Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di Kabupaten Deli Serdang

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2.1.1 PENYAKIT PARU KERJA
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh
debu/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat pekerjaan mereka.
Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat paparan zat seperti debu, serat dan gas yang
timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis
zat paparan. Namun, manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru
lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.17

2.1.2 PNEUMOKONIOSIS
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu pneumo berarti paru dan konios
berarti debu. Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan, yaitu
1.

Kelainan yang terjadi akibat paparan debu silika (silikosis), asbes (asbestosis)
dan timah (stannosis).

2.


Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara.

3.

Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik, misalnya bissinosis.

International Labour Organization (ILO) dewasa ini mendefinisikan pneumokoniosis
sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru dan timbulnya
reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Reaksi jaringan non kolagen terjadi bila reaksi
stroma minimal dan terdiri dari serat retikulin. Sedangkan apabila terdapat jaringan parut

10
Universitas Sumatera Utara

yang menetap disebut reaksi lebih baik dibatasi pada kelainan reaksi non neoplasma
akibat debu tanpa memasukkan penyakit bronkitis, asma dan emfisema walaupun
kelainan itu dapat juga terjadi akibat inhalasi debu.18

2.1.3. PNEUMONITIS HIPERSENSITIF
Efek sistem pernapasan akibat paparan debu kayu termasuk penurunan kapasitas

paru-paru dan reaksi alergi di paru-paru. Dua jenis reaksi alergi dapat terjadi di paru-paru:
pneumonitis hipersensitif (peradangan pada dinding kantung udara dan saluran napas
kecil) dan asma kerja. Penurunan kapasitas paru-paru disebabkan oleh mekanik atau
kimia iritasi jaringan paru oleh debu. Hal ini menyebabkan iritasi saluran udara untuk
mempersempit, mengurangi volume udara yang masuk kedalam paru-paru dan
memproduksi sesak napas. Biasanya diperlukan waktu lama untuk melihat penurunan
kapasitas paru-paru.
Studi menunjukkan bahwa pekerja pabrik terkena debu kayu lunak timbul dari
cemara Douglas, hemlock barat, pohon cemara, balsam, dan alpine cemara telah
mengurangi fungsi paru-paru. Dalam sebuah studi tahun 1995 yang melihat sebuah
sekelompok pekerja penggergajian di Alberta dalam pengolahan dan merapikan pinus,
pekerja yang merokok setidaknya tiga tahun dan terkena serbuk kayu lebih sangat
dipengaruhi dari pekerja yang tidak merokok. Kondisi ini dapat memburuk selama
seminggu kerja dan meningkat selama hari-hari seorang pekerja lepas. Selama jangka
panjang, beberapa pekerja mungkin mengembangkan penurunan permanen fungsi paruparu (obstruktif kronis penyakit paru-paru).

11
Universitas Sumatera Utara

Pneumonitis hipersensitif tampaknya dipicu ketika partikel kecil menembus

dalam ke paru-paru di mana mereka memicu respon alergi. Partikel yang diketahui atau
diduga menyebabkan kondisi ini termasuk jamur, bakteri, dan debu halus dari beberapa
kayu keras tropis . Dampak awal dapat berkembang dalam beberapa jam atau setelah
beberapa hari setelah terekspos dan sering bingung dengan flu atau gejala lain (sakit
kepala, menggigil, berkeringat, mual, sesak napas, dan gejala demam). Sesak dada dan
sesak napas sering terjadi dan dapat menjadi parah. Dengan paparan dalam jangka
panjang dari waktu, kondisi ini dapat memperburuk, menyebabkan kerusakan permanen
pada paru-paru. Dinding kantung udara menebal dan kaku, membuat pernapasan sulit.
Beberapa penyakit yang telah diklasifikasikan sebagai pneumonitis hipersensitif
termasuk penyakit “maple bark strippers disease” (penyakit bercak kulit maple),
sequoiosis (dari menghirup debu redwood yang mengandung partikel jamur), “wood
trimmers disease”, dan “wood pulp disease”. Penyakit ini disebabkan oleh kapang yang
tumbuh di kayu bukan karena serbuk kayu itu sendiri. Spora jamur menyebar melalui
udara ketika serpihan kayu dipindahkan, dipangkas, dan kulit kayu dilucuti.19

2.1.4. ASMA KERJA
Asma kerja adalah penyakit obstruksi saluran napas yang reversibel,
disebabkan oleh rangsangan berbagai zat di lingkungan pekerjaan. Karakteristik
penyakit ini ialah hanya mengenai sebagian dari mereka yang terpapar terhadap zat
penyebab, penyakit muncul seringkali sesudah masa bebas gejala yang berlangsung

antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Keadaan

ini bervariasi pada tiap

individu. Keluhan utama ialah mengi (wheezing) yang berhubungan dengan kerja.

12
Universitas Sumatera Utara

Keadaan ini sangat khas pada individu yang atopik setelah bekerja 4 atau 5 tahun.
Pada individu non atopik asma muncul beberapa tahun lebih lama dibandingkan
yang atopik. Asma dapat muncul lebih awal bahkan beberapa minggu sesudah
mulai bekerja terutama pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti
isosianat atau colophony. Gejala bervariasi tiap individu, kebanyakan penderita
menunjukkan perbaikan pada akhir pekan dan waktu libur. Riwayat penyakit
merupakan prosedur penting untuk menegakkan diagnosis. Faal paru menunjukkan
tanda obstruksi yaitu penurunan VEP1 tetapi bersifat reversibel setelah pemberian
bronkodilator. Foto toraks biasanya normal atau ada tanda hiperinflasi. Foto toraks
berguna untuk membedakan dengan pneumonitis hipersensitif.17


Tabel 1 . Zat-zat Penyebab Asma Kerja17
Zat
Tumbuh-tumbuhan

Pekerjaan
Perkebunan, pembakaran, penggilingan
Penggergajian, tukang kayu
Minyak, produksi pupuk
Produksi kopi
Percetakan, farmasi
Pembuatan manisan
Pematri. Elektronik

Tepung gandum
Debu kayu
Buah jarak
Kopi
Getah akasia
Tragacanth
Colophony

Binatang

Laboratorium

Binatang pengerat

Hewan, pengelola stable
Pemancing
Penggilingan, laboratorium
Petard
Panbiakan ulat sutra
Pengelola kerang-kerangan

Kuda, anjing, kucing,
Belalang
Tempayak
Kumbang, padi-padian
Kutu gandum
13


Universitas Sumatera Utara

Ulat sutra
Kerang

Enzim
Produksi deterjen
Plastik
Teknologi makanan, laboratorium

Bacillus subtilis
Tripsin
Papain
Zat kimia

Busa, cat, pemis
Pelapis permulaan, km
Tukang cat, tukang patri
Penyulingan
Plat, semen

Plat
Pembersih ketel
Pekerja patroom

Isosianat
Epoksiresin
Etanolamin
Garam platina
Khrom
Nikel
Vanadium
Aluminium
Obat-obatan
Salbutamol intermediate
Piperazin
Spiramisin
Penisilin sintetis
Tetrasiklin
Khloramin T


Semua obat-obatan dalam tahap
produksinya

2.1.5. BRONKITIS INDUSTRI
Paparan yang lama terhadap kadar debu yang tinggi di tempat kerja dapat
menimbulkan bronkitis industri. Dua kelompok pekerja yang sering terkena ialah

14
Universitas Sumatera Utara

pekerja tambang batubara dan pekerja tepung. Pada pekerja tambang batubara, debu
dengan partikel besar 5 -10 U menumpuk di epitel jalan napas proksimal
dan menimbulkan gejala klinis. Bila paparan menghilang, gejala dapat menghilang. Pada
pekerja yang berhubungan dengan tepung, keadaannya lebih kompleks. Berbagai
komponen

debu

padi-padian (antigen padi-padian, antigen jamur, kumbang padi,


tungau, antigen binatang, endotoksin bakteri dan debu inert) mempunyai andil dalam
menimbulkan. Berbagai zat di tempat kerja dapat menimbulkan bronkitis. Dari
berbagai penelitian, ada zat-zat yang sudah dipastikan, kemungkinan besar atau diduga
sebagai penyebab bronkitis. Penyakit ini disebabkan pengendapan partikel yang
mempunyai diameter lebih besar dibandingkan partikel fraksi respirasi biasa. Dampak
paparan yang lama menyebabkan paralisis silia, hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus
dan menimbulkan

gejala batuk produktif menahun. Pemeriksaan foto toraks dapat

normal atau ada peningkatan corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah.
Pemeriksaan faal paru pada fase awal dapat normal, selanjutnya terjadi perlambatan
aliran udara yaitu pengurangan VEP1 yang

kemudian menjadi ireversibel.

Pada

penyakit bronkitis kronik ini pemeriksaan faal paru berguna untuk membantu
menegakkan diagnosis, menilai manfaat pengobatan, melihat laju perjalanan penyakit

serta meramalkan prognosis penderita.17

Tabel 2. Zat Penyebab Bronkitis Kronik17
Dipastikan

Aldehid (akrolein fonnaldehid)
Ammonia
Debu batubara
Kalium (emfisema)

Kemungkinan
Diduga
Besar

+
+
+
+
15
Universitas Sumatera Utara

Khlorin
Khlormetil eter
Khrom
Debu tambang batubara
(bronkitis, emfisema)
Kobak
Pembakaran arang bate
Debu kapas
Gas diesel
Endotoksin
Debu tepung (gandum, barley)
NO2
Paraquat
Fosgen
Polikhlorinat bifenil
Debu keramik
NaOH
Toluen diisosianat
Tungsten karbid
Vanadium
Vinil khlorida monomer
Western red cedar
Debu wol

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

2.2 PREVALENSI
Untuk Indonesia, catatan/laporan tentang penyakit paru kerja belum terdata
dengan baik, ada kalanya penyakit paru akibat kerja dianggap sebagai penyakit paru yang
lazim ditemukan, hal ini disebabkan penyakit paru akibat kerja hampir tidak ada bedanya
dengan paru yg tidak disebabkan oleh pekerjaan, sehingga dalam pencatatan/pelaporan
penyakit paru kerja hampir tidak ada.
Pada dekade terakhir terdapat peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit obstruksi saluran napas, umumnya terdapat di negara yg sedang berkembang. Di
Inggris prevalensi bronkitis pada penggali tambang batubara bervariasi antara 30% - 48%
dan di tempat industri sebesar 5% - 20% . Prevalensi asma kerja di masyarakat tidak

16
Universitas Sumatera Utara

diketahui secara pasti perkiraan bervariasi antara 2% - 15%, di Jepang tahun 1977
ditemukan 15% penderita asma kerja adalah laki-laki.21,22

2.3. KAYU DAN PENGOLAHAN KAYU
Kayu merupakan salah satu sumber daya bias diperbaharui yang paling penting di
dunia. Kayu substansi keras berserat terdiri dari sebagian besar batang dan cabang-cabang
pohon atau semak, dan tertutup oleh kulit kayu. Inti bagian dalam dari kayu disebut kayu
batang dan lapisan luar disebut gubal. Untuk keperluan industri, kayu diklasifikasikan
menjadi dua jenis; kayu keras dan kayu lunak. Kayu lunak berasal dari pohon jenis
konifera (botanikal disebut sebagai Gymnospermae dengan biji terkena), sedangkan kayu
keras adalah dari daun pohon (botanikal dinamakan sebagai Angiospermae dengan biji
encapsulated).
Pemprosesan kayu utama adalah ‘debarking’, menggergaji, pengamplasan,
penggilingan, pengeboran, pemotongan veneer, chipping dan defibrating mekanis. Dari
penebangan pohon dan seterusnya tahap melalui berbagai tahap pekerjaan kayu dan
proses manufaktur, para pekerja terpapar dengan debu di udara yang berbeda partikel
ukuran, konsentrasi dan komposisi. Menggergaji dan pengamplasan akan menghancurkan
sel-sel kayu yang telah mengalami lignifikasi dan memecahkan sel utuh dan kelompok
sel. Sel yang lebih dihancurkan akan menjadi lebih halus menjadi partikel debu.
Menggergaji dan penggilingan adalah penghancuran sel campuran dan proses
pembentukan chip, sedangkan pengamplasan hampir secara eksklusif penghancuran sel .
Pada kayu keras, sel-sel yang terikat erat sehingga lebih banyak penghancuran dan lebih
banyak debu dihasilkan. Demikian pula, kayu kering juga mengarah pada pembentukan

17
Universitas Sumatera Utara

lebih banyak debu. Partikel kayu lunak adalah lebih berserat dan biasanya lebih besar dan
sebagai hasilnya kurang mampu menjadi udara. Panas yang cukup tinggi dihasilkan
selama menggergaji, mesin dan pengamplasan dapat mengubah komposisi kimia dari
serbuk kayu. Bahwa kayu keras menimbulkan debu halus di udara pada tingkat yang
lebih rendah selama pengamplasan dari kayu lunak, tapi itu jumlah total debu di udara
yang dihasilkan hanya tergantung pada massa total kayu dihapus, dan bukan jenis kayu.
Jenis dan kuantitas dari serbuk kayu yang dihasilkan juga terkait dengan kepadatan
kayu. Kayu keras umumnya lebih padat daripada kayu lunak, dan di bawah kondisi yang
sama biasanya akan menghasilkan

lebih banyak debu. Pekerja dalam operasi

penebangan, pabrik pulp dan pabrik kayu cenderung menggunakan kayu segar; mereka
yang bekerja di kabinet, furnitur, pola, dan model membuat industri cenderung
menggunakan kayu kering. Bahwa kayu keras menimbulkan debu halus di udara pada
tingkat yang lebih rendah selama pengamplasan dari kayu lunak, tapi itu jumlah total
debu di udara yang dihasilkan hanya tergantung pada massa total kayu dihapus, dan
bukan jenis kayu.23
Di tempat ini para pekerja terpapar oleh debu kayu. Secara sederhana kayu yang
diolah lebih kurang seperti gambar dibawah ini:

18
Universitas Sumatera Utara

Kayu yang berpenampang segi empat dengan mesin pembubut khusus kayu
diubah menjadi bulat, kayu yg telah diubah ini akan dipergunakan untuk gagang sapu,
proses pembubutan kayu tsb akan menimbulkan semburan debu kayu ditempat kerja
karyawan yang bersangkutan.

2.4. SIFAT DEBU
Penyakit atau gangguan saluran napas yang terjadi akibat inhalasi debu
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor debu sendiri maupun faktor individu yang
terkena paparan. Faktor debu meliputi sifat kimiawi, bentuk, ukuran partikel, daya larut,
konsentrasi serta lama paparan. Sedangkan faktor individu adalah faktor mekanisme
pertahanan tubuh.
Zat yang terdapat di berbagai sektor industri, pertambangan dapat menimbulkan
kelainan saluran napas dan paru pada para pekerja ditempat itu. Kelainan yang timbul
tergantung dari jenis zat, debu, gas atau asap yang mereka hirup.
Penyakit yang timbul karena inhalasi zat tersebut dinamakan penyakit paru kerja.
Pneumokoniosis adalah salah satu penyakit yang sering ditemukan pada para pekerja
tambang, dan industri tertentu, tergantung dari jenis zat yang dihirup, maka
pneumokoniosis yg terjadi bisa berupa silikosis, asbestosis, pneumokoniosis batubara
atau bentuk yang lain.18,21

2.5. PROSES PEMBUATAN KERTAS

19
Universitas Sumatera Utara

Bahan baku untuk pembuatan pulp antara lain kayu pinus merkusi, bambu, jerami,
bagase, kertas bekas dan lain-lain. Kayu sebagai bahan baku dalam industri kertas
mengandung beberapa komponen antara lain :
1. Selulosa
Selulosa merupakan komponen yang paling dikehendaki dalam pembuatan kertas
karena bersifat panjang dan kuat. Kayu mengandung sekitar 50 % komponen selulosa.
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dalam proses
pulping.
3. Lignin
Lignin berfungsi merekatkan serat–serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pada proses
pulping secara kimia dan proses pemutihan akan menghilangkan komponen lignin
tanpa mengurangi serat selulosa. Komponen lignin dalam kayu adalah sekitar 30 %.
4. Bahan ekstraktif
Komponen ini meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsur lain.
Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah toksik
akut dalam limbah industri kertas. Jumlah komponen hemiselulosa dan hidrokarbon
dalam kayu adalah sekitar 20 %.
Proses produksi kertas terdiri dari beberapa tahap yang pada intinya adalah sebagai
berikut :
1.

Pembuburan kayu (pulping)
Proses pembuatan pulp (pulping) pada prinsipnya terbagi atas:

1.1. Proses Kimia
20
Universitas Sumatera Utara

Proses pembuatan pulp secara kimia terdiri dari dua jenis proses yaitu :
1.1.1. Proses Sulfat (kraft)
Proses ini merupakan proses industri pulp yang dominan di dunia dengan menghasilkan
kekuatan yang tinggi, serat panjang, dan kandungan lignin dalam pulp sangat rendah.
Proses ini dilakukan dengan memasak potongan kayu dalam sodium hidroksida/ soda
kaustik dan cairan sodium disebut larutan putih (white liquor) yaitu campuran sodium
hidroksida dan sodium sulfida). Dengan proses ini lignin dan resin kayu akan dilepaskan
dari serat selulosa pulp kemudian dicuci dan diputihkan. Pada proses ini umumnya
dilakukan dengan proses tertutup sehingga 95 – 98 % bahan kimia yang digunakan dapat
digunakan kembali.
1.1.2. Proses Sulfit
Proses ini menggunakan peralatan yang serupa dengan proses kraft tetapi menggunakan
bahan kimia yang berbeda. Karakteristik pulp yang dihasilkan adalah kuat, lembut dan
lebih terang warnanya daripada proses kraft sehingga dapat mengurangi tahap pemutih.
Bahan kimia yang digunakan adalah asam sulfat atau hydrogen sulfit untuk memasak
bahan baku sehingga dihasilkan asam sulfit atau pulp bisulfit. Umumnya rata – rata
recovery bahan kimia tidak setinggi proses kraft.
1.2 Proses Mekanik
Proses pembuatan pulp secara kimia terdiri dari dua jenis proses yaitu :
1.2.1 Penggilingan kayu
Proses ini merupakan proses yang paling dasar dari proses pulping dan penggilingan kayu
atau potongan kayu yang bertujuan untuk memisahkan serat. Kualitas pulp pada proses
ini rendah karena masih mengandung lignin sehingga kertas yang dihasilkan mudah

21
Universitas Sumatera Utara

robek dan agak kusam. Akibatnya kertas tersebut banyak digunakan untuk kertas koran
dan kertas yang memerlukan sedikit kekuatan sobek.
1.2.2 Proses thermomechanical atau chemo-thermomechanical
Dua variasi proses mekanik tersebut digunakan secara luas di industri pulp untuk
mengurangi konsumsi energi. Pada proses thermomechanical hanya digunakan kayu
lunak yang direbus sebelum digiling. Sedangkan pada proses chemothermomechanical
potongan kayu direndam dengan bahan kimia berbasis sulfur untuk mengekstrak resin
dan lignin. Salah satu akibat proses ini adalah menghasilkan gas berbau berupa senyawa
hidrogen sulfida (H2S), metil merkaptan, dimetilsulfid, dimetil disulfid dan komponen
gas sulfur yang sangat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
2. Pencucian (washing)
Hasil pemasakan merupakan serat yang masih berwarna coklat dan mengandung sisa
cairan pemasak. Serat ini masih mengandung serat – serat yang tidak dikehendaki.
Proses pencucian pulp dilakukan untuk menghilangkan materi yang tidak diinginkan
yang akan mempengaruhi dosis zat pemutih. Hasil samping dari proses ini berupa
black liquor, debu dan lignin. Setelah dicuci pulp dihilangkan lignin yang tersisa
(delignifikasi) menggunakan oksigen dalam larutan putih sehingga menghasilkan
bubur kayu yang lebih putih. Proses ini akan mengurangi jumlah klorin yang
dibutuhkan dalam proses pemutihan (bleaching).
3. Pemutihan (bleaching)
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lignin tanpa merusak selulosa. Proses ini
biasanya melibatkan beberapa tahap. Proses pemutihan menggunakan zat kimia
utamanya ClO2 dan cairan yang masih tertinggal berubah menjadi limbah dengan
22
Universitas Sumatera Utara

kandungan berbagai bahan kimia berupa organoklorin yang umumnya beracun.Udara
yang keluar dari tangki bleaching mengandung polutan berbahaya seperti kloroform,
metanol, formaldehid dan metil etil keton. Sedangkan bahan kimia yang
menggunakan senyawa klorin organik sebagai bahan bleaching dapat membentuk
beberapa senyawa toksik seperti dioksin, furan dan klorin organik (kloroform).
4. Pembentukan kertas
Pulp yg dihasilkan dari tahap sebelumnya selanjutnya dilakukan penggilingan,
pengem paan (pressing) untuk mengurangi kadar air dan diikuti dengan pengeringan
(drying) dengan menggunakan uap. Untuk mendapatkan permukaan yang halus (pada
kertas cetak/tulis) dilakukan proses calendering sesudah pengeringan, sedangkan
untuk membuat permukaan yang mengkilat dan berwarna, sesudah calendering
dilakukan proses pelapisan (coating) untuk produk kertas cetak. Kadang - kadang
juga dilapisi dengan kaolin untuk memutihkan permukaan atau diberi pengikat yang
mengandung formaldehide, ammonia atau polivinil alkohol agar lebih kuat.

2.6. LIMBAH INDUSTRI KERTAS
Pada proses pembuatan kertas terdapat zat yang berpotensi mencemari
lingkungan. Limbah proses pembuatan kertas yang berpotensi mencemari lingkungan
tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Limbah cair, yang terdiri dari :
a. Padatan tersuspensi yang mengandung partikel kayu, serat dan pigmen,

23
Universitas Sumatera Utara

b. Senyawa organik koloid terlarut seperti hemiselulosa, gula, alkohol, lignin,
terpentin, zat pengurai serat, perekat pati dan zat sintetis yang menghasilkan BOD
(Biological Oxygen Demand) tinggi,
c. Limbah cair berwarna pekat yang berasal dari lignin dan pewarna kertas,
d. Bahan anorganik seperti NaOH, Na2SO4 dan klorin,
e. Limbah panas,
f. Mikroba seperti golongan bakteri koliform.
2. Partikulat yang terdiri dari :
a. Abu dari pembakaran kayu bakar dan sumber energi lain
b. Partikulat zat kimia terutama yang mengandung natrium dan kalsium.
3. Gas yang terdiri dari :
a. Gas sulfur yang berbau busuk seperti merkaptan dan H2S yang dilepaskan dari
berbagai tahap dalam proses kraft pulping dan proses pemulihan bahan kimia.
b. Oksida sulfur dari pembakaran bahan bakar fosil, kraft recovery furnace dan lime
kiln (tanur kapur).
c. Uap yang mengganggu jarak pandangan
4. Limbah padat yang terdiri dari :
a. Sludge dari pengolahan limbah primer dan sekunder
b. Limbah dari potongan kayu.25

2.7.

PERTAHANAN

TUBUH

TERHADAP

PAJANAN

PARTIKEL

TERINHALASI

24
Universitas Sumatera Utara

Paru dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan lingkungan baik berupa polusi
udara, rokok, obat-obatan, udara dingin dan faktor-faktor nonspesifik lain. Sistem
pertahanan tubuh terhadap pajanan partikel inhalasi adalah :
1. Secara mekanik, partikel yang masuk dengan udara harus melalui beberapa saringan
antara lain hidung, nasofaring dan saluran napas bagian bawah yaitu bronkus dan
bronkioli. Pada otot polos bronkus terdapat reseptor yang dapat berkontriksi bila ada,
iritasi baik mekanik atau kimia. Bila rangsangan berlebihan dapat terjadi bersin atau
batuk sehingga dapat mengeluarkan benda asing dari saluran napas atas atau bronkus
utama.
2. Secara kimia, cairan dan silia dalam saluran napas secara fisik dapat memindahkan
partikel yang melekat di saluran papas dengan gerakan silia yang "mucociliary
escalator" ke laring. Cairan ini merupakan sawar yang bersifat detoksifikasi dan
bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan terus menerus secara
perlahan-lahan dari bronkus ke alveoli melalui sistem limfatik. Selanjutnya makrofag
alveolar memfagosit partikel kecuali permukaan alveoli.
3. Sistem imunitas melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler.
Ketiga sistem ini saling ketergantungan dan berkoordinasi dengan baik, partikel yang
terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan, kemudian terjadi mekanis me reaksi
atau perpindahan partikel.21

2.8. MEKANISME PENGENDAPAN PARTIKEL DI PARU
Beberapa cara pengendapan partikel debu di paru adalah :

25
Universitas Sumatera Utara

1. Gravitasi, sedimentasi partikel yang masuk saluran napas terjadi karena gaya
gravitasi.
2. "Impaction" terjadi pada bifurcatio bronkus yaitu partikel terbentur di percabangan
bronkus dan jatuh ke percabangan yang lebih kecil.
3. "Brown diffusion", dengan energi kinetik menyebabkan gerakan berkeliling dan
keadaan ini menyebabkan partikel dengan diameter lebih besar dari 2 mikron
mengendap.
4. Elektrostatik, saluran napas dilapisi oleh mukus merupakan konduktor yang baik
secara elektrostatik.
5. "Interception" disambungkan dengan sifat fisik yaitu ukuran panjang partikel, hal ini
penting untuk pengendapan aerosol.18,21
2.9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEBU
Gangguan saluran napas akibat inhalasi debu dipengaruhi berbagai faktor, antara
lain faktor debu sendiri yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat
kimiawi, lama pajanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan tubuh. Debu
respirabel yaitu debu yang mempunyai diameter 0,5 - 2,5 mikron yang mengendap di
bronkiolus terminalis dan alveoli serta mengakibatkan pneumokoniosis, penulis ini
mengatakan diameter 0,5 - 6 mikron . Kerusakan saluran napas akibat debu dipengaruhi
oleh berbagai faktor, yaitu :
2.9.1. Jenis debu
Partikel yang berbahaya untuk paru adalah debu organik dan inorganik. Debu organik
antara lain fosil, mikobakteri, sayuran, binatang, sintetik (toluence diisocyanate) dan
reagen. Debu inorganik antara lain silika bebas (crystalline amorphus), silika, metal, debu
"inert" termasuk besi boruin, titanium, dan lain-lain. Debu inorganik yang terinhalasi
26
Universitas Sumatera Utara

dalam jumlah besar dan lama akan mengakibatkan fibrotik paru . Menurut Pakes inhalasi
debu "inert" seperti besi dapat memberikan gambaran densitas rendah atau tinggi pada
foto toraks. Hal ini tidak dihubungkan dengan fibrosis tetapi secara morfologi dapat
dibedakan dengan kelainan yang disebabkan oleh debu lainnya. Debu "inert" mungkin
berubah menjadi fibrotik karena efek "quartz" dan silika bebas (debu campuran) yang
mempunyai morfologi debu silica. Debu "inert" yang fibrinogenik dihasilkan bersamaan
dalam satu proses industri.

2.9.2. Ukuran partikel
Partikel yang besar umumnya telah tersaring dihidung beberapa partikel kecil masuk
sampai ruang rugi dan terkecil sampai parenkim (diameter 0,5 - 6 mikron disebut partikel
respirabel). Partikel diameter 0,5 - 2,5 mikron umumnya mengendap di alveoli dan
terutama mengakibatkan pneumokoniosis .
2.9.3. Konsentrasi partikel
Menurut Daviest setiap inhalasi 500 partikel/ml, satu alveoli paling sedikit menerima 1
partikel. Di tempat industri biasanya jumlah partikel meningkat. Konsentrasi yang
melebihi 5000 partikel/ml sering dihubungkan dengan terjadinya pneumokoniosis.
2.9.4. Lamanya paparan
Pneumokoniosis akibat debu besi akan timbul setelah penderita mengalami kontak lama,
jarang ditemui kelainan bila pajanan kurang dari 10 tahun.
2.9.5. Kerentanan individu

27
Universitas Sumatera Utara

Beberapa orang yang mengalami pajanan dalam waktu dan konsentrasi yang sama akan
menunjukkan akibat yang berbeda, mungkin dihubungkan dengan mekanisme
pembersihan debu dan perbedaan pada cara bernapas.21,22
2.10. PATOGENESIS
2.10.1. Pembersihan partikel kayu di saluran pernapasan
Ada beberapa mekanisme dalam saluran pernapasan untuk menjaga agar
permukaan mukosa bebas dari bahan asing misalnya kayu debu. Mekanisme ini baik
serap atau non serap dan bervariasi antara daerah yang berbeda pada saluran pernapasan.
Di daerah dada ekstra, partikel-partikel yang sukar larut (misalnya debu kayu) yang
diangkut oleh mukosiliar transportasi. Partikel disimpan di bagian posterior rongga
hidung akan dipindah terhadap nasofaring. Tingkat aliran rata-rata pada orang dewasa
sehat adalah sekitar 5 mm / menit, sehingga waktu rata-rata transportasi sekitar 20 menit.
Pada bagian anterior dari partikulat, rongga hidung. Hal itu diarahkan ke depan dan
dihapus yang paling efektif dengan bersin, menyeka atau bertiup. Larut senyawa
diendapkan pada epitel hidung translokasi cepat ke aliran darah atau dimetabolisme di
epitel nasal. Dalam penelitian partikel ultra halus (diameter kurang dari 100 nm)
translokasi dari hidung ke dalam sistem saraf pusat dan bagian lain dari otak memiliki
telah diamati.
Di wilayah tracheobronchial, bahan yang sukar larut dihapus terutama oleh
mukosiliar transportasi menuju faring dan kemudian tertelan. Gerakan lendir bervariasi
sepanjang pohon tracheobronchial, proses pembukaan tercepat terjadi pada trakea dan
menjadi semakin lambat dalam bronkus lelj

28
Universitas Sumatera Utara

bih distal. Tingkat rata-rata untuk trakea telah diperkirakan antara 4,3-5,7 mm / menit
untuk sehat bebas rokok orang dewasa, sedangkan di dalam bronkus menengah angka ini
antara 0,2 dan 1,3 mm / menit. Batuk juga merupakan mekanisme yang penting dimana
lendir adalah pindah saluran pernapasan. Waktu pembersihan non-larut partikel
diperkirakan 24 jam rata-rata. Partikel larut dan dapat diserap ke dalam sekitar aliran
darah dan kelenjar getah bening.
Di daerah alveolar, sistem kliring siliar tidak hadir. Sebaliknya partikel harus di
fagositosis oleh makrofag dan pada orang dewasa sehat, hal ini terjadi dalam waktu 24
jam setelah pengendapan. Beban partikel makrofag dihapus dari alveoli oleh migrasi ke
ujung distal selimut lendir, diikuti oleh transportasi mukosiliar. Makrofag juga dapat
mentranslokasi ke sistem getah bening atau aliran darah. Dengan rute ini mereka dapat
beredar ke organ lain. Partikel larut dilarutkan dalam cairan lapisan sel epitel, dan dapat
berdifusi ke dalam darah atau getah bening. Ketika jumlah partikel tinggi, kapasitas
makrofag mudahnya terlampaui, yang menghasilkan situasi overload. Dalam situasi
overload, interstisial akumulasi partikel dan peradangan terjadi.24
Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi
mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier
dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang
sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu
melebihi Nilai Ambang Batas .
Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir
bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna
terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat. Partikel debu

29
Universitas Sumatera Utara

yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal
saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik
terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang
lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru
memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi
berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan
penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan
ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan
jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan
pengembangan paru yaitu kelainan fungsi paru yang restriktif.
Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat
debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan individual.
Pneumokoniosis biasanya timbul setelah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu
tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi
setelah paparan 6 bulan. Dalam masa paparan yang sama seseorang dapat mengalami
kelainan yang berat sedangkan yang lain kelainannya ringan akibat adanya kepekaan
individual. Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri,
pneumokoniosis batubara, silikosis, asbestosis dan kanker paru.21,22
2.10.2 Partikel merangsang peradangan
Partikel disimpan di hidung umumnya efektif dihapus oleh sistem mukosiliar, jika
efektivitas sistem mukosiliar berkurang atau terganggu misalnya oleh infeksi, rokok asap
dan trauma, partikel dapat diambil oleh sel epitel khusus dan terkena ke jaringan hidung
terkait mendasari limfoid. Berikut non-spesifik dan spesifik respon imun dapat terjadi

30
Universitas Sumatera Utara

pada saat yang sama. Stimulasi antigen dapat menimbulkan kekebalan lokal respon
terutama yang melibatkan sekresi IgA dan IgG imunoglobulin. Tanggapan ini tidak harus
dianggap sebagai peristiwa lokal, tetapi mempengaruhi mukosa mata, telinga, dan paruparu juga. Paparan berat bahan asing pada mukosa hidung dan peradangan kronis
berbahaya bagi tubuh, untuk menghindari "overresponsiveness" terhadap antigen
terutama lingkungan, mekanisme untuk pengembangan toleransi ada. Mekanisme di balik
induksi hidung toleransi mungkin berbeda dari antigen terhadap antigen, dan dengan
dosis yang diterima.
Deposisi dari sejumlah besar partikel dalam alveoli menyebabkan keadaan yang
berlebihan dalam makrofag yang menghilangkan partikel oleh fagositosis. Hasil yang
berlebihan dalam gangguan fagositosis yang menyebabkan akumulasi partikel interstisial
dan peradangan. Dan peradangan dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi seperti
sitokin dari kelebihan beban makrofag. Pada alveoli kelebihan beban, izin dari rute kedua
disarankan dan sebagian dikonfirmasi. Disarankan bahwa partikel terkecil dapat
mentranslokasi ke aliran darah sendiri. Partikel ukuran dan karakteristik permukaan dapat
menentukan faktor untuk translokasi ini.2

2.11. PEMERIKSAAN FAAL PARU
Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip
dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu ditempat kerja. Untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan,
dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul
setelah paparan yang cukup lama.25

31
Universitas Sumatera Utara

2.12. PENILAIAN TERHADAP GANGGUAN FUNGSI PARU
Kerusakan yang terjadi baik pada parenkim paru maupun saluran napas dinilai
untuk menentukan derajat beratnya kelainan serta gangguan fungsi baik secara objektif.
Penilaian subjektif biasanya dengan mengamati gejala yang terjadi, dan gejala yang
paling dominan adalah sesak napas. Pemeriksaan yang objektif dengan pemeriksaan uji
faal paru merupakan pemeriksaan yang selalu diminta untuk menentukan gangguan
fungsi dalam penyakit paru kerja.26,27

2.13. PENILAIAN TENTANG SESAK NAPAS
Karena sesak napas merupakan gejala utama pada seseorang dengan gangguan
pernapasan sehingga dicoba untuk menilai secara kuantitatif yang pada prakteknya tidak
mudah dilakukan oleh karena itu tidak ada "gold standard" yang jelas dan obyektif. Sesak
napas adalah suatu persepsi subjektif seperti juga nyeri yang sering dilebih-lebihkan.
Untuk dapat menilai sesak dengan lebih baik, ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan
:
1. Besarnya derajat sesak yang dihubungkan dengan kuesioner respiratory baku
2. Indentifikasi kelainan patofisiologinya
3. Apakah kelainan yang terjadi sesuai dengan sesak napas yang timbul tehnik
pemeriksaan fungsi paru
Idealnya untuk menilai kecacatan penyakit paru akibat pekerjaan diperlukan 4
pemeriksaan laboratorium yaitu:
1. Spirometri
2. Kapasitas difusi paru
3. Analisa gas darah arteri
32
Universitas Sumatera Utara

4. Uji latih
Mengingat besarnya biaya dalam pemeriksaan untuk kesemua tes yang akan
dilakukan, maka pemeriksaan pada karwayan yg terpajan debu yang dihasilkan pada
tempatnya bekerja hanya pemeriksaan spirometri saja, namun sudah cukup akurat dalam
memberikan informasi tentang kondisi kesehatan paru karyawan ataupun bagi para lansia
yg ingin bepergian untuk waktu yg lama ketempat yg berbeda iklimnya dengan
Indonesia.6,14,27
Spirometri adalah metode untuk menilai fungsi paru-paru dengan mengukur
volume udara yang mampu pasien lepaskan / hembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimal.
Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang
terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen dapat
disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas, kelainan bisa
terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi
kronik, dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos.
Diagnosis penyakit paru obstruktif kadang-kadang dapat ditegakkan berdasar kan
anemnesis dan pemeriksaan fisik. Dan anemnesis sering ditemukan keluhan sesak napas
dan batuk- batuk. Pemeriksaan fisik memperlihatkan tanda-tanda obstruksi dengan alat
spirometri dapat diukur beberapa parameter faal paru yaitu :
1. Kapasitas vital paksa (KVP) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal
secara paksa setelah inspirasi maksimal.
2. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah

jumlah udara yang bisa

diekspirasi maksimal secara paksa pada detik pertama.

33
Universitas Sumatera Utara

3. Rasio VEPl/KVP.
4. Arus puncak ekspirasi (APE). Apabila nilai VEP1 kurang dari 80% nilai dugaan,
rasio VEP1/KVP kurang dari 75% menunjukkan obstruksi saluran napas.
Bila digunakan spirometri yg lebih lengkap dapat diketahui parameter lain:
1. Kapasitas vital (KV), jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi
maksimal.
2. Kapasitas paru total (KPT), yaitu jumlah total udara dalam paru pada saat inspirasi
maksimal.
3. Kapasitas residu fungsional (KRF), yaitu jumlah udara

dalam paru saat akhir

ekspirasi biasa.
4. Volume residu (VR), jumlah udara yang tertinggal dalam paru pada akhir ekspirasi
maksimal.
5. Air trapping, selisih antara KV dengan KVP.
Pada obstruksi saluran napas didapatkan peningkatan volume residu, kapasitas
residu fungsional, kapasitas paru total, rasio VR/KRF, rasio KRF/KPT dan air trapping.
Pemeriksaan

VEP1, dan rasio VEPl/KVP merupakan pemeriksaan yang

sederhana, reprodusibel, dan akurat. Pengukuran ini

standar,

paling sering digunakan untuk

menilai obstruksi saluran napas. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan tabel dibawah
ini.28

2.14. DERAJAT KELAINAN OBSTRUKSI
VEP1 dibandingkan nilai prediksi
60% - < 75% prediksi → Ringan

34
Universitas Sumatera Utara

30% - < 60% prediksi → Sedang
< 30%

prediksi → Berat

2.15. DERAJAT KELAINAN RESTRIKSI
Jika KVP dibandingkan nilai perkiraan (prediksi)
60% - < 80% dari prediksi → Ringan
30% - < 60% dari prediksi → Sedang
< 30%

dari prediksi → Berat.29

2.16. PEAK FLOW METER
Peak Flow Meter (PFM) adalah alat untuk mengukur jumlah aliran udara dalam
jalan napas (PFR). Nilai PFR dapat dipengaruhi beberapa faktor misalnya posisi tubuh,
usia, kekuatan otot pernapasan, tinggi badan dan jenis kelamin. Peak Flow Meter adalah
alat ukur kecil, dapat digenggam, digunakan untuk memonitor kemampuan untuk
menggerakkan udara, dengan menghitung aliran udara bronki dan sekarang digunakan
untuk mengetahui adanya obtruksi jalan napas. Peak Flow Meter (PFM) mengukur
jumlah aliran udara dalam jalan napas. Peak Flow Rate (PFR) adalah kecepatan (laju)
aliran udara ketika seseorang menarik napas penuh, dan mengeluarkannya secepat
mungkin. Agar uji (tes) ini menjadi bermakna, orang yang melakukan uji ini harus
mampu mengulangnya dalam kelajuan yang sama, minimal sebanyak tiga kali. Terdapat
beberapa jenis alat PFM. Alat yang sama harus senantiasa digunakan, agar perubahan
dalam aliran udara dapat diukur secara tepat. Pengukuran PFR membantu menentukan
apakah jalan napas tebuka atau tertutup.

35
Universitas Sumatera Utara

PFR menurun (angka dalam skala turun ke bawah) jika asma pada anak
memburuk. PFR meningkat (angka dalam skala naik ke atas) jika penanganan asma tepat,
dan jalan napas menjadi terbuka. Pengukuran PFR dapat membantu mengetahui apakah
jalan napas menyempit, sehingga penanganan asma dapat dilakukan dini, juga membantu
mengenali pemicu (penyebab) asma pada anak, sehingga dapat dihindari. Terdapat
perbedaan nilai pengukuran (siklus) PFR dalam satu harinya. Dengan mengukur nilai
PFR dua kali dalam sehari menunjukkan gambaran PFR sepanjang hari. Anak yang
berbeda usia dan ukuran badan memiliki nilai PFR yang berbeda.28,29
Nilai prediksi disesuaikan dengan Nilai Normal Faal paru orang Indonesia pada
Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi American Thoracic
Society (ATS) 1987: Indonesia Preumobile Project, Airlangga University Press,
Surabaya.1

2.17. KERANGKA KONSEP
DEBU KAYU

PARU - PARU
36
Universitas Sumatera Utara

Paparan Debu
 Riwayat paparan
 Lama terpapar

Demografi :
 Umur
 Jenis Kelamin
 Tinggi Badan
 Berat Badan
 Lama Kerja
 Merokok
 Penyakit paru
yang pernah
dialami

GANGGUAN
FAAL PARU

Kelainan
Respiratorik :
 Sesak Nafas
 Nyeri Dada
 Batuk
 Batuk Darah

Asma kerja
Bronkitis Industri

37
Universitas Sumatera Utara