Ekspresi Imunohistokimia Sel Natural Killer Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis

9

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi
Endometriosis adalah penyakit ginekologis yang sering terjadi
dimana jaringan serupa endometrium berproliferasi pada sisi luar kavum
uteri, paling sering terimplantasi pada visera dan permukaan peritoneal
didalam pelvis wanita.1

2.2 . Epidemiologi
Diestimasi bahwa frekuensi endometriosis sangat tinggi diseluruh
dunia. Banyak studi epedemiologi yang mengindikasikan bahwa wanita
nulipara dan wanita dengan siklus menstruasi yang banyak beresiko lebih
tinggi mengalami endometriosis. Penemuan epidemiologi secara kuat
mendukung hipotesis refluks mentruasi, sebagai tambahan teori tersebut
melibatkan demostrasi sel endometrial yang dapat hidup dalam aliran
anak sungai cairan menstruasi dan peritoneal, percobaan eksperimental
dan pertumbuhan endometrium dalam kavum peritoneal. Perbedaan
prevalensi penyakit beragam antara 30-40 kali. Studi analisis terhadap

prevalensi endometriosis wanita

yang menjalani operasi fibroid telah

diasumsikan prevalensinya sebanyak 10%, wanita dengan fibroid memiliki
resiko endometriosis yang sama besar.3 Gangguan ginekologis ini
terdapat pada 6-10% wanita usia reproduktif dan bertanggungjawab atas
35 – 50% infertilitas.1,4 Infiltrasi dalam endometriosis berhubungan dengan

Universitas Sumatera utara

10

gejala nyeri pelvis, perlengkatan dan infertilitas bertanggung jawab lebih
dari 100.000 histerektomi pertahunnya di Amerika Serikat, dengan biaya
perawatan pertahunnya kurang lebih satu juta dollar. 4

2.3 .

Etiopatogenesis


2.3.1 Teori Sampson/Teori implantasi Endometriosis Peritoneal.6


Terjadi karena lesi endometriotik akibat refluk jaringan
endometrial yang hidup dari tuba falopi dan terimplantasi ke
permukaan peritoneal atau organ pelvis akibat retrograde
menstruasi.



Penelitian eksperimental Wiltz menyatakan stroma dan epitel
endometrium dapat dengan mudah dan cepat melekat pada
mesotelium (invasi transmesotelial terjadi antara 18-24 jam)



Akan terjadi perubahan molekuler dari eutopik dan atau
ektopik endometrium secara kualitatif maupun kuantitatif yang
akan mempengaruhi aktivitas fisiologis endometrium (adanya

inflamasi peritoneal dan mutasi sekunder akibat implantasi
dan perlekatan endometrioid).

2.3.2 Apoptosis 10


Terdapat dua bentuk kematian sel, yaitu nekrosis dan
apoptosis. Apoptosis merupakan bentuk kematian sel yang
diperlukan, baik untuk perkembangan sel normal maupun
homeostasis jaringan.

Universitas Sumatera utara

11



Peristiwa ini dikendalikan secara ketat oleh berbagai gen, baik
gen yang bersifat apoptosis maupun anti-apoptosis. Apoptosis
terjadi melalui tiga fase berturut-turut, yaitu fase inisiasi, fase

efekor dan fase eksekusi atau degradasi.



Mekanisme apoptosis merupakan proses yang aktif dan
bermanfaat terutama pada proliferasi dan diferensiasi sel.
Pada proses tersebut dapat saja terjadi kerusakan dan bila
tidak dimusnahkan akan menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan sel.



Proses apoptosis dapat merupakan mekanisme pertahanan
jaringan, misalnya pertahanan terhadap infeksi virus yang
menyebabkan kelainan gen, jika didapatkan adanya kematian
sel, maka cepat akan dikenal oleh makrofag dan disingkirkan
sebelum terjadi disintegrasi sel dan tidak merusak jaringan.




Pada

wanita

endometrium

dengan
yang

endometriosis,

mengalami

persentase

apoptosis

secara

sel

nyata

menurun, peningkatan ketahanan sel dapat melanjutkan
aktivitas

fisiologi.

Apotosis

Spontan

pada

wanita

endometriosis ektopik lebih rendah dibandingkan dengan
wanita normal dan eutopik endometrium.

Universitas Sumatera utara


12

2.3.3 Kemampuan untuk lari dari pengenalan sistem imun11


Mekanisme

regurgitasi

endometrial

dipengaruhi

oleh

keterlibatan daya tahan sel endometrial terhadap pengenalan
sistem imun lokal.


Disfungsi respon imun natural terdapat pada wanita dengan

endometriosis, sel NK menjadi sangat resisten sehingga
terjadi inisiasi proliferasi endometriosis



Kerusakan fungsi sel NK memberi kekhususan status
imunitas dari refluks sel endometriosis, yang mempredisposisi
endometriosis.

2.3.4 Perubahan enzim proteolitik (MMPs dan TIMPs) 12


Endometrium pasien dengan endometriosis mengalami
ekspresi abnormal atas grup spesifik enxym proteolitik yakni
MMPs (matriks metaloprotein) dan TIMPs (inhibitor jaringan
spesifik) akibatnya terjadi implantasi sel endometrium.



Misregulasi dari sintesis MMP dan sekresi dari lesi

endometriotik bergabung dengan sejumlah TIMP-1 pada
cairan peritoneal, kemudian mengubah komponen matriks
fungsional disekitar cairan peritoneium dan menginduksi
perilaku agresif dan memfasilitasi invasi sel ektopik.

Universitas Sumatera utara

13

2.3.5 Proses Neovaskularisasi dan Neuroangiogenesis Endometriosis13


Neovakularisasi pada implantasi endometriotik merupakan
faktor

penting

proses

invasi


jaringan

lain

dari

sel

endometrial. Lingkungan peritoneal sangat angiongenik, dan
pengingkatan aktivitas dan faktor angiogenik ditunjukkan
pada cairan peritoneal dari wanita dengan endometriosis.


Angiogenesis biasanya diikuti dengan pertumbuhan saraf
sehingga melibatkan rasa nyeri.



VEGF (vascular endhotelial growth factor) akan meningkat

pada fase sekunder siklus menstruasi. Epidermal growth
faktor, insuline like growth factor dan platelet derived growth
factor dan fobroblast growth factor merupakan mitogen
poten untuk proliferasi sel stromal dan sebagai antiapoptosis
sel endometrium.



IL-8 dan TNF-a mendorong terjadinya proliferasi dan
perlekatan sel endometrium dan angiogenesis dari sel
progenitor di endometrium dan sumsum tulang belakang.

2.3.6 Inflamasi 14


Banyak bukti menyatakan bahwa endometriosis merupakan
kondisi inflamasi dari pelvis.



Cairan

peritoneal

wanita

dengan

endometriosis

menunjukkan peningkatan sejumlah makrofag teraktivasi
dan perbedaan signifikan dari profil sitokin dan kemokin

Universitas Sumatera utara

14

termasuk faktor inhibitor migrasi makrofag, TNF-a, IL-1B, IL6, IL-8 dan aktivasi normal ekspresi T dan sekresi protein
kemotaktik monosit.


Terdapat pula protein Proteomics pada cairan peritoneal
yang diketahui bersifat mengikat makrofag dan mengurangi
kapasitas fagositosis dan meningkatkan produksi IL-6.



Inflamasi

tidak

hanya

terdapat

pada

lingkungan

mikrovaskuler peritoneum melainkan juga pada eutopik
wanita dengan endometriosis. Wanita dengan endometriosis
menunjukkan

peningkatan

produksi

IL-6

basalis.

IL-6

berperan penting dalam kondisi inflamasi kronis dan sekresi
makrofag sama seperti pada sel epitel endometrial.


Lingkungan peritoneum yang mengalami inflamasi kaya
akan mediator inflamasi, terutama prostaglandin yang
memegang peranan dalam patofisiologi nyeri dan infertilitas
wanita dengan endometriosis.

Universitas Sumatera utara

15

Gambar 1. Proses Molekular Endometriosis. Sumber : Fertil Steril 2007
Gambar 2.. Rangkuman pola E2 (lokal dan sistemik), faktor pertumbuhan,
prostaglandin dan stimulus inflamasi dalam patogenesis nyeri. Dikutip dari
Burney 13

Patologi endometriosis juga diungkapkan peneliti di akhir abad ke 17
dan 18 berupa postulat bahwa endometriosis dapat diakibatkan oleh defek

Universitas Sumatera utara

16

kecil selama embriogenesis. Demonstrasi endometrium ektopik akhir-akhir
ini ditemukan pada 11% fetus manusia yang diotopsi selama autopsi. 11
Penelitian tersebut menekankan adanya kesalahan letak dari jaringan
endometrium pada fetus selama perkembangan organogenesis sehingga
menyebabkan endometriosis. Pada fetus manusia dengan endometriosis
ditemukan ekspresi cytokeratin 7, CA 125, estrogen reseptor dan CD 10
pada analisa fenotip molekuler endometrium ektopik. Diferensiasi epitel
dan distribusi dari uterus fetus manusia dengan endometriosis sama
dengan yang ditemukan pada orang dewasa. Terdapat spekulat lain juga
yang menyatakan bahwa, endometrium ektopik akan tetap asimtomatik
hingga

memasuki masa pubertas. Endometriosis sebaiknya tidak

dianggap sebagai penyakit

yang

berulang,

pembedahan

lengkap

merupakan penatalaksanaan komplit. Namun terapi hormon postoperatif
tetap dibutuhkan. Pada akhirnya masalah infertilitas adalah yang terbesar
yang dihadapi pasien dengan endometriosis, keseluruhan informasi terkait
patogenesis

endometriosis,

dapat

menjadi

implikasi

klinis

untuk

manajemen terkait infertilitas.15

2.4. Faktor Resiko Endometriosis
2.4.1 Usia
Endometriosis pelvis jarang terjadi sebelum menarke dan cenderung
berkurang setelah menopause. Beberapa studi pada wanita dibawah usia
50 tahun menyatakan frekuensi endometriosis meningkat seiring dengan
bertambahnya usia hingga fase menopause, tetapi studi terakhir tidak

Universitas Sumatera utara

17

menunjukkan demikian. Kriteria seleksi berbeda dapat menjelaskan
beberapa ketidaksesuaian, contohnya wanita muda tidak melakukan
laparoskopi untuk infertilitas dibandingkan dengan zaman dahulu yang
dibutuhkan

tindakan

laparotomi

untuk

menegakkan

diagnosis

endometriosis. Tidak terdapat hubungan antara usia dan derajat
keparahan penyakit endometriosis. 16,17

2.4.2 Ras dan Kelas Sosial 18
Tingginya frekuensi endometriosis pada wanita kelas sosial tinggi
telah dilaporkan. Namun hasil tersebut dapat merupakan diagnostik bias
sebagai contoh lebih besarnya perhatian pada nyeri panggul dan
infertilitas wanita pada kelompok kelas tinggi. Bias diagnostik yang sama
juga dapat menjelaskan tingginya frekuensi penyakit pada wanita kulit
putih. Di Amerika Serikat, wanita berkulit hitam rata-rata memiliki tingkat
sosioekonomi yang kurang sehingga diagnosis endometriosis lebih rendah
pada ras berkulit hitam, namun beberapa studi evaluasi populasi
endometriosis tidak menunjukkan perbedaan bermakna baik untuk
indikasi

dan

prosedur

diagnostik,

tingkat

sosioekonomi

terhadap

prevalensi penyakit endometriosis pada wanita dengan ras yang berbeda.

2.4.3 Faktor menstruasi dan reproduktif 19
Studi epidemiologi di Amerika Serikat dan italia menunjukkan wanita
dengan menarke usia lebih dini, siklus mentruasi pendek dan banyak
memiliki resiko yang tinggi. Hal ini diasumsikan bahwa usia yang lebih dini

Universitas Sumatera utara

18

meningkatkan paparan atau kontaminasi pelvis dari material endometrial
menstruasi, berdasarkan teori refluks. Selain itu riwayat obstetrik juga
berperan penting, data klinis menunjukkan bahwa paritas mengurangi
resiko endometriosis. Sebaliknya data epidemiologi tidak menunjukkan
hubungan antara usia kehamilan, aborsi spontan dan endometriosis.

2.4.4 Penggunaan kontrasepsi oral 20
Data

mengenai

efek

penggunaan

kontrasepsi

oral

terhadap

endometriosis masih menimbulkan konfliksitas. Beberapa studi, resiko
endometriosis sangat rendah pada pengguna kontrasepsi oral. Pada studi
kohort yang besar rasio endometriosis sangat rendah pada pengguna
kontrasepsi (resiko relatif 0.4 dengan interval kepercayaan 95%, 0.2-0.7)
Sedangkan wanita yang menghentikan konsumsi pil lebih cepat (>2-4
tahun) memiliki resiko yang lebih bear (resiko relatif 1.8 dengan interval
kepercayaan 95%, 1.0-3.1). Telah diasumsikan bahwa penggunaan
kontrasepsi oral temporer dapat menekan resiko endometriosis melalui
penekanan ovulasi.

2.4.5 Riwayat Keluarga 20
Diasumsikan resiko endometriosis meningkat pada wanita dengan
ibu atau saudara perempuan menderita endometriosis. Frekuensi
meningkat pada derajat pertama saudara atau wanita yang menderita
endometriosis berdasarkan studi Norway dan Italy. Namun analisa genetik

Universitas Sumatera utara

19

lanjutan perlu dilakukan untuk memperjelas keterlibatan riwayat keluarga
dan resiko endometriosis.

2.4.6 Merokok, Diet dan Gaya Hidup20
Beberapa studi menyatakan bahwa perokok berat dapat menurunkan
resiko endometriosis. Penemuan ini dijelaskan oleh efek antiestrogenik
dari merokok. Hubungan antara peningkatan resiko endometriosis dan
alkohol, kopi, diet tinggi lemak pada beberapa studi menunjukkan
peningkatan resiko endometriosis. Sebaliknya aktivitas fisik dapat
menurunkan level estrogen dan mengurangi resiko endometriosis.

2.4.7 Indeks Masa Tubuh20
Status

gizi

berlebih

diketahui

dapat

menurunkan

resiko

endometriosis. Wanita dengan peningkatan indeks masa tubuh memiliki
siklus menstruasi ireguler dan peningkatan rasio anovulatori infertiliti
sehingga menurunkan resiko endometriosis.

2.4.8 Keganasan
Beberapa studi menyatakan paparan dioksin merupakan penyebab
endometriosis. Beberapa data epidemiologi menunjukkan keterkaitan
resiko endometriosis dengan frekuensi gangguan imunitas. Hubungan dari
kegananasan limfoma non hodkin, hipo-hipertiroidisme juga meningkatkan
resiko endometriosis.20

Universitas Sumatera utara

20

2.5.

Peran

Sistem

Imun

Pada

Endometrium

Selama

Siklus

Menstruasi
Sistem imunitas berperan dalam mempertahankan homeostasis
uterus dan regenerasi yang melibatkan beberapa sitokin dan sel-sel
imunitas. Menstruasi terjadi akibat penurunan progesteron pada akhir dari
fase siklus menstruasi, yang melepaskan inhibisi jalur pro-inflamasi NFkB,
mengarah ke sebuah peningkatan dalam kadar sitokin pro-inflamasi,
prostaglandin dan matriks metaloproteins yang diikuti oleh lisis jaringan
ikat dan perdarahan21 (Maybin & Critchley, 2011). Produksi oleh sel-sel
endometrial diseluruh siklus diregulasi oleh steroid seks, estrogen dan
progesteron 22 (Carlino et al.,2008). Selama fase proliferatif kadar estrogen
meregulasi regenerasi endometrium. Dibawah pengaruh steroid hormon
mulai untuk tumbuh dan pembuluh darah diperbaiki. Setelah ovulasi,
selama fase sekretori, terjadi perubahan-perubahan seluler dalam
endometrium uterus termasuk transformasi dan desidualisasi sel-sel
stromal dan dalam perkembangan glandula-glandula sekretorik diregulasi
oleh progesteron (King & Critchley, 2010). 23
Sama dengan proses menstruasi, implantasi juga dikarakteristikkan
oleh peningkatan kadar sitokin-sitokin endometrial, prostaglandin, dan
leukosit. Gradien kemokin-kemokin dan sitokin-sitokin, diproduksi oleh selsel endometrial, mengarah ke blastokista sisi implantasi sehingga
mengizinkan interaksi dengan garis uterus. Selama invasi, sel-sel
trofoblast merobek sel epitelial dan stromal. Jaringan endometrial
kemudian diperbaiki dan dirombak seiring dengan pertumbuhan plasenta.

Universitas Sumatera utara

21

Proses penyembuhan luka ini secara kuat dikarakteristikkan oleh Th1,
respon pro-inflamasi dengan tingginya kadar sitokin-sitokin proinflamasi
seperti IL-6, LIF, IL-8 dan TNFα juga terlibat. Diantara aktivitas-aktivitas
diatas, aktivitas sitokin merekrut sel-sel imun kedalam desiduan. Baik
pada manusia dan tikus, infiltrasi populasi yang besar dari leukosit
desidual terhadap sisi implantasi telah diamati. Dari sel-sel tersebut, 6570% didominasi oleh sel natural killer spesifik bagi uterus (uNK) dan 1020% adalah sel antigen yang dipresentasikan seperti makrofag dan sel-sel
dendritik. 22-5

2.6.

Faktor-faktor Imunologi dalam Endometriosis
Pola utama dalam patogenesis endometriosis adalah sistem

imunitas. Akumulasi beberapa bukti mengusulkan bahwa aktivitas sel T
sistemik mempengaruhi patogenesis endometriosis. Perubahan rasio sel T
helper

dan sel T serta konsentrasi kedua sel telah dilaporkan dalam

serum, cairan peritoneal dan jaringan endometriotik.26 Lebih lanjut,
beberapa perbedaan dapat terdeteksi antara endometrium eutopik dari
wanita dengan atau tanpa penyakit. Tidak ada konsistensi terkait
perubahan-perubahan

dalam

sel-sel

T

dan

pola

mereka

dalam

patofisiologi endometriosis. Sel NK berubah pada cairan periferal dan
peritoneal dari wanita dengan endomeriosis. Sebagai tambahan, toksisitas
sel NK telah menunjukkan secara berkebalikan korelasi nya dengan
stadium penyakit. Akibatnya, perubahan sitotoksisitas NK terhadap
jaringan endometrial mungkin bertanggungjawab dalam bagian inisiasi,

Universitas Sumatera utara

22

propagasi dan tercetusnya endometriosis pelvik. Serum dan cairan
peritoneal wanita dengan endometriosis menunjukkan penurunan aktivitas
sel NK.27

Kemungkinan ini disebabkan oleh monosit atau aktivitas

makrofag melalui sekresi-sekresi mereka yang memodulasi sel imunitas
dan non-imunitas.
Selain perubahan fungsi-fungsi sel T banyak temuan-temuan akhirakhir ini yang berubah pada fungsi sel B pasien endometriosis seperti
yang dibuktikan oleh reaksi abnormal antigen-antibodi dan peningkatan
fungsi sel B. Penurunan deposisi C3 dalam endometrium dan berkaitan
dengan penurunan total komplemen pada serum yang ditunjukkan oleh
pasien endometriosis. Antibodi antiendometrial khususnya IgG dan IgA
telah terdeteksi dalam serum, vagina dan sekresi servikal dari pasien
endometriosis. Kehadiran antifosfolipid dan antihistone dari IgG, IgM, dan
IgA telah terdokumentasi oleh beberapa peneliti. Korelasi langsung antara
stadium endometriosis dan autoantibodi bervariasi dari positif hingga
negatif

dan hingga tidak ada hubungan sama sekali. Pengamatan-

pengamatan terhadap perubahan imunitas mengarahkan beberapa
investigator yang dipercayai merupakan penanda reaktivitas immun
khususnya sitokin yang berpotensi digunakan sebagai alat bantu
diagnostik untuk endometriosis.27-29

2.6.1 Sitokin
Sumber sitokin pada pasien endometriosis adalah makrofag yang
berasal dari sumsum tulang belakang, yang bersirkulasi sebagai monosit

Universitas Sumatera utara

23

dan bermigrasi ke berbagai kavitas tubuh. Sitokin pada cairan peritoneal
kaya dengan komponen-komponen seluler termasuk makrofag, sel-sel
mesotelial, limfosit, eosinofilik dan sel mast. Telah dihipotesiskan bahwa
makrofag peritoneal teraktivasi adalah langkah penting dalam inisiasi
penyakit dan progresifisitas penyakit. Makrofag teraktivasi pada cairan
peritoneal wanita dengan endometriosis yang secara poten memproduksi
sitokin. Kadar sitokin yang meningkat pada wanita dengan endometriosis
yaitu IL-1, IL-5, IL-6, IL-10, TGF β, TNF α. Sedangkan sitokin yang
menurun adalah IL-2 dan INF Ϫ. Dengan IL-2 berfungsi mengaktivasi
sitotoksis sel NK dan sel T. INF Ϫ berfungsi sebagai meningkatkan
produksi IL-1, dan dengan TGF berfungsi secara langsung menghambat
sel T, sel B, dan sel NK. 28

2.6.2 Tumor Nekrosis Faktor
TNF merupakan sitokin pleiotropik yang dihasilkan dalam pola
penting pada proses inflamasi. Dipercayai bahwa fisiologikal seminal,
proses reproduktif patologikal, dan berfungsi meningkatkan ekspresi
reseptor terhadap IL-2, INF Ϫ dari sel T, merangsang tidur, demam, dan
menjadi sitotoksis langsung pada sel tumor tertentu. TNF utama adalah
TNF-α yang memproduksi neutrofil. Pada endometrium manusia TNF
adalah sebuah faktor dalam fisiologik endometrial proliferatif dan
shedding.28

Universitas Sumatera utara

24

2.6.3 Interleukin
IL-1 adalah kunci sitokin dalam regulasi inflamasi dan respon imun.
IL-1 mempengaruhi aktivasi sel limfosit T, meningkatkan pertumbuhan,
merangsang produksi limfokin diantaranya IL-2, INF Ϫ, dan diferensiasi
limfosit B dengan reseptirnya yakni IL-1alfa dan IL-1 beta. Implantasi
endometrium ektopik menunjukkan isolasi IL-1 pada cairan peritoneal
pasien endometriosis, ada peneliti yang menunjukkan kadar IL-1
meningkat drastis pada pasien endometriosis dan ada pula yang
menunjukkan tidak adanya peningkatan.28
Sedangkan IL-6 merupakan regulator inflamasi dan imunitas dengan
hubungan fisiologik antara sistem endokrin dan sistem imunitas yang turut
memodulasi sitokin aktivasi pendorong sel T dan diferensiasi sel B, serta
menghambat pertumbuhan berbagai garis sel manusia. IL-6 ini kelak
merespon makrofag dalam cairan peritoneal stromal sel-sel endometrial
dan

makrofag-makrofag

perifer

yang

diregulasi

pada

pasien

endometriosis. Terdapat beberapa studi menunjukkan tidak adanya
peningkatan dan studi lain adanya peningkatan pada IL-6 di dalam serum
dan bukan di cairan peritoneal pasien endometriosis.28

2.6.4 Faktor Pertumbuhan Endotel Vaskular
Faktor pertumbuhan endotelial vaskular adalah salah satu faktor
yang penting dan spesifik bagi faktor-faktor angiogenik. Pada pasien
endometriosis, VEGH secara lokal dalam epitelium dari endometriotik
implant khususnya pada implant dengan perdarahan. Lebih lanjut terdapat

Universitas Sumatera utara

25

peningkatan dalam konsentrasi VEGH pada cairan peritoneal pasien
endometriosis.

Makrofag

peritoneal

pasien

endometriosis

kemampuan untuk mensistensis dan mensekresikan VEGF.

memiliki

29

2.6.5 RANTES (Regulated on Activation Normal T-Cell Ecpressed and
Secreted)
Berasal dari keluarga kemokin “C-C” yang menarik monosit dan
memori sel T. RANTES adalah produk sekretori sel-sel hematopoietik,
epithelial dan sel-sel mesenkimal dan sebuah mediator baik inflamasi akut
dan kronik. Protein RANTES distribusinya pada endometrium ektopik
adalah serupa dengan yang ditemukan pada endometrium eutopik.
Namun begitu sekresi secara in vitro dari RANTES oleh endometrioma
berasal dari kultur-kultur sel stroma secara bermakna lebih besar
dibandingkan endometrium eutopik.29

2.7.

Sel Natural Killer

2.7.1. Definisi Sel Natural Killer (NK)
Sel natural killer atau NK sel adalah limfosit sitotoksik yang
merupakan komponen utama dari sistem imun, karena sel-sel ini dapat
menyerang sel-sel target tanpa memerlukan agen yang mensensitisasi
oleh karena itu disebut sebagai sel natural killer (NK). Sel NK
berpartisipasi di sistem pertahanan imun host dalam melawan infeksi, sel
ini juga memiliki aktivitas anti tumor dan terlibat pula dalam melawan
adanya graft. Sel-sel NK juga dapat memberikan efek samping yang

Universitas Sumatera utara

26

mempengaruhi

kehamilan.

Sel-sel

ini

biasanya

mengekspresikan

penanda-penanda di permukaan sel yakni CD16 (FCɤRIII) dan CD 56
(molekul perekat sel neural : NCAM) pada manusia. Sebagai tambahan
untuk membunuh sel-sel target, sel NK mensekresikan berbagai macam
sitokin, seperti sitokin interferon antiviral gamma (IFN-ɤ) dan sitokin
antiinflamasi dan antitumor nekrosis faktor alfa (TNF-α). 26-9
Aktivitas sel NK dapat dinilai dengan mengukur sitotoksisitas
terhadap sensitivitas sel-sel NK. Sel-sel NK tidak memerlukan aktivasi
dalam rangka membunuh sel-sel target yang kekurangan ekspresi dari
antigen MHC kelas I. Karee et al juga menghipotesiskan bahwa aksi selsel NK melawan sel-sel yang tidak mengekspresikan MHC kelas 1
menentukan apakah sel tersebut adalah bagian sel tubuh yang normal
atau bukan sehingga sifat toksisitas dari sel NK dapat dihambat terhadap
sel-sel yang mengeksresikan MHC kelas 1. Hipotesis ”hilangnya
pengenalan akan sel tubuh” didukung oleh identifikasi sel immunoglobulin
yang menyerupai reseptor-reseptor sel NK pada sel-sel NK yang
mengenali autolog dari antigen MHC kelas 1 dan menghambat
sitotoksisitas sel NK dalam melawan sel-sel target.29

2.7.2. Regulasi Sel Natural Killer (NK) Pada Organ Reproduksi Wanita
Sel NK manusia ditemukan di dalam darah, organ-organ limfoid,
liver dan berbagai jaringan mukosa termasuk paru-paru, usus, dan uterus.
Sel-sel NK di darah perifer dapat dibagi menjadi dua subset utama
berdasarkan densitas ekspresi CD56. Sel-sel CD56 berjumlah 90% dari

Universitas Sumatera utara

27

sel-sel NK darah, memiliki aktivitas litik spontan terhadap sel-sel tumor.
Ekspresi subset sel NK yaitu CD16 (Fc-RɤIII), Killer inhibitor reseptor
(KIRs) dan banyak dari sel-sel ini mengekspresikan CD57. CD56 sel NK
darah sejumlah 10%, sel-sel yang memiliki sedikit aktivitas litik memiliki
kapasitas tinggi untuk memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi disamping
stimulasi dengan monokin-monokin. Sel NK ini mengekspresikan CD16
atau KIRs dan sel-sel ini rendah ekspresi CD57.20,21 Pada tonsil, organ
limfoid sekunder, usus dan rahim lebih banyak terdapat sel NK
CD56bright sedangkan hati mengandung proporsi yang sama dari
CD56dim dan CD56bright NK sel. Sehubungan dengan fungsinya, sel NK
CD56bright dianggap sebagai produsen sitokin yang penting dengan
kapasitas kecil untuk melakukan sitotoksisitas, sedangkan sel-sel NK yang
CD56dim sebagai pembunuh (sitotoksisitas) yang efisien tapi rendah
memproduksi sitokin. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa
kedua CD56bright dan CD56dim NK sel efisien dalam memproduksi
sitokin dan melakukan sitotoksisitas pada pengenalan sel target. 30
Cairan peritoneum merupakan lingkungan yang dinamis secara
imunologis

yang

menghubungkan

sistem

imun

dan

reproduksi.

Kandungan utamanya adalah sel mononuklear, terutama makrofag,
limfosit dan sel NK. Pada wanita yang sehat, sisa menstruasi dan sel
endometrium di kavum peritoneum dibersihkan oleh makrofag, sel NK dan
proses apoptosis. Umum diketahui bahwa mekanisme oleh cairan
peritoneum tersebut merupakan lini pertama pertahanan terhadap
implantasi sel endometrium dilokasi ektopik,

terutama

di kavum

Universitas Sumatera utara

28

peritoneum. Pada wanita dengan endometriosis terjadi gangguan pada
makrofag, aktivitas sitotoksik sel NK serta proses apoptosis, mekanisme
terjadinya gangguan itu sendiri masih belum jelas. Tampaknya penurunan
sitotoksisitas NK tersebut disebabkan oleh defek fungsional, bukan
diakibatkan oleh defek kuantitatif. Maka, defek sel NK pada endometriosis
adalah primer, bukan merupakan akibat sekunder inflamasi yang
dicetuskan oleh endometriosis.30, 31
Sel-sel Natural killer diakui karena kemampuan mereka untuk
mengendalikan tumor dan virus. Data menunjukkan bahwa sel-sel NK
tidak hanya hadir di jaringan limfoid dan darah perifer tetapi juga
berjumlah tinggi di jaringan perifer di mana mereka menunjukkan kedua
fungsi efektor langsung dan peran immunoregulatory langsung. 30
Selama perkembangan janin, sel NK antara sel-sel imun fungsional
pertama muncul. Faktor transkripsi yang penting bagi perkembangan sel
NK dan pematangan fungsional termasuk ID2, E4BP4, PU.1, Ets- MEF,
IRF-2, GATA3 dan T-bet. Hal ini diterima secara umum bahwa awal
langkah-langkah pengembangan sel NK terjadi dalam sumsum tulang.
Namun, jalur pergembang sel NK di sumsum tulang belum lengkap
dijelaskan dalam manusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah
perkembangan tambahan itu ada. Penelitian terbaru telah membuktikan
hipotesis Lin dimana prekursor sel CD34 + CD45RA + NK yang
diidentifikasi dalam organ limfoid sekunder manusia. Sel-sel ini dapat
melalui empat tahap diskrit, mengembangkan sel intoCD56bright NK.
Akhirnya, sel NK CD56bright dewasa menjadi sel CD56dim NK, dimana

Universitas Sumatera utara

29

mereka mengatur afinitas rendah CD16 Fc-reseptor, memperoleh sel killer
inhibisi imunoglobulin- reseptor (Kirs), dan kapasitas untuk melepaskan
perforin dan granzim mengandung granules.30
Fungsi efektor sel NK, termasuk perforin-dependent dan granzimdependent sitotoksisitas seluler, sitokin (IFN-Ϫ dan tumor necrosis factorα), dan kemokin (CCL3-5) produksi, yang diatur secara ketat. Sel-sel NK
mengekspresikan repertoar macam aktivasi germline-encoded dan
reseptor inhibitor yang tidak mengalami rekombinasi somatik. Masukan
sinyal yang jelas dari array ini reseptor menentukan apakah sel-sel NK
diaktifkan untuk membunuh sel-sel target atau memproduksi sitokin dan
kemokin. Selain masukan sinyal melalui aktivasi dan inhibisi reseptor,
ambang sel NK aktivasi dapat dipengaruhi dalam perilaku positif dan
negatif oleh sitokin dan melalui cross-talk dengan peraturan sel imun
seperti sel dendritik. Selanjutnya, pengenalan diri molekul MHC kelas I
oleh reseptor inhibitor, seperti KIRs dan NKG2A, mempotensiasi
kemampuan sel NK untuk merespon fungsional, suatu proses yang
disebut sebagai 'education' atau 'lisensi'.30
Secara umum dipertimbangkan bahwa sel NK uterus CD56dim adalah
secara

negatif

berkaitan

dengan

kejadian-kejadian

reproduktif.

Sedangkan populasi sel NK uterus CD16-CD56bright berkaitan dengan
keberhasilan implatasi dan maturasi plasenta dan didukung sebagai
bagian penting yang mempengaruhi proses implantasi melalui kontrol
invasi trofoblast dan produksi sitokin-sitokin pengatur sistem imun.
Beberapa studi terbaru, mengindikasikan bahwa sel-sel NK CD56bright

Universitas Sumatera utara

30

adalah subpopulasi penting yang mendominasi implantasi pinggiran
endometrium pada wanita tanpa riwayat subfertilitas. Penelitian mereka
juga

mengusulkan

bahwa

keseimbangan

subset

sel

NK

uterus

mempengaruhi kualitas endometrial dan sel-sel NK uterus mungkin
direkrut dari CD56 sel NK darah yang menjalani diferensiasi spesifik
jaringan dalam uterus dan atau mungkin muncul dari proliferasi in uteri
dan diferensiasi progenitor sel NK dibawah kontrol hormon-hormon seks
dan atau/sitokin. Ada pula penelitian yang menyatakan bahwa CD16+
CD56+ positif sel NK p ganda berkaitan dengan kegagalan reproduktif. 25
Hal ini dapat dispekulasikan bahwa pengamatan mungkin sebagai hasil
dari

rekruitmen

selektif

dari

sel-sel

pNK

CD16+CD56+.

Ketika

dibandingkan antara distribusi subset sel NK uterus antara grup wanita
dengan UI dan RIF terhadap sel-sel pNK positif ganda kurang lebih 12%
lebih tinggi dibandingkan kadar sel-sel NK uterus CD56dim yang diamati
lebih tinggi pada wanita dengan sel-sel pNK positif ganda namun
perbedaan antara grup-grup tersebut tidak bermakna secara signifikan
dan hingga saat ini fenomena yang mendasari hal tersebut masih belum
jelas. 31

2.7.3 Uterus
Sel-sel NK uterus memiliki fenotip yang unik dibandingkan dengan
sel-sel NK darah yang disebutkan sebelumnya. Sel NK dalam uterus
mengekspresikan CD56 dan CD94, beberapa ada yang mengekspresikan
CD 16 dan tidak ada yang mengekspresikan CD57 atau CD8.

Universitas Sumatera utara

31

Kebanyakan sel-sel CD57 dalam endometrium adalah sel-sel T. Sebuah
persentase bermakna dari sel-sel NK uterus mengekspresikan KIRs pada
permukaan sel mereka. Tidak seperti sel NK darah, sel NK uterus
mengekspresikan CD9 dan CD69 di permukaan sel mereka. Dengan
demikian, sel NK uterus memiliki sebuah fenotip permukaan yang
unik.32,33 Analisis molekular akhir-akhir ini adalah bahwa sel-sel NK yang
berasal dari desidua dengan tehnik penyinaran gen menunjukkan
sebanyak 278 gen secara berbeda diekspresikan antara sel NK desidua
dan sel NK darah.34 Studi ini mengindikasikan bahwa sel NK desidua lebih
menyerupai ekspresi profil gen mereka terhadap sel NK CD56bright
dibandingkan sel NK CD56dim. Namun masih belum jelas apakah sel NK
desidua berasal dari sel NK darah yang mengalami diferensiasi di
lingkungan yang desidua yang unik. Banyak bukti tampaknya mendukung
ide bahwa sel NK di dalam sel desidua berasal dari sel NK uterus yang
berasal dari endometrium saat implantasi atau dari perekrutan baru sel NK
darah. Sel NK ini mungkin merespons sinyal-sinyal eksternal untuk
mengubah ekspresi profil gen mereka dan fungsi mereka untuk merespon
keperluan-keperluan unik dari desidua. Sel NK tidak mengekspresikan
reseptor untuk estradiol dan progesteron sehingga aksi hormon seks pada
fungsi sel NK atau rekruitmen yang dimediasi oleh hormon seks seperti
terhadap fibroblas dan sel-sel epitelial tidak terjadi. Hanya satu penelitian
melaporkan bahwa sel-sel NK uterus pada manusia mengekspresikan
reseptor glukokortikoid dan estrogen β1 tetapi tidak diketahui jika reseptor
estrogen ini berfungsi terhadap sel-sel NK uterus.32 Sel NK yang diisolasi

Universitas Sumatera utara

32

dari desidua dan endometrium wanita yang tidak hamil tidak menunjukkan
fenoti-fenotip yang asing, tetapi proses berkelanjutan dari diferensiasi
seperti aktivitas fenotip dan fungsional dari sel-sel NK uterus mungkin
berubah seperti lingkungan lokal yang beradaptasi terhadap perubahan
tingkatan hormon dalam lingkungan sel stromal. 32,33

2.7.4 Endometrium
Endometrium uterus pada manusia merupakan sekumpulan jaringan
mukosa kompleks yang diregulasi oleh hormon-hormon seks pada siklus
menstruasi. Sejumlah sel NK dalam jumlah yang rendah ditemukan pada
fase proliferatif awal dan meningkat seiring dengan perkembangan siklus
menstruasi.

Sel NK mungkin berjumlah hingga 70% dari total leukosit

yang terdapat didalam endometrium pada fase akhir sekretori. Setidaknya
dua kemungkinan mekanisme telah dihipotesiskan terkait dengan
peningkatan drastis dari sel NK uterus yang terdapat didalam uterus yakni
proliferasi in situ dan atau rekrutmen selektif dari sel NK periferal. 35
Meskipun proliferasi dapat menjelaskan beberapa peningkatan jumlah sel
NK namun rekruitmen aktif dari sel-sel ini berasal dari sel-sel darah. Data
dari studi-studi murine mengindikasikan bahwa sel NK uterus berasal dari
sel-sel darah sumsum tulang dan bukan dari sel-sel NK yang terdapat
didalam

uterus.36

Meskipun

pada

manusia,

belum

dieksklusikan

kemungkinan bahwa sel-sel NK dapat diperbaharui dari sebuah prekursor
dalam bagian-bagian diluar siklus dari endometrium. 37

Universitas Sumatera utara

33

Peningkatan sel NK selama siklus menstruasi dan pola perubahan
modifikasi hormon seks dalam endometrium, telah menyatakan bahwa
hormon-hormon seks mungkin meregulasi rekruitmen sel NK dan ekspansi
di dalam endometrium. Migrasi sel-sel kedalam jaringan yang melibatkan
variasi molekul-molekul, termasuk perlekatan molekul dan kemokinkemokin. Sel-sel dalam darah harus mengikat endotelium dan dengan
kuat melekat sehingga mereka dapat bergerak mengikuti bahan-bahan
kemotaktik ke dalam jaringan. Banyak sel-sel darah mengekspresikan
beberapa reseptor-reseptor kemokin dan lebih dari satu yang mungkin
terlibat dalam migrasi yang tepat dari sel-sel kedalam jaringan. Sel-sel NK
ditemukan secara luas dalam endometrium wanita yang tidak hamil dan
mereka dapat dikaitkan dengan leukosit-leukosit lain dalam agregatagregat kecil. 35, 37
Sel NK di endometrium dan plasenta menunjukkan adanya produksi
kemokin CCL3 yang dapat merekrut sel-sel NK darah masuk ke dalam
uterus.37 Hal ini juga dilaporkan bahwa sel NK tipe CD16 dan CD56 dapat
mengekspresikan kemokin respetir CCR2 atau CCR5 dan ligandnya CCL4
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk sel-sel tersebut. Namun
begitu, studi murine menunjukkan bahwa rekruitmen sel NK uterus normal
pada tikus mengalami penurunan terhadap jenis CCR2 atau CCR5.
Dengan demikian, studi-studi yang dalam jumlah yang lebih besar,
menunjukkan bahwa endometrium dan desidua dapat memproduksi
kemokin-kemokin yang dapat merekrut sel-sel NK dimana kemokinkemokin yang terlibat dalam rekrutmen in vivo telah ditentukan dan masih

Universitas Sumatera utara

34

terdapat kemungkinan bahwa lebih dari satu kemokin yang terlibat.
Sebagai contoh CXCL 10 diinduksi oleh hormon seks dalam endometrium
sebelum implantasi mampu merekrut sel-sel NK kedalam endometrium.
Kemudian jika trofoblast terbentuk maka kemokin CXCL12 dari trofoblast
akan merekrut sel-sel NK uterus untuk mengorganisir kadar sel NK pada
ateri plasenta guna memfasilitasi invasi trofoblast ke jaringan materna. 37
Sel NK uterus memiliki beberapa fungsi berbeda dalam kehamilan
yaitu (i) membantu menyelubungi trofoblas yang mengandung antigen
paternal dari sistem imun materna, (ii) melindungi materna dari invasi
trofoblast dan membatasi ekspansi dari trofoblast janin, (iii) terlibat dalam
regulasi dan restrukturisasi arteri spiralis materna dan (iv) menjadi bagian
dari pertahanan sistem imun dan melindungi uterus dari infeksi.
Pentingnya peranan sel NK dalam organ reproduksi materna maka
disfungi regulasi kadar sel NK dapat menimbulkan gangguan kehamilan
dan siklus mentruasi seperti endomtriosis.

2.7.5

37,38

Peran Sel Natural Killer Pada Endometriosis
Fungsi sel NK pada cairan peritoneum adalah untuk menghilangkan

bakteri, virus dan sel-sel endometrium regurgitative dari peritoneum.39
Makrofag, limfosit, dan sel NK semua bersifat imunokompeten, dan
penurunan respon mereka terhadap sel epitel dan stroma endometrium
dianggap penting secara patologis dalam endometriosis. Sel NK memiliki
efek sitotoksik pada sel target, bahkan tanpa adanya antigen sensitisasi.
Sel-sel NK berperan dalam pertahanan host terhadap infeksi dan memiliki

Universitas Sumatera utara

35

efek antitumor, dan sel NK mungkin memiliki efek pada kehamilan dan
transplantasi jaringan.40
Patogenesis dari endometriosis hingga saat ini masih belum jelas,
namun hipotesis yang diyakini paling mendasari mekanisme terjadinya
endometriosis adalah menstruasi retrograd.
jaringan-jaringan

endometrial

mencapai

Menurut hipotesis ini
kavitas

peritoneal

dan

membentuk lesi-lesi endometriotik. Karena menstruasi retrograd terjadi
pada 76% hingga 90% wanita dengan paten duktus dan hanya 10%
hingga 15% pada wanita yang berkembang menjadi endometriosis maka
muncul sebuah pernyataan tersisa mengapa tidak semua wanita
berkembang menjadi endometriosis dan hal ini diyakini akibat dari
kemampuan jaringan endometrium yang mampu bertahan ditempattempat ekstopik karena pengaruh respon sistem imun pasien. Konsensus
terbaru dikemukakan bahwa endometriosis merupakan suatu proses
inflamasi kronis pada pelvis yang disertai peningkatan fungsi sel
immunologi dalam cairan peritoneal yang tidak lazim, hal tersebut
berhubungan

erat

endometriosis.41

dengan

Gangguan

pertumbuhan
respon

dan

imunologi

perkembangan
pada

penderita

endometriosis dapat merupakan akibat dari penyakit itu atau dapat pula
sebagai

sebab.42

Pada

cairan

peritoneal

endometriosis

terdapat

peningkatan jumlah makrofag yang teraktivasi. Peningkatan aktivitas
makrofag tersebut ditandai dengan peningkatan sekresi makrofag yaitu
sitokin dan growth factor. Sekresi growth factor oleh makrofag akan

Universitas Sumatera utara

36

menurunkan aktivitas sel natural killer, meningkatkan angiogenesis dan
fibrosis, serta menginduksi sel endometrial untuk berproliferasi. 43-5
Banyak penelitian yang telah menyatakan bahwa imunitas terhadap
jaringan endometrium dari menstruasi retrograde mungkin terlibat dalam
patofisiologi endometriosis. Endometriosis mungkin merupakan akibat dari
pembersihan yang tidak adekuat terhadap jaringan menstruasi retrograde
oleh sel NK. Sel NK merupakan populasi sel yang relatif primitif yang
merespon invasi antigen asing, terutama untuk jaringan abnormal. 46
Jeung et al. meneliti perubahan imunologi yang berhubungan
dengan endometriosis telah menunjukkan pentingnya 2 sel imun utama
dalam patogenesis penyakit: makrofag dan sel NK. Jumlah makrofag telah
terbukti dapat meningkat dalam cairan peritoneal pasien dengan
endometriosis; Namun, sel-sel ini gagal untuk bertindak sebagai
pembersih jaringan endometrium ektopik. Sebaliknya, makrofag ini
memfasilitasi proliferasi sel endometrium dengan mengeluarkan sejumlah
sitokin, growth factor, dan prostaglandin. Sebaliknya, jumlah sel NK
tampaknya menurun baik dalam darah dan cairan peritoneal pasien,
bersama dengan penurunan keseluruhan aktivitas NK-sel.47
Pada wanita dengan endometriosis, beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa imun surveilans terganggu dan sistem kekebalan
tubuh bawaan tampaknya tidak dapat secara memadai menanggapi
keadaan endometriosis, intinya adalah sebuah penurunan sitotoksisitas
NK sel dan keadaan aktivasi monosit dan makrofag peritoneal. Dengan
demikian, kegagalan sel imun peritoneal untuk membersihkan jaringan

Universitas Sumatera utara

37

endometrium ektopik, merupakan sesuatu kesalahan yang mengakibatkan
sel-sel endometrium yang ektopik dapat menempel dan tumbuh dengan
baik, walaupun tidak pada tempat semestinya.48
Konsep

dasar

terkait

imunitas

pasien

endometriosis

adalah

peningkatan sistem imun sel yang menstimulasi respon imunitas seluler
dan humoral pasien. Salah satu fokus utama terkait dengan imunitas
seluler yang terlibat adalah sel-sel natural killer endometrial (sel eNK),
makrofag, limfosit T dan sitokin-sitokin. Salah satu kelainan imunologis
diidentifikasi pada pasien endometriosis minimal,

ringan hingga berat,

fungsi natural killer (NK) sel yang abnormal, mengurangi efek sitotoksik
limfosit dan makrofag, ketidak seimbangan Th1 / Th2 respon dan
tingginya kadar sitokin dalam cairan peritoneal.30
Dipostulatkan bahwa penurunan sitotoksisitas sel NK endometrium
terhadap jaringan endometrial mengizinkan terjadinya endometriosis
dalam kavitas peritoneal.41 Salah satu hipotesis dari Sampson yakni
gangguan

aktivitas

sel

natural

killer

(NK)

pada

wanita

dengan

endometriosis merupakan faktor pencetus implantasi dan pertumbuhan
berlebihan dari jaringan endometrial. Namun begitu, mekanisme yang
bertanggung jawab atas penurunan aktivitas dari sel NK dan antigenantigen yang dikenali oleh sel-sel NK pada kelompok wanita ini masih
belum sepenuhnya jelas. Penurunan akitivitas sel NK pada aliran darah
perifer dan cairan peritoneum wanita dengan endometriosis pertama kali
dilaporkan oleh Oosterlynck dan kawan-kawan. Selanjutnya, beberapa
peneliti menginvestigasi pola depresi dari fungsi sel-sel NK pada wanita

Universitas Sumatera utara

38

dengan endometriosis.42 Penurunan aktivitas sel NK ini memungkin
implantasi jaringan endometrial terjadi diluar tempat yang semestinya.
Mekanisme kejadian ini masih belum dipahami dengan jelas namun
beberapa peneliti itu memfokuskan terhadap ekspresi HLA-G (Human
Leukocyte

Antigen

adalah

istilah

yang

dipakai

untuk

major

histocompatibility complex (MHC) manusia), yakni sebuah ligand reseptor
sel NK, yang mengalami perubahan pada endometrium selama siklus
menstruasi. Ekspresi HLA-G pada endometrium wanita sehat hanya
diamati selama fase menstruasi dan tidak pada fase proliferatif atau fase
sekretorik dan hasilnya didapatkan bahwa ekspresi sel-sel HLA-G tidak
terdeteksi

pada

cairan

peritoneal

wanita

sehat

selama

fase

menstruasi.44,45
Menstruasi retrograde juga mengizinkan ekspresi HLA-G pada
jaringan endometrial untuk memasuki kavitas peritoneal. Karena sel-sel
NK peritoneal berperan penting pada sistem ini, maka gangguan toksisitas
melalui

HLA-G

dapat

mengizinkan

sel-sel

endometrial

yang

mengimplantasi ke cairan peritoneal dapat bertahan. Oleh karena itu
disimpulkan bahwa pada wanita dengan endometriosis, terdapat ekspresi
HLA-G pada cairan peritoneal kelompok wanita

tersebut sehingga

mengganggu kemampuan toksisitas fungsional dari sel natural killer (NK)
akibatnya jaringan endometrium yang memasuki cairan peritoneal dapat
bertahan dan mencetuskan terjadinya endometriosis.48
Herington et al. secara khusus, menyatakan sel-sel NK dari wanita
dengan endometriosis menampilkan peningkatan ekspresi killer inhibisi

Universitas Sumatera utara

39

reseptor, yang berinteraksi dengan HLA kelas I molekul pada sel target
potensial untuk menekan aktivitas sel NK.48
Selanjutnya, antigenisitas dari sel endometrium kehilangan tempat
pada wanita dengan endometriosis telah terbukti berubah

karena

berlebihnya expresi dari HLA kelas I, yang bertindak untuk melindungi diri
dari sitotoksisitas limfosit. Dengan demikian, penting interaksi pengenalan
sel yang biasanya terjadi antara fragmen jaringan endometrium dan
sistem kekebalan tubuh bawaan peritoneal mungkin sangat berbeda pada
wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita yang terhindar
dari penyakit ini.48
Namun, penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk mengungkapkan
mekanisme bio molekuler yang bertanggung jawab untuk kerusakan pada
sinyal pengenalan diri antara sel-sel imun tubuh dan puing-puing
endometrium ektopik (sel target) terkait dengan endometriosis.47
Bruner et al. defek pada beberapa jenis sel dalam sistem imun
bawaan, termasuk natural killer (NK) sel, juga dapat mempengaruhi
pembersihan jaringan endometrium di dalam rongga peritoneum dari
endometriosis pasien. Meskipun ada laporan yang saling bertentangan
pada apakah ada atau tidak jumlah sel NK peritoneal berubah pada
wanita dengan endometriosis, kebanyakan studi menunjukkan bahwa selsel NK dari pasien ini menampilkan sitotoksisitas berkurang dihasilkan dari
peningkatan ekspresi killer inhibisi reseptor (KIR) dan diubahnya
antigenisitas karena berlebih HLA kelas I. Akhirnya, sitotoksisitas sel T
berkurang pada wanita dengan endometriosis dan cairan peritoneal

Universitas Sumatera utara

40

perempuan dengan penyakit ini dapat berkontribusi untuk kelangsungan
hidup sel endometrium ektopik dengan menginduksi apoptosis limfosit
sitotoksik melalui jalur Fas-Fas L. Secara kolektif, makrofag, sel NK dan
sitotoksik

T-limfosit

pada

wanita

dengan

endometriosis

dapat

menyediakan lingkungan peritoneal lebih imunotoleran dari biasanya,
sehingga malah memfasilitasinya daripada menghambatnya process
penyakit.49
Wu et al. menyatakan sel-sel NK dapat mengekspresikan inhibitor
reseptor

sel

NK

(KIR)

dan

dapat

mengenali

antigen

major

histocompatibility (MHC) kelas I pada target dan sinyal penghambatan
sitotoksisitas. Mereka mungkin terlibat dalam target menggunakan
berbagai reseptor, termasuk CD2, CD16, CD69, atau reseptor yang
menyerupai lektin yang berhubungan dengan pasien yang menunjukkan
hambatan pada sitotoksisitas NK. Selain itu, sel NK juga telah ditemukan
mengekspresikan KIR tertentu pada individu yang tidak memiliki ligan
kelas I yang relevan, menunjukkan bahwa reseptor ini mungkin mampu
dikenal secara alogenik. Penelitian ini sebelumnya menunjukkan bahwa
sitotoksisitas sel NK pada endometriosis bisa terpengaruh oleh salah satu
sitokin atau sel. Hal ini juga memungkinkan bahwa jaringan endometriosis
itu sendiri dapat mempengaruhi KIR sel NK dengan mekanisme yang tidak
diketahui untuk mengganggu sitotoksisitas NK.46
Inhibitori reseptor killer (KIR) baru-baru ini diidentifikasi pada sel NK.
Reseptor ini menghambat sitotoksisitas sel NK terhadap sel target setelah
pengengalan antigen MHC kelas 1. Dengan demikian, toksisitas NK

Universitas Sumatera utara

41

terhadap sel target diduga diregulasi oleh ekspresi KIR.39 Wu et al.
melaporkan peningkatan ekspresi KIR pada sel NK peritoneum wanita
endometriosis, yang merupakan kemungkinan penyebab penurunan
aktivitas NK peritoneum pada pasien ini.40, 46
Reseptor sel NK diekspresikan sel-sel NK terutama terdiri dari
reseptor seperti immunoglobulin (Kirs, termasuk KIR2DL1 dan KIR2DL2)
dan reseptor seperti lektin. Setelah mengenali lokus HLA-G berbeda pada
sel target, kedua KIRs menghambat sitotoksisitas sel NK. 40
Eidukaite et al. menyatakan salah satu kemungkinan mekanisme
yang berpartisipasi dalam penghapusan sel-sel imun peritoneal adalah
sistem ekspresi Fas / Fas ligand (FasL). Baru-baru ini beberapa bukti telah
dipublikasikan pada peran apoptosis dalam patogenesis endometriosis.
Hal ini diduga bahwa sel-sel endometrium ektopik yang mengekspresikan
FasL dapat melindungi diri dari sel-sel imun aktif yang mengekspresikan
antigen Fas. Mekanisme penghindaran serupa merupakan karakteristik
sel-sel tumor dan jaringan trofoblas.39
Sejak laporan pertama dari aktivitas sel natural killer (NK) yang
menurun dalam darah perifer dan cairan peritoneal perempuan dengan
endometriosis, banyak peneliti telah lebih lanjut menjelaskan depresi
fungsional sel NK dalam gangguan ini. Kegiatan sel NK menurun pada
wanita dengan endometriosis diperkirakan untuk meningkatkan implantasi
endometrium, tetapi mekanisme yang menekan aktivitas sel NK pada
endometriosis belum jelas. Eidukaite et al. melakukan penelitian untuk
menentukan ekspresi aktivitas molekul awal CD69 dan Fas antigen CD95

Universitas Sumatera utara

42

pada permukaan sel NK CD56+ dalam cairan peritoneal pada kasus
endometriosis awal hingga berat.39
CD69 merupakan molekul pemicu fungsional pada sel NK yang
diaktifkan, mampu mengarahkan fungsi Natural killer. Pengikatan Fas dan
FasL dapat menyebabkan kematian sel-sel yang mengekspresikan Fas
antigen. Fas antigen secara intensif diekspresikan oleh sel-T, sel-B, sel
NK yang diaktifkan dan makrofag. Keseimbangan antara kematian sel dan
proliferasi

memainkan

peran

penting

dalam

mempertahankan

homeostasis jaringan normal.39
Salah satu faktor penekan aktivitas NK merupakan soluble
intracellular adhesion molecules (sICAM); isinya dalam cairan peritoneal
meningkat pada kasus endometriosis. Sumber sICAM adalah sel-sel
endometrium ektopik dan makrofag dalam peritoneal.39
Maeda et al. menunjukkan peningkatan ekspresi Killer inhibitor
reseptor pada permukaan sel NK di cairan peritoneal pada endometriosis.
Pengikat reseptor ini adalah molekul MHC kelas I. Pengikatan molekul ini
menengahi penekanan sel NK. Sangat menarik untuk dicatat bahwa sinyal
negatif tidak menyebabkan anergi sel NK atau apoptosis tetapi hanya
menghambat sinyal aktivasi.40
Funamizu et al. menyatakan ekspresi antigen permukaan sel NK
seperti CD16 dan NCRs (NKp46, NKp44 dan NKp30) pada sel pfNK, dan
sitokin produksi oleh sel pfNK [tumor necrosis factor (TNF) -α, IFN-ɤ, IL-4,
IL-10 , GM-CSF dan transforming growth factor (TGF)-b1] diukur dengan
menggunakan flow cytometry multicolor, dengan hasil penelitian bahwa

Universitas Sumatera utara

43

persentase CD56dim / NKp46+ sel dalam kelompok endometriosis parah
secara signifikan lebih rendah dibandingkan kontrol. TNF-α dan produksi
IFN-ɤ oleh sel pfNK dalam kelompok endometriosis parah secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.31
Ekspresi diferensial dari NKp46, TNF-α, dan IFN-ɤ pada sel pfNK
pada wanita dengan endometriosis parah memungkinkan proliferasi dan
angiogenesis sel endometriosis.31
Penelitian Funamizu et al. sebelumnya telah melaporkan tentang
peran reseptor sitotoksisitas natural (NCRs: NKp46, NKp44, dan NKp30),
yang telah dikenal sebagai salah satu reseptor yang mengaktifkan sel NK,
pada wanita. Selain itu, sejumlah sitokin memainkan peran penting dalam
pengembangan endometriosis. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
peningkatan

dalam

berbagai

jenis

sitokin

inflamasi

disebabkan

peradangan kronis pada rongga perut wanita dengan endometriosis.
Selain itu, telah dilaporkan bahwa sitokin dapat bertindak langsung pada
endometrium ektopik dan merangsang implantasi dan proliferasi sel-sel
endometriosis.31
Untuk mengungkapkan partisipasi NCRs, Funamizu et al. meneliti
hubungan antara ekspresi NCRs dalam sel pfNK dengan endometriosis
dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan produksi sitokin oleh sel pfNK
pada wanita dengan / tanpa endometriosis dan hubungan antara ekspresi
NCRs dan produksi sitokin oleh sel pfNK.31
Funamizu et al. menyimpulkan penelitiannya bahwa ekspresi NKp46
pada sel pfNK lebih rendah, dan TNF-α dan produksi IFN-ɤ oleh sel pfNK

Universitas Sumatera utara

44

lebih tinggi pada wanita dengan endom