analisis SWOT. Hasil analisis

Klassen Tipology, Location Quotient, dan Shift Share menunjukkan sektor unggulan adalah sektor pertanian dan hasil dari analisis ekspektasi dan persepsi menunjukkan perlunya pengoptimalan kinerja Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara dalam meningkatkan kepuasan masyarakat dan hasil dari analisis SWOT yang dilakukan melalui FGD menunjukkan bahwa ada 12 strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing Kabupaten Padang Lawas Utara melalui Regional Branding.


(7)

REGIONAL BRANDING STRATEGY IN PADANG LAWAS UTARA DISTRICT

ABSTRACT

Regional brand is an identity, a symbol, a logo, or a brand which is attached to a certain place. Regional Branding is the strategy of a certain country or a certain region to make strong positioning in the mind of the established market target, such as the positioning of a product or service, so that that country and that region can be widely known throughout the world. A brand in a certain region, in the era of regional economy, can increase competitiveness in a certain area, especially in the Southeast Asian countries which are joined up in ASEAN. These countries have the same regional characteristics, especially in today’s globalization era the regions that do not have any high competitiveness will be left behind from the other regions. The aim of the research was to build Regional Branch in Padang Lawas Utara District as the materials of information and consideration in planning regional development. The research used the primary data by conducting interviews and distributing questionnaires to the public and to Focus Group Discussion as the key informants. Besides that, it also used secondary data like time series from PDRB (Bruto Domestic Regional Product) of Padang Lawas Utara District and of North Sumatera Province from 2006 until 2010. The data were analyzed by conducting Klassen Typology analysis, Location Quotient (LQ) analysis, Shift Share analysis, expectation and perception analysis, and SWOT analysis. The results of the Klassen Typology, the Location Quotient, and the Shift Share analyses showed that the high-ranking sector was agricultural sector. The result of the expectation and perception analysis indicated the need to optimize the performance of the government of Padang Lawas Utara District in increasing the people’s satisfaction. The result of the SWOT analysis showed that there were 12 strategies which could be done in order to increase competitiveness in Padang Lawas District through Regional Branding.

Keywords: High-Ranking Sectors, Expectation and Perception, SWOT, Regional Branding


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Pembahasan utama dalam tesis ini adalah meningkatkan daya saing daerah melalui pembangunan brand daerah, dan diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Padang Lawas Utara.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tilus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp,A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Iic rer reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.


(9)

6. Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA, Dr. Agus Purwoko, S.Hut. M.Si, selaku dosen pembanding dan Ir. Supriadi, MS selaku dosen pembanding sekaligus Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan kritik bagi kesempurnaan tesis ini

7. Ayahanda dan almarhumah Ibunda tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan dukungan moral ataupun materil kepada penulis.

8. Kak Lisma, juga adik saya Eva dan Rizki serta istri saya tercinta Arta Uli, yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam mengikuti studi selama ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.

Medan, Juli 2012 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Anwar Sadat Siregar lahir di Medan pada tanggal 13 Januari 1982. Anak kedua dari empat bersaudara. Ayah Katimbulan Siregar dan Ibu almarhumah Masrani Batubara.

Tamat Sekolah Dasar Parulian 2 pada tahun 1993 di Medan. Melanjutkan ke SMP Negeri 15 di Medan dan tamat pada tahun 1996. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Swasta Kesatria Medan pada tahun 1999. Melanjutkan pendidikan pada tahun 1999 di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan memperoleh gelar sarjana.

Pada tahun 2009 sampai dengan sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2010 memperoleh kesempatan mengikuti Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..………. i

ABSTRACT ………..……… ii

KATA PENGANTAR ………...……….. iii

RIWAYAT HIDUP ………...……….. v

DAFTAR ISI ………...……. vi

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ………...… xi

DAFTAR LAMPIRAN ………..………. xii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang .……….………... 1

1.2 Perumusan Masalah ….……….... 7

1.3 Tujuan Penelitian …..………... 7

1.4 Manfaat Penelitian ..………. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 9

2.1 Teori Pengembangan Wilayah …….……….…………... 9

2.2 Perencanaan Wilayah ……..…….…….……….………. 11

2.3 Pengembangan Ekonomi Lokal ….….………. 13

2.4 Regional Marketing …….…….………... 14

2.5 Strategi Regional Brand …...………. 16

2.5.1 Pengertian regional brand …………..……….… 16

2.5.2 Manfaat regional brand ...……… 19

2.5.3 Beberapa daerah yang sudah melakukan branding …... 20

2.5.4 Regional brand dalam perencanaan pengembangan Wilayah ...………... 23

2.6 Hubungan Antara Brand, Identitas dan Logo ...………...…… 25

2.6.1 Teori Logo ………...………... 28

2.6.2 Teori Typography …...…...………. 29

2.6.3 Teori Warna …………...………. 30

2.6.4 Teori Fotografi ...………. 31

2.6.5 Visual Identity Manual ………...……… 31

2.7 Partisipasi Masyarakat .……….... 31

2.7.1 Pengertian partisipasi …..……….... 31

2.7.2 Pentingnya partisipasi masyarakat ……….. 32

2.7.3 Fungsi dan manfaat pertisipasi masyarakat ...………... 33

2.8 Penelitian Terdahulu …..……….. 33

2.9 Kerangka Pemikiran ..………..…. 36

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 38

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian …..……….… 38

3.2 Jenis Penelitian ………. 40

3.3 Jenis dan Sumber Data ………. 41

3.4 Populasi dan Sampel …..………..… 42


(12)

3.5.1 Responden Biasa ……… 43

3.5.2 Responden Informan Kunci ……..……….. 45

3.6 Teknik Pengumpulan Data ..………...………. 46

3.6.1 Studi dokumen .………. 46

3.6.2 Wawancara dengan kuesioner …...……… 46

3.6.3 Diskusi Kelompok Terfokus ………. 47

3.6.4 Observasi ……….. 48

3.7 Teknik Analisis Data ……….. 48

3.7.1 Analisis kondisi perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara ………. 48

3.7.1.1 Analisis Tipologi Klassen ...………. 49

3.7.1.2 Location Quoitient (LQ)………… 51

3.7.1.3 Analisis Shift Share ……….. 53

3.7.1.4 Analisis Tipologi Klassen Sektor Perekonomian ……….……… 56

3.7.2 Analisis Ekspektasi dan Persepsi ..……… 58

3.7.3 Focus Group Discussion ……… 58

3.8 Definisi Operasional Variabel ……..………... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas Utara ... 63

4.1.1 Letak geografis ………..……….. 63

4.1.2 Wilayah administrasi …….………. 63

4.1.3 Topografis ..………..….. 64

4.1.4 Demografi ………... 65

4.2 Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara …..…………..……….. 66

4.2.1 Analisis tipologi daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ...… 66

4.2.2 Analisis Location Quetiont (LQ)……….. 71

4.2.3 Analisis Shift Share ………. 73

4.2.4 Klasifikasi sector PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara 2006-2010 berdasarkan tipologi Klassen ………… 77

4.3 Analisis Ekspektasi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Kabupaten Padang Lawas Utara ……...……… 80

4.3.1 Layanan kepemerintahan ..……….. 81

4.3.2 Sarana prasarana wilayah ..……….. 83

4.3.3 Sosial Budaya …..……….. 85

4.3.4 Kehidupan ekonomi masyarakat ………...….. 87

4.3.5 Ekonomi daerah ……… 89

4.4 Strategi Regional Branding Bagi Pengembangan Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara ………..… 91

4.4.1 Perancangan Brand daerah Kabupaten Padang Lawas Utara ……….. 93

4.4.1.1 Analisa SWOT ………. 93


(13)

4.4.1.3 Perencanaan implementasi brand daerah

terhadap kegiatan promosi daerah .………… 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...………..… 115 5.2 Saran ………….………..……… 117


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 34 3.1 Rencana Jadwal Penelitian Tesis ... 40 3.2 Tipologi Daerah ... 52 3.3 Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Daerah ……… 57 3.4 Daftar Responden Ahli/Informan Kunci ………... 61 4.1 Data Kecamatan di Kabupaten Padang Lawas Utara ……. 66 4.2 Data Topografi Kecamatan di Kabupaten Padang

Lawas Utara ………...

65 4.3 Data Demografi di Kabupaten Padang Lawas Utara ………. 66 4.4 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

2006-2010 dalam Kuadran II berdasarkan Tipologi Klassen...

68 4.5 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

2006-2010 dalam Kuadran III berdasarkan Tipologi Klassen ...

69

4.6 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2006-2010 dalam Kuadran IV berdasarkan Tipologi Klassen …….

69

4.7 Hasil Perhitungan Indeks Location Quetient Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 ………..

72

4.8 Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 .……….

75

4.9 Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 (dalam persen) ...………...

76 4.10 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi

Sumatera Utara dan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 ...

78

4.11 Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2006-2010 berdasarkan Tipologi Klassen ...

80

4.12 Penilaian Responden terhadap Layanan Kepemerintahan Tahun 2012 ...

82

4.13 Penilaian Responden terhadap Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah Tahun 2012 ...

84

4.14 Penilaian Responden terhadap Pembangunan Sosial Budaya Tahun 2012 ...

86


(15)

4.15 Penilaian Responden terhadap Kehidupan Ekonomi

Masyarakat Tahun 2012 ...

88

4.16 Penilaian Responden terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Tahun 2012 ...

90

4.17 Bobot, Rating dan Skor Faktor Internal ... 100 4.18 Bobot, Rating dan Skor Faktor Eksternal ... 101 4.19 Matriks SWOT Strategi Pembangunan Brand Kabupaten

Padang Lawas Utara ...

105


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Enam Pilar Pengembangan Wilayah ... 10

2.2 Kerangka Pemikiran ………... 37

3.1 Posisi Kabupaten Padang Lawas Utara Dalam Peta Sumatera Utara ………

39 3.2 Peta Kabupaten Padang Lawas Utara ….……… 39 4.1 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap

Layanan Kepemerintahan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

83 4.2 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

85

4.3 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap Pembangunan Sosial Budaya Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

87 4.4 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap

Pembangunan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

89 4.5 Penilaian Ekspektasi dan Persepsi Responden terhadap

Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012 ...

91 4.6 Matriks Internal-Eksternal ... 103 4.7 Brand Yang Dihasilkan Dari FGD ... 109


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ..………. 120

2 PDRB Provinsi Sumatera Utara ……… 123

3 PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara ……… 124

4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara ..……… 125

5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Padang Lawas Utara ... 126

6 Hasil Perhitungan Analisa LQ ... 127

7 Hasil Perhitungan Analisa Shift Share ……… 128

8 Kontribusi Sektor PDRB Kab. Paluta Tahun 2006-2010 ... 129

9 Kontribusi Sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006-2010 ... 130 10 Daftar hadir peserta Focus Group Discussion (FGD) Strategi Regional Branding Kabupaten padang Lawas Utara bertempat di Aula Kantor BAPPEDA, diselenggarakan pada 01 Mei 2012... 131 11 Hasil desaian brand daerah pada media promosi seperti, bilboard, spanduk, baleho, website, mobil pemerintah daerah dan baju ... 132 12 Dokumentasi FGD ... 133


(18)

ABSTRAK

Regional brand merupakan identitas, simbol, logo, atau merek yang melekat pada suatu daerah. Regional branding merupakan sebagai strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar yang ditetapkan, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Merek bagi suatu daerah di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya saing suatu wilayah, apalagi daerah-daerah dalam negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam komunitas ASEAN, yang memiliki karakter wilayah yang hampir sama, tentunya dalam era globalisasi saat ini, wilayah yang tidak memiliki daya saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain. Penelitian ini bertujuan untuk membangun Regional Brand Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Penelitian ini menggunakan data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada masyarakat dan Focus Group Discussion (FGD) kepada informan kunci, selain itu juga menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Padang Lawas Utara dan Provinsi Sumatera Utara tahun 2006-2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Klassen Tipology, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share, analisis ekspektasi dan persepsi serta analisis SWOT. Hasil analisis

Klassen Tipology, Location Quotient, dan Shift Share menunjukkan sektor unggulan adalah sektor pertanian dan hasil dari analisis ekspektasi dan persepsi menunjukkan perlunya pengoptimalan kinerja Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara dalam meningkatkan kepuasan masyarakat dan hasil dari analisis SWOT yang dilakukan melalui FGD menunjukkan bahwa ada 12 strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing Kabupaten Padang Lawas Utara melalui Regional Branding.


(19)

REGIONAL BRANDING STRATEGY IN PADANG LAWAS UTARA DISTRICT

ABSTRACT

Regional brand is an identity, a symbol, a logo, or a brand which is attached to a certain place. Regional Branding is the strategy of a certain country or a certain region to make strong positioning in the mind of the established market target, such as the positioning of a product or service, so that that country and that region can be widely known throughout the world. A brand in a certain region, in the era of regional economy, can increase competitiveness in a certain area, especially in the Southeast Asian countries which are joined up in ASEAN. These countries have the same regional characteristics, especially in today’s globalization era the regions that do not have any high competitiveness will be left behind from the other regions. The aim of the research was to build Regional Branch in Padang Lawas Utara District as the materials of information and consideration in planning regional development. The research used the primary data by conducting interviews and distributing questionnaires to the public and to Focus Group Discussion as the key informants. Besides that, it also used secondary data like time series from PDRB (Bruto Domestic Regional Product) of Padang Lawas Utara District and of North Sumatera Province from 2006 until 2010. The data were analyzed by conducting Klassen Typology analysis, Location Quotient (LQ) analysis, Shift Share analysis, expectation and perception analysis, and SWOT analysis. The results of the Klassen Typology, the Location Quotient, and the Shift Share analyses showed that the high-ranking sector was agricultural sector. The result of the expectation and perception analysis indicated the need to optimize the performance of the government of Padang Lawas Utara District in increasing the people’s satisfaction. The result of the SWOT analysis showed that there were 12 strategies which could be done in order to increase competitiveness in Padang Lawas District through Regional Branding.

Keywords: High-Ranking Sectors, Expectation and Perception, SWOT, Regional Branding


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika keseluruhan aktivitas pemasaran harus diringkas menjadi satu kata saja, maka kata yang keluar adalah branding. Jika semua tujuan pemasaran digabung menjadi satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand

(merek), sebuah produk hanya menjadi komoditas (Ike Janita, 2005). Oleh karena itu banyak perusahaan mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk dapat mempromosikan brand-nya ke masyarakat luas, dengan kata lain agar brand-nya dapat menjadi merek yang kuat (b

Menurut Davis yang dikutip oleh Simamora, (2002) mengatakan bahwa merek yang kuat (ekuitas merek) memperoleh manfaat berikut :

rand equity).

1. Loyalitas, memungkinkan terjadinya pembelian/transaksi berulang atau jika konsumen tersebut merupakan commited buyer, tidak hanya terhenti pada pembelian ulang, namun konsumen tersebut juga dapat menganjurkan/merekomendasikannya kepada orang lain.

2. Merek yang kuat memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang lebih tinggi (premium), yang berarti margin yang lebih tinggi bagi perusahaan.

3. Merek yang kuat akan memberikan kredibilitas pada produk lain yang menggunakan merek tersebut.


(21)

5. Merek yang kuat memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing yang jelas, bernilai dan berkesinambungan.

6. Merek yang kuat memungkinkan fokus internal yang jelas.

7. Merek yang kuat, dapat menciptakan toleransi konsumen terhadap kesalahan produk atau perusahaan, melalui loyalitas yang tinggi terhadap merek tersebut. 8. Merek yang kuat menjadi faktor yang menarik karyawan–karyawan berkualitas,

sekaligus mempertahankan karyawan–karyawan (yang puas).

9. Merek yang kuat dapat menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor merek dalam pengambilan keputusan pembelian.

. Menurut Hermawan Kartajaya (2005) seiring penerapan otonomi daerah yang semakin nyata, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta meluasnya pengaruh trend globalisasi saat ini, daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam hal : Perhatian (attention), Pengaruh (influence), Pasar (market), Tujuan Bisnis & Investasi (business & investment destination), Turis (tourist), Tempat tinggal penduduk (residents), Orang-orang berbakat (talents), dan Pelaksanaan kegiatan (events

Dari alasan di atas maka suatu daerah membutuhkan

).

Brand yang kuat dalam memasarkan daerah. Dalam melaksanakan konsep memasarkan daerah berarti ada serangkaian kebijakan dan kegiatan mendesain suatu daerah agar mampu memenuhi dan memuaskan keinginan dan ekspektasi pelanggannya. Pelanggan daerah yang pertama

tentunya masyarakat daerah tersebut yang membutuhkan layanan publik yang memadai,

kedua TTI (trader, tourist, investor) baik dari dalam maupun luar daerah, dan ketiga

TDO (talent, developer, organizer) dan seluruh pihak yang memiliki kontribusi dalam membangun keunggulan bersaing daerah. Oleh karena itu, beberapa


(22)

pemerintah negara atau pemerintah daerah yang menyadari pentingnya nilai dari brand wilayah, mencoba membangun brand (brand building

Dalam studi pemasaran, regional branding merupakan konsep yang baru dan muncul di tahun 2005. Riset tentang ini bermula dari place marketing (pemasaran suatu kawasan) pada awal 1990-an (Wilson Gustiawan, 2011). Setelah itu, berkembang

country branding, city branding, city area branding, sampai ke (tourist) destination branding. Dari riset-riset tersebut menemukan bahwa regional branding merupakan konsep yang semakin kompleks, oleh karena itu semakin menarik untuk diteliti dan dikembangkan.

) untuk wilayahnya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target wilayah tersebut. Kita akan ingat “Uniquely Singapura” atau “Malaysia Truly Asia” kemudian ”WOW Philipines”, Amazing Thailand, dan ”Indonesia Ultimate in Diversity” sebagai contoh

brand untuk negara. Adapun contoh brand wilayah (regional branding) yang ada di Indonesia adalah ”Enjoy Jakarta”, “Yogya Never Ending Asia”, atau “Semarang Pesona Asia”. Kulonprogo “The Jewel of Java”, “Solo, The Spirit of Java “ dan masih banyak lagi.

Secara ringkas, regional brand merupakan indentitas, simbol, logo, atau merek yang melekat pada suatu daerah (Widodo, 2007). Regionalbranding merupakan sebagai strategi dari suatu negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar yang ditetapkan, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia (Harahap, 2008).


(23)

Merek bagi suatu daerah di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya saing suatu wilayah menjadi sangat penting, apalagi daerah-daerah dalam negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam komunitas ASEAN, yang memiliki karakter wilayah yang hampir sama dan telah menyepakati membentuk ASEAN Economic Community

(AEC) 2015, tentunya dalam era globalisasi saat ini wilayah yang tidak memiliki daya saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain.

Dalam konteks marketing, wilayah yang ingin maju dan memenangi persaingan harus berhasil menerapkan standar global, memiliki perspektif regional dan menjadi juara di tingkat lokal.

Menurut AM Adhi Trisnanto dalam tesis Kunti Handani (2010) menyatakan bahwa pembuatan slogan atau tag line merupakan bagian dari pengelolaan merek. Penetapan kata-kata "sakti'' itu semestinya melalui proses identifikasi merek dan dikuatkan dengan penentuan posisi merek.

Penentuan Regional Branding tidak boleh dilakukan secara serampangan, diperlukan langkah bersama, tidak hanya dari pakar dan praktisi pemasaran, tetapi juga berbagai kalangan yang menjadi pemangku kewenangan daerah, sehingga brand yang dibangun tidak hanya sekedar kata-kata saja, namun dapat menjadi identitas wilayah yang dipahami dan disepakati oleh seluruh masyarakat wilayah tersebut kemudian dikomunikasikan atau dijanjikan kepada target pasar yang dituju.

Pada era otonomi daerah dewasa ini penataan percitraan sebuah daerah menjadi sangat penting. Merek Wilayah (Regional Branding) akan menjadi dasar dan peluang pengembangan wilayah di masa depan dan dapat dijadikan langkah awal untuk


(24)

mengarahkan wilayah tersebut di masa depan. Maka, disinilah pentingnya merencanakan

Regional Branding bagi setiap daerah.

Menurut Widodo (Wilson, 2011) keuntungan yang akan diperoleh jika suatu daerah melakukan regional branding adalah daerah tersebut dikenal luas disertai dengan persepsi yang baik; dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus, tepat untuk tempat investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan serta dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang tinggi.

Menurut Kunti Handani (2010) Brand daerah yang ditetapkan sebagai identitas baru ini akan memberikan peluang bagi terwujudnya pengembangan wilayah dan dapat dijadikan sebagai alat pemasaran (marketing tools) yang akan dipakai dalam segala upaya pemasaran wilayah ke masyarakat luas, dengan sasaran :

Internal, sebagai alat pemersatu guna meningkatkan kebanggaan dengan etos bersama untuk memajukan perekonomian wilayah.

Eksternal (nasional dan internasioanal), untuk membangun citra kawasan yang menarik, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengenalkan daerah yang menerapkan

regional branding sebagai wilayah yang potensial bagi kegiatan investasi, perdagangan, dan pariwisata.

Padang Lawas Utara merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang baru dibentuk berdasarkan undang-undang No. 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara di Provinsi Sumatera Utara, tentunya sebagai daerah otonomi baru sedang melaksanakan pekerjaan besar dalam membentuk arah pembangunan daerah.


(25)

Sebagai daerah otonomi baru, yang saat ini masih berusia sekitar empat tahun, tentunya secara kemampuan anggaran, masih berharap besar terhadap dana perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) dan bantuan keuangan dari provinsi yang disebut bantuan daerah bawahan (BDB).

Sebagai kontribusi dari pendapatan asli daerah (PAD) masih berkisar 20% di setiap tahun anggarannya, sehingga diperlukan adanya gagasan kreativitas dari stakeholder daerah (pemerintah, pihak swasta, masyarakat) dalam memenuhi kebutuhan anggaran pembangunan daerah diluar dari sumber pendanaan tadi.

Saat ini kabupaten Padang Lawas Utara belum memiliki brand, maka tak heran banyak masyarakat yang tidak mengetahui keberadaan kabupaten ini, sehingga jangankan investor untuk berkunjung, kunjungan wisatawan dalam angka yang potensial belum ada, padahal daerah ini memiliki potensi yang dapat dijadikan daya tarik.

Pembangunan branding daerah untuk daerah Padang Lawas Utara mencakup pembenahan infra dan suprastruktur politik, infrastruktur daerah, membangun kepercayaan kepada investor dan wisatawan, memajukan tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat, melakukan reformasi birokrasi, melakukan komunikasi kerjasama kepada daerah lain, dan merubah citra negatif daerah yang terbentuk selama ini.

Diharapkan dengan adanya identitas baru maka akan terbangun image kabupaten Padang Lawas Utara sesuai dengan visi-misi daerah yang mampu menarik TTI-TDO baik dari dalam maupun luar negeri demi tercapainya perkembangan daerah.


(26)

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Sektor apakah yang menjadi sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

2. Bagaimana ekspektasi dan persepsi tiga pelaku utama pemasaran daerah (pemerintah daerah, wirausaha, dan masyarakat) terhadap image Kabupaten Padang Lawas Utara setelah menjadi daerah otonomi baru

3. Bagaimana strategi membangun regional branding untuk pengembangan wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk membuat Regional Branding yang tepat bagi Kabupaten Padang Lawas Utara dengan cara :

1. Mengidentifikasi posisi Kabupaten Padang Lawas Utara dalam klasifikasi ekonomi wilayah Sumatera Utara berdasarkan potensi yang dimilikinya.

2. Mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Padang Lawas Utara

3. Mengidentifikasi dan menganalisis ekspektasi dan persepsi dari tiga pelaku utama pemasaran daerah terhadap Kabupaten Padang Lawas Utara setelah menjadi daerah otonomi baru


(27)

4. Membuat brand daerah sebagai promosi daerah berdasarkan potensi yang dimiliki dan persepsi masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti dan Sivitas Akademika :

a Merupakan sarana bagi upaya implementasi teori-teori yang didapatkan di kelas dan bubu-buku teks

b Memajukan analisis yang didasarkan pada alat analisis yang valid dan teruji, sehingga bermanfaat bagi kalangan peneliti dan sivitas akademika yang ingin mengkaji topik ini lebih lanjut.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara

a Memberikan masukan, pentingnya membangun regional branding

kabupaten Padang Lawas Utara

b Memberikan gambaran regional branding yang tepat di daerah Padang Lawas Utara

c Memberi masukan dan pertimbangan Regional Branding Kabupaten Padang Lawas Utara, untuk fokus pembangunan ekonomi lokal daerah.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pengembangan Wilayah

Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tetentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana dan prasarana, barang dan jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh enam pilar/aspek, yaitu, Pertama, aspek biogeofisik, kedua, aspek ekonomi, ketiga, aspek sosial dan budaya, keempat, aspek kelembagaan, kelima, aspek lokasi, dan keenam, aspek lingkungan

Diagram dari ke enam pilar di atas terlihat seperti gambar 2.1. Melalui diagram yang tergambar, dapat dilakukan analisis dari berbagai aspek berkaitan dengan pengembangan wilayah; yaitu aspek biogeofisik, meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut.


(29)

Gambar 2. 1 Enam Pilar Pengembangan Wilayah Sumber: Budiharsono, 2005.

Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam dan di sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, dan pertahanan dan keamanan (Hankam) yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input yang berasal dari sumber daya alam, apakah merusak atau tidak (Rujiman, 2011)

Aspek Biogeofisik

Aspek Ekonomi

Aspek Kelembagaan

Aspek Sosial

Aspek Lokasi

Aspek Lingkungan Pengembangan


(30)

2.2 Perencanaan Wilayah

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misalnya, dalam bentuk perencanaan pembangunan jangka panjang (25 tahun sampai dengan 30 tahun), perencanaan jangka menengah (5 tahun sampai dengan 6 tahun), dan perencanaan jangka pendek (1 sampai dengan 2 tahun). Kedua bentuk perencanaan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan bersifat saling mengisi antara satu dengan lainnya. Tata ruang wilayah merupakan landasan dan sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah.

Perencanaan pembangunan wilayah tidak terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Pelaku (aktor) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah itu. Dalam kelompok aktor, termasuk di dalamnya pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, investor asing, pengusaha swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, koperasi, dan masyarakat umum. Dalam membuat perencanaan pembangunan wilayah, pemerintah harus memperhatikan apa yang ingin atau akan dilakukan oleh pihak swasta dan masyarakat umum (Tarigan, 2004).

Menurut Archibugi (Joni, 2010) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen, yaitu:


(31)

1) Perencanaan Fisik (Physical Planning). Perencanaan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. 2) Perencanaan Ekonomi Makro (Macro-Economic Planning). Dalam perencanaan

ini berkaitan dengan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori yang digunakan ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah.

3) Perencanaan Sosial (Social Planning). Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.


(32)

dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.

Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 1996).

2.3 Pengembangan Ekonomi Lokal

Pada era desentralisasi saat ini, tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan secara tepat dan meningkatkan perekonomian daerah menjadi semakin tajam. Kedua isu kritis yaitu krisis ekonomi dan otonomi daerah telah membuka peluang bagi daerah untuk menggunakan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) sebagai salah satu instrumen pembangunan karena PEL menyediakan pendekatan dan berbagai strategi bagi daerah untuk meningkatkan daya saing, mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pembahasan mengenai PEL menjadi sangat relevan dan menarik.

PEL lebih diarahkan untuk membangun sebuah strategi holistik yang ditujukan untuk merangsang pertumbuhan usaha-usaha lokal, menyediakan iklim investasi lokal yang kompetitif, mendukung dan mendorong terjalinnya jaringan (network) dan kerjasama, mendorong pengembangan kluster-kluster ekonomi dan usaha, memberikan target pada penanaman investasi ke dalam untuk mendorong perbaikan kualitas hidup penduduk (World Bank Dalam Hania : 2006).

Definisi yang telah dikenal luas mengenai PEL adalah yang dikembangkan oleh Bank Dunia (World Bank 2002). Defenisi tersebut menyatakan : ”local economic


(33)

development is about local communities working together to achieve sustainable economic growth that brings economic benefits and quality of life improvements for all in the community”.

Defenisi lain dikembangkan oleh Kemitraan bagi Pegembangan Ekonomi Lokal (KPEL), sebuah program kerjasama antara UNDP, UN-Habitat dan Bappenas yang dirintis pada tahun 1998 lalu. Dalam buku yang disusun dalam rangka menyosialisasikan pendekatan KPEL di daerah (Tim KPEL 2003), PEL didefenisikan : “sebagai proses penjalinan kerjasama antar seluruh komponen dalam suatu komunitas dengan tujuan menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan bertumpukan pada pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat utamanya rumah tangga miskin dan usaha kecil”.

2.4 Regional Marketing

Pendekatan klasik untuk memahami istilah dapat diperoleh melalui kajian etimologis. Kata ‘regional’ berasal dari kata region menunjuk pada sifat kewilayahan (ruang) yang melibatkan beberapa area administratif baik sebagian ataupun menyeluruh (Abdurahman, 2008).

Area administratif yang menjadi pusat perhatian dalam konteks paradigma desentralistik yang dimaksudkan pada pengertian di atas adalah Daerah Otonom. Dengan demikian, peran beberapa Daerah Otonom dalam suatu kesatuan ruang (kewilayahan) pada konteks pengertian kata ‘regional’ di sini menjadi sangat dominan.


(34)

Sedangkan ‘marketing’ secara umum dapat diterjemahkan sebagai ‘pemasaran’ (Echols & Shadily, 1992). Oleh karena itu, Regional Marketing diterjemahan menjadi ‘Pemasaran Regional’ dan bukan sekedar ‘Pemasaran Wilayah’.

Pengertian pemasaran daerah mengacu pada pengertian place marketing, yaitu “...designing a place to satisfy the needs of its target markets. It succeeds when citizen and business are pleased with their community, and the expectations of visitors and investors are met” (Kotler et al.2002) Masih menurut Kotler dalam buku yang sama, yang dimaksud dengan target markets adalah “...

Dengan demikian, pemasaran daerah dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan kondisi daerah sedemikian rupa sehingga para produser, perusahaan, investasi asing, eksportir, wisatawan bahkan penduduk merasa nyaman di dalamnya. Dengan kata lain, pemasaran daerah dapat diartikan sebagai upaya menarik investasi swasta, pedagang maupun turis dalam mewujudkan rencana daerah dengan penerapan konsep-konsep pemasaran.

place customer, which are producers of goods and services, corporate headquaters and regional offices, outside invesment and export market, tourism and hospitality, and new resident.


(35)

2.5 Strategi Regional Brand

Strategi Branding sebagai perwujudan komunikasi pemasaran Komunikasi pemasaran merupakan suatu strategi untuk meningkatkan ekuitas merek dan loyalitas publik terhadap suatu merek. Merek dibangun untuk menempatkan diri dibenak publik, untuk terciptanya positioning yang kuat dimata publik. Menjalankan komunikasi pemasaran untuk memperkenalkan sebuah merek atau produk dibutuhkan strategi dalam pelakasanaanya yaitu dengan strategi branding.

Strategi dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah rencana secara cermat mengenai suatu kegiatan guna meraih suatu target atau sasaran. Brand dipandang mewakili sebuah nama dari suatu produk dan merupakan alat pengidentifikasian dengan produk lain yang sejenis. Begitu juga dengan branding daerah diibaratkan sebuah brand dari semua produk barang atau jasa yang ada didaerah tersebut. American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai nama, istilah, tanda simbol, atau desain atau kombinasi barang dan jasa dari penjual atau sekelompok penjual agar dapat dibedakan dari kompetitornya.

2.5.1 Pengertian regional brand

Merek (brand) menurut Sudargo Gautama (Sudargo:1977) adalah suatu nama, istilah, tanda, simbul atau desain, atau suatu kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang-barang dan jasa seseorang atau sekelompok penjual serta membedakannya dari pesaing-pesaingnya.


(36)

. Pengertian brand dikemukakan juga oleh Ike Janita Dewi (2009) adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat di-branding-kan (diberi merek). Pemberian merek tidak saja berlaku pada suatu produk atau layanan saja tetapi juga bisa terhadap (Jackie: 2007)

1. Retailer dan distributor

Retailer dan distributor bisa di-branding-kan, contohnya melalui produk-produk

private label seperti garam, gula atau minyak goreng bermerek Hero. Akibatnya banyak Retailer dan distributor semakin memiliki power tinggi.

2. Orang

Orang dapat mem-branding-kan dirinya. Contohnya Krisdayanti atau Michael Jackson dapat mem-branding-kan dirinya atau dapat disebut personal branding. 3. Organisasi

Contohnya Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH). 4. Perusahaan (Corporate Branding)

Contohnya Astra International, Unilever. 5. Berbagai Event Olahraga

Contohnya Piala Dunia, All England, NBA, PON dapat di-brandingkan tujuannya untuk meningkatkan value-nya ke stakeholder. Piala Dunia memiliki ekuitas merek yang sangat kuat sehingga selalu menarik perhatian penonton di seluruh dunia dan mendatangkan “sponsor iklan” miliaran dollar atau rupiah.


(37)

Contohnya karya seni Van Gogh atau Affandi adalah sebuah merek yang nilainya bisa mencapai jutaan dollar.

7. Tempat, Daerah, atau Daerah Wisata di Negara Tertentu

Contohnya Yogyakarta melakukan branding “Jogja Never Ending Asia”.

Untuk membangun sebuah brand, pemerintah daerah tidak bisa asal jadi. Jika perlu pemerintah bekerjasama dengan pelaku professional di bidang branding. Namun pada umumnya langkah-langkah teknis dalam melakukan branding daerah adalah sebagai berikut:

Differentiation. Membedakan branding atau merk sebuah kota dan menonjolkan keunggulan kota. Branding dan keunggulan kota itu harus berbeda dengan branding yang sudah ada dan juga menunjukan perbedaan kualitas kota dibanding kota lain.

Relevance. Kota sebagai sebuah produk harus dibranding sesuai dengan kualitasnya. Maksudnya adalah, jika sebuah kota tidak memiliki kualitas teknologi, jangan melakukan branding kota itu sebagai kota teknologi.

Esteem. Dihargai oleh target market karena memiliki konsistensi antara branding dengan kenyataan kualitas kota yang sebenarnya.

Awareness. Memunculkan kesadaran target market akan sebuah kota. Langkah ini penting. Jika branding tidak memunculkan kesadaran di dalam diri calon investor atau wisatawan, maka branding ini dapat dikatakan gagal.

Mind. Branding memiliki kemampuan masuk ke dalam alam pikiran dan kesadaran target market, sehingga sebuah kota selalu diingat, dibayangkan dan dirindukan.


(38)

2.5.2 Manfaat regional brand

Merek bagi suatu daerah/kota di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya saing suatu wilayah menjadi sangat penting, wilayah yang tidak memiliki daya saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain. Dalam konteks marketing, wilayah yang ingin maju dan memenangi persaingan harus berhasil menerapkan standar global, memiliki perspektif regional dan menjadi juara di tingkat lokal. Salah satu konsep yang ditawarkan oleh para pakar marketing seperti Jack Trout adalah diferensiasi. Porter juga merumuskan strategi bersaing yang dikenal dengan strategi generic salah satunya adalah diferensiasi di samping strategi low cost dan focus (Porter : 1993)

Pakar pemasaran Trisnanto

pembuatan slogan atau tag line merupakan bagian dari pengelolaan merek. Penetapan kata-kata "sakti'' itu semestinya melalui proses identifikasi merek dan dikuatkan dengan penentuan posisi merek. Dikatakan, penentuan Regional Branding tidak boleh dilakukan secara serampangan. Diperlukan langkah bersama, tidak hanya dari pakar dan praktisi pemasaran, tetapi juga berbagai kalangan yang menjadi pemangku kewenangan daerah.

Pada era otonomi daerah dewasa ini penataan percitraan sebuah daerah/kota menjadi sangat penting. Merek Wilayah (Regional Branding) akan menjadi dasar dan peluang pengembangan wilayah di masa depan. Pengembangan Merek Wilayah

(Regional Branding) menjadi langkah awal untuk mengarahkan wilayah tersebut di masa depan. Oleh karena itulah pentingnya merencanakan Regional Branding bagi setiap daerah (http://lestude.com : 2010)

Merumuskan Regional Branding suatu daerah merupakan proses untuk mengkomunikasikan sesuatu yang berbeda kepada masyarakat luas dengan tujuan agar


(39)

menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung maupun para investor yang ingin menanamkan modalnya. Seperti halnya produk/jasa pada umumnya, brand merupakan identitas sekaligus pembeda dari produk lainnya dan tentu saja berlaku untuk Regional Branding. Oleh karena itulah pentingnya merumuskan Regional Branding agar benar-benar dapat dibedakan dari daerah lain sebagai salah satu strategi meraih keunggulan bersaing baik tingkat lokal, regional bahkan internasional (Helmi: 2009). Konsepstualisasi dan proses membangun Merek Kota/Daerah dalam dunia pemasaran,

brand digambarkan sebagai aset tidak berwujud (intangible assets). Proses membentuk

brand disebut branding. Menurut Philip K. dan Waldemar P (2006), Branding adalah tentang membawa hal yang biasa dan meningkatkanya dengan cara-cara yang membuatnya menjadi lebih berharga dan berarti. Jadi suatu obyek dengan diberi merek diharapkan dapat memberikan nilai tambah. Kunci utama proses membangun merek sukses adalah kualitas, layanan, inovasi dan diferensiasi (Andy : 2005)

Selain itu juga Regional Brand diharapkan dapat mengubah mindset rutinitas yang berorientasi produksi menjadi berorientasi pasar, Mengembangkan dan memasarkan potensi unggulan secara tepat sasaran, Meningkatkan pendapatan masyarakat, Mewujudkan kepemerintahan yang entrepreneur.

2.5.3 Beberapa daerah yang sudah melakukan branding

Pemerintahan Daerah adalah sebuah insitusi yang berwenang mengelola berbagai kebijakan publik sesuai dengan perundang-undangan. Di dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah akan berinteraksi dengan seluruh stakeholders di mana masing-masing stakeholders memiliki kepentingan yang saling terkait. Stakeholders itu antara


(40)

lain masyarakat lokal, masyarakat di luar daerah, para investor, wisatawan (lokal, nasional, regional dan internasional), pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, serta organisasi masyararakat, politik, LSM, dan sebagainya.

Mengingat banyaknya stakeholders maka selain berperan sebagai pengelola kebijakan, Pemerintah Daerah juga berfungsi sebagai “traffic system

Contoh beberapa daerah yang cukup berhasil membangun branding selain sepuluh daerah di atas antara lain Kabupaten Jembrana, Musi Banyuasin, Kutai Kartanegara dan Kabupaten Bantaeng. Sementara branding lama yang cukup berhasil adalah Jogyakarta yang memiliki brand sebagai “Kota Pelajar”, dan yang dirancang cukup baik adalah NTB yang memiliki brand “Propinsi Mutiara”. Meski demikian, sangat penting diketahui bahwa branding daerah sama sekali bukan semata-mata slogan atau semboyan seperti “TEGUH BERIMAN”, “IKHLAS”, ASRI” dan lain-lain yang sangat artifisial. Branding lebih bersifat menyeluruh, strategik dan mendalam.

” (Penata Kendali) dari berbagai kepentingan seluruh stakeholders. Kebijakan satu dengan kebijakan lainnya harus merupakan keterpaduan, yang pada gilirannya akan membentuk sebuah jati diri daerah atau apa yang disebut sebagai branding daerah.

Sementara dalam konteks komunikasi pemasaran, sebuah daerah berarti juga adalah sebuah “merk”. Agar laku “dijual”, sebuah merk harus memenuhi syarat. Jika merk sebuah daerah dipersepsikan “menguntungkan” di mata investor, maka para investor akan menginvestasikan modalnya di daerah itu. Namun sebaliknya jika para investor mempersepsikan merk sebuah daerah “kurang potensial”, maka sulit bagi investor untuk menanamkan modalnya. Merek itulah yang kemudian harus dibentuk secara cermat dan kemudian dipasarkan secara baik.


(41)

Harapan melakukan branding dan komunikasi pemasaran daerah sangat jelas, yakni untuk membangun citra positif, meningkatkan PAD dan memberdayakan masyarakat lokal. Hanya sayangnya, sesuai fakta yang terjadi, masih banyak daerah yang belum menganggap bahwa branding dan komunikasi pemasaran daerah sebagai hal yang sangat penting bagi daerah tersebut. Sehingga wajar terjadi bahwa di banyak daerah PAD mereka kecil, masyarakat tidak diberdayakan, dan citra mereka buruk di mata investor dan wisatawan. Perlu ada paradigma baru dan political will

Pada tahun 2008 majalah Tempo memasukan sepuluh Kepala Daerah terbaik karena dinilai telah berhasil membangun daerahnya masing-masing dalam kerangka Otonomi Daerah (Otda). Para Kepala Darah ini bukan saja dinilai berhasil dalam melakukan perbaikan administrasi pemerintahan dan reformasi birokrasi, namun lebih dari itu itu mereka juga berhasil melakukan pembangunan yang khas di daerah; meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatkan citra daerah di mata stakeholders, dan yang terpenting mereka juga mampu memberdayakan masyarakat di daerah masing-masing.

yang kuat untuk membangun hal ini. Hanya para Kepala Daerah yang concern dan memiliki visi kuat saja yang bersedia melakukannya.

Sepuluh Kepala Daerah itu adalah Jusuf Serang Kasim (Walikota Tarakan, Jawa Tengah), Untung Sarono Wiyono Sukarno (Bupati Sragen, Jawa Tengah), Joko Widodo (Walikota Solo, Jawa Tengah), Herry Zudianto (Walikota Yogyakarta, Jawa Tengah), Ilham Arif Sirajudin, (Walikota Makassar, Sulawesi Selatan), Djarot Saiful Hidayat (Walikota Blitar, Jawa Timur), David Bobihoe (Bupati Gorontalo, Gorontalo), Anak


(42)

Agung Gde Agung (Bupati Badung, Bali), Andi Hatta Marakarma (Bupati Luwu Timur, Sulawesi Selatan), dan Suyanto (Bupati Jombang, Jawa Timur).

2.5.4 Regional brand dalam perencanaan pengembangan wilayah

Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses

input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007). Dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi maka dibutuhkan peranan masyarakat dalam mengembangkan potensi daerah, secara umum pembuatan brand daerah diarahkan pada 3 potensi daerah yaitu : investasi dengan kelompok sasaran para investor, pariwisata atau tourism dengan kelompok sasaran para turis baik domestik maupun manca negara, dan perdagangan atau trade dengan kelompok sasaran para trader. Ketiga hal tersebut sering dikemas dalam suatu initial ITT (Invest, Tourism and Trade).

Investasi: Pada era otonomi dearah masing-masing daerah seakan berlomba menawarkan daerah sebagai tempat investasi yang strategis, aman, murah, infrastruktur yang lengkap dan tidak birokratif. Menyederhanakan birokrasi dalam perijinan seperti pelayanan satu atap atau yang lebih dikenal dengan one stop service merupakan upaya daerah untuk menarik calon invetor. Jika dengan city branding berhasil menarik investor tentu akan menimbulkan dampak positif bagi perekonomian daerah tersebut seperti


(43)

tesedianya lapangan kerja, adanya bagian pajak dan retribusi daerah serta turunan dari dampak positif tersebut.

Pariwisata: Potensi wisata untuk setiap daerah tentulah tidak sama tetapi yang menjadikan daerah menjadi obyek wisata dikarenakan daerah tersebut memiliki keunikan atau karakteristik yang khusus seperti tradisi dan budaya, kondisi alam, sistem sosial, sistem pertanian, makanan khas dan sebagainya. Jadi daerah harus bisa mengembangkan nilai dasar potensi wisata agar memiliki atraksi wisata sehingga wisatawan memiliki ketertarikan untuk mengunjunginya. Misalnya, Kabupaten Boyolali salah satu Kabupaten di Jawa Tengah mulai merintis desa wisata sebagai upaya untuk menjual potensi wisata di daerah tersebut. Pemeritah Kabupaten Boyolali telah melakukan benchmarking dengan daerah lain guna mengkaji cara pengelolaan, cara menangani wisatawan yang berkunjung dan sarana promosi daerah.

Keberhasilan menjual objek wisata suatu daerah akan memberi manfaat di antaranya dapat menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong untuk menjadikan lingkungan desa sebagai hunian yang bersih, sehat dan humanis, menumbuhkan masyarakat untuk senantiasa menghargai potensi daerah dan membangkitkan semangat berwirausaha lokal bagi masyarakat yang pada ujungnya dapat menciptakan lapangan kerja.

Perdagangan: Terjadinya perdagangan antar daerah atau bahkan antar negara karena suatu daerah atau negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan produk/jasa baik menyangkut biaya, teknologi atau sumber daya. Dengan meningkatnya arus perdagangan berarti akan meningkatkan perputaran ekonomi suatu daerah. Di beberapa daerah telah dibentuk pusat-pusat perdagangan dan penjualan yang mencitrakan


(44)

sebagai daerah produsen yang memiliki keunggulan komparatif. Misalnya saja di Pekalongan dibentuk Pusat Penjualan Batik. Di Bali dikenal dengan pasar seni Sukawati dan belakangan di penghujung tahun 2008 di Bantul Yogyakarta dikembangkan Pasar Seni Gabusan (PSG) sebagai pasar seni kerajinan tangan sebagai pintu perdagangan

handicraft di Yogyakarta. Dengan pencitraan sebagai pusat penjualan dan perdagangan diharapkan dapat membentuk image yang kuat bagi para pedagang untuk melakukan transaksi karena disamping lebih lengkap, lebih murah juga asli.

Dari 3 bidang yakni investasi, perdagangan dan pariwisata yang menjadi sasaran dalam mempromosikan potensi daerah yang telah diuraikan di atas, jika berhasil akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Tantangannya bagi suatu daerah tentu saja bagaimana mengimplementasi brand yang telah dirumuskan.

2.6 Hubungan Antara Brand, Identitas dan Logo

Brand identity terwujud dalam bentuk icon atau simbol yang merepresentasikan sebuah organisasi secara keseluruhan, apakah itu produknya ataupun jasa yang ditawarkan oleh organisasi itu. Brand identity terdiri dari tiga elemen dasar, yaitu (Newman, Damien. The Designer’s Guide to Brand Strategy, 2003):

1. Visual system, merupakan logo, sistem tipografi, palet warna dan sebagainya 2. Personality, sebuah brand memiliki kepribadian seperti halnya manusia.

Kepribadian ini memiliki fungsi untuk memposisikan diri di benak konsumen dan juga berfungsi untuk memperkuat hubungan emosional dengan konsumen.

3. Functionality and behaviour, yaitu mengintegrasikan brand ke dalam bisnis, strategi brand dan juga aktivitas-aktivitas lain yang mendukung brand.


(45)

Logo dan system visual yang saling berkesinambungan adalah aset yang sangat berharga. Dalam era saat ini dimana beragam media sering digunakan dikombinasikan dengan strategi bisnis, logo bukan lagi sekedar lambang atau simbol sederhana (Morioka, Adams. Logo Design Workbook – A Hands on Guide to Creating Logos, 2004, USA, Rockport Publishers, Inc ).

Berikut adalah definisi tentang logo, identitas, dan brand (Ibid):

1. Logo: Simbol yang khusus dimiliki oleh perusahaan, objek, perseorangan, instansi, atau media.

2. Identity: Sebuah kombinasi yang terdiri dari logo, elemen visual (huruf, warna, gambar) dan sistem pengaplikasian yang ditujukan untuk membentuk pesan yang unik dan kohesif bagi sebuah instansi, perusahaan, dan semacamnya.

3. Brand: Identity bukanlah brand. Brand adalah persepsi tentang sebuah instansi, perusahaan dan semacamnya yang tercipta di benak audiens. Persepsi ini didapatkan dari logo, identitas visual, pesan, produk dan service yang dilakukan oleh instansi atau perusahaan tersebut.

Sedangkan dalam pengembangannya, logo terdiri dari beberapa elemen yaitu: 1. Tipografi, meliputi pemilihan huruf dan penataannya

2. Warna

3. Gambar dan atau iconography 4. Bentuk

5. Pengaplikasian pada media, seperti misalnya bagaimana menerapkan logo pada beragam media: stationery, merchandise, promotion tools, atau bahkan bagaimana menerapkannya dalam bentuk animasi multimedia.


(46)

Sebuah identitas haruslah bersifat dinamis sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien yang juga sama dinamisnya. Oleh karena itu, seorang desainer hendaknya menciptakan logo dengan pemikiran yang fleksibel:

1. Consistency of Concept: Sistem identitas seharusnya berfungsi sebagai kesatuan yang padu antara elemen-elemen visual maupun verbal untuk memudahkan target audiens mengidentifikasi klien. Konsistensi adalah hal utama dalam menunjang branding yang efektif. Identitas akan gagal jika dia mudah ditebak dan tidak memorable. Kekuatan, kejelasan, dan kebaruan adalah elemen-elemen lain yang juga harus ada dalam menyertai konsistensi.

2. Clarity of Message: Identitas memiliki peran untuk membentuk image sesuai yang dibutuhkan oleh klien (harus jelas dari segi visual dan juga pesan). Agar tujuan ini terpenuhi semua elemen visual dalam sebuah identitas harus mampu memberi support pada logo.

3. Accomodating to the Client: Ketika sebuah sistem identitas dikerjakan, seorang desainer harus mengerti bagaimana klien menggunakannya. Identitas harus mampu mencerminkan kepribadian yang dimiliki oleh klien, dan desainer harus pula menciptakan sistem yang bisa disesuaikan dangan kebutuhan klien.

4. Flexibility for Users: Sebuah identitas harus memiliki fleksibilitas agar dapat dimodifikasi oleh bidang kreatif lain yang lebih spesifik. Seorang desainer harus menyiapkan rencana agar identitas tersebut dapat diterapkan pada berbagai macam variabel tanpa harus keluar dari koridor sistem yang telah dibuat.


(47)

2.6.1 Teori Logo

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, logo berarti huruf atau lambang yang mengandung suatu makna yang terdiri dari atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, logo bukan hanya sekedar symbol atau lambang melainkan mempunyai makna tersendiri. Sebuah logo akan mudah diingat bila logo tersebut mempunyai keunikan tersendiri yang berbeda tetapi pada saat bersamaan mampu memberikan identitas dan membawa pesan yang ingin disampaikan. Logo dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Logotype ( Visual logo yang menggunakan type / huruf )

2. Logogram ( visual logo yang menggunakan symbol / atau karakter)

Logo untuk brand pulau tidung terdiri dari logogram dan logotype yang sintaktik.

Logogram akan dibuat dengan shape yang sederhana dan mengalami proses stilasi dan memiliki keunikan agar mudah diingat oleh target audience. Logotype akan menggunakan jenis font san serif dengan tetap memperhatikan kesinambunganya terhadap mood dan logogram.

2.6.2 Teori Typography

Menurut Sihombing (2001, p80 ) dalam bukunya tipografi dalam desain grafis, mengungkapkan bahwa proses perancangan dengan menggunakan huruf merupakan tahapan yang paling menentukan dalam solusi masalah tipografi, seorang designer akan bertindak sebagai komunikator visual yang memiliki berbagai peluang mengontrol setiap keputusan kreatif yang dapat memperkuat efetivitas dan efisiensi dari sebuah pesan yang akan disampaikan kepada penerima.


(48)

Menurut Rob Carter, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam tipografi diantaranya adalah :

Legibility, yaitu mudah dibaca. Penting dalam penyampaian pesan dan gagasan. • Readability, yaitu dapat dibaca

Visibility, mudah diliat • Clarity, Jelas

Tipe huruf yang digunakan dalam logotype maupun body text dalam media promosi dan aplikasi lain adalah sans serif yang dimaksudkan sebagai bagian penting untuk menguatkan mood yang ingin dicapai yaitu ramah dan simple. Pemilihan jenis huruf akan didasarkan dari tingkat readabilitas yang tinggi agar lebih mudah dibaca oleh khalayak sasaran.

2.6.3 Teori Warna

Warna mempunyai kekuatan untuk menciptakan emosi, mengekspresikan kepribadian, serta memacu ingatan untuk memberikan sensasi Menggunakan wana yang tepat dalam bidang desain grafis meerupakan sesuatu yang cukup rumit, hal ini disebabkan warna mempunyai konotasi yang berbeda disetiap kebudayaan dan masyrakat yang berbeda. Seperti dikatakan oleh Henry Dreyfuss, bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut.

Warna juga dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu terang, sedang, gelap dan sebagai pertimbangan dari daya lihat target audience, maka daya pantul cahaya dapat dinilai sebagai berikut :


(49)

• Warna terang adalah warna yang disukai muda-mudi, yang dapat membuat produk menjadi lebih besar dan lebih dekat ke mata

• Warna keras/ hangat seperti merah, orange, kuning, warna-warna ini dapat menjadi daya tarik dan dampak sangat besar, dan sangat tepat diaplikasikan pada media

• Warna lembut/dingin seperti hijau dan biru, warna ini sangat dinamis dan cocok untuk produk-produk tertentu

• Warna tua, seperti coklat dan hitam, warna ini harus dikomposisikan dengan warna yang tingkat pantulnya tinggi serta latar belakang yang harus diletakkan dengan warna yang lebih kontras

2.6.4 Teori Fotografi

Sebuah Foto akan terlihat baik apabila foto tersebut dapat mengungkapkan ataun menceritakan banyak hal kepada audience tentang sesuatu yang ada dalam foto tersebut.

Berdasarkan Yozardi (2003) dituliskan bahwa pencahayaan alami maupun buatan bisa memberikan efek yang bervariasi. Hal ini bergantung pada arah datangnya sumber cahaya sehingga memberikan kesan yang berbeda – beda. Cahaya samping dapat mebuat foto menjadi berdimensi dan dramatis. Efek cahaya dari belakang menginformasikan mengenai bentuk objek atau yang kita kenal dengan nama siluet. Foto siluet mengesankan efek dramatis.


(50)

2.6.5 Visual Identity Manual

Menurut Mendiola B Wiryawan, dalam buku kamus branding, Visual Identity Manual adalah panduan tata cara pemakaian elemen visual/design agar dicapai kesatuan dan kesamaan presepsi identitas visual sebuah brand. Visual Identity manual dapat berupa buku, CD-ROM, e-book, dan website. Istilah lainnya adalah Graphic Standard Manual, Graphic Standard Guidelines, Brand Identity Manual, Visual Guidelines.

2.7

2.7.1 Pengertian Partisipasi

Partisipasi Masyarakat

Terdapat banyak definisi mengenai partisipasi diantaranya adalah sebagai berikut: • Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988:13).

• Partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan (Soetrisno, 1995:207)

• Menurut FAO dalam Mikkelsen (2003:64)

- Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

- Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.


(51)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud partisipasi masyarakat dalam pembuatan brand daerah adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat dalam suatu proses kegiatan pembuatan branda daerah, dimulai dari proses penentuan gambar, tagline, warna dan segmentasi pemasaran daerah, mensosialisasikannya dan mengaplikasikannya.

2.7.2 Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan.

Menurut Abe (2005:91), suatu perencanaan yang berbasis prakarsa masyarakat adalah perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konkrit masyarakat dan dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan masyarakat.

Melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan akan membawa dampak penting yaitu: (1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi, dan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat; (2) memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik; (3) meningkatkan kesadaran dan ketrampilan politik masyarakat.


(52)

Carter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan Wingert (1989) dalam Santosa dan Heroepoetri (2005:2) merinci fungsi dari partisipasi masyarakat yaitu sebagai berikut:

1 Partisipasi Masyarakat sebagai suatu Kebijakan 2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi

3. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Komunikasi

4. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa 5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi

2.8 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tesis ini dapat diuraikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti dan Judul Penelitian

Permasalahan Kesimpulan


(53)

Riyadi 1.

(2009)

Judul :

Fenomena City Branding Pada Era Otonomi Daerah

1.Seberapa pentingkah merek kota dicanangkan 2.Siapa dan bagaimana

merumuskan merk yang tepat untuk suatu daerah 3.Bagaimana mewujudkan

rumusan merk agar tidak

terkesan sekedar memiliki merk saja Tetapi tidak ada upaya untuk mewujudkan janji-janji tersebut.

1.Bersamaan dengan era otonomi, berbagai daerah di Indonesia ingin menonjolkan identitasnya sehingga berbeda dari daerah lain, adalah salah satu strategi promosi untuk meraih keunggulan bersaing baik tingkat lokal, regional bahkan internasional.

2.Brand yang baik harus merupakan ekstrak dari visi dan misi suatu daerah & dalam merumuskannya harus melibatkan seluruh

stakeholders.

Sebagai implementasi City

brand harus

dikomunikasikan kepada seluruh stakeholder dan

menuntut perubahan perilaku masyarakat dan aparat untuk mewujudkan janji-janji dalam city brand. 2.

Judul : Regional Branding “Solo The Spirit Of Java”

Kunti Handani, SH (2010)

(Suatu Tinjauan Dari Aspek Hak Kekayaan Intelektual)

1.Apakah pertimbangan

yang mendasari munculnya Regional

Branding Solo, The Spirit of Java” ?

2.Apakah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Dapat dijadikan sebagai dasar hukum perlindungan

Regional Branding “Solo, The Spirit of Java” ?

1.Pertimbangan yang mendasari munculnya Regional Branding “Solo, The Spirit of Java“ adalah kerjasama yang bertujuan menciptakan sebuah kawasan dengan daya saing ekonomi yang kuat, 2.Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2001 tentang Merek Dapat Dijadikan sebagai Dasar Hukum Perlindungan Regional Branding Solo, The Spirit of Java

Tabel 2.1. Lanjutan


(54)

3. www.otonomi daerah.net (2009)

Judul :

1.

City Branding Untuk Pemda Perlukah ?

2.

Apakah pengertian City Branding ?

1.Secara definisi, Apakah pemerintah

daerah perlu membangun brand pada

wilayahnya ?

City Brand

2.Sebuah pemda harus membangun

adalah indentitas, symbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu daerah.

Brand untuk daerahnya, yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target daerah tersebut. Syafrizal Helmi Situmorang 4 (2007) Judul : Destination Brand: Membangun Keunggulan Bersaing Daerah 1.Bagaimana pentingnya membangun destination branding bagi sebuah daerah di Indonesia pada umumnya dan sumatera utara pada khususnya.

1.Indonesia sebagai daerah yang memiliki berbagai keunggulan dan potensi sumber daya alam dan budaya yang melimpah merupakan starting point

yang sangat baik dalam menyusun dan mengemas ulang brand destination

disetiap daerah Khususnya 5 Muhith Afif Syam

Hrp (2008)

Judul :

Eksistensi City Branding Menurut UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

(Studi Kasus “Semarang Pesona Asia” di Kota Semarang)

1.Bagaimana city branding diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek?

2.Apakah city branding dapat didaftarkan sebagai hak merek ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual? 3.Apakah “Semarang

Pesona Asia” dapat dikategorikan sebagai

city branding?

1.UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek belum mengatur tentang city branding.

2.City Branding berpotensi didaftarkan sebagai dalam satu merek jasa atau dagang ke kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini disebabkan karena

citybranding tidak termasuk salah satu dari beberapa poin yang mengakibatkan merek tidak dapat didaftarkan ataupun merek ditolak pendaftarnnya.

3.Semarang Pesona Asia dapat dikategorikan sebagai city branding

karena Semarang Pesona Asia memenuhi unsur-unsur city branding.


(55)

2.9 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang

terkait, dapat dibuat suatu kerangka pemikiran seperti gambar 2.2. Dari

gambar tersebut, diawali bahwa adanya kesadaran pentingnya peningkatan

daya saing daerah untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang

terjadi saat ini terutama di tingkatan Asia Tenggara, setelah dilaksanakannya

ACFTA 2010 selanjutnya ASEAN akan memasuki peradaban baru yang

disebut dengan ASEAN

Economic Community

2015 salah satu kesepakatan

dalam AEC tersebut adalah mewujudkan pasar tunggal di Asia Tenggara,

bisa kita bayangkan jika daerah-daerah di Indonesia tidak memiliki daya

saing daerah tentunya akan tertinggal dengan daerah-daerah yang tergabung

dalam ASEAN.

Salah satu strategi peningkatan daya saing daerah (Hermawan

Kartajaya, 2005) adalah dengan menganalisis potensi daerah dan

membangun

regional branding

yang memiliki manfaat untuk kepentingan

internal daerah dan eksternal daerah.

Untuk dapata membangun

regional branding

tersebut dilakukan

dengan pemetaan kondisi daerah menggunakan Metode TOWS yang mana

didalamnya nanti akan menganalisis kondisi perekonomian Kabupaten

Padang Lawas Utara, kajian refrensi ilmiah, kajian dokumen perencanaan


(56)

pembangunan daerah dan menganalisis data kuantitatif dan kualitatif yang

akan dilakukan melalui wawancara kepada responden, dari analisis tersebut,

data dan informasi yang dianalisis, dibawa ke dalam

Focus Group

Discussion

(FGD) dengan mengundang para ahli yang memiliki kompetensi

masing-masing untuk membangun

Regional Branding

Kabupaten Padang

Lawas Utara.

Tentunya harapan dari pembangunan

Regional Branding

Kabupaten

Padang Lawas Utara akan memberikan pengaruh yang positif dalam

Meningkatkan Daya Saing Daerah Melalui Membangun Regional Brand

1. Pemetaan Potensi Kekuatan dan

Kelemahan (WS) dari RPJM daerah Padang Lawas Utara 2009 – 2014,

2. Analisa kondisi perekonomian daerah melalui data PDRB menggunakan analisa

LQ, Shift Share, Klassen

1.Pemetaan potensi ancaman dan peluang (TO) daerah melalui studi dokumen (literatur ilmiah), dan

2.Wawancara Ekspektasi & Persepsi masyarakat menggunakan Kuesioner

Strategi Regional Brand Padang Lawas Utara

Pengembangan Wilayah Merumuskan EFAS dan melakukan Analisa

SWOT

Merumuskan IFAS dan melakukan Analisa SWOT

Melaksanakan Focus Group Discuccion (FGD) untuk : (1) Melakukan analisa SWOT daerah

(2) Membangun brand daerah berdasarkan analisa SWOT (3) Membuat perencanaan implementasi brand daerah


(57)

pengembangan wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara.

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Meningkatkan Daya Saing Daerah Melalui Membangun Regional Brand

1. Pemetaan Potensi Kekuatan dan

Kelemahan (WS) dari RPJM daerah Padang Lawas Utara 2009 – 2014,

2. Analisa kondisi perekonomian daerah melalui data PDRB menggunakan analisa

LQ, Shift Share, Klassen

1.Pemetaan potensi ancaman dan peluang (TO) daerah melalui studi dokumen (literatur ilmiah), dan

2.Wawancara Ekspektasi & Persepsi masyarakat menggunakan Kuesioner

Strategi Regional Brand Padang Lawas Utara

Pengembangan Wilayah Padang Lawas Utara Merumuskan EFAS dan melakukan Analisa

SWOT

Merumuskan IFAS dan melakukan Analisa SWOT

Melaksanakan Focus Group Discuccion (FGD) untuk : (1) Melakukan analisa SWOT daerah

(2) Membangun brand daerah berdasarkan analisa SWOT (3) Membuat perencanaan implementasi brand daerah


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai daerah otonomi baru yang terbentuk berdasarkan UU nomor 37 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara di Provinsi Sumatera Utara, memiliki karakteristik budaya yang sama dengan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Padang Lawas sebagai kabupaten yang berbatasan dan waktu pemekaran yang bersamaan.

Pastinya sebagai daerah otonomi baru sangat dibutuhkan banyaknya masukan kajian ilmiah terutama tentang perencanaan pembangunan daerah, untuk itu penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan dalam melakukan perencanaan pembangunan daerah ke depan.

Posisi Kabupaten Padang Lawas Utara dalam peta provinsi Sumatera Utara terlihat pada Gambar 3.1. dan peta geografis Kabupaten Padang Lawas Utara terlihat seperti pada Gambar 3.1.

Penelitan dan penulisan tesis ini direncanakan selama empat bulan, dimulai dari bulan Februari dan akan berakhir bulan Mei 2012, seperti terlihat pada tabel 3.1.


(59)

Gambar 3.1. Posisi Kabupaten Padang Lawas Utara Dalam Peta Provinsi Sumatera Utara


(60)

TABEL 3.1.

RENCANA JADWAL PENELITIAN TESIS

No Uraian Kegiatan

Bulan

Februari Maret April Mei

1 Persiapan Proposal 2 Kolokium 3 Penelitian Lapangan 4 Pengolahan Data 5 Penulisan Tesis 6 Seminar Hasil Penelitian 7 Ujian Tesis

3.2. Jenis Penelitian

Menurut Husey dan Hussey (1997) berdasarkan tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi: penelitian eksploratif, penelitian deskriptif, penelitian analitik, dan penelitian prediktif. Sedangkan menurut Kotler et al dalam Principles of Marketing (2006) menjelaskan, penelitian berdasarkan tujuannya terdiri dari : penelitian deskriptif, p

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif atau disebut juga eksploratori, menurut Kotler et al (ibid) adalah penelitian yang bertujuan menghimpun informasi awal yang akan membantu upaya menetapkan masalah dan merumuskan hipotesis, sedangkan menurut Cooper & Emory, 1995 dalam Erlina (2011) penelitian eksploratori disebut juga studi penjajakan yaitu studi yang bertujuan untuk memahami karakteristik fenomena atau masalah yang diteliti.

enelitian kausal dan penelitian eksploratori

Menurut Kuncoro dalam Metode Riset untuk bisnis ekonomi, bagaimana meneliti dan menulis tesis (2011), Penelitian eksploratif (exploratory research) merupakan jenis penelitian yang paling sesuai untuk situasi di mana tujuan penelitian bersifat umum,


(61)

diperuntukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai fenomena yang diteliti. Penelitian eksploratori dapat dilakukan dengan empat prosedur :

1. Teknik Informan Kunci (Key-informant Technique): dilakukan dengan cara mencari dan mewawancarai beberapa orang ahli atau informan kunci di bidang yang berhubungan dengan stuasi yang akan diteliti

2. Focus Group Interview atau Focus Group Discussion: dilakukan dengan membuat forum diskusi yang biasanya terdiri dari 8 sampai 12 orang dan dimoderasi oleh seorang moderator yang sudah terlatih dengan baik.

3. Analisis Data Sekunder (Secondary-data Analysis): mengumpulkan data dari data yang sudah ada atau sudah dipublikasikan.

4. Metode Studi Kasus (Case Study Method): pengujian yang mendalam terhadap unit yang berkepentingan

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan menjadi bahan penelitian ini adalah Padang Lawas Utara Dalam Angka, PDRB Kabupaten Padang Lawas Utara. Data di atas dapat diperoleh di Kantor Statistik Padang Lawas Utara. Selain itu juga memanfaatkan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang diperoleh dari Dinas PPKAD (Pendapatan dan Pengelolaan Kas dan Asset Daerah) serta buku-buku ilmiah yang terkait dengan penelitian dan informasi dari internet.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan sampel yang berdomisili di Kabupaten Padang Lawas Utara.


(62)

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah unsur stakeholder (birokrat, masyarakat, dan pelaku usaha) Daerah Padang Lawas Utara, Hermawan (2005) menyebut stakeholder daerah dengan sebutan ”tuan rumah” yang terdiri dari masyarakat (community), kalangan bisnis/wirausaha (entrepreneurs), dan pemerintah daerah (government) yang selanjutnya dalam konteks pemasaran daerah disebut dengan tiga pelaku utama pemasaran daerah.

Sampel yang akan dipilih dengan menggunakan multi stage sampling method

(metode sampling bertahap). Pada tahap awal dipilih 3 (tiga) unsur pelaku utama pemasaran daerah (masyarakat, wirausaha, pemerintah) secara purposive. Kriterianya adalah :

1. Unsur masyarakat, sudah berdomisisli minimal 5 (lima) tahun sebelum pemekaran hingga sekarang, selain itu memiliki pengetahuan kondisi Padang Lawas Utara sebelum dan sesudah pemekaran daerah.

2. Unsur wirausaha, sudah membuka usaha minimal 5 (lima) tahun sebelum pemekaran hingga sekarang, selain itu memiliki pengetahuan kondisi berusaha di Padang Lawas Utara sebelum dan sesudah pemekaran daerah.

3. Unsur pemerintah adalah, minimal sudah bertugas aktif di Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu sejak tahun 2008.

Dari ketiga unsur pelaku utama pemasaran daerah yang menjadi populasi penelitian, dibagi dua pengelompokan responden yaitu :


(1)

Lampiran 9. Kontribusi Sektor PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006-2010 (%)

No Lapangan Usaha SUMATERA UTARA Jumlah

Rata-Rata 2006 2007 2008 2009* 2010**

PRIMER

1 Pertanian 24,34 23,91 23,83 23,78 23,50 119,35 23,87

2 Pertambangan &

Penggalian 1,20 1,23 1,23 1,19 1,18 6,03 1,21

Jumlah 25,54 25,14 25,06 24,96 24,68 125,38

SEKUNDER

3 Industri Pengolahan 24,07 23,66 22,89 22,39 22,00 115,02 23,00 4 Listrik, Gas & Air

Bersih 0,79 0,74 0,73 0,73 0,74 3,73 0,75

5 Bangunan 6,52 6,57 6,68 6,77 6,80 33,34 6,67

Jumlah 31,38 30,98 30,30 29,89 29,54 152,09

TERSIER 6 Perdagangan, Hotel &

Restoran 18,31 18,42 18,38 18,44 18,47 92,03 18,41

7 Pengangkutan &

Komunikasi 8,85 9,10 9,31 9,53 9,81 46,59 9,32

8 Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan 6,40 6,73 7,04 7,12 7,41 34,71 6,94

9 Jasa-Jasa 9,51 9,63 9,91 10,05 10,09 49,20 9,84

Jumlah 43,07 43,88 44,64 45,14 45,79 222,53

TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


(2)

(3)

Lampiran 10.Daftar hadir peserta Focus Group Discussion (FGD) Strategi Regional Branding

Kabupaten Padang Lawas Utara, bertempat di Aula Kantor BAPPEDA, diselenggarakan pada 01 Mei 2012


(4)

Lampiran 11. Hasil desaian logo brand daerah pada media promosi (seperti : bilboard, spanduk, baleho, website, mobil pemerintah daerah dan baju)

T-Shirt

Umbul-Umbul

Mobil Dinas

Billboard

Baliho

Amplop Surat


(5)

Lampiran 12. Dokumentasi FGD


(6)