Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di Kabupaten Deli Serdang

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia memberikan berbagai dampak
positif yaitu terbukanya lapangan kerja, membaiknya sarana transportasi dan komunikasi
serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Suatu kenyataan dapat disimpulkan
bahwa perkembangan kegiatan

industri secara umum juga merupakan sektor yang

potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan
lingkungan.1
Dibandingkan seluruh industri yang ada, industri pengolahan kayu merupakan
salah satu industri yang pertumbuhannya sangat pesat. Keadaan ini akan mempengaruhi
konsumsi hasil hutan yang mencapai 33 juta m3 per tahun. Konsumsi hasil hutan yang
sedemikian besar itu antara lain diserap oleh industri plywood, sawmill, furniture,
partikel board dan pulp kertas. Industri pengolahan kayu membutuhkan energi dan
penggunaan bahan baku alami yang besar, seperti kayu keras antara lain: jati, meranti,
mahoni dan kayu lunak antara lain: pinus dan albasia. Dalam proses fisik pengolahan
bahan baku untuk dijadikan peralatan rumah tangga cenderung menghasilkan polusi

seperti partikel debu kayu. Industri peralatan rumah tangga tersebut berpotensi
menimbulkan polusi udara di tempat kerja yang berupa debu kayu. Ukuran partikel
debu kayu sekitar 10 sampai 13 % yang digergaji dan dihaluskan akan berbentuk debu
kayu yang berterbangan diudara.2
Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang
disatu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal

1
Universitas Sumatera Utara

ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu fungsi
paru. Dalam

kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan

pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru,
bahkan dapat menimbulkan

keracunan umum. Debu juga


dapat

menyebabkan

kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus.3
Debu kayu dalam konsentrasi rendah bila dihisap oleh manusia terus menerus
dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kelainan pada saluran napas yang
berupa restriksi, obstruksi ataupun kombinasi. Pemaparan debu organik pada umumnya
akan menyebabkan obstruksi

pada saluran pernapasan yang ditunjukkan dengan

penurunan % VEP1/KVP.4,5
Pekerja yang terpapar debu kayu secara kontiniu pada usia 15 sampai dengan
25 tahun akan terjadi penurunan kemampuan kerja, usia 25 sampai dengan 35 tahun
timbul batuk produktif dan penurunan VEP 1 ( volume ekspirasi paksa 1 detik, usia 45
sampai dengan 55 tahun terjadi sesak dan hipoksemia, usia 55 sampai dengan 65 tahun
terjadi cor pulmonal sampai kegagalan pernapasan dan kematian, hal ini dapat
dideteksi dengan pemeriksaan spirometer.3,6
Pemeriksaan faal paru sebagai sarana penunjang pada penyakit paru kerja sampai

saat ini masih diperlukan. Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan yang lebih peka
untuk mengetahui perubahan patologi dan saluran pernapasan. Pemeriksaan faal paru
yang dilakukan adalah pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai kapasitas vital
(KV) dan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini mempunyai
beberapa keuntungan yaitu sederhana, murah, cukup sensitif, akurasi yang tinggi dan
reproduksibel.7

2
Universitas Sumatera Utara

Di penelitian tahun 2011 di kota Iran bahwa prevalensi gejala pernapasan dan
alergi lebih tinggi pada pekerja toko roti dibandingkan dengan subjek kontrol penduduk
kota Iran, ada tersedia batasan informasi pada konsentrasi debu tepung dengan atau tanpa
gandum alergen dalam tepung yang berhubungan dengan tempat kerja. Data yang
tersedia tentang total debu yang terhirup di pabrik-pabrik Yasuj, Iran menunjukkan
konsentrasi debu tepung yang cukup tinggi di tempat kerja yang terpapar oleh pekerja
dengan tingkat debu yang berbahaya.8
Penumpukan dan pergerakan debu

pada


saluran napas dapat menyebabkan

peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat mengakibatkan penyumbatan jalan
napas, sehingga dapat menurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu yang terus
menerus dapat menurunkan faal paru berupa obstruktif. Akibat penumpukan debu yang
tinggi di paru dapat menyebabkan

kelainan dan kerusakan paru. Penyakit akibat

penumpukan debu pada paru disebut pneumokoniosis. Salah satu bentuk kelainan
paru yang bersifat menetap adalah berkurangnya elastisitas paru, yang ditandai
dengan penurunan pada kapasitas vital paru. Prevalensi yang tinggi kasus ini berkorelasi
dengan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan untuk pengobatan dan
rehabilitasi penderita. Untuk mengetahui secara dini, penegakan diagnosis kasus
penurunan kapasitas paru harus dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali
dengan melakukan pengukuran kapasitas paru.9
Pada penelitian tahun 2002 di kamp Godhra, North Karachi, Pakistan dengan
mewawancarai sekitar 72 pekerja industri kayu. Semua pekerja ditanyai apakah
mempunyai riwayat merokok, mengunyah tembakau dan sirih. Pekerja kayu dengan

paparan lebih dari 8 tahun menunjukkan penurunan yang signifikan dalam KVP, VEP1

3
Universitas Sumatera Utara

dan MVV relatif terhadap kontrol. Demikian pula, analisis regresi antara parameter
fungsi paru-paru dan durasi paparan debu kayu juga dilakukan. Hal ini menunjukkan
korelasi positif yang signifikan itu, peningkatan durasi paparan debu kayu penurunan
indeks fungsi paru-paru.10
Pada kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan
pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru,
bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan
paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras
akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan
mengikat oksigen menurun.11
Pada tahun 2006 dilakukan penelitian secara cross sectional pada pekerja mebel
di Kabupaten Jepara dinilai secara simultan dengan pengukuran pada suatu saat sehingga
dapat dibandingkan antara prevalensi penyakit pada kelompok dengan resiko dengan
prevalensi penyakit tanpa resiko serta dapat menentukan hubungan antara faktor resiko
dan penyakit. Hasil pengukuran fungsi paru pekerja dengan menggunakan alat spirometer

terhadap 55 pekerja mebel adalah 15 pekerja mempunyai fungsi paru normal sedangkan
40 pekerja dengan fungsi paru mengalami gangguan baik obstruksi, restriksi maupun
kombinasi (mixed). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa debu kayu dengan
paparan diatas nilai ambang atas sebesar 1mg/m³ (NAB kayu keras) mempunyai peluang
untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 78,4% sedangkan 21,6% disebabkan oleh
faktor lain artinya 21,6% merupakan faktor diluar yang telah diteliti dalam penelitian
ini.12

4
Universitas Sumatera Utara

Pekerja industri mebel kayu mempunyai resiko yang sangat besar untuk
penimbunan debu kayu pada saluran pernapasan. Absorpsi dari partikel-partikel debu
kayu terjadi hanya lewat paru-paru melalui mekanisme pernapasan. Sebagian partikel
debu yang tidak larut akan tertahan di jaringan paru-paru, sedangkan bagian larut terbawa
oleh darah dan sebagian kecil terbuang lewat air seni. Penelitian yang dilakukan
Vanwiclen dan Beard pada tahun 1993 mengenai debu kayu respirabel ditimbulkan oleh
pengolahan kayu (wood working equipment) bahwa presentase terbesar dari debu kayu
respirabel partikelnya berdiameter antara 1 sampai 2 mikron, sedangkan presentase
terbesar kedua ditempati dengan diameter 0,5 sampai 0,7 mikron.13

Penurunan faal paru juga dialami oleh petugas pintul tol, dimana pada tahun 2009
dilakukan sebuah penelitian dengan desain penelitian menggunakan survey analitik
dengan pendekatan cross sectional di Jakarta. Populasi penelitian ini adalah 204 orang
pekerja tol Jasa Marga (JM) yang bertugas di segmen Jagorawi. Dari 139 sampel pekerja
Tol Jagorawi didapatkan frekwensi abnormalitas faal paru sebanyak 8 orang atau 5.8%.
Nilai uji spirometrik pekerja Tol Jagorawi berasosiasi secara signifikan terhadap faktor
umur, jenis kelamin dan tinggi badan. Uji regresi logistik ganda terhadap abnormalitas
nilai spirometrik (VEP1/KVP) memperlihatkan hanya jenis kelamin yang menjadi
prediktor yang baik dimana pria lebih banyak menderita abnormalitas faal paru.
Walaupun lama kerja dan merokok memberi efek negatif terhadap faal paru (partial
coefficient bertanda negatif) namun tidak berasosiasi secara bermakna terhadap
abnormalitas faal paru di kalangan pekerja tol Jagorawi.14
Menurut studi penelitian cross sectional di tahun 1991 dilakukan pada 145
pekerja non perokok (77 pria, 68 perempuan) yang terpapar serbuk kayu di pabrik mebel

5
Universitas Sumatera Utara

di Umtata, Republik Transkei, Afrika Selatan dan 152 non perokok sebagai subjek
kontrol (77 pria, 75 perempuan) yang berasal dari pabrik pembotolan dengan lingkungan

yang bersih. Setelah penyesuaian untuk usia dan tinggi badan ekspirasi paksa indeks
secara signifikan lebih rendah pada pekerja laki-laki yang terpapar dari pada subjek
kontrol. FEF dan PEF pada pria 81,3% dan 89,4% dari nilai prediksi dan lebih rendah
dari indeks lainnya. KVP pada pria menunjukkan signifikan korelasi terbalik dengan
paparan (dinyatakan dalam jumlah tahun pekerjaan). KVP berkurang 26 ml per tahun
kerja. Proporsi laki-laki dengan VEP1/KVP di bawah 70 lebih tinggi pada pekerja yang
terpapar dibanding subyek kontrol dan lebih tinggi pada pekerja yang terpapar lebih
setahun bekerja. Para pekerja yang terpapar lebih memiliki gejala pernapasan daripada
subjek kontrol, prevalensi, terutama batuk dan gejala hidung, meningkat dengan
peningkatan setahun bekerja. Pekerja yang terpapar serat debu dan pinus lebih memiliki
gangguan pernapasan dan resiko yang lebih besar obstruksi aliran udara.15
Debu kayu yang dihasilkan akibat proses penggergajian, penyerutan dan
pengampelasan dapat menyebabkan pencemaran udara di tempat kerja dan berbahaya
bagi tenaga kerja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah
menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja menjadi Standar
Nasional Indonesia (SNI) sehingga para pengusaha dapat mengendalikan lingkungan
kerja perusahaanya dengan mengacu pada Standar ini. Standar ini memuat tentang Nilai
Ambang Batas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) zat kimia di udara
tempat kerja, di mana terdapat tenaga kerja yang dapat terpapar zat kimia sehari-hari

selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, serta cara untuk

6
Universitas Sumatera Utara

menentukan Nilai Ambang Batas campuran untuk udara tempat kerja yang mengandung
lebih dari satu macama zat kimia.3,4
Sebuah penelitian dengan jenis penelitian quasi eksperimen di mana desain yang
digunakan adalah desain eksperimen pre-test and post-test control group design pada
tahun 2009 di Kabupaten Deli Serdang. Intervensi berupa penggunaan masker dilakukan
selama 3 bulan berturut-turut terhadap kelompok perlakuan dengan jumlah sampel
sebanyak 68 orang. Pengukuran kadar debu dilakukan dengan alat Laser Dust Monitor,
sedangkan pengukuran fungsi paru dilakukan dengan menggunakan alat Peak Flow
Meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar debu untuk ruang sortasi dan ruang
tumpuk daun tembakau memiliki kadar debu melebihi nilai ambang batas >150 µg/m3.
Sedangkan nilai fungsi paru pekerja pengsortir daun tembakau yang menggunakan
masker rata-rata lebih tinggi yaitu sebesar 361,91 ml, dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang tidak menggunakan masker yaitu sebesar 342,35 ml.16
Pekerja pabrik pengolahan perabot rumah tangga dari bahan kayu di Kabupaten
Deli Serdang yang telah bertahun-tahun bekerja memiliki faktor resiko yang sangat besar

untuk penimbunan debu kayu di saluran pernapasan. Gangguan fungsi paru dapat terjadi
secara bertahap dan bersifat kronis sebagai akibat frekuensi lamanya seseorang bekerja
pada lingkungan yang berdebu. Disini peneliti akan meneliti para pekerja pabrik
pengolahan kayu yang terpapar debu dengan menilai faal paru pekerja. Penilaian akan
dinilai apakah pekerja mengalami gangguan restriksi atau obstruksi selama bekerja
bertahun-tahun akibat paparan debu kayu.

7
Universitas Sumatera Utara

1.2. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu belum
diketahuinya hubungan antara faktor demografi (jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat
badan, lama kerja, merokok dan penyakit paru yang dialami) dan paparan debu (riwayat
paparan dan lama terpapar) terhadap faal paru pekerja di pabrik pengolahan kayu.

1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor demografi (jenis
kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, lama kerja, merokok dan penyakit paru yang

dialami) dan paparan debu (riwayat paparan dan lama terpapar) terhadap faal paru
pekerja di pabrik pengolahan kayu di kabupaten Deli Serdang.

1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan faktor demografi yaitu jenis kelamin, umur, tinggi
badan, berat badan, lama kerja, merokok dan penyakit paru yang dialami terhadap
fungsi paru pada pekerja pabrik pengolahan kayu.
2. Untuk mengetahui hubungan paparan debu (riwayat paparan dan lama terpapar)
terhadap fungsi paru pada pekerja pabrik pengolahan kayu.
3. Untuk mengetahui gangguan fungsi paru yaitu gangguan retriksi, obstruksi dan
kombinasi penurunan faal paru pada pekerja pabrik pengolahan kayu.

8
Universitas Sumatera Utara

1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Memberikan informasi kepada para pekerja pabrik pengolahan kayu akibat dampak
paparan debu kayu selama bertahun-tahun bekerja.
2. Menyusun rencana penanggulangan dalam rangka mengurangi faktor resiko gangguan
fungsi paru pada para pekerja pabrik pengolahan kayu.
3. Menyediakan data dan fasilitas terhadap para pekerja pabrik pengolahan kayu untuk
upaya dan kebijakan perbaikan derajat kesehatan paru.

9
Universitas Sumatera Utara