Ekspresi Imunohistokimia Aktivitas Sel Natural Killer Dengan Cd107a Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis Dibandingkan Dengan Endometrium Normal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Endometriosis merupakan penyakit jinak yang didefinisikan sebagai
adanya kelenjar dan stroma endometrium ektopik atau di luar dari kavum
uteri dan dihubungkan dengan nyeri pelvik dan infertilitas. Penyakit ini
menunjukkan suatu spektrum manifestasi klinis yang luas yang cenderung
mengalami progresifitas dan rekurensi, dan sering menimbulkan masalah
dalam penatalaksanaannya baik pada pasien maupun klinisi.3

2.2. Epidemiologi
Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia
reproduksi dari seluruh etnis dan kelompok masyarakat, walaupun tidak
tertutup kemungkinan ditemukannya kasus pada wanita perimenopause,
menopause dan pasca menopause. Insidensi endometriosis di Amerika
Serikat sekitar 6-10% dari wanita usia reproduksi. Di Indonesia sendiri,
insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui. Diperkirakan 20-40%
dari wanita dengan infertilitas mengalami endometriosis. Umur rata-rata
pasien pada waktu endometriosis ditegakkan adalah antara umur 25-30
tahun. Endometriosis jarang terjadi pada gadis remaja premenars, tetapi

dapat di identifikasi pada 50% atau lebih wanita dengan umur kurang dari
20 tahun dengan keluhan nyeri kronis atau dispareunia.3,15

13

Endometriosis lebih sering terjadi pada wanita yang memiliki siklus
ovulatoar yang biasanya terjadi pada usia antara 20 sampai 45 tahun, dan
jika dibandingkan dengan wanita yang memiliki siklus anovulatoar yang
berumur perimenars atau perimenopause yaitu sebesar 22%. Kurang dari
5% wanita post menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen
membutuhkan operasi karena endometriosis. Prevalensi endometriosis
asimptomatik mungkin lebih rendah pada wanita Negro dan lebih tinggi
pada wanita Asia daripada wanita kulit putih. Risiko terjadinya
endometriosis meningkat pada wanita dengan menars dini dan siklus
menstruasi yang pendek. Korelasi antara risiko terjadi endometriosis dan
volume atau durasi menstruasi adalah kurang konsisten.3
Endometriosis

menyebabkan


dampak

yang

besar

pada

kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Endometriosis juga merupakan
masalah kesehatan yang besar dan memberikan beban ekonomi yang
besar pada masyarakat. Simoens dkk, memperkirakan bahwa biaya
tahunan endometriosis di Amerika Serikat pada tahun 2002 adalah kirakira 22 milyar US$. Hummelshoj dkk, melaporkan bahwa 78% wanita
dengan endometriosis di United Kingdom akan mengalami kehilangan
rata-rata 5,3 hari kerja perbulan akibat penyakit ini.3,4
2.3. Etiopatogenesis
2.3.1. Teori Sampson / Teori Implantasi Endometriosis Peritoneal 6


Terjadi karena lesi endometriosis akibat refluks jaringan
endometrium yang hidup dari tuba fallopi dan berimplantasi di

permukaan peritoneum atau organ pelvik akibat menstruasi.

14



Penelitian eksperimental Wiltz, menyatakan stroma dan epitel
endometrium dapat dengan mudah dan cepat melekat pada
mesotelium (invasi transmesotelial terjadi antara 18-24 jam).



Akan terjadi perubahan molekuler dari eutopik dan atau
ektopik endometrium secara kualitatif maupun kuantitatif yang
akan mempengaruhi aktivitas fisiologis endometrium (adanya
inflamasi peritoneum dan mutasi sekunder akibat implantasi
dan perlekatan endometrioid).

Gambar 1. Skema teori transplantasi dan regurgitasi.6
2.3.2. Apoptosis 16

 Terdapat dua bentuk kematian sel yaitu nekrosis dan
apoptosis. Apoptosis merupakan bentuk kematian sel yang
diperlukan atau terprogram, baik untuk perkembangan sel
normal maupun homeostasis jaringan.
 Peristiwa ini dikendalikan secara ketat oleh berbagai gen, baik
gen yang bersifat apoptotik maupun anti-apoptotik. Apoptosis
terjadi melalui tiga fase berturut-turut, yaitu ; fase inisiasi, fase
efektor, dan fase eksekusi atau degradasi.

15

 Mekanisme apoptosis merupakan proses yang aktif dan
bermanfaat terutama pada proliferasi dan differensiasi sel.
Pada proses tersebut dapat saja terjadi kerusakan dan bila
tidak dimusnahkan akan menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan sel.
 Proses apoptosis dapat merupakan mekanisme pertahanan
jaringan, misalnya pertahanan terhadap infeksi virus yang
menyebabkan kelainan gen. Jika didapatkan adanya kematian
sel, maka akan cepat dikenali oleh makrofag dan kemudian

difagosit sebelum terjadi disintegrasi sel yang tidak merusak
jaringan.
 Pada

wanita

endometrium
menurun

dengan
yang

dan

endometriosis,

mengalami

peningkatan


persentase

apoptosis

ketahanan

sel

secara

nyata

yang

dapat

sel

melanjutkan aktivitas fisiologi. Apoptosis spontan pada wanita
endometriosis ektopik lebih rendah dibandingkan dengan

wanita normal dan endometrium eutopik.
2.3.3. Kemampuan untuk lari dari pengenalan sistem imun


Mekanisme

regurgitasi

keterlibatan

daya

endometrium

tahan

sel

17


dipengaruhi

endometrium

oleh

terhadap

pengenalan imun.


Disfungsi respon imun alami terdapat pada wanita dengan
endometriosis, sel NK menjadi sangat resisten, sehingga
terjadi inisiasi proliferasi endometriosis.

16



Kerusakan fungsi sel NK memberi kekhususan status

imunitas dari refluks sel endometrium yang mempredisposisi
endometriosis.

2.3.4. Perubahan Enzim Proteolitik (MMPs dan TIMPs) 18
 Endometrium

pasien

dengan

endometriosis

mengalami

ekspresi abnormal atas grup spesifik enzim proteolitik yaitu
MMPs (Matriks Metalloproteinase) dan TIMPs (Jaringan
Penghambat Matriks Metalloproteinase), akibatnya terjadi
implantasi sel endometrium.
 Misregulasi


dari

sintesis

MMP

dan

sekresi

dari

lesi

endometriosis bergabung dengan sejumlah TIMP-1 pada
cairan peritoneum, kemudian mengubah komponen matriks
fungsional disekitar cairan peritoneum dan menginduksi
perilaku agresif serta memfasilitasi invasi sel ektopik.
2.3.5. Proses Neovaskularisasi dan Neuroangiogenesis Endometriosis 19
 Neovaskularisasi pada implantasi endometrium merupakan

faktor penting proses invasi jaringan lain dari sel endometrium.
Lingkungan peritoneum sangat angiogenik dan peningkatan
aktivitas serta faktor angiogenik ditunjukkan pada cairan
peritoneum dari wanita dengan endometriosis.
 Angiogenesis biasanya diikuti dengan pertumbuhan saraf
sehingga melibatkan rasa nyeri.
 VEGF (Vascular Endhotelial Growth Factor) akan meningkat
pada fase sekunder dari siklus menstruasi. Epidermal Growth

17

Factor, Insuline Like Growth Factor, Platelet Derived Growth
Factor, dan Fibroblast Growth Factor merupakan mitogen
yang poten untuk proliferasi sel stromal dan sebagai antiapoptosis sel endometrium.
 IL-8

dan

TNF-α

mendorong

terjadinya

proliferasi

dan

perlekatan sel endometrium dan angiogenesis dari sel
progenitor di endometrium dan sumsum tulang belakang.
2.3.6. Inflamasi 20
 Banyak bukti menyatakan bahwa endometriosis merupakan
kondisi inflamasi kronis dari pelvik.
 Cairan peritoneum wanita dengan endometriosis menunjukkan
adanya peningkatan sejumlah makrofag yang teraktivasi dan
perbedaan yang signifikan dari profil sitokin dan kemokin
termasuk faktor inhibitor migrasi makrofag seperti TNF-α,
IL-1 , IL-6, IL-8, dan aktivasi normal ekspresi sel-T serta
sekresi protein monosit kemotaktik.
 Terdapat pula protein Proteomics pada cairan peritoneum
yang diketahui bersifat mengikat makrofag dan mengurangi
kapasitas fagositosis dan meningkatkan produksi IL-6.
 Inflamasi tidak hanya terdapat pada lingkungan mikrovaskular
peritoneum, melainkan juga pada eutopik wanita dengan
endometriosis. Wanita dengan endometriosis menunjukkan
peningkatan produksi IL-6 basalis. IL-6 berperan penting

18

dalam kondisi inflamasi kronis dan sekresi makrofag dan
sama seperti sel epitel endometrium.
 Lingkungan peritoneum yang mengalami inflamasi kaya akan
mediator inflamasi, terutama prostaglandin yang memegang
peranan dalam patofisiologi nyeri dan infertilitas wanita
dengan endometriosis.

Gambar 2. Proses Molekular Endometriosis.21

Hill dkk, mendapatkan adanya gangguan imunitas pada wanita
endometriosis. Dmowski dkk, mendapatkan adanya kegagalan dalam
sistem pengumpulan dan pembersihan sisa darah haid oleh makrofag dan
fungsi sel NK yang menurun pada endometriosis.33
Beberapa penelitian telah menemukan peningkatan IgA, IgG, dan
IgM dalam serum dan cairan peritoneum. Kadar C3 juga berfluktuasi,

19

tetapi meningkat di dalam serum pada endometriosis yang lebih berat. C3
merupakan komplemen yang memegang kunci penting dalam kaskade
proses

imunologi

tubuh.

Komplemen

ini

dipakai

oleh

antibodi

(immunoglobulin) untuk proses penghancuran dinding sel, sehingga dapat
merusak sel. Bila kadar C3 ditemukan tinggi di dalam serum, maka ini
berarti komplemen tersebut tidak dikonsumsi dalam proses imunologi
tersebut dan proses sitolitik tidak berlangsung. Proses autoimun biasanya
dapat dihambat oleh kortikosteroid, sehingga diperlukan kadar kortisol
yang tinggi di dalam serum dan cairan peritoneum, tetapi pada penelitian
Jacoeb dijumpai keadaan sebaliknya. Kadar kortisol serum yang tinggi
terdapat pada endometriosis sedang dan berat, tetapi rendah pada
endometriosis ringan. Hal ini memperlihatkan endometriosis bukan
merupakan proses yang akut.33
Pada beberapa penelitian yang lain, menyatakan bahwa adanya
kesalahan

letak

dari

jaringan

endometrium

pada

fetus

selama

perkembangan organogenesis, sehingga menyebabkan endometriosis.
Pada fetus manusia dengan endometriosis dijumpai ekspresi sitokeratin-7,
CA125, estrogen reseptor, dan CD10 pada analisa fenotip molekuler
endometrium ektopik. Differensiasi epitel dan distribusi dari uterus fetus
manusia dengan endometriosis sama dengan yang ditemukan pada orang
dewasa. Pendapat lain juga menyatakan bahwa endometrium ektopik
akan tetap asimptomatik hingga memasuki masa pubertas. Endometriosis
sebaiknya

tidak

dianggap

sebagai

penyakit

yang

berulang

dan

pembedahan merupakan penatalaksanaan yang tepat. Namun terapi

20

hormon post-operatif tetap dibutuhkan. Pada akhirnya masalah infertilitas
adalah yang terbesar yang dihadapi pasien dengan endometriosis,
sehingga keseluruhan informasi terkait patogenesis endometriosis dapat
menjadi implikasi klinis untuk manajemen terkait infertilitas.22

2.4. Faktor Resiko Endometriosis
2.4.1. Usia
Endometriosis pelvik jarang terjadi sebelum menars dan cenderung
berkurang setelah menopause. Beberapa studi pada wanita di bawah usia
50 tahun menyatakan bahwa frekuensi endometriosis meningkat seiring
dengan bertambahnya usia hingga fase menopause, tetapi studi terakhir
tidak

menunjukkan

demikian.

Perbedaan

kriteria

seleksi

dapat

menjelaskan beberapa ketidaksesuaian, contohnya wanita muda yang
tidak melakukan laparoskopi untuk infertilitas dibandingkan dengan zaman
dahulu yang dibutuhkan tindakan laparotomi untuk menegakkan diagnosis
endometriosis. Tidak terdapat hubungan antara usia dan derajat
keparahan penyakit endometriosis.23,24

2.4.2. Ras dan Kelas Sosial
Tingginya frekuensi endometriosis pada wanita kelas sosial tinggi
telah dilaporkan. Namun hasil tersebut dapat merupakan diagnostik yang
bias, sebagai contoh lebih besarnya perhatian pada nyeri panggul dan
infertilitas wanita pada kelompok kelas sosial tinggi. Diagnostik bias yang
sama juga dapat menjelaskan tingginya frekuensi penyakit pada wanita

21

kulit putih. Di Amerika Serikat, wanita berkulit hitam rata-rata memiliki
tingkat sosio-ekonomi yang kurang, sehingga diagnosis endometriosis
lebih rendah pada ras kulit hitam, namun beberapa studi evaluasi populasi
endometriosis tidak menunjukkan perbedaan bermakna baik untuk
indikasi dan prosedur diagnostik, dan tingkat sosio-ekonomi terhadap
prevalensi penyakit endometriosis pada wanita dengan ras yang
berbeda.25

2.4.3. Faktor Menstruasi dan Reproduksi
Studi epidemiologi di Amerika Serikat dan Italia menunjukkan
bahwa wanita dengan usia menars lebih dini, siklus menstruasinya
pendek dan banyak memiliki resiko tinggi. Hal ini diasumsikan bahwa usia
yang lebih dini meningkatkan paparan atau kontaminasi pelvik dari
material sel endometrium menstruasi berdasarkan teori regurgitasi. Selain
itu riwayat obstetrik juga berperan penting dan data klinis menunjukkan
bahwa

paritas

mengurangi

risiko

endometriosis.

Sebaliknya

data

epidemiologi tidak menunjukkan hubungan antara usia kehamilan, aborsi
spontan, dan endometriosis.26

2.4.4. Penggunaan Kontrasepsi Oral
Data mengenai efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap
endometriosis masih menimbulkan perdebatan. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya risiko endometriosis yang sangat rendah pada
penggunaan kontrasepsi oral. Pada studi kohort yang besar, rasio

22

endometriosis sangat rendah pada penggunaan kontrasepsi oral (risiko
relatif 0,4 dengan interval kepercayaan 95%), sedangkan wanita yang
menghentikan konsumsi pil lebih cepat (> 2-4 tahun) memiliki risiko yang
lebih besar (risiko relatif 1,8 dengan interval kepercayaan 95%). Telah
dinyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral temporer dapat menekan
risiko endometriosis melalui penekanan ovulasi.27

2.4.5. Riwayat Keluarga
Dinyatakan bahwa risiko endometriosis meningkat pada wanita
dengan ibu atau saudara perempuan menderita endometriosis. Frekuensi
meningkat pada derajat pertama saudara atau wanita yang menderita
endometriosis berdasarkan studi Norway dan Italy. Namun analisa genetik
lanjutan perlu dilakukan untuk memperjelas keterlibatan riwayat keluarga
dan risiko endometriosis.27

2.4.6. Merokok, Diet, dan Gaya Hidup
Beberapa penelitian menyatakan bahwa perokok berat dapat
menurunkan risiko endometriosis. Penemuan ini dijelaskan oleh efek antiestrogenik

dari

merokok.

Hubungan

antara

peningkatan

risiko

endometriosis dengan alkohol, kopi, diet tinggi lemak pada beberapa
penelitian menunjukkan peningkatan risiko endometriosis. Sebaliknya
aktivitas fisik dapat menurunkan level estrogen dan mengurangi risiko
endometriosis.27

23

2.4.7. Indeks Masa Tubuh
Status

gizi

berlebih

diketahui

dapat

menurunkan

risiko

endometriosis. Wanita dengan peningkatan indeks masa tubuh memiliki
siklus menstruasi irreguler dan peningkatan rasio anovulatoar infertilitas,
sehingga menurunkan risiko endometriosis.27

2.4.8. Keganasan
Beberapa penelitian menyatakan bahwa penyebab endometriosis
adalah akibat dari paparan dioksin. Beberapa data epidemiologi
menunjukkan keterkaitan risiko endometriosis dengan frekuensi gangguan
imunitas.27

2.5. Peran

Sistem

Imun

Pada

Endometrium

Selama

Siklus

Menstruasi
Peran sistem imun adalah mempertahankan homeostasis uterus
dan regenerasi yang melibatkan beberapa sitokin dan sel-sel imun.
Menstruasi terjadi oleh karena penurunan progesteron pada tahap akhir
dari fase siklus menstruasi yang kemudian akan melepaskan inhibisi jalur
pro-inflamasi NFkB (Nuclear Factor kappa-B) dan mengarah ke sebuah
peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi, prostaglandin, dan matriks
metalloproteinase yang diikuti oleh lisis jaringan ikat dan perdarahan.28
Produksi dari sel-sel endometrium pada seluruh siklus di regulasi
oleh steroid seks, estrogen, dan progesteron. Selama fase proliferasi,
estrogen meregulasi regenerasi endometrium. Di bawah pengaruh

24

hormon steroid terjadi pertumbuhan dan perbaikan pembuluh darah.
Setelah ovulasi selama fase sekresi, terjadi perubahan-perubahan seluler
dalam endometrium uterus termasuk diantaranya adalah transformasi,
desidualisasi sel-sel stromal, dan perkembangan glandula-glandula
sekretorik yang diregulasi oleh progesteron.29,30
Sama dengan proses menstruasi, implantasi juga digambarkan
dengan peningkatan kadar sitokin endometrium, prostaglandin, dan
leukosit. Kemokin dan sitokin diproduksi oleh sel endometrium dan
mengarah ke blastokis sisi implantasi, sehingga terjadi interaksi dengan
endometrium uterus. Selama invasi, sel-sel trofoblas merusak sel epitel
dan stromal. Jaringan endometrium kemudian diperbaiki dan dirombak
seiring dengan pertumbuhan plasenta. Proses penyembuhan luka ini
secara nyata digambarkan oleh Th-1 dan juga keterlibatan respon proinflamasi dengan tingginya kadar sitokin pro-inflamasi seperti IL-6, IL-8
dan TNF-α. Diantara aktivitas yang terjadi diatas, aktivitas sitokin
mengambil sel-sel imun kedalam desidual. Dari sel-sel tersebut, 65-70% di
dominasi oleh sel NK spesifik uterus (uNK) dan 10-20% di dominasi oleh
sel

antigen

yang

dipresentasikan

seperti

makrofag

dan

sel-sel

dendritik.31,32

2.6. Perubahan Imunologi Pada Endometriosis
Untuk mempertahankan kehidupannya, manusia memerlukan
sistem kekebalan yang digunakan untuk melindungi tubuhnya dari bahaya
yang akan ditimbulkan oleh berbagai benda asing disekitarnya. Pola

25

utama dalam patogenesis endometriosis adalah sistem imunitas. Sistem
imunitas tubuh tersebut terdiri dari :33
1. Sistem imun non-spesifik (alamiah) ; merupakan pertahanan tubuh
utama dalam menghadapi

berbagai infeksi mikroorganisme.

Komponen-komponen sistem imun non-spesifik itu terdiri dari
pertahanan fisik dan mekanik, pertahanan biokimiawi, pertahanan
humoral, dan pertahanan seluler.
2. Sistem imun spesifik (didapat) ; merupakan pertahanan tubuh yang
mempunyai kemampuan untuk mengenali benda yang dianggap
asing bagi dirinya. Sistem pertahanan spesifik ini dibagi atas ;
sistem imun spesifik humoral yang berupa limfosit-B dan sel-B, dan
sistem imun spesifik seluler yang berupa limfosit-T.

Pada endometriosis didapatkan adanya perubahan dari sistem
imun

berupa

defisiensi

dari

sistem

imun.

Dari

studi

penderita

endometriosis didapatkan perubahan beberapa komponen imunologi pada
cairan peritoneum, antara lain makrofag fagosit, monosit sel NK, limfositTc, sel-B, mediator inflamasi seperti komplemen dan sitokin, dan sel-sel
perusak sel endometriosis yang memungkinkan terjadinya perlekatan,
migrasi dan angiogenesis.33
Sesuai dengan teori Meyer, yang disebutkan bahwa endometriosis
terjadi akibat rangsangan pada sel-sel epitel selomik yang masih bersifat
pluripoten yang berdiferensiasi tinggi sehingga terbentuk jaringan
endometriosis.

Adapun

bentuk

rangsangan

yang

terjadi

pada

26

endometriosis peritoneum adalah terjadinya reaksi inflamasi yang terus
menerus akibat adanya regurgitasi darah haid yang terjadi pada 80-90%
wanita normal dengan tuba paten. Kejadian ini akan berulang secara siklik
setiap bulannya. Darah haid tersebut terdiri dari cairan ekstraseluler,
darah, jaringan endometrium yang lepas yang mengandung sel-sel
endometrium baik yang mati maupun yang masih hidup. Regurgitasi ini
terjadi akibat kontraksi uterus yang ritmik atas pengaruh prostaglandin F 2
pada saat haid dan terjadi pula hipotoni relatif dari sambungan utero-tuba
(uterotubal junction).33
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sel-sel endometrium dalam
cairan peritoneum mencapai 90% pada wanita normal. Jumlah darah haid
yang terkumpul berbeda-beda dari satu individu dengan individu lain,
demikian pula dengan lamanya paparan regurgitasi yang terjadi. Crainer
dkk, menghubungkan periode siklik yang cepat dan jumlah darah yang
banyak merupakan salah satu risiko yang memperberat keadaan tersebut.
Dari analisis biokimiawi sel-sel endometrium yang berada pada debris
darah haid, ternyata mengandung PGF2α dan pengaruh hormon seks
steroid terhadap sel ini menunjukkan kemampuan mitosis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sel endometrium.33
Setelah terjadinya regurgitasi tersebut, debris haid yang masuk ke
rongga peritoneum mengandung sel darah, jaringan-jaringan yang mati,
dan sel-sel endometrium yang mati maupun yang masih hidup. Ini semua
dibersihkan oleh suatu sistem pembersih dan penghancur sebagai respon
dari rongga peritoneum. Sistem ini disebut sebagai sistem pengumpulan

27

dan pembersihan sisa haid (Garbage Collection and Disposal System).
Sistem pembersih ini mempunyai kemampuan terbatas baik kuantitas
maupun kualitas dari sisa haid yang ada atau biasanya disebut sebagai
sisa pembersihan (disposal insufficient). Sistem ini berlangsung berulangulang sesuai siklus haid yang terjadi, oleh sebab itu faktor imunitas
berperan sangat penting. Pada sistem imun yang dimediasi oleh imunitas
seluler diperankan oleh sel limfosit-T baik itu T-cytoxic, T-helper,
T-supresor, monosit, dan makrofag pada sel NK.33
Akumulasi beberapa bukti menyatakan bahwa aktivitas sel-T
sistemik mempengaruhi patogenesis endometriosis. Perubahan rasio sel-T
helper dan sel-T serta konsentrasi kedua sel telah dilaporkan dalam
serum, cairan peritoneum, dan jaringan endometrium. Lebih lanjut lagi,
beberapa perbedaan dapat terdeteksi antara endometrium eutopik dari
wanita dengan atau tanpa penyakit. Sel NK berubah pada cairan perifer
dan peritoneum dari wanita dengan endomeriosis. Sebagai tambahan,
toksisitas sel NK telah menunjukkan secara berkebalikan terhadap
korelasinya

dengan

stadium

penyakit

endometriosis.

Akibatnya,

perubahan sitotoksisitas sel NK terhadap jaringan endometrium mungkin
bertanggungjawab terhadap bagian inisiasi dan tercetusnya endometriosis
pelvik. Serum dan cairan peritoneum wanita dengan endometriosis
menunjukkan

penurunan

aktivitas

sel

NK.

Hal

ini

kemungkinan

disebabkan oleh monosit atau aktivitas makrofag melalui sekresi yang
memodulasi sel imunitas dan non-imunitas.34,35

28

2.6.1. Makrofag
Makrofag merupakan tipe sel yang paling banyak ditemukan pada
cairan

peritoneum

dan

memegang

peranan

dalam

patogenesis

endometriosis. Pada pasien endometriosis dengan infertilitas didapatkan
makrofag aktif dan sekresi produksi makrofag seperti enzim proteolitik,
sitokin, dan faktor pertumbuhan (growth factor) lebih banyak dibandingkan
dengan wanita tanpa endometriosis.33
Adapun makrofag penghuni peritoneum ini mempunyai aktivitas : 33
1. Memproses antigen dan mempresentasikan kepada limfosit.
2. Memproduksi IL-1 dan mengaktivasi limfosit.
3. Memproduksi sitokin dan mengaktivasi respon makrofag-makrofag.
4. Menstimulasi produksi promonosit dan monosit dan mengaktivasi
makrofag pada rongga peritoneum.
5. Memproduksi TNF, prostaglandin dan faktor-faktor komplemen.
6. Memfagositosis sel target dan mengaktivasi sitotoksik.
7. Perusakan jaringan.
8. Pembentukan perlekatan dan penyelamatan jaringan.
9. Perbaikan jaringan (fibroblast stimulating factor, fibronectin, elastase,
kolagenase).

Pada cairan peritoneum penderita endometriosis dijumpai banyak
mengandung makrofag. Makrofag ini kemudian memproduksi hormon
pertumbuhan (growth hormone). Growth hormone tersebut berhubungan
dengan

proses

susukan

pada

endometriosis

dan

memelihara

29

pertumbuhan endometriosis tersebut. Adapun growth hormone tersebut
antara lain :33
1. Platelet derived growth factor.
Hormon ini bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi dan proses
mitogen untuk fibroblas dan sel angiogenik.
2. Transforming growth factor.
Faktor pertumbuhan ini mempunyai aktivitas sebagai mitogen pada sel
endometriosis yang berperan dalam inflamasi dan memelihara
kehidupan endometriosis.
3. Transforming growth factor-α (TGF-α)
Hormon ini mengikat reseptor EGF, menstimulasi proliferasi pada selsel stroma. Hormon ini juga menginduksi terjadinya endometriosis,
bersifat menginduksi terjadinya fibrosis, proses angiogenesis, juga
dapat menghambat fungsi limfosit-T, limfosit-B, dan sel NK.
4. Epidermal growth factor (EGF)
EGF ini menginduksi proliferasi dari sel endometrium.
5. Sel U 937
Sel dengan aktivitas mitogen untuk fibroblas dan sel-sel otot polos.
6. Vaskular endothelial growth factor.
Merupakan glikoprotein yang mempromosikan sel endometrium tumbuh
pada in vivo dan menginduksi terjadinya angiogenesis.

Faktor-faktor tersebut juga besifat kemotatik dan mengumpulkan
sel-sel inflamasi. Salah satu yang diproduksi oleh makrofag peritoneum

30

adalah fibronektin yang mempunyai kemampuan sebagai pelekat,
fibronektin ini berupa protein molekul besar. Setelah terjadi migrasi dari
jaringan endometriosis ini kemudian makrofag tersebut memberikan reaksi
perbaikan jaringan dengan terbentuknya jaringan parut dengan bantuan
proses kolagenase, tetapi lesi-lesi dalam keadaan ini dapat aktif kembali
bila terdapat penurunan imunitas dari pejamunya.33

2.6.2. Sel-B Peritoneum dan Immunoglobulin
Sejak 10 tahun yang lalu telah diperkirakan pasien-pasien dengan
endometriosis mempunyai autoantibodi dan IgG yang utama. Konsentrasi
autoantibodi ini berbanding terbalik dengan luasnya penyakit. Pada pasien
endometriosis, kita jumpai antibodi anti-endometrium yang titernya
berkolerasi dengan derajat beratnya penyakit. Gleicher dkk, menyatakan
bahwa sindroma autoimun ini disebabkan oleh sel-B poliklonal yang aktif.
Pada analisis immunophenotyping didapatkan sel mononuklear di cairan
peritoneum, tetapi tidak mempengaruhi perubahan kuantitatif pada
populasi sel-B. Proporsi sel-B pada cairan peritoneum tidak berhubungan
dengan beratnya endometriosis.33

2.6.3. Sel Natural Killer (NK)
Oosterlynck dkk, melaporkan tidak efektifnya aktivitas sel NK pada
pasien endometriosis menyebabkan gangguan pembersihan debris darah
haid dan jaringan endometriosis.33

31

Hirata dkk, berpendapat bahwa terdapat faktor imunosupresi yang
dihasilkan oleh jaringan endometriosis yang menyebabkan penurunan
aktivitas sel NK. Weed dkk, menemukan tidak terdapat cacat secara
kuantitatif dari penurunan aktivitas sel NK pada cairan peritoneum atau
pada darah tepi. Bahkan Hill dkk, melaporkan populasi sel NK peritoneum
meningkat pada endometriosis. Fungsi sel NK kemungkinan diatur oleh
sekret dari makrofag dan limfosit-T.33

2.6.4. Sel-T
Karena

sel-T

terlibat

dalam

sistem

imun

untuk

menolak

transplantasi homolog, terdapat beberapa perubahan fungsi sel-T yang
terjadi pada wanita dengan endometriosis. Perubahan tersebut bukan
karena jumlah yang menurun melainkan fungsinya yang berkurang.
Beberapa studi menyatakan rasio Th / Tc (CD4/CD8) meningkat pada
darah perifer dan cairan peritoneum pada penderita endometriosis. Sel-T
dapat mempengaruhi sel-B, makrofag-makrofag, sel NK, dan sel-T sendiri.
Penurunan aktivitas sel-T ini berhubungan dengan penurunan produksi
IL-2. Di bawah pengaruh makrofag melalui sitokin, bagian dari sel-T (Th1
dan Th2) dapat berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel yang aktif,
tetapi adanya pengaruh dari IL-10 yang banyak terjadi penekanan pada
Th1.33

32

2.6.5. Sitokin
Pada penderita endometriosis didapatkan pula perubahan sitokin
pada cairan peritoneumnya. Seperti diketahui sitokin tersebut disekresi
oleh makrofag yang berasal dari sumsum tulang belakang yang
bersirkulasi sebagai monosit dan bermigrasi ke berbagai kavitas tubuh.
Pengamatan

terhadap

perubahan

imunitas

mengarahkan

kepada

beberapa investigasi yang dipercayai sebagai penanda reaktivitas imun
khususnya sitokin yang berpotensi sebagai alat bantu diagnostik untuk
endometriosis.33,36
Sitokin

pada

cairan

peritoneum

kaya

dengan

komponen-

komponen seluler termasuk makrofag, sel-sel mesotelial, limfosit,
eosinofilik dan sel mast. Telah dihipotesiskan bahwa makrofag peritoneum
yang teraktivasi merupakan langkah penting dalam inisiasi penyakit dan
progresifisitas penyakit. Makrofag teraktivasi pada cairan peritoneum
wanita dengan endometriosis yang secara poten akan memproduksi
sitokin.36
Adapun macam-macam sitokin tersebut antara lain dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :33

33

Tabel 1. Sitokin dan fungsinya.37

Tabel 2. Kadar sitokin pada wanita dengan endometriosis.38.

Interleukin
IL-1 merupakan kunci dari sitokin dalam meregulasi proses
inflamasi dan respon imun. IL-1 mempengaruhi aktivasi sel limfosit-T dan

34

differensiasi limfosit-B dengan reseptornya yaitu IL-1α dan IL-1 .
Implantasi endometrium ektopik menunjukkan isolasi IL-1 pada cairan
peritoneum

pasien

menyatakan

bahwa

endometriosis

dan

endometriosis.
kadar
ada

IL-1
pula

Ada

beberapa

meningkat
yang

drastis

menyatakan

peneliti
pada
tidak

yang
pasien
adanya

peningkatan.36
Sedangkan IL-6 merupakan regulator inflamasi dan imunitas
dengan hubungan fisiologik antara sistem endokrin dan sistem imunitas
yang turut memodulasi sitokin aktivasi pendorong sel-T dan differensiasi
sel-B serta menghambat pertumbuhan berbagai sel pada manusia. IL-6 ini
selanjutnya merespon makrofag dalam cairan peritoneum stromal sel-sel
endometrium dan makrofag-makrofag perifer yang diregulasi pada pasien
endometriosis. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan tidak
adanya

peningkatan,

dan

penelitian

lain

menunjukkan

adanya

peningkatan IL-6 di dalam serum dan bukan di cairan peritoneum pasien
endometriosis.36
Osterlynck dkk, menyatakan bahwa adanya penurunan aktivitas
dan sitotoksisitas sel NK di cairan peritoneum. Berkurangnya jumlah sel-T
yang teraktivasi dan sel dendritik matur merupakan temuan lain yang
dapat diamati pada wanita dengan endometriosis.39

2.6.6. Faktor Pertumbuhan Endotel Vaskular
Faktor pertumbuhan endotel vaskular adalah salah satu faktor
yang penting dan spesifik bagi faktor-faktor angiogenik. Pada pasien

35

endometriosis, VEGH berada di epitelium dari implant endometriosis
khususnya pada implant dengan perdarahan. Lebih lanjut lagi, terdapat
peningkatan dalam konsentrasi VEGH pada cairan peritoneum pasien
endometriosis. Makrofag peritoneum pasien endometriosis memiliki
kemampuan untuk mensintesis dan mensekresikan VEGF.40

2.6.7. RANTES (Regulated on Activation Normal T-Cell Expressed
and Secreted)
RANTES Berasal dari keluarga kemokin “C-C” yang menarik
monosit dan memori sel-T. RANTES adalah produk sekretori sel-sel
hematopoetik, epitel, dan sel-sel mesenkim dari sebuah mediator baik
inflamasi akut maupun kronik. Protein RANTES distribusinya berada pada
endometrium ektopik yang serupa dengan endometrium eutopik. Namun
sekresi secara in vitro dari RANTES oleh endometrioma berasal dari kultur
sel stroma yang secara bermakna lebih besar dibandingkan dengan
endometrium eutopik.41

2.7. DIAGNOSA ENDOMETRIOSIS
Endometriosis pada umumnya di diagnosa pada usia dekade ketiga
dan keempat dari kehidupan wanita, karena sampai saat ini endometriosis
jarang sekali ditemukan pada anak perempuan masa pre-pubertas dan
pada wanita paska menopause, kecuali jika mereka telah mendapatkan
terapi pengganti hormon. Endometriosis harus dicurigai pada setiap
wanita yang memiliki gejala awal seperti nyeri panggul, dismenorea,

36

dispareunia, perdarahan haid yang abnormal, dan infertilitas. Namun
gejala ini juga dapat muncul pada gangguan ginekologi lainnya, karena
sampai saat ini tidak ada satupun tanda-tanda atau gejala patognomonik
yang dapat menegakkan diagnosa endometriosis secara pasti. Banyak
wanita yang mengalami endometriosis justru tanpa gejala atau bersifat
asimptomatik.42
Tanda-tanda klinis yang ditemukan pada wanita endometriosis
dapat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan
penyakit. Sering kali tidak ditemukannya tanda klinis yang jelas pada saat
pemeriksaan panggul. Yang paling umum

ditemukan

pada saat

pemeriksaan panggul adalah ketika pemeriksa meraba forniks posterior,
dimana akan ditemukan nodul-nodul endometriosis pada ligamentum
sakrouterina,

pembesaran

ovarium

sebagai

akibat

dari

kista

endometrioma, dan uterus yang terfiksasi pada cul-de-sac oleh proses
adhesi. Namun di sisi lain bisa saja ditemukan gejala-gejala tersebut tetapi
wanita tersebut tidak mengalami endometriosis.43

Gambar 3. Lokasi Implantasi Endometriosis

37

Penampakan makroskopis endometriosis bervariasi, diantaranya
adalah :43
 Lesi kecil (1mm) berwarna putih atau bening.

 Lesi kecil berwarna merah gelap (mulberry) atau coklat (powder
burn).
 Kista berisi cairan yang penuh dengan hemosiderin berwarna
merah gelap atau gelap ( kista coklat).
 “Kubah” berwarna biru atau merah gelap berukuran 15-20 cm.

Ultrasonografi
Ultrasonografi tidak berperan dalam mendiagnosa endometriosis,
karena tidak dapat mendeteksi implantasinya. Akan tetapi, endometrioma
dapat dideteksi dengan pasti menggunakan ultrasonografi transvaginal
dan transabdominal. 80-90% endometrioma memiliki penampakan yang
khas pada ultrasonografi transvaginal yang berupa sebuah massa kistik
dengan gambaran hipoekhoik homogen multipel. Sisanya memberikan
gambaran berupa kista anekhoik, kista hipoekhoik dengan komponen
padat ataupun berupa massa padat.40
Kista hemoragik fungsional, kista dermoid, dan fibroid dapat salah
di diagnosa sebagai suatu endometrioma. Jika terdapat kesulitan dalam
membedakan lesi-lesi tersebut, maka dinding yang tebal, homogenisitas
gambaran isi kista, dan jumlahnya yang multipel menandakan lesi tersebut
merupakan suatu endometrioma.40

38

Untuk wanita yang sudah di diagnosa dengan endometriosis,
ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvik, terutama jika
terdapat nyeri yang berulang, tetapi MRI merupakan pilihan yang lebih
baik untuk evaluasi pelvik.40

Laboratorium
Kadar CA-125 mengalami peningkatan pada endometriosis. Akan
tetapi, CA-125 juga meningkat pada kondisi lain seperti neoplasma
ovarium, mioma uteri, dan penyakit radang pelvik, sehingga memiliki
spesifisitas

yang

tidak

bermakna

dalam

menegakkan

diagnosa

endometriosis. CA-125 memiliki peranan untuk follow up endometriosis
yang telah atau sedang menjalani terapi medis maupun terapi
pembedahan.30

2.8. STADIUM ENDOMETRIOSIS
Setelah diagnosa endometriosis ditegakkan, luasnya penyakit dan
keparahannya harus ditentukan. Sistem klasifikasi yang paling banyak
digunakan adalah menurut American Society for Reproductive Medicine.
(ASRM). Walaupun sistem klasifikasi ini memiliki banyak keterbatasan
tetapi tetap dapat memberikan keseragaman dalam hal pencatatan
temuan intraoperatif dan hasil dari berbagai terapi yang diberikan. 43

39

Tabel 3. Klasifikasi Endometriosis Menurut American Fertility Society
Endometriosis

NILAI
1 cm

1-3 cm

3 cm

Peritoneum
- Superfisial

1

2

4

- Dalam

2

4

6

- Superfisial

1

2

4

- Dalam

4

16

20

1/3 bagian

1/3-2/3 bagian

2/3 bagian

- Tipis

1

2

4

- Tebal

4

8

16

- Tipis

1

2

4

- Tebal

4

8

16

Kanan ; - Tipis

1

2

4

- Tebal

4

8

16

- Tipis

1

2

4

- Tebal

4

8

16

Ovarium
Kanan dan kiri

Ovarium perlengketan
Kanan ;
Kiri

;

Tuba

Kiri

;

Kavum Douglas

-

Berdasarkan

hasil

Sebagian

Seluruhnya

4

40

Laparoskopi

Diagnostik

(LD)

/

Laparatomi

didapatkan jumlah skor :
(1)

stadium I

(minimal)

: 1-5

(2)

stadium II

(mild )

: 6-15

(3)

stadium III

(moderate)

: 16-20

(4)

stadium IV

(severe)

: > 40

40

Gambar 4. Lembar Klasifikasi Endometriosis Berdasarkan Klasifikasi
American Society for Reproductive Medicine (ASRM 1997).

41

2.9. SEL NATURAL KILLER
2.9.1. Definisi Sel Natural Killer (NK)
Sel Natural Killer atau sel NK adalah limfosit sitotoksik yang
merupakan komponen utama dari sistem imun, karena sel-sel ini dapat
menyerang sel-sel target yang tidak mengekspresikan MHC kelas-1 tanpa
memerlukan agen yang mensensitisasi, oleh karena itu disebut juga
sebagai sel pembunuh alami. Sel NK berpartisipasi di dalam sistem
pertahanan imun host dalam melawan infeksi, sel ini juga memiliki
aktivitas anti tumor dan terlibat pula dalam melawan adanya graft. Sel-sel
NK juga dapat memberikan efek samping yang mempengaruhi kehamilan.
Sel-sel ini biasanya mengekspresikan penanda-penanda di permukaan sel
yakni CD16 (FC-R III) dan CD56 (molekul perekat sel neural : NCAM)
pada manusia. Sebagai tambahan untuk membunuh sel-sel target, sel NK
mensekresikan berbagai macam sitokin, seperti sitokin interferon gamma
(IFN- ) dan sitokin anti-inflamasi dan anti-tumor nekrosis faktor alfa (TNFα).34,41
Aktivitas sel NK dapat dinilai dengan mengukur sitotoksisitas
terhadap sensitivitas sel NK. Sel NK tidak memerlukan aktivasi dalam
rangka membunuh sel-sel target yang kekurangan ekspresi dari antigen
MHC kelas-1. Karee dkk, menghipotesiskan bahwa aksi sel-sel NK
melawan sel-sel yang tidak mengekspresikan MHC kelas-1 menentukan
apakah sel tersebut adalah bagian sel tubuh yang normal atau bukan,
sehingga sifat toksisitas dari sel NK dapat dihambat terhadap sel-sel yang
mengekspresikan MHC kelas-1. Hipotesis ”hilangnya pengenalan akan sel

42

tubuh” di dukung oleh identifikasi sel immunoglobulin yang menyerupai
reseptor-reseptor sel NK pada sel NK yang mengenali autolog dari antigen
MHC kelas-1 dan menghambat sitotoksisitas sel NK dalam melawan selsel target.41

2.9.2. Regulasi Sel Natural Killer (NK) Pada Organ Reproduksi Wanita
Sel NK manusia ditemukan di dalam darah, organ-organ limfoid,
hati dan berbagai jaringan mukosa termasuk paru-paru, usus, dan uterus.
Sel-sel NK di darah perifer dapat dibagi menjadi dua subkelompok utama
berdasarkan densitas ekspresi CD56. Sel-sel CD56 berjumlah 90% dari
sel-sel NK darah dan memiliki aktivitas litik spontan terhadap sel-sel
tumor. Ekspresi subkelompok sel NK yaitu CD16 (FC-R III), Killer Inhibitor
Reseptor (KIRs), dan banyak dari sel-sel ini mengekspresikan CD57.
CD56 sel NK darah sejumlah 10% dan sel-sel yang memiliki sedikit
aktivitas litik memiliki kapasitas tinggi untuk memproduksi sitokin-sitokin
pro-inflamasi

disamping

stimulasi

dengan

monokin.

Sel

NK

ini

mengekspresikan CD16 atau KIRs dan sel-sel ini rendah terhadap
ekspresi CD57.27,28
Pada tonsil, organ limfoid sekunder, usus dan rahim lebih banyak
terdapat sel NK CD56bright, sedangkan hati mengandung proporsi yang
sama dari CD56dim dan CD56bright dari sel NK. Sehubungan dengan
fungsinya, sel NK CD56bright dianggap sebagai produsen sitokin yang
penting dengan kapasitas kecil untuk melakukan sitotoksisitas, sedangkan
sel-sel NK yang CD56dim sebagai pembunuh (sitotoksisitas) yang efisien

43

tapi rendah memproduksi sitokin. Namun, penelitian terbaru menunjukkan
bahwa kedua CD56bright dan CD56dim dari sel NK efisien dalam
memproduksi sitokin dan melakukan sitotoksisitas pada pengenalan sel
target.44
Cairan peritoneum merupakan lingkungan yang dinamis secara
imunologis

yang

menghubungkan

sistem

imun

dan

reproduksi.

Kandungan utamanya adalah sel mononuklear terutama makrofag, limfosit
dan sel NK. Pada wanita yang sehat, sisa menstruasi dan sel
endometrium di kavum peritoneum dibersihkan oleh makrofag, sel NK dan
proses apoptosis. Secara umum diketahui bahwa mekanisme oleh cairan
peritoneum tersebut merupakan lini pertama pertahanan terhadap
implantasi sel endometrium di lokasi ektopik, terutama di kavum
peritoneum. Pada wanita dengan endometriosis terjadi gangguan pada
makrofag, aktivitas sitotoksik sel NK, serta proses apoptosis, tetapi
mekanisme

terjadinya

gangguan

itu

sendiri

masih

belum

jelas.

Tampaknya penurunan sitotoksisitas sel NK tersebut disebabkan oleh
defek fungsional, bukan diakibatkan oleh defek kuantitatif. Maka, defek sel
NK pada endometriosis adalah primer, bukan merupakan akibat sekunder
dari inflamasi yang dicetuskan oleh endometriosis.44,45
Sel NK diakui karena kemampuannya untuk mengendalikan tumor
dan virus. Data menunjukkan bahwa sel-sel NK tidak hanya hadir di
jaringan limfoid dan darah, tetapi juga berjumlah tinggi di jaringan perifer
dimana mereka menunjukkan kedua fungsi efektor langsung dan peran
immunoregulatory langsung.44

44

Secara
subkelompok

umum
CD56dim

dipertimbangkan
adalah

negatif

bahwa
terhadap

sel

NK

uterus

kejadian-kejadian

reproduksi. Sedangkan populasi sel NK uterus CD16-CD56bright berkaitan
dengan keberhasilan implantasi dan maturasi plasenta dan didukung
sebagai bagian penting yang mempengaruhi proses implantasi melalui
kontrol invasi tropoblas dan produksi sitokin-sitokin pengatur sistem imun.
Beberapa penelitian terbaru mengindikasikan bahwa sel NK CD56bright
adalah sub-populasi penting yang mendominasi implantasi pinggiran
endometrium pada wanita tanpa riwayat subfertilitas. Penelitian mereka
juga mengusulkan bahwa keseimbangan subkelompok sel NK uterus
mempengaruhi kualitas endometrium dan sel NK uterus diambil dari
CD56. Sel NK darah yang menjalani differensiasi spesifik pada jaringan
endometrium mungkin muncul dari proliferasi di uterus dan differensiasi
progenitor sel NK dibawah kontrol hormon-hormon seks dan atau sitokin.46

2.9.3. Uterus
Sel-sel NK uterus memiliki fenotip yang unik dibandingkan dengan
sel-sel NK darah. Sel NK dalam uterus mengekspresikan CD56 dan
CD94, dan sebagian mengekspresikan CD16 dan tidak ada yang
mengekspresikan CD57 atau CD8. Kebanyakan sel-sel CD57 dalam
endometrium adalah sel-T. Sebuah persentase bermakna dari sel NK
uterus mengekspresikan KIRs pada permukaan sel mereka. Tidak seperti
sel NK darah, sel NK uterus mengekspresikan CD9 dan CD69 di

45

permukaan sel mereka. Dengan demikian, sel NK uterus memiliki sebuah
fenotip permukaan yang unik.47,48
Suatu analisis molekuler akhir-akhir ini menyatakan bahwa sel-sel
NK yang berasal dari desidua dengan teknik penyinaran gen menunjukkan
sebanyak 278 gen secara berbeda diekspresikan antara sel NK desidua
dan sel NK darah. Penelitian ini mengindikasikan bahwa sel NK desidua
lebih menyerupai ekspresi profil gen mereka terhadap sel NK CD56bright
dibandingkan dengan sel NK CD56dim. Tetapi masih belum jelas apakah
sel NK desidua berasal dari sel NK darah yang mengalami differensiasi di
lingkungan desidua. Banyak bukti tampaknya mendukung bahwa sel NK
di dalam sel desidua berasal dari sel NK uterus yang berasal dari
endometrium saat implantasi atau dari perekrutan baru sel NK darah. Sel
NK ini mungkin merespons sinyal-sinyal eksternal untuk mengubah
ekspresi profil gen mereka dan fungsi mereka untuk merespon kinerja dari
desidua. Sel NK tidak mengekspresikan reseptor untuk estradiol dan
progesteron, sehingga aksi hormon seks pada fungsi sel NK atau
rekruitmen yang dimediasi oleh hormon seks seperti fibroblas dan sel-sel
epitel tidak terjadi. Hanya satu penelitian melaporkan bahwa sel-sel NK
uterus pada manusia mengekspresikan reseptor glukokortikoid dan
estrogen β1, tetapi tidak diketahui bahwa reseptor estrogen ini berfungsi
terhadap sel NK uterus.47,49

46

2.9.4. Endometrium
Endometrium uterus pada manusia merupakan sekumpulan
jaringan mukosa kompleks yang diregulasi oleh hormon-hormon seks
pada siklus menstruasi. Sejumlah sel NK dalam jumlah yang rendah
ditemukan pada fase awal proliferasi dan meningkat seiring dengan
perkembangan siklus menstruasi. Sel NK mungkin berjumlah hingga 70%
dari total leukosit yang terdapat di dalam endometrium pada fase akhir
sekretori. Setidaknya dua kemungkinan mekanisme telah dihipotesiskan
terkait dengan peningkatan drastis dari sel NK uterus yang terdapat di
dalam uterus yakni proliferasi in situ dan atau rekruitmen selektif dari sel
NK perifer.50
Meskipun proliferasi dapat menjelaskan beberapa peningkatan
jumlah sel NK, namun rekruitmen aktif dari sel-sel ini berasal dari sel-sel
darah. Data dari penelitian Murine, mengindikasikan bahwa sel NK uterus
berasal dari sel-sel darah sumsum tulang dan bukan dari sel-sel NK yang
terdapat di dalam uterus. Meskipun pada manusia, belum dieksklusikan
kemungkinan bahwa sel-sel NK dapat diperbaharui dari sebuah prekursor
diluar siklus dari endometrium.51
Peningkatan sel NK selama siklus menstruasi dan pola perubahan
modifikasi hormon seks dalam endometrium, telah menyatakan bahwa
hormon-hormon seks mungkin meregulasi rekruitmen sel NK dan ekspansi
di dalam endometrium. Migrasi sel-sel kedalam jaringan yang melibatkan
variasi molekul-molekul termasuk perlekatan molekul dan kemokinkemokin. Sel-sel dalam darah harus mengikat endotel dan dengan kuat

47

melekat, sehingga mereka dapat bergerak mengikuti bahan-bahan
kemotaktik ke dalam jaringan. Banyak sel-sel darah mengekspresikan
beberapa reseptor-reseptor kemokin dan lebih dari satu yang mungkin
terlibat dalam migrasi yang tepat dari sel kedalam jaringan. Sel-sel NK
ditemukan secara luas di dalam endometrium wanita yang tidak hamil dan
mereka dapat dikaitkan dengan jumlah leukosit yang sedikit.50,51
Pada trimester pertama kehamilan, sel NK uterus terakumulasi
sebagai sebuah infiltrat padat di sekitar sel-sel tropoblas dan arteri
spiralis. Seiring dengan perkembangan kehamilan, sel-sel NK menghilang
dari desidua dan muncul kembali pada saat aterm. Temuan-temuan ini
menunjukkan bahwa sinyal-sinyal khusus secara spesifik terlibat dalam
regulasi dan rekruitmen sel-sel NK yang ditemukan di dalam uterus.51
Sel NK di endometrium dan plasenta menunjukkan adanya
produksi kemokin CCL3 yang dapat merekrut sel-sel NK darah masuk ke
dalam uterus. Hal ini juga dilaporkan bahwa sel NK tipe CD16 dan CD56
dapat mengekspresikan kemokin reseptor CCR2 atau CCR5 dan
ligandnya CCL4 bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk sel-sel
tersebut.

Namun

begitu,

penelitian

Murine,

menunjukkan

bahwa

rekruitmen sel NK uterus normal pada tikus mengalami penurunan
terhadap jenis CCR2 atau CCR5. Dengan demikian, studi-studi dalam
jumlah yang lebih besar menunjukkan bahwa endometrium dan desidua
dapat memproduksi kemokin-kemokin yang dapat merekrut sel-sel NK,
dimana kemokin-kemokin yang terlibat di dalam rekruitmen in vivo telah
ditentukan dan masih terdapat kemungkinan bahwa lebih dari satu

48

kemokin yang terlibat. Sebagai contoh CXCL-10 diinduksi oleh hormon
seks kedalam endometrium sebelum implantasi dan mampu merekrut selsel NK kedalam endometrium. Kemudian jika tropoblas terbentuk maka
kemokin CXCL-12 dari tropoblas akan merekrut sel-sel NK uterus untuk
mengatur kadar sel NK pada ateri plasenta guna memfasilitasi invasi
tropoblas ke jaringan materna.52
Sel NK uterus memiliki beberapa fungsi berbeda dalam kehamilan
yaitu ; (i) membantu melindungi tropoblas yang mengandung antigen
paternal dari sistem imun materna, (ii) melindungi materna dari invasi
tropoblas dan membatasi ekspansi dari tropoblas janin, (iii) terlibat dalam
regulasi dan restrukturisasi arteri spiralis materna, dan (iv) menjadi bagian
dari pertahanan sistem imun dan melindungi uterus dari infeksi.
Pentingnya peranan sel NK dalam organ reproduksi materna karena akan
menyebabkan

disfungi

menimbulkan

gangguan

regulasi

kadar

kehamilan

dan

sel

NK,

siklus

sehingga
mentruasi

dapat
seperti

endometriosis.51,52

2.9.5. Peran Sel Natural Killer Pada Endometriosis
Patogenesis dari endometriosis hingga saat ini masih belum jelas,
namun hipotesis yang diyakini dan paling mendasar dari mekanisme
terjadinya endometriosis adalah menstruasi retrograd. Menurut hipotesis
ini jaringan-jaringan endometrium mencapai kavitas peritoneum dan
membentuk lesi-lesi endometriosis. Karena menstruasi retrograd terjadi
pada 76-90% wanita dengan paten duktus dan hanya 10-15% pada

49

wanita yang berkembang menjadi endometriosis. Maka muncul sebuah
pernyataan,

mengapa

tidak

semua

wanita

berkembang

menjadi

endometriosis, dan hal ini diyakini akibat dari kemampuan jaringan
endometrium yang mampu bertahan ditempat-tempat ektopik karena
pengaruh respon sistem imun. Konsensus terbaru dikemukakan bahwa
endometriosis merupakan suatu proses inflamasi kronis pada pelvis yang
disertai peningkatan fungsi sel imunologi dalam cairan peritoneum yang
tidak lazim, hal tersebut berhubungan erat dengan pertumbuhan dan
perkembangan endometriosis.53
Gangguan respon imunologi pada penderita endometriosis dapat
merupakan akibat dari penyakit atau dapat pula sebagai sebab. Pada
cairan peritoneum endometriosis terdapat peningkatan jumlah makrofag
yang teraktivasi. Peningkatan aktivitas makrofag tersebut ditandai dengan
peningkatan sekresi makrofag yaitu sitokin dan growth factor. Sekresi
growth factor oleh makrofag akan menurunkan aktivitas sel NK,
meningkatkan

angiogenesis

dan

fibrosis,

serta

menginduksi

sel

endometrium untuk berproliferasi.54,55
Jeung dkk, meneliti perubahan imunologi yang berhubungan
dengan endometriosis telah menunjukkan pentingnya 2 sel imun utama
dalam patogenesis penyakit yaitu makrofag dan sel NK. Jumlah makrofag
telah terbukti dapat meningkat dalam cairan peritoneum pasien dengan
endometriosis. Namun, sel-sel ini gagal untuk bertindak sebagai
pembersih jaringan endometrium ektopik. Sebaliknya, makrofag ini
memfasilitasi proliferasi sel endometrium dengan mengeluarkan sejumlah

50

sitokin, growth factor, dan prostaglandin. Sebaliknya, jumlah sel NK
tampaknya menurun baik dalam darah dan cairan peritoneum pasien
bersama dengan penurunan keseluruhan aktivitas sel NK.2
Pada wanita dengan endometriosis, beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa imun surveilans terganggu dan sistem kekebalan
tubuh bawaan tampaknya tidak dapat secara memadai merespon suatu
keadaan endometriosis, intinya adalah sebuah penurunan sitotoksisitas
sel NK dan keadaan aktivasi monosit dan makrofag peritoneum. Dengan
demikian, kegagalan sel imun peritoneum untuk membersihkan jaringan
endometrium ektopik merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan
sel-sel endometrium ektopik dapat menempel dan tumbuh dengan baik,
walaupun tidak pada tempat semestinya.56
Konsep dasar terkait imunitas pasien endometriosis adalah
peningkatan sistem imun sel yang menstimulasi respon imunitas seluler
dan humoral pasien. Salah satu fokus utama terkait dengan imunitas
seluler yang terlibat adalah sel-sel NK endometrial (sel eNK), limfosit-T
dan sitokin-sitokin. Disebutkan bahwa penurunan sitotoksisitas sel NK
endometrium terhadap jaringan endometrium menyebabkan terjadinya
endometriosis dalam kavitas peritoneum. Salah satu hipotesis dari
Sampson yakni gangguan aktivitas sel NK pada wanita dengan
endometriosis merupakan faktor pencetus implantasi dan pertumbuhan
berlebihan dari jaringan endometrium. Namun begitu, mekanisme yang
bertanggungjawab atas penurunan aktivitas dari sel NK dan antigen-

51

antigen yang dikenali oleh sel-sel NK pada kelompok wanita ini masih
belum sepenuhnya jelas.44,50
Penurunan akitivitas sel NK pada aliran darah perifer dan cairan
peritoneum wanita dengan endometriosis pertama kali dilaporkan oleh
Oosterlynck

dan

kawan-kawan.

Selanjutnya,

beberapa

peneliti

menginvestigasi pola depresi dari fungsi sel-sel NK pada wanita dengan
endometriosis. Penurunan aktivitas sel NK ini memungkinkan implantasi
jaringan endometrium terjadi di luar tempat yang semestinya. Mekanisme
kejadian ini masih belum dipahami dengan jelas, namun beberapa peneliti
memfokuskan terhadap ekspresi HLA-G (Human Leukocyte Antigen,
adalah istilah yang dipakai untuk Major Histocompatibility Complex (MHC)
manusia), yakni sebuah ligand reseptor sel NK yang mengalami
perubahan pada endometrium selama siklus menstruasi. Ekspre