Akta Pengikatan Jual Beli Sebagai Dasar Pengalihan Kepemilikan Rumah

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam konsep UUPA1 tanah diseluruh wilayah Indonesia bukanlah milik
Negara Republik Indonesia, melainkan adalah milik seluruh bangsa Indonesia, dan
pada tingkatan paling tinggi dikuasai oleh Negara Republik Indonesia.2Atas dasar hak
menguasai dari negara itu ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang
diberikan kepada masyarakat, baik itu perorangan maupun dalam bentuk Badan
Hukum.
UUPA menyediakan berbagai jenis hak atas tanah untuk berbagai macam
keperluan, misalnya diberikan status hak milik sebagai sarana untuk membangun
rumah tinggal bagi warga negara Indonesia.3 Hal ini disebabkan bahwa hak milik
adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah
dan memberi kewenangan untuk mengunakannya bagi segala macam keperluan
selama waktu tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan untuk itu dengan
mengingat fungsi sosial atas tanah.4

1


Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah ( Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2008) hal 63
3
Irene Eka Sihombing, Segi-Segi hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan, (Jakarta, Universitas Trisakti 2009) hal 53
4
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia
Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing ( Bandung , Mandar Maju, 2013) hal 19
2

1

Universitas Sumatera Utara

2

Untuk membuktikan telah diberikannya hak milik kepada orang perorangan,
maka diterbitkanlah sertifikat hak milik. Sertipikat hak milik merupakan surat tanda

bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil
manfaat lahan tanahnya secara turun temurun, terkuat atas dan terpenuh.5Menurut
ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA menentukan bahwa:
1. Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial;
2. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain; .
Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah adalah jual beli yang berarti
pengalihan hak atas tanah kepada pihak/orang lain yang berupa dari penjual kepada
pembeli tanah.6 Jual beli adalah “suatu perjanjian timbal balik yang dalam hal ini
pihak yang satu (si penjual ) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas sutu barang,
sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang
terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut”7.Yang
berarti jual beli itu sendiri bertujuan untuk beralihnya hak kepemilikan dari pemilik
lama kepemilik baru disertai dengan penyerahan. Sebelum terjadinya peralihan hak
milik dan penyerahan tanah dalam proses jual beli tanah didahului oleh kesepakatan
atau persesuaian kehendak antara pihak penjual dan pembeli tentang harga dan tanah
yang telah diperjanjikan, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian.
5

S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan Di Kantor

Pertanahan,( Jakarta, Grasindo, 2005) hal 22
6
Harun Al Rasyid,Sekilas Tentang Jual Beli Tanah (Berikut PeraturanPeraturannya),Jakarta,Ghalia Indonesia 1987) hal 50.
7
Richard Eddy, Aspek legal Property, Teori,Contoh dan Aplikasi, ( Yogyakarta, Andi,
2010),hal.55

Universitas Sumatera Utara

3

Hubungan hukum dalam jual beli dinyatakan dengan tertulis yaitu perjanjian
jual beli yaitu perjanjian konseptual karena mengikat para pihak saat terjadinya
kesepakatan para pihak tersebut mengenai unsur esensial dan aksidentalia dari
perjanjian tersebut.8 setelah dilakukan perjanjian jual beli maka dilakukan penyerahan
terhadap obyek yang diperjual belikan.
Pada pasal 1459 KUH Perdata disebutkan bahwa “Hak milik atas benda yang
dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan
menurut pasal 6129, 61310, dan 61611 KUH Perdata. Penyerahan merupakan cara
memperoleh hak milik yang penting dan paling sering terjadi dalam masyarakat.

Penyerahan adalah pemindahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada
orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda tersebut.12
Hak milik baru beralih kepada pembeli apabila dilakukan penyerahan
bendanya itu oleh penjual kepada pembeli. Jadi, penyerahan adalah perbuatan yuridis
yang memindahkan hak milik..

8
Ahmadi Miru, Hukum kontrak dan Perancangan kontrak, (PT. Raja Grafindo
Persada,Jakarta , 2007) hal 126
9
Pasal 612 KUH Perdata Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh
dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kuncikunci bangunan tempat barang-barang itu berada. Penyerahan tidak diharuskan, bila barang-barang
yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.
10
Pasal 613 KUH Perdata Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang
tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan
hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang
berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau
diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan
surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.

11
Pasal 616 KUH Perdata Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan
pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620.
12
Racmadi Usman, Hukum Kebendaan (Jakarta, Sinar Grafika, 2011) hal 205

Universitas Sumatera Utara

4

Dalam hal melakukan perbuatan hukum untuk mengalihkan suatu hak atas
tanah haruslah dilakukan dihadapan seorang Notaris atau Pejabat Pembuat Akta
Tanah yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah dan
dibuatkan dengan akta otentik. Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat jual beli
atau pengalihan hak ini dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, tetapi ada
kalanya sebelum pelaksanaan jual beli tanah bersertifikat ini dilakukan sebuah
pengikatan dihadapan notaris, yang dinamakan dengan Akta Pengikatan Jual Beli.
Sehubungan dengan akta yang dibuat oleh notaris, di dalam Pasal 1868 KUH
Perdata disebutkan : “Suatu akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang

berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya.
Kewenangan Notaris dalam membuat akta autentik tertera di dalam Pasal 15
ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
berbunyi :
Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau

Universitas Sumatera Utara

5

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undangundang.

Dasar hukum Notaris berwenang membuat akta autentik yang berkaitan
dengan Pertanahan, tertera didalam pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN13:


Notaris

berwenang membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan, Akta yang berkaitan
dengan tanah

bersertifikat yang

dibuat oleh notaris berbentuk pengikatan atau

perjanjian.
Menurut R Subekti, perjanjian merupakan salah satu pranata hukum dalam
sistem hukum Indonesia. Pranata hukum ini berfungsi sebagai alat pengikat hubungan
hukum satu subjek hukum dengan subjek hukum lainnya dalam melakukan berbagai
perbuatan hukum. perjanjian diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal.14
Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum
kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada
satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
memberi prestasi.15 Hal tersebut senada dengan perjanjian jual beli dalam BW
(Burgelijke Wetboek) yang menganut asas obligatoir, yang meletakan hak dan

kewajiban bertimbal balik di antara para pihak, dimana pihak pembeli berkewajiban

13
UUJN adalahsingkatandariUndang-UndangJabatanNotaris, yaituUndang-UndangNomor 30
Tahun 2004 tentangJabatanNotaris yang telahmengalamiperubahanberdasarkanUndang-UndangNomor
2 Tahun 2014 tentangPerubahanatasUndang-UndangNomor 30 Tahun 2004 TentangJabatanNotaris.
14
R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta, Intermasa 2002) hal 1
15
M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian ( Bandung, Alummni, 1996) hal 6

Universitas Sumatera Utara

6

membayar harga tanah yang merupakan hak penjual berbalik dengan kewajiban
penjual berkewajibanmenyerahkanobjekjualbelikepadapihakpembeli.16
Pengikatan jual beli tanah, dapat ditemukan di masyarakat pada saat membeli
rumah dengan cicilan maupun jual beli lunas antara individu-individu yang dilakukan
dihadapan notaris.

Akta pengikatan jual beli yang dibuat oleh notaris tersebut merupakan akta
otentik, menjadi bukti yang sempurna untuk dijadikan alat bukti atas terjadinya suatu
perbuatan hukum.
Akta pengikatan jual beli atas tanah dan rumah lunas yang dibuat oleh
notaris dalam masyarakat menimbulkan sengketa, karena setelah di buatnya akta
pengikatan jual beli lunas pihak penjual tidak mau melakukan penyerahan fisik atas
objek pengikatan jual beli karena merasa belum melakukan jual beli yang sebenarnya
dihadapan Pejabat yang berwenang untuk itu. Seperti dalam sengketa tanah dan
rumah yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung No 396/ PK/Pdt/2014. Antara
Tuan Benny Halim dan Nyonya Lim Sae Ten sebagai pemohon kasasi melawan
Nyonya Ai Ling sebagai termohon kasasi.
Kasus diawali dari dibuatnya Akta Pengikatan jual beli terhadap sebidang
tanah dan rumah Sertifikat Hak Milik No 1607/ Sei Rengas II surat ukur no 1694
terletak di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area, Kota Medan dihadapan
notaris X antara Tuan Benny Halim yang telah mendapat persetujuan istrinya

16

R.Subekti, HukumPerjanjian Op Cit, hal 11


Universitas Sumatera Utara

7

Nyonya Lim Sae Ten sebagai pihak pertama dengan Nyonya Ai Ling sebagai pihak
kedua.
Dimana pada saat melakukan pengikatan jual beli tanah dan rumah toko
tersebut, rumah dan toko tersebut sedang dalam keadaan disewakan kepada pihak
ketiga selama 5 (lima) tahun terhitung tanggal 1 (satu) Juli 2002 sampai 30 juni 2007.
Pada saat masa sewa rumah toko oleh pihak ketiga berakhir pada tanggal
yang sudah diperjanjikan pihak ketiga menyerahkan kembali rumah toko tersebut
kepada tuan Benny halim M dan nyonya Lim Sae Ten

sebagai pihak yang

menyewakan rumah toko kepada pihak ketiga. Dimana setelah pengembalian objek
pengikatan jual beli tersebut kepada tuan Benny Halim dan nyonya Lim Sae Ten
terlaksana nyonya Ai ling selaku pihak yang telah melakukan Pengikatan Jual Beli
dan telah membayar lunas objek pengikatan jual beli tersebut, yang dituangkan dalam
bentuk Akta Pengikatan Jual beli Nomor No 14 tertanggal 26 September meminta

penyerahan atas tanah dan rumah tersebut.
Akan tetapi Tuan Benny Halim M dan Nyonya Lim Sae Ten menolak untuk
melakukan penyerahan objek pengikatan jual beli dikarenakan mereka mengganggap
nyonya Ai Ling belum sebagai pemilik dari tanah dan rumah tersebut karena mereka
berdalih hanya baru melakukan sebatas pengikatan jual beli belum melakukan jual
beli yang sesungguhnya atas objek Akta Pengikatan Jual Beli No 14 tertanggal 26
September. Pada akhirnya setelah jalan musyawarah dan kekeluargaaan ditempuh
Tuan Benny Halim dan nyonya Lim Sae Ten tidak juga mau untuk melabutkukan

Universitas Sumatera Utara

8

penyerahan maka nyonya Ai ling mengajukan Gugatan dimulai dari Pengadilan
Negeri sampai pada tingkat

Peninjauan

Kembali

yang pada putusannya

memenangkan nyonya Ai ling selaku pihak yang berhak atas tanah dan rumah
tersebut.
Berdasarkankasus di atas, makapenelitianini menarik untuk diangkat dengan
judul penelitian tentang “Akta

Pengikatan Jual Beli Sebagai Dasar Pengalihan

Kepemilikan Rumah (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2014.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut diatas maka terdapat
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1.

Bagaimanakah akibathukum dibuatnya Akta Pengikatan Jual Beliterhadap tanah
dan rumah bersetifikat ?

2.

Bagaimanakah konsekuensi tidak dilanjutkan Akta Pengikatan Jual beli dalam
Akta Jual beli ?

3.

Bagaimanakah Pertimbangan hukum Hakim didalam Putusan Mahkamah Agung
Nomor. 396 PK/Pdt/2014 ?

C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada topik penelitian dan permasalah yang diajukan diatas, maka
tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1.

Untuk mengetahui dan menganalisaakibathukum dibuatnya Akta

Pengikatan

Jual Beli terhadap tanah dan rumah bersetifikat?

Universitas Sumatera Utara

9

2.

Untuk mengetahui konsekuensi tidak dilanjutkan Akta Pengikatan Jual beli
dalam Akta Jual beli ?

3.

Untuk menganalisa pertimbangan Hakim didalam Putusan Mahkamah Agung
nomor 396/PK/Pdt/2014

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis dan praktis bagi
kehidupan masyarakat khususnya tentang jual beli terhadap tanah :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta manfaat di
bidang akademis sehingga pengetahun tentang jual beli tanah dan rumah terutama
menjadi lebih baik dari sebelumnya baik bagi masyarakat, Pengajar bahkan praktisi
sehingga dalam mengambil keputusan dalam permasalahan yang berkenaan dengan
jual beli tanah dan rumah menjadi lebih adil.
2. Secara Praktis
Hasil

penelitian

ini

diharapkandapat

memberikan

masukan-masukan

pemikiran-pemikiran yang baru bagi masyarakat tentang pentingnya pengetahuan
tentang hukum pertanahan sehingga dalam proses jual beli terhadap tanah tidak
menjadi sengketa yang menyebabkan berujung pada pengadilan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarakan informasi yang ada terhadap penelusuran kepustakaan
khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara pada sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

10

Universitas Sumatera Utara menunjukan bahwa penelitian dengan judul" Kekuatan
Hukum Pengikatan Jual Beli Sebagai Bukti Pengalihan Kepemilikan Rumah (Studi
Putusan Mahkamah Agung Nomor 396 K/Pdt/2012) “ belum ada yang membahasnya
sehingga

tesis

ini

akademis.Meskipun

dapat
terdapat

dipertanggungjawabkan

keasliannya

penelitian-penelitian terdahulu yang

secara
pernah

melakukan penelitian terkait tentang Akta Pengikatan Jual Beli tanah dan rumah ,
namun secara judul dan substansi berbeda dengan penelitian ini.
Adapun penelitian yang berkaitan dengan AktaPengikatanJualBeli tersebut
yang pernah dilakukan adalah :
1. Penelitian oleh Chairani Bustami, Program Pasca Sarjana, Studi Magister
Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, Tahun 2002, yang berjudul
“Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang
Dibuat Notaris Dalam Kota Medan”, dengan rumusan masalah :
a. Alasan hukum apa yang menjadi dasar pembuatan akta Perikatan Jual
Beliyang menyimpang dari Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961?
b. Apakah

alasan-alasan

hukum

yang

mendorong

para

pihak

untuk

melaksanakan akta Perikatan Jual Beli ?
c. Bagaimanakah fungsi akta Perikatan Jual Beli yang dikaitkan dengan
pembuatan akta Surat Kuasa tersendiri tersebut sehingga nama pembeli
terakhir tertera di sertipikat ?

Universitas Sumatera Utara

11

d. Apakah pemberian Surat Kuasa ini tidak bertentangan dengan Instruksi
Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, Tentang Larangan Penggunaan
Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah ?
2. Penelitianoleh

Wanda Lucia, NIM

Kenotariatan

: 117011154, Mahasiswa Magister

USU,denganjudul

:

AnalisisYuridisAtasAktaNotarisTerkaitDenganPengikatanJualBeliHakAtas Tanah
denganCicilan. Dengan rumusan masalah :
a. Apakah pengikatan jual beli tanah secara cicilan disebut sebagai jual beli yang
disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?
b. Bagaimana proses hukum jual beli tanah secara cicilan?
c. Bagaimana status hukum penjual dan pembeli terhadap tanah yang dibeli
secara cicilan dalam hal penjual wanprestasi?
3. Penelitianoleh Herry Santoso, NIM
Kenotariatan

USU,

:017011025, Mahasiswa Magister

denganjudul

:

Efektivitas

PenerapanKuasaDalamAktaPerikatan/PerjanjianJualBeliAtas

Tanah

Dan
Serta

KeterkaitannyaDenganAktaKuasaJual. Dengan rumusan masalah :
a. Sejauh manakah efektivitas pemberian kuasa yang terdapat dalam akta
Perikatan/Perjanjian Jual Beli ?
b.

Bagaimanakah keterkaitan antara pemberian kuasa yang terdapat dalam akta
Perikatan/Perjanjian Jual Beli dengan akta Kuasa Jual ?

Universitas Sumatera Utara

12

c. Apakah kuasa yang diberikan/dibuat untuk melakukan perbuatan hukum
kepada penerima kuasa selalu demi kepentingan pemberi kuasa ?
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu
yang terjadi.17 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau
pegangan teoritis dalam penelitian.18Teori berguna untuk menerangkan atau
menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus
diuji dengan menghadapkannya pada fakta fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, dinyatakan bahwa” keberlanjutan
perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi aktivitas penelitian
dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”. 19
Fungsi teori dalam tesis ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk
dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Teori dalam penulisan tesis
ini menggunakan teori kepastian hukum, dimana teori kepastian hukum ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya
aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang
17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum ( Jakarta, Universitas Indonesia Press,
1986), hal.122
18
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung , Mandar Maju, 1994) hal 80
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Op Cit, hal 6

Universitas Sumatera Utara

13

boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum
bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya
konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu denganputusan
hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.20
Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena
keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan menyebabkan
orangdapat hidup secara berkepastian sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan
yangdiperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Teori kepastian hukum menurut Radbruch, hubungan antara keadilan dan
kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum harus dijaga demi
keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, walaupun isinya
kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum.Tetapi dapat pengecualian
bilamana pertentangan antara isi tata hukum tentang keadilan begitu besar. Sehingga
tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan.21
Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto
sebagaimana dikutip oleh Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi
tertentu mensyaratkan sebagai berikut :
a. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah
diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara.

20

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Kencana Pranada Media
Group,2008) hal 158
21
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta, Kanisius, 1982)
Hal.163

Universitas Sumatera Utara

14

b. Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-aturan
hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.
c. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu
menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.
d. Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan
e. aturan-aturan

hukum

tersebut

secara

konsisten

sewaktu

mereka

menyelesaikan sengketa hukum, dan
f. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.22
Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa
kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah
hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang
seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal
certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara dengan rakyat
dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.23
Selain menggunakan teori kepastian hukum penelitian ini juga menggunaan
Asas Pacta Sunt Servanda, disebut juga asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan
dengan akibat perjanjian. Dimana Hakim atau pihak ketiga harus menghormati

22

Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung, Mandar Maju,
2006), hal 85
23
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial.
(Bandung. Alumni. 1982) hal 21

Universitas Sumatera Utara

15

subtansi kontrak yang dibuat oleh para pihak24, sebagaimana layaknya sebuah
Undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi kontrak yang dibuat oleh
para pihak. yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undangundang bagi mereka yang membuatnya.
Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Ini berarti, jual beli yang telah dilangsungkan dan telah mengikat dengan
tercapainya kata sepakat mengenai kebendaan yang akan dijual dan harga beli antara
penjual dan pembeli, tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh pembeli maupun
penjual. Bahkan dalam hal jual beli dilakukan dengan pemberian uang.25Sebagaimana
menurut Herlien Budiono26asas pacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang
menetapkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengingat kekuatan
hukum yang terkandung di dalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada
akhirnya dapat dipaksakan penaataannya. jika dipandang perlu dapat dipaksakan
dengan bantuan sarana penegakan hukum.
Teori kepastian hukum dan asas Pacta Sunt Servanda

dibutuhkan untuk

menjamin perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam melaksanakan
peralihan hak atas tanah dan rumah , dengan melihat dari sisi peraturan perundangundangan yang berlaku mengenai peralihan hak atas tanah dan rumah.
24

Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan kontrak, (Mataram: Rajawali, 2002),

hal. 12
25

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor Impor dan
Imbal Beli), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hal 125
26
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, ( Bandung Citra Aditya Bakti, 2011) , hal.31.

Universitas Sumatera Utara

16

2.

Konsepsional
Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus

yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan
diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.27Untuk menjawab permasalah dalam
penelitian perlu dikemukakan beberapa konsep sebagai berikut:
a. Pengikatan jual beli adalah perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas28 yaitu
suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu
perjanjian baru atau perjanjian pokok yang merupakan tujuan dari para pihak
tersebut.
b. Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang
undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat
akta itu dibuat.29
c. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.30
d. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaries
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang.31
e. Pejabat Pembuat Akta Tanah atau selanjutnya disebut sebagai PPAT adalah
pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik yang

27

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta, Sinar Grafika, 2009) hal 96
Herlien Budiono, artikel “Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, edisi
tahun I, No 10, Bulan Maret 2004, hal 57
29
Pasal 1868 Kitab Undang undang hukum perdata
30
Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 1 ayat (1)
31
Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 1 ayat (7)
28

Universitas Sumatera Utara

17

berkenaan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak atas
satuan rumah susun.32
f. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah
dilaksanakannya perbuatan hukum mengenai hak atas tanah dan hak atas satuan
rumah susun.33
G. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan tesis ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah
dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang
digunakan antara lain:
1. Jenisdan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
mengingat penelitian ini berbasis kepada ilmu hukum normatif, dan mengacu kepada
norma-norma hukum positif yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan
dan bahan hukum lainnya.34
Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis, yaitu penelitian yang diharapkan
untuk memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang
akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh
akandilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan35.

32

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor.37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta

33

Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor.37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta

Tanah.
Tanah.
34

Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang,BayuMedia
Publishing 2005), hal. 336
35
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung,
Alumni, 1994,) hal. 101.

Universitas Sumatera Utara

18

Penelitian ini meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber
hukum, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan Pengadilan dan beberapa
buku mengenai hukum pertanahan yang ada untuk mengetahui kekuatan dari akta
pengikatan jual beli sebagai bukti pengalihan kepemilikan atas tanah dan rumah.
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang pada
dasarnya pada metode. Sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya,
maka diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut
untukkemudian ditimbulkan di dalam gejala yang bersangkutan.
2. Sumber Data
Penelitian ini juga menguraikan ataupun deskripsikan data yang diperoleh
secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan suatu telaah terhadap data tersebut
secara sistematik. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui
data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, melalui peraturan
perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa dan kamus serta data
yang terdiri atas:
a.

Bahan Hukum Primer36, yaitu norma-norma atau kaedah-kaedah dasar dan
peraturan

perundang-undangan

yang

berhubungan

dengan

jual

beli

denganPengikatanJualBeli. Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari:
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 ;TentangPokok-PokokAgraria
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ;
36

Ronny Hanitijo Soemitro, Metologi Penelitian Hukum dan Jurimetri ( Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1990) hal 53

Universitas Sumatera Utara

19

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang
undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 tahun 1998 tentang
peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
6) Dan peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan hukum pertanahan.
b.

Bahan Hukum Sekunder37, yaitu Buku-buku yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang menguraikan materi yang
tertulis yang dikarang oleh para sarjana, bahan-bahan mengajar dan lain-lain.

c.

Bahan

Hukum

Tersier38,

yaitu

bahan

yang

memberikanpetunjukterhadapbahanhukum primer danbahan hukum sekunder,
yang

lebihdikenaldengannamabahanacuanbidang

hukum

ataubahanrujukanbidanghukum.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berasal dari
buku-buku milik pribadi maupun melakukan pinjaman dari perpustakaan, artikelartikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen
pemerintah, termasuk Peraturan Perundang-undangan, dan untuk memperoleh data

37
38

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

20

pendukung akan dilakukan wawancara dengan beberapa Notaris/PPAT secara
mendalam.
4.

Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi dokumen/

kepustakaan dan wawancara.
a. Studi dokumen/ kepustakaan yaitu dengan melakukan inventarisasi dan
sistematisasi literatur yang berkaitan dengan sengketa jual beli tanah yang
berkaitan dengan akta pengikatan jual beli
b. Wawancara yaitu hasil yang diperoleh akan digunakan sebagai data
penunjang dalam penelitian. Data diperoleh untuk menjawab permasalahan
yang diajukan dalam penelitian ini adalah pihak pihak yang ditentukan
sebagai narasumber yaitu Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
5. Analisis Data
Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat
deskriptif

analitis,

analisis

data

yang

dipergunakan

adalah

pendekatan

kualitatif.Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi
tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks.39
Dimana hasil analisa akan dipaparkan secara deskriptif, dengan harapan dapat
menggambarkan secara jelas mengenai akta pengikatan jual beli sebagai dasar

39

Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Kearah Penguasaan Model Aplikasi, (Bandung, Raja Grafindo, 2004), hal 103.

Universitas Sumatera Utara

21

pengalihan

kepemilikan

rumah,

sehingga

diperoleh

gambaran

yang

menyeluruhtentang permasalahan-permasalah yang diteliti.
Analisis data dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan permasalahan.Dilakukan secara sistematis untuk mendapatkan pemecahan
permasalahan dalam penelitian ini.
Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun wawancara pada
dasarnya merupakan data yang dianalisis secara kualitatif, yaitu setelah data
terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis,
selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian
ditarik kesimpulan secara deduktif. Penarikan kesimpulan secara deduktif adalah
suatu metode yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dari peraturanperaturan atau prinsip-prinsip umum menuju penulisan bersifat khusus. 40

40

Ronny Hanito Sumitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumeteri, (Jakarta; Ghalia
Indonesia, 1990)., hal 15.

Universitas Sumatera Utara