Akta Pengikatan Jual Beli Sebagai Dasar Pengalihan Kepemilikan Rumah

22

BAB II
AKIBAT DIBUATNYA AKTA PENGIKATAN JUAL BELI TERHADAP
TANAH DAN RUMAH BERSERTIFIKAT
A. Tinjaun Umum Mengenai Akta,Pengikatan Jual Beli, Jual Beli
1. Pengertian Akta
Istilah akta berasal dari bahasa Belanda yaitu Acte.Acte menurut VeegensOppenheim-Polak D1.III 1934 halaman 459 adalah “ eenondertekend geschrift
opgemaakt om tot bewijs te dienen” yang berarti suatu tulisan yang ditandatangani
dan dibuat untuk dipergunakan.41
Dalam mengartikan akta ini ada dua pendapat. Pertama mengartikan akta
sebagai

surat

dan

kedua

mengartikan


akta

sebagai

perbuatan

hukum.

Pitlo42mengartikan akta yaitu “surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipahami
sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang guna keperluan siapa surat itu
dibuat”.
Pasal 108 KUH Perdata menyebutkan:
“Seorang istri, biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan atau telah
berpisah dalam hal itu sekalipun, namun tak boleh ia menghibahkan barang
sesuatu atau memindahtangankannya, atau memperolehnya baik dengan
cuma-cuma maupun atas beban, melainkan dengan bantuan dalam akta, atau
dengan ijin tertulis dari suaminya”.

41
42


Tan Thong Kie, Serba Serbi Praktek Notariat, (Bandung : Alummi 1987),hal10.
Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa,(Jakarta, Internusa , 1986), hal 52

Universitas Sumatera Utara

23

R. Subekti menyatakan43 kata “akta” pada Pasal 108 KUH Perdata tersebut
bukanlah berarti surat atau tulisan melainkan “perbuatan hukum” yang berasal dari
bahasa Perancis yaitu “acte” yang artinya adalah perbuatan, Sehubungan dengan
adanya dualisme pengertian mengenai akta ini, maka yang dimaksud disini sebagai
akta adalah surat yang memang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti.
Pasal 1867 KUHperdata menyebutkan pembuktian dengan tulisan, dilakukan
22

dengan tulisan (akta) autentik maupun dengan tulisan-tulisan (akta) dibawah tangan.
Berdasarkan isi pasal tersebut, maka akta dapat dibedakan menjadi :
a. Akta dibawah Tangan
Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat oleh para pihak untuk

pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat akta dengan kata lain
akta dibawah tangan adalah akta yang dimasukkan oleh para pihak sebagai alat
bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum pembuat akta44
b. Akta Otentik
Pengertian Akta Otentik bisa dilihat dalam pasal 1868 KUHPerdata, yang
menentukan “Suatu akta adalah suatu akta yang didalam bentuk ditentukan oleh
undang undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk
itu ditempat dimana dibuatnya.
Pasal 1868 KUHPerdata merupakan sumber untuk otentitas akta notaris juga
merupakan dasar legalitas eksitensi akta notaris, dengan syarat syarat sebagai berikut:
a. Akta harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum

43

R. Subekti, Op.Cit, hal 35.
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta dalam pembuktian dan
eksekusi, (Jakarta, Rineka Cipta, 1993) hal 36
44

Universitas Sumatera Utara


24

b. Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang maka salah
satu unsur akta otentik tidak terpenuhi dan jika tidak dipenuhi unsur dari padanya
maka tidak akan pernah ada yang disebut akta otentik.45
c. Akta harus dibuat oleh Pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya di
tempat akta itu dibuat .
2. Perikatan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak.
Berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain,
dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu,46 perikatan-perikatan itu
dalam hukum perdata dikenal ada beberapa macam, yaitu:47
a. Perikatan murni
b. Perikatan bersyarat
c. Perikatan dengan ketetapan waktu
d. Perikatan alternatif
e. Perikatan solider (tanggung menanggung)
f. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
g. Perikatan dengan ancaman hukuman

Hukum perikatan mempunyai sistim terbuka sedangkan hukum benda
mempunyai sistim yang tertutup. Sistim terbuka adalah orang dapat mengadakan

45
Sjaifurachman dan Habib Adjie,Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan
Akta, (Bandung, Mandar Maju, 2011). hal 107
46
Hartono Hadisoeprapto. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Liberty.
Yogyakarta. 1984), hal.28
47
R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta, PT. Internusa, 1994), hal 128-131

Universitas Sumatera Utara

25

perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun
isinya yang mereka kehendaki, baik yang diatur dalam undang-undang maupun tidak
diatur dalam undangundang.48
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Selain

dari perjanjian, perikatan dapat juga dilahirkan dari undang-undang (Pasal 1233KUH
Perdata) atau dengan perkataan lain ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan
perikatan yang lahir dari undangundang. Pada kenyataannya yang paling banyak
adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Dan tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (pasal
1234 KUH Perdata).
Pasal 1313 ayat (1) KUHPerdata disebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang
dinamakan perikatan.
Perikatan yang lahir dari perjanjian menimbulkan hubungan hukum yang
memberikan hak dan meletakkan kewajiban kepada para pihak yang membuat
perjanjian berdasarkan atas kemauan dan kehendak sendiri dari para pihak yang
bersangkutan yang mengikatkan diri tersebut, sedangkan perikatan yang lahir dari
48

Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan. (Mandar Maju. Bandung. 1994), hal1.


Universitas Sumatera Utara

26

undang-undang terjadi karena adanya suatu peristiwa tertentu sehingga melahirkan
hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban di antar pihak yang
bersangkutan, tetapi bukan berasal atau merupakan kehendak para pihak yang
bersangkutan melainkan telah diatur dan ditentukan oleh undang-undang.
Perikatan yang bersumber dari perjanjian ini pada prinsipnya mempunyai
kekuatan yang sama dengan perikatan yang bersumber dari undang-undang. Dasar
hukum dari kekuatan suatu perjanjian adalah Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang
undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa, “Semua persetujuan yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Para
pihak dapat mengatur apapun dalam perjanjian tersebut (catch all), sebatas yang tidak
dilarang oleh undang-undang, yurisprudensi atau kepatutan.
Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas membuat
perjanjian dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut sesuai dengan kebutuhandan
kepentingannya, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. memenuhi syarat sebagai suatu kontrak;

2. tidak dilarang oleh undang-undang;
3. sesuai dengan kebiasaan yang berlaku;
4. sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik49
3. Jual Beli

49

Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Tentang
Perikatan. Hukum Perikatan Dengan Penjelasan,cet.2, (Bandung , Alumni, 1993), hal. 9

Universitas Sumatera Utara

27

Perbuatan jual beli dalam pengertian sehari-hari diartikan sebagai suatu
perbutan hukum dimana seorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang
dikehendaki secara sukarela.50
Sedangkan dalam Pasal 1457 KUHPerdata dinyatakan bahwa yang dimaksud
dengan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan.
Sifat konsensual yang terdapat dalam Pasal 1458 KUHPerdata, menentukan
bahwa : “Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah
orang-orang ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya,
meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.
Artinya bahwa jual beli sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yangsah
(mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat antara
penjual dengan pembeli mengenai unsur-unsur pokok (essentialia) yaitu barang dan
harga, biarpun jual beli itu mengenai barang yang tidak bergerak.
Jual beli merupakan perjanjian timbal balik, dalam hal mana pihak yangsatu
(penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas sesuatu barang, sedang pihak
lain (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai
imbalan dari hasil perolehan hak milik tersebut51

50
51

Mariam Darus Badrulzman, Aneka Hukum Bisnis,( Bandung, Alumni, 2003) hal 25
Subekti. R. Hukum Perjanjian, Op Cit 13


Universitas Sumatera Utara

28

Salah satu sifat yang penting dari jual beli menurut system KUHPerdata
adalah bahwa jual beli itu hanya “obligatoir” saja. Yang berarti menurut system
KUHPerdata jual beli itu belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak
dan meletakkan kewajiban pada kedua belah pihak, yaitu memberikan hak kepada
penjual untuk menentukan harga dan kepada si pembeli hak milik atas barang yang
dijual. Apa yang dikemukakan tersebut mengenai sifat jual beli yang tampak jelas
dari Pasal 1459 KUHPerdata52.
Dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi Hukum Perdata, yaitu hukum
kebendaan dan hukum perikatan. Dari sisi hukum kebendaan, jual beli menimbulkan
hak bagi kedua belah pihak atas tagihan yang berupa penyerahan kebendaan pada
satu pihak, dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan dari sisi
hukum perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan
kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan
penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual53Artinya bahwa jual beli sudah
dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuatan
hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dengan pembeli mengenai

unsur-unsur pokok (essentialia) yaitu barang dan harga.
Pengertian jual beli sebagaimana dimaksud dalam pasal 1457 KUH Perdata
dikaitkan dengan jual beli tanah merupakan sesuatu perjanjian dengan mana penjual
mengikat dirinya untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada
52

Subekti. R. Aneka Perjanjian, Citra Aditya, Bandung, 1997), hal 80
Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Jual Beli, Seri Hukum Perikatan, (Jakarta:PT.Raja,
Grafindo Persada, 2004), hal. 27
53

Universitas Sumatera Utara

29

pembeli dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual sesuai
dengan harga yang telah disetujui.54
Dalam Pasal 5 UUPA terdapat pernyataan bahwa Hukum Tanah Nasional
Indonesia adalah Hukum Adat, berarti menggunakan konsepsi, asas-asas,
lembagaHukum

Adat

yang

telah

di-saneer

yang

dihilangkan

cacat-

cacatnya/disempurnakan. Jadi, pengertian jual beli tanah menurut Hukum Tanah
Nasional kita adalah pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat. 55
Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak
atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak
tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang
menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga
perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan
pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena
itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar
sebagian (tunai dianggap tunai). Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka
penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas
dasar hukum utang piutang56.
Dari pernyataan tersebut di atas dengan tegas dinyatakan bahwa hukum
agraria yang baru didasarkan atas hukum adat yang disesuaikan dengan asas-asas
54
R.Wiryono Prodjodokoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu
(Bandung, Sumur, 2004) hal. 13
55
Adrian Sutedi, Peralihan hak atas tanah dan Pendaftarannya,( Jakarta, Sinar Grafika,2014)
hal. 71
56
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta : Rajawali, 1983), hal. 211

Universitas Sumatera Utara

30

yang ada dalam UUPA, karena dalam UUPA menganut sistem dan asas hukum adat
maka perbuatan jual beli tersebut adalah merupakan jual beli yang terang dan tunai.

B. Akta Pengikatan Jual Beli Sebagai Bentuk Produk Notaris
Pengikatan Jual Beli menurut R. Subekti adalah perjanjian antar pihak penjual
dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsurunsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah sertifikat belum
ada karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga,57 sedangkan
menurut Herlien Budiono, pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang
berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.58
Dari ketentuan umum diatas maka dapat dikatakan akta pengikatan jual beli
(PJB) antara para pihak yang dilakukan melalui Aktayang dibuatdihadapannotaris
dengan statusSertipikatHakMilikmerupakanperbuatanhukumawalyang mendahului
perbuatanhukumjualbelitanah

bersertifikat.Jadipengikatanjualbeliberbeda

perbuatanhukumjualbelitanah.Notarismemilikiwewenang

dengan

membuatakta

pengikatanjualbelitanahdenganstatus SertipikatHakMilik(SHM) tapitidak berwenang
membuataktaotentikjualbelitanahbersertipikathakmilik(AJB),karenakewenanganmem
buataktaJualBeliTanah(AJB)bersertipikatHakMilikadapadaPejabatPembuat
AktaTanah (PPAT).59
Pada

hakikatnya

bersertifikat(PJB)berlandaskan

akta

pengikatanjualbelitanah
kepadaketentuan

umum

dan

rumah
hukum

57

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit hal.75
Herlien Budiono, artikel “Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, edisi
tahun I, No 10, Bulan Maret 2004, hal 57
59
MuchlisPatahna,ProblematikaNotaris,(Jakarta:Rajawali,2009),hal.9.
58

Universitas Sumatera Utara

31

perjanjianyangterdapatdalamBukuIIIKitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) tentang Perikatan.
Akta pengikatan jual beli tanah dan rumah bersertifikat

dapat dikatakan

sebagai suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak saling mengikatkan diri
untuk melakukan jual beli, Pasal 1313 KUH Perdatamemberikanrumusantentang
Perjanjianadalah“suatuperjanjianadalah

suatuperbuatandenganmanasatuorang

ataulebihmengikatkandirinyaterhadap

satuorang

ataulebihlainnya”.Subektimemberikandefinisiperjanjianadalah
“Suatuperistiwadimanaseorangberjanjipadaoranglainataudimanaduaorang
itusalingberjanjiuntukmelaksanakansesuatuhal.60
Pasal1338ayat(1)KUHPerdatamenyatakanbahwa,semuapersetujuanyang
dibuatsecarasahberlaku

sebagaiundang-undang

bagimerekayang

membuatnya.

Pasal1338 ini mengandung asas kebebasanberkontrak,maksudnyaadalahsetiaporang
bebas

mengadakansuatuperjanjianberupaapasaja,baikbentuknya,isinya,namanya

danpadasiapaperjanjianituditujukan.Dariasasinidapatdisimpulkan

bahwa

masyarakatdiperbolehkanmembuatperjanjianyangberupa danberisiapa saja (tentang
apasaja)dan perjanjianitumengikat merekayang membuatnyaseperti suatu undangundang.61
Akta Pengikatan Jual beli sebagai perjanjian pendahuluan yang dibuat karena
belum terpenuhinya syarat-syarat untuk melakukan perjanjian pokok berupa jual beli
disebabkan oleh beberapa faktor diantanya :
a.

Belum lunasnya pembayaran atas harga tanah
60

Subekti,Hukum PerjanjianOp. Cit, hal 1.
T. Baswedan. KajianYuridisPembatalan AktaPengikatan JualBeli (Pjb)Tanah Yang
DibuatDihadapan Notaris,(Medan, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU,2013),
hal.2.
61

Universitas Sumatera Utara

32

b.

Belum dilakukakannya penghapusan hak tanggungan ke Badan pertanahan
nasional

c.

Belum dilakukanya pemecahan sertifikat hak atas tanah

d.

Belum dilakukannya balik nama waris

e. Belum lengkapnya persyaratan Administrasi
f. Belum terpenuhinya syarat untuk melakukan pembayaran pajak 62
Syarat yang belum terpenuhi dalam melakukan pembayaran pajak yang
dimaksud diatas adalah kedua belah pihak yaitu pihak penjual dan pembeli belum
cukup uang untuk membayar pajak dalam pengalihan hak atas tanah dan rumah
bersertifikat untuk melakukan proses balik nama. Adapun kewajiban pembeli dalam
pengalihan hak atas tanah adalah Pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB),BPHTBadalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak
atas tanah dan bangunan.63Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTByang lebih lanjut diatur denganUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sedangkan kewajiban penjual dalam pengalihan

hak atas tanah adalah pembayaran Pajak Penghasilan (PPh).
Akta Pengikatan jual beli sebagai tindakan awal melakukan jual beli berisi
janji-janji baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun pihak pembelinya tentang
pemenuhan hak dan kewajiban para pihak terkait pelaksanaan perjanjian pokok yang
akan dilakukan .
62

Hasil Wawancara dengan Notaris Musniwati Mustafa (Notaris di Medan) tanggal 26
Nopember 2015
63
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2001, (Yogyakarta, Andi Offset, 2001) , hal. 272

Universitas Sumatera Utara

33

Selain janji-janji tentang pemenuhan hak dan kewajiban dalam perjanjian
pengikatan jual beli terdapat klasula khusus yang memuat kuasadari penjual kepada
pihak pembeli. Klausula kuasa dalam akta pengikatan jual beli ini diberikan kepada
calon pembeli untuk mewakili penjual dalam hal melakukan penandatanganan akta
jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pelaksanaan

kuasa

tersebut digunakan setelah semua syarat-syarat dapat terpenuhi guna melakukan jual
beli dihadapan PPAT .
Mengenai bentukdari akta pengikatan jual beli yang dibuat Notaris harus
mengikuti sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 yaituyang
tercantum dalam Pasal 38 UUJN mengenai bentuk dan sifat akta disebutkan:
(1) Setiap Akta terdiri atas:
a.

awal Akta atau kepala Akta;

b.

badan Akta; dan

c.

akhir atau penutup Akta.

(2) Awal Akta atau kepala Akta memuat:
a.

judul Akta;

b.

nomor Akta;

c.

jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan

d.

nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

(3) Badan Akta memuat:

Universitas Sumatera Utara

34

a.

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan, kedudukan,tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang
mereka wakili;

b.

keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c.

isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan

d.

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempattinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

(4) Akhir atau penutup Akta memuat:
a.

uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) huruf matau Pasal 16 ayat (7);

b.

uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan Akta jikaada;

c.

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan,
dan tempat tinggaldari tiap-tiap saksi Akta; dan

d.

rangkaian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam
pembuatan Akta atau uraiantentang adanya perubahan yang dapat
berupa

penambahan,

pencoretan,

atau

penggantianserta

jumlah

perubahannya.
Bagian lainnya dari akta menurut pembagian yang umum diterima, ialah yang
dinamakan Kepala (hoofd) dari akta dimaksudkan bagian dari akta yang memuat

Universitas Sumatera Utara

35

keterangan-keterangan dari notaris mengenai dirinya dan orang-orang yang datang
menghadap kepadanya atau atas permintaansiapa dibuat berita acara.64
Di antara “kepala” dan “penutup” akta terdapat “badan dari akta , yang
memuat keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak-pihak dalam akta atau
keterangan-keterangan dari notaris mengenai hal-hal yang disaksikannya atas
permintaan yang bersangkutan.65
Penutup Akta : yang memuat keterangan dari notaris mengenai waktu dan
tempat akta dibuat, selanjutnya keterangan mengenai saksi-saksi, di hadapan siapa
akta dibuat dan akhirnya tentang pembacaan dan penandatanganan dari akta itu.66
Dalam PJN kepala akta hanya memuat keterangan-keterangan atau yang
menyebutkan tempat kedudukan notaris dan nama-nama para pihak yang datang atau
menghadap notaris.67 Dalam Pasal 38 ayat (2) UUJN kepala akta memuat judul akta,
nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan nama lengkap dan tempat
kedudukan notaris.
Tentang penyebutan identitas di dalam PJN diatur pada Pasal 25 :
a.

Identitas notaris, meliputi :
- nama kecil dan nama lengkap; dan
- tempat kedudukan notaris

b.

Identitas para pihak, meliputi :
64

G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris,( Jakarta: Erlangga, 1992). hal. 214
Ibid,
66
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris.(Bandung, Refika Aditama, 2011), hal 122.
67
Ibid, hal 122.
65

Universitas Sumatera Utara

36

- nama kecil dan nama lengkap;
- pekerjan atau kedudukan di msyarakat;
- tempat tinggal; dan
- menyebut status penghadap sebagai kuasa, apabilan kehadirannya sebagai
kuasa mewakili kepentingan orang yang diwakilinya
c.

Identitas para saksi, meliputi :
- nama kecil, dan nama lengkap;
- pekerjaan atau kedudukan di masyarakat;
- tempat tinggal.
Dalam PJN identitas para pihak atau para penghadap merupakan bagian dari

kepala akta, sedangkan menurut Pasal 38 ayat (2) UUJN, identitas para pihak atau
para penghadap bukan bagian dari kepala akta, tapi merupakan bagian dari badan
akta (Pasal 38 ayat (3) huruf a), dan dalam PJN bahwa badan akta memuat isi akta
yang sesuai dengan keinginan atau permintaan para pihak atau para penghadap.
C. Kekuatan Hukum Akta Pengikatan Jual Beli
Dalam membuktikan suatu perkara perdata, yang dicari adalah kebenaran
formil, yaitu kebenaran yang didasarkan (sebatas) pada bukti-bukti yang diajukan
oleh para pihak yang berperkara. Oleh karena itu, umumnya suatu bukti tertulis
(surat) atau dokumen memang sengaja dibuat oleh para pihak untuk kepentingan
pembuktian nanti (apabila dikemudian hari ada sengketa).

Universitas Sumatera Utara

37

Alat bukti dapat didefinisikan sebagai segala hal yang dapat digunakan untuk
membuktikan perihal kebenaran suatu peristiwa di pengadilan.
Pasal 1866 KUHPerdata, berbunyi :Alat pembuktian meliputi:
1.

Bukti Surat

2.

Bukti Saksi

3.

Persangkaan

4.

Pengakuan

5.

Sumpah
Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat dihadapan notaris merupakan suatu

alat bukti yang berbentuk tulisan. Bentuk alat bukti tulisan sebagaimana yang tertera
di dalam Pasal 1867 KUHPerdata berbunyi :
Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan
tulisan di bawah tangan.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan dokumen sebagai bukti :
1.

terkait keaslian dokumen tersebut;

2.

isi sebuah dokumen;

3.

apakah dokumen tersebut dilaksanakan sesuai dengan isinya.68
Dalam kaitannya dengan Akta Pengikatan Jual Beli yang dibuat oleh

notaris, Pasal 1870 KUH Perdata telah memberikan penegasan bahwa akta yang
dibuat dihadapan Notaris memiliki kekuatan pembuktian

yang sempurna,

berdasarkan“Pasal 1870 KUH Perdata “Suatu akta otentik memberikan di antara para
68

Eddy O.S Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta, Erlangga, 2013), hal 69-70

Universitas Sumatera Utara

38

pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari
mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.”
Pengikatan jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh calon penjual
dan calon pembeli suatu tanah dan rumah sebagai pengikatan awal yang dibuat
dihadapan Notaris.Kekuatan pembuktian akta notaris adalah akibat langung dari
ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta otentik sebagai pembuktian
dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat-pejabat atau orangorang tertentu. Dalam pemberian tugas inilah terletak tanda kepercayaan kepada para
pejabat itu dan pemberian kekuatan pembuktian kepada akta-akta yang mereka buat69
Otensitas dari akta Notaris bersumber dari Pasal 1 ayat (1) Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan Notaris jo Pasal 1868 KUH perdata, yaitu
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan notaris,,
kewenangan yang dimaksud terdapat dalam Pasal 15 Undang-undang jabatan notaris.
Kekuatan akta Pengikatan jual beli sebagai alat bukti terletak pada kekhasan
karakter pembuatnya, yaitu Notaris sebagai Pejabat Umum yang secara khusus telah
diberkan wewenang untuk membuat akta.Akta otentik sebagai alat bukti yang
sempurna merupakan bukti yang cukup untuk kedua belah pihak dan orang-orang
yang mendapat hak dari pada akta otentik tersebut.Dengan bukti yang cukup atau
sempurna diartikan bahwa isi akta otentik yang bersangkutan oleh Hakim dianggap

69

G.H.S, Lumban Tobing, Op Cit hal 54.

Universitas Sumatera Utara

39

benar, kecuali apabila diajukan bukti perlawanan. Jadi Hakim harus mengakui apa
yang tertulis dalam akta selama ketidak benarannya tidak dapat dibuktikan.
Pasal 1867 KUHPerdata merumuskan bahwa suatu akta otentik ialah suatu
akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta
dibuatnya.Akta otentik mempunyai 3 nilai kekuatan pembuktian yaitu70 :
1.

Kekuatan Pembuktian Lahiriah(Uitwendige Bewijskracht)71
Kekuatan pembuktian lahiriah artinya akta itu sendiri mempunyai kemampuan

untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik; mengingat sejak awal yaitu
sejak adanya niat dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat atau
melahirkan alat bukti, maka sejak saat mempersiapkan kehadirannya itu telah melalui
proses sesuai dan memenuhi ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata joUndang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris,
Kemampuan atau kekuatan pembuktian lahirlah ini tidak ada pada akta/surat dibawah
tangan (Vide Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai
akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan
kepada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini
harus dilakukan melalui upaya gugatan ke Pengadilan. Penggugat harus dapat

70
71

Sjaifurachman dan Habib Adjie Op Cit hal 115
Ibid hal 116

Universitas Sumatera Utara

40

membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta
Notaris72
2.

Kekuatan Pembuktian Formil(Formele Bewijskracht)73
Kekuatan Pembuktian Formiil artinya dari akta otentik itu dibuktikan bahwa

apa yang dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan uraian
kehendak pihak-pihak; itulah kehendak pihak-pihak yang dinyatakan dalam akta itu
oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang dalam menjalankan jabatannya, Dalam
arti formil akta otentik menjamin kebenaran :
- Tanggal
- Tanda Tangan
- Komparan dan
- Tempat akta dibuat
Dalam arti formil pula akta Notaris membuktikan kebenaran dari apa yang
disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh Notaris sebagai
Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya, Akta dibawah tangan tidak
mempunyai kekuatan formil, terkecuali bila si penandatangan dari surat/akta itu
mengakui kebenaran tanda tangannya. Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para
pihak, maka harus dibuktikan formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan
ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan
ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang

72
73

Habib Adjie, Hukum Notaris,Op Cit hal 72
Sjaifurachman dan Habib Adjie Loc Cit

Universitas Sumatera Utara

41

dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat
membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan /
disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak, saksi,
dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata
lain, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian
terbalik untuk menyangkal aspek formil dari akta Notaris74
3.

Kekuatan pembuktian material(Materiele Bewijskracht)75
Kekuatan pembuktian material artinya bahwa secara hukum (yuridis) isi dari

akta itu telah membuktikan kebenarannya sebagai yang benar terhadap setiap orang,
yang membuat atau menyuruh membuat akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya
(termasuk ahli warisnya atau orang lain yang mendapatkan hak darinya); inilah yang
dinamakan sebagai “Preuve Preconstituee” artinya akta itu benar mempunyai
kekuatan pembuktian materiil, Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam
Pasal 1870, 1871 dan 1875 Kitab Undang-undang Hukum perdata, Oleh karena
itulah, maka akta otentik itu berlaku sebagai alat bukti sempurna dan mengikat pihakpihak yang membuat akta itu. Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka
yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau
menyatakan yang sebenarnya dalam akta, atau para pihak yang telah benar berkata (di

74
75

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Op Cit, hal. 73
Sjaifurachman dan Habib Adjie Op Cit hal 117

Universitas Sumatera Utara

42

hadapanNotaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan pembuktian
terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.76
Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta.77Terkait dengan
telah terpenuhinya ketiga aspek tersebut dalam akta pengikatan jual beli yang dibuat
oleh Notaris sebagai akta otentik, maka akta pengikatan jual beli tersebut mengikat
siapa pun yang terikat oleh akta tersebut.
D. Akta Pengikatan Jual Beli Sebagai Perjanjian Dapat Dibatalkan dan Dapat
Batal Demi Hukum
Akta pengikatan jual beli yang merupakan suatu perjanjian harus memenuhi
ketentuan syahnya sebuah perjanjian yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata
yaitu :
1. Sepakat
Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya dimaksudkan bahwa subyek
yang mengadakan perjanjian harus bersepakat mengenai hal-hal yang pokok
dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu,
juga dikehendaki oleh pihak yang lain.
2. Cakap
Perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang
sudah dewasa atau sehat pikiran adalah cakap menurut hukum. Menurut Pasal
1330 KUHPerdata, orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian,
antara lain :
76

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Loc Cit
Habib Adjie, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan tulisan),
(Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2013) hal 127
77

Universitas Sumatera Utara

43

a.

Orang-orang yang belum dewasa

b.

Mereka yang berada dibawah pengampuan

c.

Perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan
semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu

3. Suatu hal tertentu
Apa yang diperjanjikan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul
suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian harus
ditentukan jenisnya. Bahwa barang tersebut sudah ada atau ditangan si
berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang
dan jumlahnya juga dapat dihitung atau ditetapkan
4. Sebab yang halal
sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Isi perjanjian
menggambarkan tujuan dari para pihak yang mengadakan perjanjian, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif dan apabila tidak
terpenuhinya dua syarat tersebut akan mengakibatkan konsekuensi voidable: bila
salah satu syarat subyektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukannya batal demi hukum,
tetapi salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap
mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan
pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang

Universitas Sumatera Utara

44

memberikan sepakatnya secara tidak bebas).Sementara berkenaan dengan sebuah
perjanjian dapat dibatalkan, didasarkan pada bahwa perjanjian tersebut bertentangan
dengan atau melanggar syarat-syarat terbentuknya sebuah perjanjian.78
Sedangkan dua syarat terakhir adalah syarat objektif dan apabila tidak
terpenuhinya dua syarat tersebut akan mengakibatkan konsekuensinull and void: Dari
awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif
tidak dipenuhi. Perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah ada
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.Mengenai batalnya
suatu perjanjian disebabkan tidak terjadinya prestasi (wanprestasi) antara para pihak,
prestasi yang dimaksud disini adalah pemberian kewajiban oleh para pihak yang
menyangkut objek dalam perjanjian.79
Bila dikaitkan dengan adanya sebuah pengikatan jual beli yang merupakan
salah satu bentuk perikatan yang berasal dariperjanjian, maka pengikatan jual beli
dapat batal demi hukum atau dapat dibatalkan, apabila telah bersesuaian dengan
unsur syarat batal sebuah perjanjian diatas, akan tetapi apabila sebuah pengikatan jual
beli telah sesuai dengan ketentuan syarat objektif perjanjian serta syarat subjektif
sebuah perjanjian, maka pengikatan jual beli tersebut secara otomatis tidak dapat
dibatalkan atau batal demi hukum.
E. Pengalihan Kepemilikan atas Tanah dan Rumah yang Telah Bersertifikat.
1.

Perbedaan Peralihan dan Pemindahan Hak atas Tanah
78

Hukum
On-Line
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3520/batalnya-suatuperjanjian diakses pada tanggal 04 Desember 2015
79
.Ibid.

Universitas Sumatera Utara

45

Mengingat klausula bunyi dari Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Pokok
Agaria yang berbunyi sebagai berikut:
“bahwahak milik dapat beralih dandialihkan kepada pihaklain.Kata beralih
mempunyai arti bahwa hakmilikdapatberalih kepada pihaklainkarena adanya
peristiwa hukum”.
Dari

bunyi

pasal

tersebut

maka

terdapat

dua

bentukperalihanHakMilikAtastanah dan bangunandapatdijelaskansebagai berikut:
a) Beralih
Pengertian beralih

menunjuk pada berpindahnya Hak Milik Atas Satuan

RumahSusundaripemiliknyakepada

pihaklaindikarenakanpemiliknya

meninggalduniaatauberpindahnyaHakMiilikAtas

tanah

bangunankarenasuatupewarisan.Denganmeninggalnyapemiliksatuan

dan
rumah

susun, makaHakMilikAtas SatuanRumahSusunsecarayuridis berpindahkepada
ahliwarisnya.
b) Pemindahan hak
Pengertian pemindahan hak menunjuk padaberpindahnyaHakMilikAtas
Satuan Rumah Susun daripemiliknyakepadapihak lain dikarenakan suatu
perbuatan hukum yang
tersebut

sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain

mendapatkanHakMilikAtasSatuanRumah

Susun.adapunperbuatan

hukum tersebutdapatberupa jualbeli, tukar menukar, hibah, penyertaan
dalammodalperusahaan,lelang.80
Beralih atau disebut juga dengan peralihan Peralihan hak atas tanah terjadi
karena pemegang haknya telah meninggal dunia, secara hukum hak tersebut beralih
kepada ahli warisnya. Mengenai siapa para ahli warisnya, berapa bagian masing80

Hamzah Andi, I Wayan Suandra, B.A Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, (Rineka
Cipta, Jakarta, 2000), hal 42

Universitas Sumatera Utara

46

masing dan cara pembagiannya diatur oleh hukum perdata, lebih khusus lagi diatur
oleh hukum waris almarhum pemegang hak yang bersangkutan oleh Hukum Tanah.
Menurut BoediHarsono,ketentuan-ketentuan HukumTanahyangmengatur hakhakpenguasaanatas tanah sebagai hubungan hukum konkrit :81
a)

Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan yang
konkrit, dengan nama atau sebutan yang dimaksudkan dalam pemberian nama
pada hak penguasaan yang bersangkutan.
b) Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain.
c) Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain.
d) Mengatur hal-hal mengenai hapusnya.
e) Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.
Suatuhubungan hukumkonkrit dimaksudkan sebutan

“Hak“. Jika telah

dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknyadan orang atau badan hukum
tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya.
Peralihan

hak

atas

tanah

terjadi,karenahukumtidakadaperbuatanhukum,hal

dalam

hal

pewarisan
iniberbeda

denganpemindahanhak.Peristiwa-peristiwa hukum seperti meninggalnya seseorang
yang mengakibatkan beralihnya hukum hak atas tanah yang dipunyainya kepada ahli
warisnya.
Sementara itu yang dimaksud dengan pengalihan hak adalah Pemindahan hak
atas tanah yang besangkutan sengaja dialihkan kepada pihaklain. perbuatan hukum
pemindahan hak82 bisa berupa :

81

Boedi Harsono, HukumTanah Nasional,(Fakultas HukumUniversitas TrisaktiJakarta,
2001),hal 26.
82
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria ,Isi dan Pelaksanaannya (,Jakarta,Djambatan , 2003) hal 265

Universitas Sumatera Utara

47

a) Jual Beli
b) Tukar Menukar
c) Hibah
d) Pemberian menurut adat
e) Pemasukan dalam perusahaan
f) Hibah wasiat atau “Legat”
Untuk dapat memindahkan hakatas tanah bersertifikatdengan cara jual beli
harus memenuhi dua syarat yaitu : syarat materiil dan formil83
1. Syarat materiil
Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain
sebagai berikut :
a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan84
Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk
memiliki tanah yang akan dibelinya.Sebagai contoh menurut pasal
ayat 1

Pasal 21

UUPA) yang dapat mempunyai hak milik hanya warga negara

Indonesia, selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah
dengan hak milik.
b. Penjual adalah orang yang berhak Menjual tanah yang bersangkutan 85
Orang yang berhak untuk menjual tanahnya adalah pemegang hak atas tanah
yang menurut hukum berhak menjualnya, yang biasanya disebut pemilik. Jika
pemiliknya dua orang atau lebih maka semua pemiliknya harus bertindak

83

Adrian Sutedi, Op Cit hal 77
Ibid
85
Ibid hal 78
84

Universitas Sumatera Utara

48

sebagai penjual secara bersama-sama, tidak boleh hanya seorang saja.86Kalau
pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri
tanah itu.
c. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak dalam
sengketa.87
Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan
dalam UUPA yaitu hak milik (Pasal 20), hak guna usaha (Pasal 28), hak guna
bangunan (Pasal 35), hak pakai (Pasal 41). Jika salah satu syarat materiil ini
tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas
tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi
pemilik hak atas tanah atau tanah, yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa
atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah
tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak
adalah batal demi hukum artinya, sejak semula hukum mengganggap tidak
pernah terjadi jual beli.88
2. Syarat formil89
Setelah semua persyaratan materil dipenuhi maka PPAT (Pejabat Pembuat Akta
Tanah) akan membuat akta jual belinya. Akta jual beli menurut Pasal 37 PP 24/1997
Tentang Pendaftaran tanah harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa

86

Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah,(Jakarta,Raja grafindo Persada,1994) hal 2
Adrian Sutendi, Loc Cit
88
Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Loc Cit
89
Adrian Sutedi, Peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Loc Cit
87

Universitas Sumatera Utara

49

dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat (Pasal 5
UUPA), sedangkan dalam Hukum Adat sistem yang dipakai adalah sistem yang
konkrit/kontan/nyata/riil. Dengan demikian, untuk mewujudkan adanya suatu
kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, PP No. 24 Tahun 1997
sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan bahwa setiap perjanjian
yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta
yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.90
2.

Akibat dibuatnya Akta Pengikatan Jual-Beli Terhadap RumahBersertifikat
Pengikatan jual-beli merupakan suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih

yang mengikuti aturan hukum perdata Buku III KUH Perdata, selain itu juga
pengikatan jual-beli tunduk pada asas-asas perikatan/perjanjian di dalam KUH
Perdata.
Akta Pengikatan jual-beli selain sebagai tindakan awal yang dilakukan para
pihak juga mempunyai tujuan agar terjadinya pemindahan kepemilikan tanah dari
penjual kepada pembeli atas tanah dan bangunan yang dijadikan objek perikatan. Hal
ini didasari klausula- klausula dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang
sudah mengatur tentang jual beli.91Sebagaimana yang terdapat dalam buku Chairani
Bustami Jusuf berjudul Contoh Contoh Akta Akta Notaris tentang Perikatan Jual Beli
pada Pasal 1ayat ( 1).

90

Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, (Bandung : Alumni, 1993),
halaman. 23.
91
Hasil Wawancara dengan Notaris Musniwati Mustafa (Notaris di Medan) tanggal 26
Nopember 201

Universitas Sumatera Utara

50

Pihak Pertama dengan ini berjanji dan mengikatkan diri terhadap pihak kedua
untuk menjual dan menyerahkan kepada pihak kedua, yang pihak kedua berjanji dan
mengikatkan diri untuk membeli dan menerima penyerahan dari pihak pertama atas
tanah berikut bangunan.92
Sementara itu di dalam Pasal 2 yang berbunyi :
Jual beli tanah tersebut akan dilakukan dengan harga sebesar_____ jumlah uang
mana telah diterima dengan tunai oleh pihak pertama dari pihak kedua sebelum
akta ini ditandatangani dan untuk penerimaan jumlah uang tersebut akta ini juga
berlaku sebagai tanda bukti penerimaaan atau kwitansi dan karenanya mulai hari
ini pihak pertama harus menyerahkan tanah tersebut dalam keadaan kosong
kepada pihak kedua untuk ditempati oleh pihak kedua.93
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa akta pengikatan jual
beli yang menjadi dasar dari suatu penyerahan (levering) sebagai suatu perbuatan
hukum pemindahan hak yang berupa persesuaian kehendak dari pihak pihak yang
saling mengikatkan diri yang bertujuan untuk mengalihkan/memindahkan hak atas
tanah dan rumah bersertifikat yang mana dalam hukum perjanjian disebut dengan
perjanjian obligatoir dimana perjanjian obligatoir ini adalah perjanjian yang
menimbulkan perikatan untuk melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana yang
diperjanjikan oleh para pihak.
Dari perjanjian yang bersifat obligatoir yang dimiliki oleh akta pengikatan
jual beli atas tanah dan rumah bersertifikat timbul dua macam kewajiban penyerahan
terhadap tanah dan rumah bersertifikat yaitu harus ada penyerahan yuridis (juridische

92
93

Chairani Bustami Jusuf, Contoh Contoh Akta Notaris, (Medan, Pustaka Bangsa, 2008) hal 4
Ibid

Universitas Sumatera Utara

51

levering ) terjadi dengan pendaftaran benda itu dalam daftar umum, semetara Feitelijk
levering-nya terjadi dengan penyerahan kunci94 dari tanah dan rumah bersertifikat
Secara khusus untuk Tanah dan rumah bersertifikat yang bentuk penyerahan
diatur berdasarkan UUPA, maka cara penyerahan diatur tersendiri didalam atau
tunduk kepada peraturan pemerintah nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah Pasal 37 yang menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli
harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
Pengalihan merupakan suatu bentuk pemindahan hak dengan cara jual-beli,
dibuatnya akta pengikatan jualbeli merupakan suatu upaya pemindahan hak dari
pihak pertama sebagai penjual kepada pihak kedua secara materil keperdataandengan
meminta penyerahan nyata ( penyerahan kunci) yang didasari adanya klausula yang
mewajibkan penyerahan

dalam Akta Pengikatan Jual beli. Klausula dalam akta

tersebut merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan menjadihukum yang
mengikat yang didasarkan pada pasal 1338 KUH Perdata dan mewajibkan adanya
prestasi bagi para pihak setelah terpenuhinya syarat- syarat sebuah perjanjian yang
terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata.

94

Rachmadi Usman Op Cit Hal 228

Universitas Sumatera Utara