Ekspresi Imunohistokimia Aktivitas Sel Natural Killer Dengan Cd107a Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis Dibandingkan Dengan Endometrium Normal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian
Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang
sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan
(sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal yang serupa dengan endometrium
yang tumbuh pada sisi luar kavum uteri dan paling sering berimplantasi
pada organ visera dan permukaan peritoneum di dalam pelvis wanita.1
Pada saat ini, patogenesis endometriosis masih belum jelas
dipahami yang ditandai dengan adanya pertumbuhan sel endometrium
ektopik di dalam rongga pelvik atau lokasi ekstrauterin lainnya. Penyakit
ini tersebar luas dan tergantung kepada estrogen yang ditemukan lebih
dari 10% dari semua wanita usia reproduksi, termasuk 35-50% dari
mereka yang menderita nyeri pelvik kronis dan infertilitas, dan sekitar
2-5% pada wanita menopause.2
Walaupun patogenesis endometriosis masih kurang dimengerti,
beberapa pandangan yang didapat dari penelitian baru-baru ini dengan
menggunakan metode genetik, molekular dan biokimia yang baru telah
membantu untuk menjelaskan dengan lebih baik mengenai mekanisme
yang menyebabkan penyakit tersebut dan konsekuensi klinisnya, dan juga

telah memberikan pendekatan baru terhadap diagnosis dan pengobatan
kelainan yang kompleks dan rumit dari penyakit ini.3

1

Ada banyak faktor yang diduga memiliki peran penting dalam
patogenesis endometriosis, salah satu perannya adalah mempertahankan
kelangsungan hidup dan proliferasi dari sel endometrium. Faktor- faktor
tersebut meliputi molekul-molekul bioaktif seperti hormon, growth factor,
sitokin, dan prostaglandin. Demikian juga berbagai tipe sel yang terdapat
pada lesi endometriosis seperti sel imun, sel epitel endometrium, sel
stroma, dan sel endotel vaskular.4
Diantara berbagai faktor tersebut, sel imun tampaknya memiliki
peran penting dalam hal penerimaan dan penolakan sel-sel endometrium
yang mengalami refluks. Selain itu, sel-sel imun juga berkontribusi
terhadap proses perkembangan penyakit dengan mensekresikan berbagai
sitokin yang mengatur proliferasi sel, inflamasi, dan angiogenesis.
Berbagai sel imun seperti limfosit-T dan limfosit-B, sel Natural Killer,
makrofag, dan sel mast, telah terbukti ditemukan pada lesi sel
endometriosis, hal ini menunjukkan adanya potensi peranan sel ini

terhadap proses terjadinya penyakit.4
Sel Natural Killer atau sel NK yaitu suatu limfosit sitotoksik yang
merupakan komponen utama dari sistem imun. Berdasarkan morfologi, sel
NK merupakan sebuah populasi limfosit yang heterogen yang disebut
dengan limfosit granular besar (LGB) yang memiliki kemampuan untuk
melisiskan sel target yang tidak memiliki MHC kelas-1 dan tanpa
memerlukan adanya paparan dengan antigen sebelumnya. Hal ini juga
berpartisipasi pada sistem pertahanan imun host dalam melawan infeksi,
dan aktivitas anti tumor. Sel NK berasal dari stem cell hematopoetik yang

2

pluripoten pada sumsum tulang. Di sumsum tulang, sel prekursor NK
mengalami differensiasi dan maturasi akibat stimulasi sitokin dan faktorfaktor pertumbuhan terutama interleukin yaitu ; IL-2, IL-15, IL-18, dan IL23.5
Secara umum, sel NK bertanggungjawab terhadap penolakan selsel tumor ataupun sel-sel yang terinfeksi oleh mikroba. Sel NK melisiskan
sel target dengan melepaskan granul-granul sitoplasmik protein yang
menginduksi apoptosis. Keterkaitan yang mungkin didapati antara sel NK
dan endometriosis berawal dari sebuah penelitian yang menunjukkan
bahwa sel NK di darah perifer memiliki kemampuan untuk melisiskan sel
endometrium. Temuan ini menggambarkan suatu hipotesis bahwa sel NK

dapat menjaga kavum peritoneum tetap bersih dari sel endometrium yang
mengalami regurgitasi, sehingga berkurangnya aktivitas sitotoksik sel NK
dapat menyebabkan terjadinya endometriosis.4,5
Beberapa

peneliti

menemukan

berkurangnya

kemampuan

/

aktivitas sitotoksik sel NK terhadap endometrium di darah perifer wanita
dengan endometriosis, sehingga berkurangnya aktivitas tersebut memiliki
korelasi dengan tingkat keparahan endometriosis. Hal yang sama juga
ditemukan pada cairan peritoneum penderita endometriosis. Berkurangnya
aktivitas tersebut terutama terjadi pada fase folikular, dimana sel-sel

endometrium yang retrograd seharusnya dilisiskan oleh sel NK.4,5
Sehubungan dengan terganggunya aktivitas sitotoksik sel NK
secara sistemik dan lokal, penyebab disfungsi ini masih belum jelas.

3

Beberapa

penelitian

menunjukkan

terdapatnya

faktor-faktor

yang

menghambat kerja sel NK pada serum pasien dengan endometriosis. 4,5
Osterlynck dkk, menemukan bahwa cairan peritoneum yang diambil

dari pasien endometriosis memiliki efek supresif yang lebih besar
terhadap sitotoksisitas sel NK jika dibandingkan dengan wanita normal,
dan hal ini menunjukkan adanya substansi yang menekan aktivitas sel
NK, sehingga yang menjadi permasalahannya adalah sumber dari faktorfaktor supresif tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, supernatan dari
jaringan endometriosis yang dikultur memiliki efek supresif atau efek
inhibisi yang lebih besar terhadap sitotoksisitas sel NK jika dibandingkan
dengan endometrium normal. Temuan-temuan tersebut memberikan
kesan bahwa substansi yang berasal dari endometrium ektopik pada
wanita dengan endometriosis memiliki potensi yang lebih besar untuk
mensupresi sitotoksisitas sel NK, namun substansi tersebut masih belum
dapat di identifikasi.4,5
Pada wanita dengan endometriosis terjadi gangguan pada
makrofag, aktivitas sitotoksik sel NK, serta proses apoptosis, akan tetapi
mekanisme terjadinya gangguan itu sendiri masih belum jelas. Penurunan
aktivitas sitotoksik sel NK disebabkan oleh defek fungsional, bukan
diakibatkan oleh defek kuantitatif. Oleh karena itu, defek sel NK pada
endometriosis adalah primer dan bukan merupakan akibat sekunder dari
inflamasi yang dicetuskan oleh endometriosis itu sendiri.5
Salah satu hipotesis dari Sampson, yaitu gangguan aktivitas sel NK
pada wanita dengan endometriosis merupakan faktor pencetus implantasi


4

dan pertumbuhan berlebihan dari jaringan endometrium ektopik. Akan
tetapi mekanisme yang bertanggungjawab penuh atas penurunan aktivitas
sel NK dan antigen-antigen yang dikenali oleh sel NK pada kelompok
wanita dengan endometriosis ini masih belum diketahui penyebabnya.2,6
Acien

dkk,

menemukan

bahwa

untuk

mengobati

kasus


endometriosis stadium sedang sampai dengan stadium berat yaitu dengan
cara meningkatkan aktivitas sitotoksik makrofag dan sel NK melalui
imunomodulator seperti Interferon atau Rekombinan IL-2. IL-2 dapat
memicu aktivasi sel NK oleh sel-T, mengaktivasi pertumbuhan dan
penyebaran limfosit-T, serta menyebabkan sitolisisnya sel ektopik,
sehingga

secara

in

vitro

memperbaiki

defek

imunologis


akibat

endometriosis.7
Interleukin-2 adalah sitokin yang diproduksi terutama oleh sel-T
yang teraktivasi, sel dendrit, dan sel-B. IL-2 memiliki peran penting untuk
mempertahankan homeostasis sistem imun. Pertama, IL-2 adalah faktor
ekspansi penting untuk hampir semua sel-T yang teraktivasi. Walaupun
sitokin lain tampaknya bekerja bersama IL-2, dalam hal ini IL-2 berperan
penting untuk menentukan intensitas dan durasi respon imun primer.
Kedua, IL-2 memiliki peran sentral dalam down regulation sistem imun.
Ketiadaan IL-2 mengakibatkan autoimunitas berat akibat kegagalan untuk
mengeliminasi sel-T yang teraktivasi. Ketiga, IL-2 bekerja berlawanan
dengan IL-15 dalam fungsi mempertahankan respon memori sel-T
CD8+.8,9

5

Hal ini menandakan bahwa fungsi utama IL-2 adalah untuk
mempertahankan homeostasis sel-T dan mencegah “self-reactivity”. IL-2
dapat juga meningkatkan sitotoksisitas sel NK, serta diperlukan untuk

proliferasi sel-B dan produksi immunoglobulin.8
Selain memiliki efek pada sel-T, IL-2 juga merupakan faktor
pertumbuhan untuk sel NK (bersama dengan IL-15). IL-2 merangsang
produksi sitokin yang berasal dari sel NK seperti TNFά, IFNȖ, dan GMCSF. Selain itu, IL-2 dan IL-12 bekerja secara sinergis untuk
meningkatkan aktivitas sitotoksik sel NK.9
Sel NK merupakan bagian kelompok dari limfosit yang berperan
penting dalam respon imun bawaan terhadap tumor dan infeksi. Sel NK
juga merupakan bagian kelompok dari limfosit granular berukuran besar
yang didefinisikan sebagai kurangnya reseptor sel-T (CD3) dan ekspresi
permukaan dari CD56. Salah satu keterbatasan yang dijumpai dalam
penelitian terhadap sel NK dihubungkan dengan kurangnya pemeriksaan
yang tersedia untuk mendeteksi aktivitas fungsional dari sel NK.
Belakangan ini, membran protein-1 yang terkait lisosom (LAMP-1 atau
CD107a) telah digambarkan sebagai penanda degranulasi sel-T CD8+
dan sel NK yang mengalami peningkatan regulasi pada permukaan sel
setelah stimulasi sesuai dengan hilangnya perforin. CD107a mengalami
peningkatan regulasi pada permukaan sel NK setelah stimulasi dengan
sel target yang tidak memiliki MHC kelas-1 dan setelah stimulasi oleh
phorbol-12-myristate-13-acetate/ionomycin.


Biasanya

penanda

ini

diekspresikan dalam waktu 2 jam setalah stimulasi dan berhubungan erat

6

dengan sekresi sitokin maupun lisis sel target yang dimediasi oleh sel
NK.10
Pada kondisi yang normal, sitotoksisitas sel NK dimediasi melalui
pelepasan granul sitoplasmik yang mengandung perforin dan granzim,
yang secara langsung menargetkan pada sel yang ganas. Walaupun
dijumpai berbagai metode untuk mengevaluasi sitotoksisitas sel NK,
ekspresi CD107a tetap merupakan penanda aktivitas sel NK terbaik yang
telah divalidasi. CD107a terlibat langsung dalam eksositosis granulasi
sitotoksik, oleh karena itu CD107a merupakan suatu penanda yang lebih
dipilih untuk pemeriksaan aktivitas sel NK.2,10

Suatu penelitian oleh Alter G dkk pada tahun 2004, tentang
CD107a sebagai pananda fungsional untuk identifikasi aktivitas sel NK
yang mengambil sampel dari darah, menggambarkan bahwa CD107a
mengalami peningkatan regulasi pada sel NK setelah stimulasi. Induksi
CD107a diekspresikan bersamaan dengan sekresi sitokin dan lisis sel
target. Lebih lanjut lagi, pemeriksaan sitometri aliran multiparameter dapat
dilakukan untuk mendeteksi degranulasi simultan dan sel NK yang
mensekresikan sitokin pada tingkatan sel tunggal. Ekspresi CD107a
setelah stimulasi dengan sel target yang tidak memiliki MHC kelas-1
berhubungan secara signifikan dengan sekresi sitokin. Sehingga, hampir
sama dengan korelasi yang dijumpai antara ekspresi penanda ini pada
sel-T CD8+ dan lisis sel target yang dimediasi sel-T. Induksi CD107a pada
permukaan sel NK berhubungan erat dengan sejauhmana proses lisis sel
target berlangsung oleh sel NK.10

7

Walaupun beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan pelepasan
kromium memberikan informasi tentang tahap akhir lisis dari sel target,
CD107a memberikan data tentang sejauhmana aktivitas sel NK. Tetap
saja dikarenakan dijumpai hubungan yang kuat antara penanda ini dan
lisis sel target oleh sel NK, maka tetap memungkinkan untuk menarik
kesimpulan tentang potensi lisis sel target dengan memperhitungkan
ekspresi CD107a setelah stimulasi. Lebih lanjut lagi, penggunaan CD107a
sebagai penanda aktivitas sel NK memungkinkan untuk dilakukan
diskriminasi

terhadap

berbagai

populasi

sel

NK

berdasarkan

kemampuannya untuk memberikan respon terhadap stimulasi yang
berbeda. Mengingat ekspresi penanda ini pada permukaan sel NK yang
mensekresi sitokin maupun yang tidak mensekresi sitokin sangat
memungkinkan untuk menentukan peran kedua kelompok sel NK ini.
Sehingga, penanda ini dapat memungkinkan kita untuk meneliti berbagai
jenis efektor sel NK yang dapat dipengaruhi oleh berbagai infeksi dan
kondisi keganasan.2,10
Penelitian oleh Alter G dkk, menunjukkan bahwa walaupun fungsi
biologis dari CD107a masih belum jelas, telah terbukti bahwa penanda ini
lebih sensitif untuk aktivitas sel NK dibandingkan dengan pemeriksaan
sitokin intraselular atau pemeriksaan pelepasan kromium. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan
CD107a sebagai penanda aktivitas fungsional sel NK memungkinkan
untuk dilakukan identifikasi terhadap sebagian besar fraksi sel NK yang
teraktivasi yang mungkin mengalami degranulasi pada saat sitokin tidak

8

disekresi. Sel NK sendiri merupakan salah satu sel imun utama di dalam
patogenesis endometriosis.2,10
Penelitian baru-baru ini yang meneliti perubahan imunologi yang
dikaitkan dengan endometriosis telah menggambarkan pentingnya dua sel
imun utama di dalam patogenesis endometriosis. Jumlah makrofag
meningkat pada cairan peritoneum pasien dengan endometriosis, namun
sel ini tidak mampu bertindak sebagai scavenger sel endometrium.
Sebaliknya, jumlah sel NK tampaknya menurun, baik pada darah maupun
cairan peritoneum penderita endometriosis, yang disertai dengan
penurunan secara keseluruhan dari aktivitas sel NK. Hasil-hasil ini juga
telah dijumpai pada penelitian-penelitian yang lain. Oosterlynck dkk,
menemukan bahwa aktivitas sel NK berbanding terbalik dengan tingkat
keparahan endometriosis. Osterlynck dkk juga menyatakan bahwa adanya
penurunan aktivitas dan sitotoksisitas sel NK di cairan peritoneum.
Sementara Gagne D dkk, menunjukkan hasil yang berbeda untuk selB.2,11,12
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Djaganata
SP, tidak dijumpai hubungan yang bermakna ekspresi sel Natural Killer
(CD56) berdasarkan skor Allred dengan kejadian endometriosis, dan tidak
dijumpai perbedaan rerata yang bermakna terhadap ekspresi sel Natural
Killer pada endometriosis dan non-endometriosis.13 Menurut Ahn dkk
2014, menyatakan bahwa penurunan sitotoksisitas sel NK terjadi bukan
sebagai

penurunan

kuantitas,

tetapi

sebagai

defek

fungsional,

9

dikarenakan jumlah sel NK tampaknya tidak berbeda antara pasien
endometriosis dan non-endometriosis.14
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk
mengetahui aktivitas sel NK pada endometriosis dengan melakukan
penelitian mengenai perbedaan ekspresi imunohistokimia aktivitas sel
Natural Killer dengan CD107a pada endometrium ektopik wanita penderita
endometriosis dibandingkan dengan endometrium normal. Penelitian ini
juga merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya di
Departemen Obgin FK USU Medan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat
perbedaan ekspresi imunohistokimia aktivitas sel Natural Killer dengan
CD107a pada endometrium ektopik penderita endometriosis dibandingkan
dengan endometrium normal ?

1.3. Hipotesa Penelitian
Hipotesa pada penelitian ini adalah : “Terdapat perbedaan ekspresi
imunohistokimia aktivitas sel Natural Killer dengan CD107a pada
endometrium ektopik penderita endometriosis dibandingkan dengan
endometrium normal”.

10

1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan ekspresi imunohistokimia aktivitas
sel Natural Killer dengan CD107a pada endometrium ektopik penderita
endometriosis dibandingkan dengan endometrium normal.

1.4.2.Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik sampel
penelitian berdasarkan usia dan paritas.
2. Untuk

mengetahui

distribusi

frekuensi

sampel

penelitian

berdasarkan stadium endometriosis.
3. Untuk mengetahui nilai ekspresi imunohistokimia aktivitas sel
Natural Killer dengan CD107a pada endometrium ektopik
penderita endometriosis dan endometrium normal..

1.5. Manfaat Penelitian
Menambah pengetahuan mengenai keterlibatan reaksi inflamasi
dalam patofisiologi endometriosis khususnya aktivitas sel Natural Killer
dengan

CD107a

pada

jaringan

endometrium

ektopik

penderita

endometriosis. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh
pengetahuan mengenai peranan CD107a terhadap aktivitas sel NK yang
dikaitkan dengan endometriosis, sehingga dapat dikembangkan strategi
untuk terapi endometriosis di masa yang akan datang. Manfaat secara
klinis yaitu bahwa CD107a dapat bertindak sebagai prediktor untuk

11

aktivitas sitotoksik sel NK pada endometriosis, sehingga dapat digunakan
juga sebagai penanda keberhasilan dalam pengobatan. Hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian biomolekuler
selanjutnya di bidang Obstetri dan Ginekologi.

12