Pengan Ibu Usia Remaja dalam Menjalani Inisiasi menyusu Dini di RSUD Kota Pdangsidimpuan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Inisiasi Menyusu Dini
2.1.1 Definisi Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini secara umum merupakan permulaan pada bayi
baru lahir untuk segera menyusu sendiri pada ibunya dengan cara meletakkan
bayi pada dada ibu dan dibiarkan merayap untuk mencari puting susunya
sendiri. Untuk melakukan program ini, harus dilakukan langsung setelah lahir,
tidak boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi
(Maryunani, 2012).
Inisiasi Menyusui Dini (Early Initiation) atau permulaan menyusui dini
adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah bayi baru lahir, bayi
dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak
dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam. Cara bayi melakukan inisiasi
menyusui dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari
payudara (Roesli, 2008).
2.1.2 Manfaat Inisiasi Menyusu Dini
Manfaat Inisiasi menyusu dini untuk ibu dan bayi menurut Roesli (2012)
yaitu kontak kulit antara ibu dan bayi adalah dada ibu mampu menghangatkan
bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara sehingga akan
menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia), baik ibu maupun bayi
akan merasa lebih tenang, pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil dan
7
Universitas Sumatera Utara
8
bayi akan jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energy, saat
merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya
melalui jilatan dan menelan bakteri menguntungkan dikulit ibu sehingga
bakteri ini akan berkembang biak membentuk koloni disusu dan kulit bayi,
menyaingi bakteri yang merugikan.
Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena
pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga dan setelah itu bayi akan tidur
dalam waktu yang lama; makanan yang diperoleh bayi dari ASI sangat
diperlukan bagi pertumbuhan bayi dan kemungkinan bayi menderita alergi
dapat dihindari lebih awal, bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih
berhasil menyusu eksklusif dan lebih lama disusui, hentakan kepala bayi ke
dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu ibu dan sekitarnya, emutan, dan
jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.
Bayi mendapat kolostrum yang pertama kali keluar, cairan ini kaya akan
zat yang meningkatkan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan infeksi,
penting untuk pertumbuhan, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan
membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang
sekaligus mematangkan dinding usus.
Manfaat Inisiasi menyusu dini menurut Maryunani (2012) yaitu secara
psikologis pemberian ASI pada satu jam pertama akan memberikan manfaat
yaitu bayi akan mendapat terapi psikologis berupa ketenangan dan kepuasan.
Hubungan ibu dan bayi lebih erat dan penuh kasih sayang, Ibu merasa lebih
Universitas Sumatera Utara
9
bahagia, bayi lebih jarang menangis, ibu berperilaku lebih peka, lebih jarang
menyiksa bayi.
2.1.3 Tahapan Perilaku Bayi Inisiasi Menyusu Dini
Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu
dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu
jam semua bayi akan melalui tahapan perilaku (prefeeding behaviour) sebelum
ia berhasil menyusu. Berikut ini lima tahapan perilaku bayi tersebut. Menurut
Depkes RI (2008), beberapa tahap perilaku bayi di atas antara lain meliputi:
1. 30 menit pertama
Dalam 30 menit pertama merupakan stadium istirahat/diam dalam keadaan
siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali mata terbuka
lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian
peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan.
Bonding (hubungan kasih sayang) merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam
suasana aman. Hal ini meningkatkan kepercayaan ibu terhadap kemampuan
menyusui dan mendidik bayinya. Kepercayaan diri ayahpun menjadi bagian
keberhasilan menyusui dan mendidik anak bersama-sama ibu.
2. 30 – 40 menit
Pada masa ini, bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau
minum, mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan
ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau yang dikeluarkan
payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan
payudara dan putting susu ibu.
Universitas Sumatera Utara
10
3. Mengeluarkan air liur
Saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi mulai
mengeluarkan air liurnya.
4. Bayi mulai bergerak ke arah payudara
Aerola merupakan sasaran bagi bayi. Dengan kaki menekan perut ibu, ia
menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh
ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah putting susu dan
sekitarnya dengan tangannya yang mungil.
5. Menemukan, menjilat, mengulum putting, membuka mulut lebar dan
melekat dengan baik.
2.1.4 Penghambat Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Roesli (2012) banyak pendapat yang beredar dimasyarakat yang
dapat menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan bayi, padahal tidak
terbukti kebenarannya, justru sebaliknya harus melaksanakan inisiasi menyusu
dini. Berikut pendapat di masyarakat dan bantahannya:
Bayi kedinginan, hal ini tidak benar karena suhu dada ibu yang
melahirkan satu derajat lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak
melahirkan. Jika bayi yang diletakkan didada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu
akan turun satu derajat dan jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat
dua derajat untuk menghangatkan bayi.
Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorrhea
harus segera diberikan setelah lahir. Tindakan pencegahan ini dapat ditunda
Universitas Sumatera Utara
11
setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan
bayi.
Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur.
Padahal, menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas
badan bayi. Selain itu kesempatan vernix meresap, melunakkan dan melindungi
kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir.
Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.
Bayi masih kurang siaga, padahal tidak demikian. Justru pada 1-2 jam
pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu bayi tidur dalam
waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang di asup ibu, kontak
kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk
bonding.
Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Hal ini tidak benar,
kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai
imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum
melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda. Kolostrum tidak
keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan
lain/cairan pre-laktal (tidak benar). Kolostrum cukup dijadikan makanan
pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan membawa bekal air dan gula yang
dapat dipakai pada saat itu.
Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya. Hal
ini tidak benar, seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera
setelah lahir, keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi
Universitas Sumatera Utara
12
menyusu dini membantu menenangkan ibu. Pendapat yang ketujuh, ibu harus
dijahit. Sebenarnya tidak masalah, kegiatan merangkak mencari payudara
terjadi di area payudara sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah perut ibu.
Tenaga kesehatan kurang tersedia untuk menemani ibu. Hal tidak jadi
masalah, karena saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan
tugasnya, bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau
keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu.
Pendapat yang terakhir, kamar bersalin atau kamar operasi sibuk. Hal ini juga
tidak masalah, karena dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang
pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan
usahanya mencari payudara dan menyusu dini.
Menurut Agyemang (2008) bahwa yang menghambat ibu tidak melakukan
inisiasi menyusui dini karena keyakinan bahwa susu tidak datang selama 3
hari, tidak memiliki cukup susu untuk mulai menyusui, keyakinan negatif
tentang kolostrum, kegiatan seperti mandi, istirahat dan makan, menunggu
plasenta yang akan dikeluarkan dan keyakinan bahwa ibu perlu beristirahat
setelah melahirkan.
2.1.5 Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Maryunani (2012) langkah-langkah Inisiasi menyusu dini pada
persalinan spontan, dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat
melahirkan, dalam menolong ibu saat melahirkan disarankan untuk tidak atau
mengurangi penggunaan obat kimiawi. Bayi yang lahir segera dikeringkan
secepatnya terutama kepala, kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix
Universitas Sumatera Utara
13
mulut dan hidung bayi dibersihkan, tali pusat diikat. Bila bayi tidak
memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada dan perut ibu dengan kulit
bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu, keduanya
diselimuti bayi dapat diberi topi.
Dianjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi, biarkan bayi
mencari puting sendiri dan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu
selama paling tidak satu jam. Ibu didukung dan dibantu mengenali perilaku
bayi sebelum menyusu, bila menyusu awal terjadi sebelum satu jam, tetap
biarkan kulit ibu dan bayi bersentuhan sampai setidaknya 1 jam, bila dalam 1
jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke
puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit melekat
pada kulit 30 menit atau 1 jam lagi, setelah melekat kulit ibu dan kulit bayi
setidaknya 1 jam atau selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk
ditimbang, diukur, dicap dan diberi vitamin K. Rawat gabung Ibu dan bayi
dirawat dalam satu kamar, dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Berikan ASI
saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis. Tidak
diberi dot atau empeng.
Inisiasi menyusu dini pada persalinan Seksio Caesaria, dianjurkan
suami atau keluarga mendampingi ibu dikamar operasi atau dikamar
pemulihan; begitu lahir diletakkan di meja resusitasi untuk dinilai dan
dikeringkan secepatnya terutama kepala tanpa menghilangkan vernix mulut
kecuali tangannya. Dibersihkan mulut dan hidung bayi, tali pusat diikat, kalau
Universitas Sumatera Utara
14
bayi tak perlu diresusitasi, bayi dibedong dibawa ke ibu, diperlihatkan
kelaminnya pada ibu kemudian mencium ibu.
Tengkurapkan bayi di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit
ibu, kaki bayi agak sedikit melintang menghindari sayatan operasi, bayi dan
ibu diselimuti dan diberi topi. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang
bayi mendekati puting, biarkan bayi mencari puting sendiri; biarkan kulit bayi
bersentuhan dengan kulit ibu paling tidak selama satu jam, bila menyusu awal
selesai sebelum satu jam, tetap kontak kulit ibu dan bayi selama setidaknya 1
jam, bila bayi menunjukkan kesiapan untuk minum, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi tidak memasukkan puting ke mulut bayi, bila
dalam 1 jam belum bisa menemukan puting ibu, beri tambahan waktu melekat
pada dada ibu, 30 menit atau 1 jam lagi, bila operasi telah selesai, ibu dapat
dibersihkan dengan bayi tetap melekat di dadanya dan dipeluk erat oleh ibu
kemudian ibu dipindahkan dari meja operasi ke ruang pulih (RR) dengan bayi
tetap di dadanya, rawat gabung Ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
dalam jangkauan ibu selama 24 jam.
2.1.6 Kontra Indikasi Inisiasi Menyusu Dini.
Menurut Roesli (2008) ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan
untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini, baik kondisi ibu maupun kondisi
bayi. Namun biasanya kondisi seperti ini hanya ditemui di Rumah Sakit karena
kondisi
ini
merupakan
kondisi
kegawatdaruratan
yang
penanganan
persalinannya pun hanya dapat dilakukan oleh dokter-dokter yang ahli
dibidangnya.
Universitas Sumatera Utara
15
1. Kontra Indikasi Pada Ibu.
Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi
kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan
untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi
pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan
hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong
berat, tak dianjurkan memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang
otot polos. Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi,
menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu hingga
kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung.
Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya
tidak baik dan dipengaruhi obat-obatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya
menyebabkan kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak
diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian
ASI dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya.
Konsultasikan pada dokter mengenai boleh-tidaknya pemberian ASI pada bayi
dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang
dikonsumsi.
Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada
bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan
kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan
mampu menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah
dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu
Universitas Sumatera Utara
16
bayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali
tak boleh memberi ASI pada bayi.
Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai
ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu,
ditakutkan adanya sel - sel karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa
menyusu ibu ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan
menghentikan pemberian ASI. Obat-obatan antikanker yang dikonsumsi,
bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai
terserap ASI lalu diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu
pertumbuhan sel-sel bayi.
Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat
dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada
bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera
pada bayinya.
Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusu mengalami
gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi
obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat
yang menekan kelenjar tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar
tiroid bayi jadi terganggu.
Ketujuh, ibu dengan tuberculosis. Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh
menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tak
menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu harus menggunakan masker.
Tentu saja ibu harus menjalani pengobatan secara tuntas.
Universitas Sumatera Utara
17
Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis selama hamil,
biasanya kelak begitu bayi lahir akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani
dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan
tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan
ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter
penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, bolehtidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak
dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si bayi.
2. Kontra Indikasi Pada Bayi
Kontra indikasi pada bayi, antara lain: pertama, bayi kejang. Kejang kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan
untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusu.
Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusu.
Kedua, bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paruparu atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tidak
memungkinkan untuk menyusu, namun setelah keadaan membaik tentu dapat
disusui. Misalnya bayi dengan kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat
Rendah (Very Low Birth Weight). Refleks menghisap dan refleks lain pada
BBLSR belum baik sehingga tidak memungkinkan untuk menyusu.
Ketiga, bayi dengan cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk
menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa
si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis,
palatoskisis bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusu.
Universitas Sumatera Utara
18
2.2 Konsep Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, usia antara 10-24 tahun. Secara
etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Defenisi remaja
(adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode
usia antara 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun.
Sementara itu, menurut The Health Resources and Services Administrations
Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan
terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja
menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi tersebut
disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia
10-24 tahun (Kusmiran, 2011).
Batasan usia remaja Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan
sosial budaya setempat. Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang
dirasakan paling mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah
kehamilan dini. Berangkat dari masalah pokok ini, WHO menetapkan batasan
usia 10-24 tahun sebagai batasan usia remaja. Dari segi program pelayanan,
definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka
yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN
(Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja
adalah 10-21 tahun (Kumalasari, 2012).
Universitas Sumatera Utara
19
2.2.2 Tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap
perkembangan remaja:
1. Remaja awal (early adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang
berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”
menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang
dewasa.
2. Remaja madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu
mencintai diri-sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan
karena ia tidak tahu harus memilih yang mana , peka atau tidak peduli, ramairamai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis.
3. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal, yaitu:
Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual; egonya
mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam
Universitas Sumatera Utara
20
pengalaman-pengalaman baru; terbentuk identitas seksual yang tidak akan
berubah lagi; egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
lain; tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2012).
2.2.3 Ibu Usia Remaja
Menjadi orangtua pada masa remaja sering menimbulkan konflik
antara tugas perkembangan masa remaja dan tugas menjadi orang tua. Remaja
yang masih dalam tahap pembentukan identitas yaitu mengembangkan peran
dengan teman sebaya harus mengidentifikasi peran maternal, sehingga dapat
menimbulkan seorang remaja menolak peran sebagai seorang ibu, tidak
bertanggungjawab terhadap bayi baru lahir dan marah dengan bayi. Seorang
remaja masih dalam tahap pembentukan citra tubuh dan pembentukan
identitas seksual harus menerima perubahan citra tubuh akibat kehamilan,
persalinan pasca partum. Hal ini menjadikan seorang remaja menolak
perubahan tersebut dan menolak untuk menyusu bayi baru lahir. Beberapa
konflik akibat tugas perkembangan remaja dan menjadi orangtua menjadikan
hubungan remaja dan bayinya menjadi negatif (Monks, 2004).
Tugas perkembangan menjadi orangtua yang harus dijalani oleh remaja
antara lain, menyatukan gambaran anak yang dibayangkan dengan anak
sesungguhnya, terampil dalam aktivitas merawat anak, menyadari kebutuhan
bayi dan menyatukan bayi kedalam keluarga. Sifat dan karakteristik remaja
yang egosentris dapat menjadi penghambat kemampuan remaja dalam
Universitas Sumatera Utara
21
berperan sebagai orangtua yang efektif, sehingga dukungan dari orang
terdekat dan sebagai orangtua yang efektif, sehingga dukungan dari orang
terdekat dan keluarga serta masyarakat sangat membantu remaja dalam
pencapaian peran menjadi orangtua (Bobak et al, 2004).
2.3
Studi Fenomenologi
Fenomenologi
adalah
suatu
ilmu
yang
memiliki
tujuan
untuk
menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain
penelitian
memperoleh
kualitatif dengan
data
yang
pendekatan
lebih
fenomenologi
komprehensif,
bertujuan
mendalam,
untuk
credible dan
bermakna. Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada
beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut.
Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa
dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Tujuan
penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman
hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012).
Sumber data utama dalam penelitian fenomenologi berasal dari perbincangan
yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana
peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa
adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha
untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan. Partisipan yang
terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah
Universitas Sumatera Utara
22
ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012). Hasil penelitian dalam studi
fenomenologi diperoleh melalui proses analisis data.
Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness)
maka data divalidasi dengan empat kriteria. Pertama, kredibilitas (Credibility)
merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang
dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca
secara kritis dan dari partisipan sebagai informan. Credibility termasuk validitas
internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan yaitu perpanjangan kehadiran
peneliti/pengamat (prolonged engagement), ketekunan pengamatan (persistent
observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing),
analisis kasus negatif (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan
referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota (member
checking).
Validasi kedua, Tranferabilitas (transferability) adalah kriteria yang
digunakan untuk memenuhi bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks
tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki topologi yang sama.
Transferability termasuk dalam validitas eksternal. Maksudnya adalah dimana
hasil
suatu
penelitian dapat
diaplikasikan
dalam
situasi
lain. Ketiga,
dependabilitas (dependability) mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam
mengumpulkan data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika
membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan
untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik
terbaik adalah dependability audit yaitu meminta dependen atau independen
Universitas Sumatera Utara
23
auditor untuk memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah
konvensional
disebut
reliabilitas
atau
syarat
bagi
validitas.
Keempat,
konfirmabilitas (confirmability) memfokuskan apakah hasil penelitian dapat
dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang
dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan
membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak
berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.
Confirmability merupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Inisiasi Menyusu Dini
2.1.1 Definisi Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini secara umum merupakan permulaan pada bayi
baru lahir untuk segera menyusu sendiri pada ibunya dengan cara meletakkan
bayi pada dada ibu dan dibiarkan merayap untuk mencari puting susunya
sendiri. Untuk melakukan program ini, harus dilakukan langsung setelah lahir,
tidak boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi
(Maryunani, 2012).
Inisiasi Menyusui Dini (Early Initiation) atau permulaan menyusui dini
adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah bayi baru lahir, bayi
dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak
dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam. Cara bayi melakukan inisiasi
menyusui dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari
payudara (Roesli, 2008).
2.1.2 Manfaat Inisiasi Menyusu Dini
Manfaat Inisiasi menyusu dini untuk ibu dan bayi menurut Roesli (2012)
yaitu kontak kulit antara ibu dan bayi adalah dada ibu mampu menghangatkan
bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara sehingga akan
menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia), baik ibu maupun bayi
akan merasa lebih tenang, pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil dan
7
Universitas Sumatera Utara
8
bayi akan jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energy, saat
merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya
melalui jilatan dan menelan bakteri menguntungkan dikulit ibu sehingga
bakteri ini akan berkembang biak membentuk koloni disusu dan kulit bayi,
menyaingi bakteri yang merugikan.
Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena
pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga dan setelah itu bayi akan tidur
dalam waktu yang lama; makanan yang diperoleh bayi dari ASI sangat
diperlukan bagi pertumbuhan bayi dan kemungkinan bayi menderita alergi
dapat dihindari lebih awal, bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih
berhasil menyusu eksklusif dan lebih lama disusui, hentakan kepala bayi ke
dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu ibu dan sekitarnya, emutan, dan
jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.
Bayi mendapat kolostrum yang pertama kali keluar, cairan ini kaya akan
zat yang meningkatkan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan infeksi,
penting untuk pertumbuhan, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan
membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang
sekaligus mematangkan dinding usus.
Manfaat Inisiasi menyusu dini menurut Maryunani (2012) yaitu secara
psikologis pemberian ASI pada satu jam pertama akan memberikan manfaat
yaitu bayi akan mendapat terapi psikologis berupa ketenangan dan kepuasan.
Hubungan ibu dan bayi lebih erat dan penuh kasih sayang, Ibu merasa lebih
Universitas Sumatera Utara
9
bahagia, bayi lebih jarang menangis, ibu berperilaku lebih peka, lebih jarang
menyiksa bayi.
2.1.3 Tahapan Perilaku Bayi Inisiasi Menyusu Dini
Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu
dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu
jam semua bayi akan melalui tahapan perilaku (prefeeding behaviour) sebelum
ia berhasil menyusu. Berikut ini lima tahapan perilaku bayi tersebut. Menurut
Depkes RI (2008), beberapa tahap perilaku bayi di atas antara lain meliputi:
1. 30 menit pertama
Dalam 30 menit pertama merupakan stadium istirahat/diam dalam keadaan
siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali mata terbuka
lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian
peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan.
Bonding (hubungan kasih sayang) merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam
suasana aman. Hal ini meningkatkan kepercayaan ibu terhadap kemampuan
menyusui dan mendidik bayinya. Kepercayaan diri ayahpun menjadi bagian
keberhasilan menyusui dan mendidik anak bersama-sama ibu.
2. 30 – 40 menit
Pada masa ini, bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau
minum, mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan
ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau yang dikeluarkan
payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan
payudara dan putting susu ibu.
Universitas Sumatera Utara
10
3. Mengeluarkan air liur
Saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi mulai
mengeluarkan air liurnya.
4. Bayi mulai bergerak ke arah payudara
Aerola merupakan sasaran bagi bayi. Dengan kaki menekan perut ibu, ia
menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh
ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah putting susu dan
sekitarnya dengan tangannya yang mungil.
5. Menemukan, menjilat, mengulum putting, membuka mulut lebar dan
melekat dengan baik.
2.1.4 Penghambat Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Roesli (2012) banyak pendapat yang beredar dimasyarakat yang
dapat menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan bayi, padahal tidak
terbukti kebenarannya, justru sebaliknya harus melaksanakan inisiasi menyusu
dini. Berikut pendapat di masyarakat dan bantahannya:
Bayi kedinginan, hal ini tidak benar karena suhu dada ibu yang
melahirkan satu derajat lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak
melahirkan. Jika bayi yang diletakkan didada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu
akan turun satu derajat dan jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat
dua derajat untuk menghangatkan bayi.
Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorrhea
harus segera diberikan setelah lahir. Tindakan pencegahan ini dapat ditunda
Universitas Sumatera Utara
11
setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan
bayi.
Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur.
Padahal, menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas
badan bayi. Selain itu kesempatan vernix meresap, melunakkan dan melindungi
kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir.
Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.
Bayi masih kurang siaga, padahal tidak demikian. Justru pada 1-2 jam
pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu bayi tidur dalam
waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang di asup ibu, kontak
kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk
bonding.
Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Hal ini tidak benar,
kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai
imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum
melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda. Kolostrum tidak
keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan
lain/cairan pre-laktal (tidak benar). Kolostrum cukup dijadikan makanan
pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan membawa bekal air dan gula yang
dapat dipakai pada saat itu.
Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya. Hal
ini tidak benar, seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera
setelah lahir, keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi
Universitas Sumatera Utara
12
menyusu dini membantu menenangkan ibu. Pendapat yang ketujuh, ibu harus
dijahit. Sebenarnya tidak masalah, kegiatan merangkak mencari payudara
terjadi di area payudara sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah perut ibu.
Tenaga kesehatan kurang tersedia untuk menemani ibu. Hal tidak jadi
masalah, karena saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan
tugasnya, bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau
keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu.
Pendapat yang terakhir, kamar bersalin atau kamar operasi sibuk. Hal ini juga
tidak masalah, karena dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang
pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan
usahanya mencari payudara dan menyusu dini.
Menurut Agyemang (2008) bahwa yang menghambat ibu tidak melakukan
inisiasi menyusui dini karena keyakinan bahwa susu tidak datang selama 3
hari, tidak memiliki cukup susu untuk mulai menyusui, keyakinan negatif
tentang kolostrum, kegiatan seperti mandi, istirahat dan makan, menunggu
plasenta yang akan dikeluarkan dan keyakinan bahwa ibu perlu beristirahat
setelah melahirkan.
2.1.5 Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Maryunani (2012) langkah-langkah Inisiasi menyusu dini pada
persalinan spontan, dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat
melahirkan, dalam menolong ibu saat melahirkan disarankan untuk tidak atau
mengurangi penggunaan obat kimiawi. Bayi yang lahir segera dikeringkan
secepatnya terutama kepala, kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix
Universitas Sumatera Utara
13
mulut dan hidung bayi dibersihkan, tali pusat diikat. Bila bayi tidak
memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada dan perut ibu dengan kulit
bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu, keduanya
diselimuti bayi dapat diberi topi.
Dianjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi, biarkan bayi
mencari puting sendiri dan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu
selama paling tidak satu jam. Ibu didukung dan dibantu mengenali perilaku
bayi sebelum menyusu, bila menyusu awal terjadi sebelum satu jam, tetap
biarkan kulit ibu dan bayi bersentuhan sampai setidaknya 1 jam, bila dalam 1
jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke
puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit melekat
pada kulit 30 menit atau 1 jam lagi, setelah melekat kulit ibu dan kulit bayi
setidaknya 1 jam atau selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk
ditimbang, diukur, dicap dan diberi vitamin K. Rawat gabung Ibu dan bayi
dirawat dalam satu kamar, dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Berikan ASI
saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis. Tidak
diberi dot atau empeng.
Inisiasi menyusu dini pada persalinan Seksio Caesaria, dianjurkan
suami atau keluarga mendampingi ibu dikamar operasi atau dikamar
pemulihan; begitu lahir diletakkan di meja resusitasi untuk dinilai dan
dikeringkan secepatnya terutama kepala tanpa menghilangkan vernix mulut
kecuali tangannya. Dibersihkan mulut dan hidung bayi, tali pusat diikat, kalau
Universitas Sumatera Utara
14
bayi tak perlu diresusitasi, bayi dibedong dibawa ke ibu, diperlihatkan
kelaminnya pada ibu kemudian mencium ibu.
Tengkurapkan bayi di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit
ibu, kaki bayi agak sedikit melintang menghindari sayatan operasi, bayi dan
ibu diselimuti dan diberi topi. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang
bayi mendekati puting, biarkan bayi mencari puting sendiri; biarkan kulit bayi
bersentuhan dengan kulit ibu paling tidak selama satu jam, bila menyusu awal
selesai sebelum satu jam, tetap kontak kulit ibu dan bayi selama setidaknya 1
jam, bila bayi menunjukkan kesiapan untuk minum, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi tidak memasukkan puting ke mulut bayi, bila
dalam 1 jam belum bisa menemukan puting ibu, beri tambahan waktu melekat
pada dada ibu, 30 menit atau 1 jam lagi, bila operasi telah selesai, ibu dapat
dibersihkan dengan bayi tetap melekat di dadanya dan dipeluk erat oleh ibu
kemudian ibu dipindahkan dari meja operasi ke ruang pulih (RR) dengan bayi
tetap di dadanya, rawat gabung Ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
dalam jangkauan ibu selama 24 jam.
2.1.6 Kontra Indikasi Inisiasi Menyusu Dini.
Menurut Roesli (2008) ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan
untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini, baik kondisi ibu maupun kondisi
bayi. Namun biasanya kondisi seperti ini hanya ditemui di Rumah Sakit karena
kondisi
ini
merupakan
kondisi
kegawatdaruratan
yang
penanganan
persalinannya pun hanya dapat dilakukan oleh dokter-dokter yang ahli
dibidangnya.
Universitas Sumatera Utara
15
1. Kontra Indikasi Pada Ibu.
Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi
kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan
untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi
pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan
hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong
berat, tak dianjurkan memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang
otot polos. Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi,
menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu hingga
kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung.
Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya
tidak baik dan dipengaruhi obat-obatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya
menyebabkan kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak
diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian
ASI dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya.
Konsultasikan pada dokter mengenai boleh-tidaknya pemberian ASI pada bayi
dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang
dikonsumsi.
Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada
bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan
kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan
mampu menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah
dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu
Universitas Sumatera Utara
16
bayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali
tak boleh memberi ASI pada bayi.
Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai
ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu,
ditakutkan adanya sel - sel karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa
menyusu ibu ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan
menghentikan pemberian ASI. Obat-obatan antikanker yang dikonsumsi,
bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai
terserap ASI lalu diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu
pertumbuhan sel-sel bayi.
Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat
dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada
bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera
pada bayinya.
Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusu mengalami
gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi
obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat
yang menekan kelenjar tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar
tiroid bayi jadi terganggu.
Ketujuh, ibu dengan tuberculosis. Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh
menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tak
menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu harus menggunakan masker.
Tentu saja ibu harus menjalani pengobatan secara tuntas.
Universitas Sumatera Utara
17
Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis selama hamil,
biasanya kelak begitu bayi lahir akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani
dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan
tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan
ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter
penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, bolehtidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak
dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si bayi.
2. Kontra Indikasi Pada Bayi
Kontra indikasi pada bayi, antara lain: pertama, bayi kejang. Kejang kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan
untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusu.
Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusu.
Kedua, bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paruparu atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tidak
memungkinkan untuk menyusu, namun setelah keadaan membaik tentu dapat
disusui. Misalnya bayi dengan kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat
Rendah (Very Low Birth Weight). Refleks menghisap dan refleks lain pada
BBLSR belum baik sehingga tidak memungkinkan untuk menyusu.
Ketiga, bayi dengan cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk
menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa
si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis,
palatoskisis bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusu.
Universitas Sumatera Utara
18
2.2 Konsep Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, usia antara 10-24 tahun. Secara
etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Defenisi remaja
(adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode
usia antara 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun.
Sementara itu, menurut The Health Resources and Services Administrations
Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan
terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja
menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi tersebut
disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia
10-24 tahun (Kusmiran, 2011).
Batasan usia remaja Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan
sosial budaya setempat. Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang
dirasakan paling mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah
kehamilan dini. Berangkat dari masalah pokok ini, WHO menetapkan batasan
usia 10-24 tahun sebagai batasan usia remaja. Dari segi program pelayanan,
definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka
yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN
(Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja
adalah 10-21 tahun (Kumalasari, 2012).
Universitas Sumatera Utara
19
2.2.2 Tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap
perkembangan remaja:
1. Remaja awal (early adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang
berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”
menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang
dewasa.
2. Remaja madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu
mencintai diri-sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan
karena ia tidak tahu harus memilih yang mana , peka atau tidak peduli, ramairamai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis.
3. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal, yaitu:
Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual; egonya
mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam
Universitas Sumatera Utara
20
pengalaman-pengalaman baru; terbentuk identitas seksual yang tidak akan
berubah lagi; egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang
lain; tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2012).
2.2.3 Ibu Usia Remaja
Menjadi orangtua pada masa remaja sering menimbulkan konflik
antara tugas perkembangan masa remaja dan tugas menjadi orang tua. Remaja
yang masih dalam tahap pembentukan identitas yaitu mengembangkan peran
dengan teman sebaya harus mengidentifikasi peran maternal, sehingga dapat
menimbulkan seorang remaja menolak peran sebagai seorang ibu, tidak
bertanggungjawab terhadap bayi baru lahir dan marah dengan bayi. Seorang
remaja masih dalam tahap pembentukan citra tubuh dan pembentukan
identitas seksual harus menerima perubahan citra tubuh akibat kehamilan,
persalinan pasca partum. Hal ini menjadikan seorang remaja menolak
perubahan tersebut dan menolak untuk menyusu bayi baru lahir. Beberapa
konflik akibat tugas perkembangan remaja dan menjadi orangtua menjadikan
hubungan remaja dan bayinya menjadi negatif (Monks, 2004).
Tugas perkembangan menjadi orangtua yang harus dijalani oleh remaja
antara lain, menyatukan gambaran anak yang dibayangkan dengan anak
sesungguhnya, terampil dalam aktivitas merawat anak, menyadari kebutuhan
bayi dan menyatukan bayi kedalam keluarga. Sifat dan karakteristik remaja
yang egosentris dapat menjadi penghambat kemampuan remaja dalam
Universitas Sumatera Utara
21
berperan sebagai orangtua yang efektif, sehingga dukungan dari orang
terdekat dan sebagai orangtua yang efektif, sehingga dukungan dari orang
terdekat dan keluarga serta masyarakat sangat membantu remaja dalam
pencapaian peran menjadi orangtua (Bobak et al, 2004).
2.3
Studi Fenomenologi
Fenomenologi
adalah
suatu
ilmu
yang
memiliki
tujuan
untuk
menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain
penelitian
memperoleh
kualitatif dengan
data
yang
pendekatan
lebih
fenomenologi
komprehensif,
bertujuan
mendalam,
untuk
credible dan
bermakna. Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada
beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut.
Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa
dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Tujuan
penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman
hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012).
Sumber data utama dalam penelitian fenomenologi berasal dari perbincangan
yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana
peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa
adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha
untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan. Partisipan yang
terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah
Universitas Sumatera Utara
22
ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012). Hasil penelitian dalam studi
fenomenologi diperoleh melalui proses analisis data.
Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness)
maka data divalidasi dengan empat kriteria. Pertama, kredibilitas (Credibility)
merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang
dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca
secara kritis dan dari partisipan sebagai informan. Credibility termasuk validitas
internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan yaitu perpanjangan kehadiran
peneliti/pengamat (prolonged engagement), ketekunan pengamatan (persistent
observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing),
analisis kasus negatif (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan
referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota (member
checking).
Validasi kedua, Tranferabilitas (transferability) adalah kriteria yang
digunakan untuk memenuhi bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks
tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki topologi yang sama.
Transferability termasuk dalam validitas eksternal. Maksudnya adalah dimana
hasil
suatu
penelitian dapat
diaplikasikan
dalam
situasi
lain. Ketiga,
dependabilitas (dependability) mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam
mengumpulkan data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika
membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan
untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik
terbaik adalah dependability audit yaitu meminta dependen atau independen
Universitas Sumatera Utara
23
auditor untuk memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah
konvensional
disebut
reliabilitas
atau
syarat
bagi
validitas.
Keempat,
konfirmabilitas (confirmability) memfokuskan apakah hasil penelitian dapat
dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang
dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan
membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak
berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.
Confirmability merupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara