MAKALAH SASTRA ANAK . docx

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia hidup dibekali rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang dapat
di pandang sebagai misteri tentang dunia, termasuk di dalamnya misteri tentang
kehidupan. Misteri tentang kehidupan inilah yang banyak di angkat ke dalam
cerita fiksi, baik fiksi anak maupun fiksi dewasa. Dengan membaca dan
menikmati cerita fiksi, tidak saja anak-anak, kita memperoleh kenikmatan cerita
dan pemenuhan rasa ingin tahu, melainkan juga secara tidak langsung belajar
tentang kehidupan, kehidupan yang sengaja dikreasi dan didialogkan kepada
anak-anak, kita.
Masa anak-anak adalah masa ingin tahu tentang segala sesuatu. Minat
anak terhadap hal-hal yang belum diketahuinya sangat tinggi, karena itu anak
sering mengajukan pertanyaan tentang segala hal yang diamatinya. Kelebihan
anak-anak adalah tidak pernah “kuwalahan” apabila diberi informasi sebanyak
apapun. Sedangkan kekurangan orang dewasa adalah sering “kelabakan” dalam
menjawab pertanyaan anak. Seorang anak juga ingin mengetahui apa saja yang
dapat dijangkau pikirannya. Anak-anak bahkan ada yang suka mendengarkan
orang dewasa yang sedang berbicara, kadang mereka juga mencoba ikut terlibat

dalam pembicaraan orang dewasa.
Selain butuh informasi anak juga butuh pengakuan, dan penghargaan.
Berbagai keperluan tersebut, terutama keperluan akan informasi, harus
diupayakan untuk dipenuhi agar pengetahuan dan wawasan anak semakin
bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Pemuasan rasa ingin tahu anak
dapat dipenuhi lewat bacaan atau pun dalam bentuk cerita. Adapun contoh bacaan
untuk anak menurut Nurgiantoro (2005:366) yaitu: cerita lucu, berbagai cerita
tradisisonal, cerita fiksi anak, puisi, komik, dan lain-lain sampai dengan bacaan
yang berbicara tentang berbagai informasi faktual, yang biasa diebut dengan
bacaan nonfiksi anak.

2

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Cerita Fiksi Anak?
2. Apa saja unsur-unsur dalam Cerita Fiksi Anak?
3. Apa sajakah yang tergolong dalam Cerita Fiksi anak?
1.3. Tujuan
1. Menjelaskan hakikat Cerita Fiksi Anak.
2. Menjelaskan unsur-unsur Cerita Fiksi Anak.

3. Membedakan macam-macam Cerita Fiksi Anak.

3

BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. Hakikat Cerita Fiksi Anak
Menurut Lukens (2003), genre fiksi anak dapat di kelompokkan ke dalam
fiksi realistik (realistic fiction), fiksi fantasi (fantacy), fiksi formula (formula
fiction), fiksi sejarah (historical fiction), fiksi sainss (scientific fiction) dan fiksi
biografis (biographical fiction). Hakikat fiksi adalah menunjuk pada sebuah cerita
yang kebenarannya tidak menunjuk pada kebenaran sejarah, kebenaran empirikfaktual. Jadi apa yang di kisahkan dalam teks fiksi adalah segala sesuatu
khususnya untuk tokoh dan peristiwa yang bersifat imajinatif. Walau demikian,
campur aduk dan bolak balik antara penceritaan fakta imajinatif dan fakta faktual
sering saja terjadi. Untuk kategori fiksi dewasa, tiga jenis fiksi yang di sebut
belakangan dikenal dengan sebutan nonfiksi ( nonfiction fiction ).
2.2 Unsur Cerita Fiksi Anak
Sebuah teks sastra yang tersaji di hadapan pembaca sebenarnya adalah
sebuah kesatuan dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu
dapat di bedakan ke dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung
berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang
bersangkutan. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah
tokoh dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang
membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Dalam rangka telaah teks-teks
fiksi cerita anak, juga fiksi dewasa, unsur-unsur intrinsik inilah yang lebih
menjadi fokus perhatian.
Unsur ekstrinsik, di pihak lain adalah unsur yang berada di luar teks fiksi
yang bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap bangun cerita yang di
kisahkan, langsung atau tidak langsung. Hal-hal yang dapat di kategorikan ke
dalam bagian ini misalnya adalah jati diri pengarang yang mempunyai ideologi,

4

pandangan hidup dan way of life bangsanya, kondisi kehidupan sosial budaya
masyarakat yang di jadikan latar cerita dan lain-lain.
2.2.1 Tokoh
Tokoh cerita yang pertama-tama dan terutama yang menjadi fokus
perhatian baik karena pelukisan fisik maupun karakter yang di sandangnya. Selain
itu, baik karena mencerminkan tokoh realistik maupun tidak, tokoh-tokoh cerita

itu pula yang mudah di identifikasikan sehingga anak akan dengan mudah
menemukan hero pada diri tokoh yang bersangkutan.
a. Hakikat tokoh
Aspek nonfiksi, mental, emosional, moral, dan sosial, dalam hubungannya
dengan tokoh cerita fiksi di pandang lebih penting dari pada sekadar aspek fisik.
Dalam realitas kehidupan sehari-hari, berbagai unsur aspek nonfisik lebih
menunjukkan jati diri seseorang, lebih menunjukkan ciri karakter seseorang.
Dalam kaitannya untuk mengenali dan mengidentifikasi jati diri seseorangpun
yang dalam hal ini adalah tokoh cerita pemahaman aspek-aspek nonfisik itu juga
lebih penting untuk diperhatikan.
Di samping untuk memberikan bacaan yang sangat sehat dan menarik,
buku cerita fiksi anak juga di maksudkan untuk memberikan “pendidikan “ moral
tertentu lewat cerita. Tokoh cerita adalah sarana strategis untuk memberikan
tujuan pendidikan yang di maksud. Keadaan ini sering menjadikan tokoh yang di
hadirkan menjadi kurang wajar karena harus tunduk pada kemauan pengarang
untuk tujuan tersebut. Bagaimanapun, tuntutan hadirnya tokoh cerita yang
memenuhi prinsip kewajaran tetap di perlukan dalam teks cerita fiksi anak: tokoh
anak itu biarkan bertingkah laku sebagaimana lazimnya anak-anak.
Di bandingkan dengan fiksi dewasa cerita fiksi anak memang lebih jelas
unsur dan tujuan mendidiknya, namun hal itu tidak harus di artikan bahwa unsur

dan tujuan itu mematikan kewajaran untuk fiksi yang lain terutama unsur tokoh.

5

Artinya, unsur dan tujuan mendidik itu haruslah secara implisit menjadi bagian
cerita dan unsur fiksi yang memuatnya.
b. Jenis tokoh
Jenis tokoh cerita fiksi anak dapat dibedakan ke dalam berbagai macan
kategori tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Misalnya, jika
dilihat berdasarkan realitas sejarah, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh rekaan
dan tokoh sejarah, berdasarkan wujudnya dapat dibedakan ke dalam tokoh
manusia, binatang atau objek lain, berdasarkan kompleksitas karakter dapat
dibedakan kedalam tokoh sederhana dan tokoh bulat , dan lain-lain.
Tokoh rekaan dan tokoh sejarah. Sesuai dengan namanya yang fiksi,
tokoh-tokoh cerita fiksi juga merupakan tokoh rekaan. Artinya, mereka bukan
merupakan tokoh yang secara imajinatif, dalam arti tokoh yang di ciptakan lewat
kekuatan inajinasi pengarang, maka tidak terlalu berlebihan jika tokoh-tokoh itu
disebut sebagai “anak kandung” pengarang. Sebagai isi empunya cerita dan tokoh
cerita, pengarang berhak mengkreasikan tokoh-tokoh ciptaannya sesuai dengan
pandangan hidup, wawasan keindahan dan ideologinya.

Penciptaan toko-tokoh itu diprasyarati oleh pengalaman hidup yang kaya
dan melewati proses perenumgan, penghayatan dan penciptaan. Tokoh sejarah
yang diangkat ke dalam cerita fiksi tidak dapat seratus persen mempertahankan
jati dirinya yang sesungguhnya. Hal itu sepintas seperti bertentangan dengan
hakikat sejarah yang bersifat empirik dan tidak dapat dimanipulasikan. Namun,
kedua hal tersebut, yaitu kutup rekaan dan kutup historis, dapat di padukan lewat
kerja imajinatif dalam bentuk cerita. Penghadiran tokoh cerita khususnya yang
bukan merupakan tokoh utama, akan berdampak memberikan kesan “sungguhsungguh terjadi”. Sebaliknya, jika tokoh itu menjadi tokoh utama, cerita fiksi yang
bersangkutan akan menjadi fiksi historis.
Tokoh protagonis dan antagonis. Sebuah cerita fiksi menjadi menarik
dan bahkan mencekam karena terjadi pertentangan di antara kedua kelompok
tokoh yang bersebrangan. Pertentangan yang lazim terjadi, apalagi dalam cerita

6

anak adalah antara tokoh-tokoh yang berkarakter baik dan berkarakter jahat.
Tokoh yang golongan pertama lazim disebut sebagai tokoh protagonis
(protagonistic character), sedang yang kedua tokoh antagonis ( antagonistic
character). Kedua jenis peran tokoh ini mesti ada dalam cerita fiksi karena pada
tarik-menarik ketegangan antara kebaikan dan kejahatan itu pula, antara lain,

sebuah cerita manjadi menarik, menegangkan, dan akhirnya memberikan
kepuasan lewat katarsis dengan dikalahkannya tokoh yang berkarakter jahat.
Tokoh putih dan hitam. Istilah tokoh putih dan tokoh hitam lazimnya
dimaksudkan untuk menyebut tokoh yang berkarakter baik dan buruk. Tokoh
protagonis yang adalah tokoh hero yang dikategorikan sebagai tokoh putih, yaitu
tokoh yang berkarakter baik dan sekaligus membawakan dan memperjuangkan
nilai-nilai kebenaran. Sebaliknya, tokoh antagonis yang notabene sebagai tokoh
yang berkarakter jahat dan sebagai pemicu konflik dan pertentangan-pertentangan
dikategorikan sebagai tokoh hitam.
Tokoh datar dan tokoh bulat. Pembagian karakter tokoh cerita ke dalam
karakter datar (flat character) dan bulat (round character) berasal dari forster, yaitu
berkaitan dengan kadar kompleksitas karakter seorang tokoh cerita. Tokoh
berkarakter datar adalah tokoh yang hanya memiliki karakter yang “itu-itu” saja,
karakter yang tertentu dan sudah pasti mirip dengan formula. Tokoh berkarakter
bulat adalah tokoh yang memiliki banyak karakter dan adakalanya bersifat tidak
terduga, maka karakternya pun tidak dapat dirumuskan sebagaimana tokoh datar.
Tokoh statis dan berkembang. Tokoh statis (static character)
dimaksudkan sebagai tokoh yang secara esensial karakternya tidak mengalami
perkembangan. Artinya karakter yang bersifat konstan. Tokoh yang bersifat statis
pada umumnya adalah tokoh yang berkarakter datar, tidak banyak jatidirinya yang

di ungkap. Tokoh berkembang (developing character) sering juga disebut sebagai
tokoh yang dinamis (dynamic character), di pihak lain, dapat dipahami sebagai
tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan karakter sejalan dengan alur
cerita.

7

c. Teknik Penghadiran Tokoh
Ada sejumlah cara penghadiran tokoh, namun secara garis besar dapat di
kelompokkan ke dalam dua macam, yaitu teknik uraian atau narasi pengarang
(telling) dan teknik ragaan (showing). Teknik yang pertama menunjuk pada
penertian bahwa pemunculan karakter tokoh itu secara langsung diceritakan oleh
pengarang, sedang teknik yang kedua menunjuk pada pengertian tokoh dibiarkan
tampil sendiri untuk memperlihatkan karakter jatidirinya seiring dengan
perkembangan alur cerita.
Teknik aksi. Teknik aksi dimaksudkan sebagai teknik penghadiran tokoh
lewat aksi, tindakan, dan tingkah laku yang ditunjukkan oleh tokoh yang
bersangkutan. Aksi, tindakan dan tingkah laku seseorang anak sekalipun, pada
umumnya menunjukkan sikap dan karakternya. Dengan demikian, pemahaman
terhadap berbagai aksi dan tingkah laku seseorang dapat dipandang sebagai salah

satu cara untuk memahami sikap dan karakter tokoh cerita.
Teknik kata-kata. Jika teknik tingkah laku menunjukkan karakter tokoh
cerita lewat aksi dan tingkah laku nonverbal, teknik kata-kata dapat dipahami
sebagai cara menunjukkan karakter tokoh lewat tingkah laku verbal, lewat katakata yang di ucapkan. Sama halnya dengan tingkah laku nonverbal, tingkah laku
verbal yang berwujud kata-kata juga mencerminkan karakter tokoh yang
bersangkutan. Kata-kata yang di ucapkan tokoh adalah cermin segala sesuatu yang
hidup dalam pikiran dan perasaan, dan itu artinya adalah sebagian dari jatidirinya.
Teknik penampilan. Teknik penampilan dapat dipahami sebagai teknik
penghadiran tokoh dengan seluruh kediriannya baik yang terlihat secara fisik
maupun sikap dan perilakunya. Teknik ini menghubungkan antara bentuk
tampilan fisik yang antara lain meliputi bentuk perawakan lengkap dengan ciri
khasnya (tinggi-rendah, besar-kecil, tampan-cantik, gemuk-kurus, dan lain-lain ),
tingkah laku nonverbal (aksi, tindakan, tingkah laku, kebiasaan yang dilakukan,
dan lain-lain), dan kata-kata (wujud kata-kata, nada suara, tempo berbicara dan

8

lain-lain). Jadi, teknik penampilan ini pada hakikatnya merupakan sesuatu yang
dapat diamati pada seorang tokoh baik yang menyangkut aspek fisik maupun
nonfiksi dalam sekali kesempatan yang secara keseluruhan mencerminkan

gambaran tentang sikap dan karakter seseorang.
Teknik komentar orang lain. Pemahaman terhadap seseorang tidak
hanya sebatas mengamati apa yang dilakukan, dikatakan, dan atau ditampilkan
oleh yang bersangkutan, tetapi secara lebih lengkap juga dapat dilakukan dengan
melihat apa yang dikatakan oleh orang lain tentangnya. Komentar tokoh lain
merupakan salah satu cara yang biasa dipergunakan untuk melukiskan karakter
seorang tokoh baik untuk menunjukkan sikap dan karakter yang belum di ungkap
dengan teknik lain maupun untuk memperkuat teknik lain yang sudah
dipergunakan, baik yang menyangkut sikap dan karakter yang berkualifikasi
positif maupun negatif. Dengan adanya komentar tokoh-tokoh lain tersebut
gambaran jatidiri seorang tokoh menjadi lebih lengkap dan hal itu akan
memudahkan pengimajian dan pemahaman oleh pembaca anak-anak. Komentar
tentang tokoh itu dapat diberikan oleh orang-orang dekatnya, misalnya sesama
tokoh protagonis atau justru oleh orang lain yang menjadi tokoh antagonis.
Teknik komentar pengarang. Jika berbagai teknik penghadiran tokoh di
atas dilakukan secara ragaan yang bersifat tidak langsung dan menjadi bagian dari
alur cerita, teknik komentar pengarang merupakan teknik uraian yang bersifat
langsung dari kata-kata pengarang. Artinya, jatidiri seorang tokoh itu sengaja
ditunjukkan langsung oleh si empunya cerita lewat narasi. Hal-hal yang di
ucapkan secara langsung dapat menyangkut sesuatu yang bersifat fisik seperti

bentuk perawakan atau nonfiksi seperti sikap dan tingkah laku. Teknik pelukisan
tokoh yang demikian dapat dilakukan secara singkat dan jelas sehingga tidak
mengundang kesalahpahaman apalagi pembacanya adalah pembaca anak-anak.
Namun demikian, tidak semua jatidiri tokoh diungkapkan secara langsung oleh
pengarang karena jika demikian halnya, cerita akan membosankan dan terkesan
menonton.

9

2.2.2 Alur Cerita
Istilah yang biasa digunakan untuk menyebut alur adalah alur cerita, plot,
atau jalan cerita. Istilah mana yang akan dipakai terserah kepada tiap orang walau
sebenarnya alur lebih dari sekedar jalan cerita. Namun, fakta yang idak dapat
dipungkiri adalah bahwa alur merupakan salah satu unsur cerita fiksi yang juga
menarik untuk dibicarakan disamping unsur tokoh.
a. Hakikat Alur Cerita
Dalam kaitannya dengan sebuah teks cerita, alur berhubungan dengan
berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai
klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur berkaitan dengan masalah
bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan
sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Selain itu, alur
juga mengatur berbagai peristiwa dan tokoh itu tampil dalam urutan yang enak,
menarik, tetapi juga terjaga kelogisan dan kelancaran ceritanya.
Dari sini kemudian muncul sebuah alur yang di pahami sebagai sebuah
rangkaian peristiwa yang terjadi berdasarkan hubungan sebab akibat. Dalam
sebuah cerita mesti ada banyak peristiwa yang di rangkai menjadi satu kesatuan
yang padu. Peristiwa-peristiwa yang di munculkan itu sendiri tidak boleh terjadi
secara incidental yang tidak saling terkait,melainkan mesti dalam kaitan sebab
akibat.jadi, factor sebab akibat itulah yang dipandang sebagai menggerakan alur
cerita. Keterkaitan antar peristiwa dan sebab akibat itulah yang menyebabkan alur
cerita menjadi logis. Hal yang perlu dicatat: anak pun sudah bisa bersikap kritis,
lagipula cerita fiksi juga merupakan salah satu sarana untuk memupuk perasaan
dan fikiran kritis.
Dalam sebuah cerita boleh jadi tokoh cerita lebih menarik untuk
dibicarakan daripada alur cerita. Namun, alur ceritalah yang menghadirkan dan
menggerakkan tokoh sehingga mampu tampil sebagai sesosok pribadi yang
menarik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tokoh cerita tidak akan
hadir dan berkembang tanpa alur cerita yang menggerakkannya, dan sebaliknya

10

alurpun tidak akan berkembang tanpa tokoh yang menjadi focus pengembangan.
Bedasarkan hal itu pula Lukens (1999:103) memahami alur sebagai urtan
peristiwa sebagaimana ditunjukkan oleh tokoh lewat aksi.
b. Konflik dalam Pengembangan Alur Cerita
Unsur esensial dalam alur adalah peristiwa baik yang baik dilakukan dan,
ditimpakan kepada tokoh maupun yang bukan. Berkat peristiwa yang dikisahkan
secara berurutan itu alur cerita berkembang. Namun, berbagai peristiwa yang
dikisahkan itu bukan sekedar peristiwa tanpa ketegangan, tanpa konflik karena
jika demikian halnya cerita psti tidak menarik.Suspense, rasa ingin tahu, dapat
dipahami sebagai adnya rasa ketidak pastian tentang sesuatu yang bakal terjadi
yang menyebabkan pembaca berharap-harap cemas menunggu. Hal inilah antara
lain yang mampu mengikat pembaca cerita fiksi, tidak peduli anak atau dewasa,
untuk tidak melepas buku bacaannya. Konflik dapat muncul karena adanya
pertentangan di antara beberapa pertentangan yang berbeda, namun juga karena
konflik pula kemudian memunculkan pertentangan-pertentangan. Dalam cerita
fiksi konflik lazimnya terjadi jika tokoh protagonist berhadapan dengan tokoh
antagonis dan atau kekuatan oposan.
Konflik seseorang dengan diri sendiri. konflik dapat terjadi di dalam
batin seseorang dengan diri sendiri. Di dalam batin seseorang baisa tejadi tarik
menarik antara beberapa kepentingan yang bersebrangan yang sama-sama
menuntut untuk dipilih. Dalam hal ini boleh dikatakan seorang tokoh memiliki
“dua hati”, hati melawan hati,gagasan melawan gagasan.
Konflik seorang dengan orang lain. Konflik yang terjadi di antara tokoktokoh cerita dapat digolongkan sebagai konflik eksternal, konflik antara seseorang
dengan orang lain diluar diri sendiri. Konflik ini lazimnya terjadi antara tokoh
protagonist dan antagois,namun juga dapat terjadi antara sesama tokoh
protagonist dan antagonis. Jika perbedaan antar kawan itu menjadi principial,
salah satu pihak akan berubah fungsi menjadi tokoh antagonis. Dalam
serial Harry potter dan novel Ranggamorfosa Sang Penakluk Istana misanya,

11

pembaca (anak) tidak akan ragu memilih Harry Potter dan Rangga sebagai hero
yankg luar biasa lewat berbagai penampilan, kemampuan, dan sekaligus karena
fungsinya sebagai pembawa misi pemberantas kejahatan.
Konflik seseorang dengan masyarakat. Konflik jenis ini juga tergolong
konflik eksternal yang terjadi antara seseorang dengan sesuatu yang diluar drinya.
Istilah masyarakat antara lain adalah kehidupan social-budaya masyarakat yang
memiliki berbagai system dan konvensi yang berbeda antara masyarakat satu
dengan masyarakat yang lain. Pebedaan itulah yag dapat menimbulkan konflik
pada diri seseorang. Dibandingkan dengan orang dewasa sebenarnya anak kurang
merasakan adanya konflik dengan lingkungan masyarakat. Hal itu antara lain
disebabkan anak belum mampu memahami sepenuhnya bahasa symbol, aturan,
norma, atau system dan konvensi kemasyarakatan yang berlaku.
Konflik seseorang dengan alam. Alam haruslah dipahami dalam
pengertian yang lebih luas yang meliputi berbagai kondisi lingkungan kehidupan
termasuk di dalamnya flora dan fauna. Kondisi alam yang disebut antagonistic
force, yang tingkatan intensitasnya mulai dari sederhana dan keseharian sampai
yang tergolong serius dan dramatic. Namun alam tak selamanya bersahabat
dengan manusia walaupun hal itu sering dilakukan oleh manusia itu sendiri.
c. Pola Alur cerita
Cerita fiksi hadir untuk menampilkan cerita, dan alur cerita itu
berkembang dari awal hingga akhir. Sepanjang perkembangan alur tersebut ada
banyak aksi dan peristiwa yang dilakukan dan ditimpahkan kepada tokoh yang
ditampilkan secara berurutan dan enak diikuti hubungan sebab akibatnya.
Awal, tengah, akhir. Bagaimana model urutan cerita dan penceritaan
yang tersaji, sebuah. Bagaimana awal cerita dimaksudkan sebagai awal
dimulainya sebuah cerita yang pada umumnya berisi pengenalan tokoh dan latar
serta mulai pemunculan konflik. Bagian tengah ceritadimaksudkan sebagai tahap
tempat alur cerita sudah berjalan,konflik sudah berkembang dan akhirnya
mencapai klimaks. Bagian akhir sebagai akhir alur cerita yang pada umumnya

12

berupa penyelesaian cerita. Bagian awal, tengah dan akhir cerita tersebut juga
sering disebut sebagai tahap perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian.
Kronologis versus sorot-balik. Pola alur dapat bersifat kronologis,sorot
balik, atau gabungan keduanya. Pola alur kronologis (progresif, maju)
dimaksudkan sekuensi kejayaannya. Pola alur sorot balik, di pihak lain,
dimaksudkan sebagai sekuensi penyajian peristiwa yang dikisahkan itu tidak
harus urut berdasarkan waktu kejadiannya. Namun, sebagai sebuah cerita fiksi
anak, pola alur sorot balik masih berada dalam status toleransi.
Konflik dan klimaks. Jika pola alur yang berupa kronologis dan sorot
balik dilihat berdasarkan sekuensi peristiwa, aspek konflik dan klimaks dalam alur
dilihat berdasarkan subtansi peristiwa yang dikisahkan. Peristiwa yang
berkembang berdasarkan hubungan sebab akibat dan logika merupakan aspek
subtansial alur, dan aspek inilah yang dikisahkan dengan pola urutan tertentu.
Walau demikian ada perbedaan intensitas konflik dalam berbagai subgenre cerita
fiksi anak. Pada cerita fiksi realis konflik yang terjadi antar tokoh pada umumnya
masih sebatas pertentangan kecil-kecilan karena posisi tokoh yang berfungsi
sebagai protagonis dan antagonis itu tidak jarang kabur.
Suspense dan surprise. Suspense dapat dipahami sebagai rasa ingin tahu
yang dirasakan oleh pembaca tentang kelanjutan cerita. Surprise dipihak lain,
dapat dipahami sebagai adanya unsure kejutan yang dialami oleh seorang
pembaca ketika menikmati alur cerita.
Kesatupaduan. Sebuah cerita fiksi pastilah mengahdirkan peristiwa yang
relative cukup banyak, dan itu semua tergantung pada panjang cerita atau
ketebalan buku. Namun peristiwa dan konflik yang dihadirkan harus berkaitan
satu dengan yang lain sehingga cerita tersebut menampilkan sesuatu yang
mempunyai ciri kesatupaduan (unity).

13

2.2.3 Latar
Sebuah cerita fiksi yang hadir dengan menampilkan tokoh dan alur
memerlukan tokoh dan alur memerlukan kejelasan tempat dimana cerita itu
terjadi, kapan waktu kejadiannya, dan latar belakang kehidupan social-budaya
masyarakat tempat para tokoh tempat berinteraksi dengan sesama. Tanpa
kejelasan hal-hal tersebut cerita yang dihadirkan rasanya kurang realistic, tidak
berpijak di bumi, yang kesemuanya berakibat kurang dipahami cerita fiksi yang
ditampilkan. Menurut Lukens (2003:147) dalam fiksi dewasa latar dapat terjadi
dimana saja termasuk didalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak
membutuhkan deskripsi tentang latar. Namun, tidak halnya dengan dengan cerita
fiksi anak.dalam cerita fiksi anak hampir semua peristiwa yang dikisahkan
membutuhkan kejelasan tempat dan waktu kejadiannya, dan karenanya
membutuhkan deskripsi latar secara lebih detil.
a. Hakikat Latar
Latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsung berbagai
peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Latar menunjukkan pada
tempat, yaitu lokasi dimana cerita itu terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi, dan
lingkungan social-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan
peristiwa terjadi. Latar yang dapat diindera, dapat dilihat keberadaannya, seperti
latar tempat yang berupa gedung sekolah, rumah tempat tinggal, jalan, tanah
lapang atau halaman sekolah tempat bermain bola, lazimnya disebut sebagai latar
fisik (physical setting). Dalam cerita fiksi anak latar fisik lebih dirasakan
kehadirannya oleh anak, dan karenanya ia dapat dianggap menjadi lebih penting
daripada latar spiritual.
b. Unsur Latar
Sebagaimana dikemukakan diatas latar terdiri dari tiga unsur, yaitu
tempat, waktu, dan lingkungan sosial budaya. Kehadiran ketiga unsur tersebut
saling mengait, saling mempengaruhi, dan tidak sendiri-sendiri walau secara
teoretis memang dapat dipisahkan dan diidentifikasi secara terpisah. Ketepatan

14

deskripsi latar tempat mesti dalam kaitannya dengan waktu karena latar tempat
akan berubah sejalan dengan perkembangan waktu.
Latar tempat. Latar tempat menunjuk pada penertian tempat dimana
cerita yang dikisahkan itu terjadi. Pengertian tempat, bisa dimana saja, seperti di
rumah peyot, gedung sekolah, gedung megah dll tergantung pada tuntutan alur
cerita.
Latar waktu. Latar waktu dapat dipahami sebagai kapan berlangsungnya
berbagai peristiwa yang dikisahkan dalam cerita fiksi. Dalam banyak kasus
masalah waktulazimnya dikaitkan dengan waktu kejadian yang da di dunia
nyata,waktu factual, waktu yang mempunyai referensi sejarah. Namun demikian,
dibandingkan dengan latar tempat, masalah referensi waktu tersebut dalam cerita
fiksi anak kurang ditekankan. Hal itu dapat dipahami karena latar tempat
memberikan

pijakan

terjadinya

peristiwa

yang

secara

konkret

dapat

diimajinasikan.
Latar social-budaya. Latar soaila budaya dalam cerita fiksi dapat
dipahami sebagai keadaan kehidupan social-budaya masyarakat yang dianggat ke
dalam cerita itu. Cerita fiksi tidak hanya membutuhkan latar tempat dan waktu,
tetapi juga di masyarakat tempat cerita itu diangkat. Cerita fiksi berkisah tentang
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan, maka latar belakang socialbudaya masyarakat yang diangkat menjadi setting cerita mesti ikut terbawa ke
dalamnya.
c. Fungsi Latar
Kehadiran unsur latar dalam sebuah ceritafiksi tidak semata-mata
hanya berfungsi untuk menjadi landas tumpu cerita, tetapi juga mengemban
sejumlah fungsi yang lain. Namun, inensitas pemfungsian latar bervariasi di
antara cerita fiksi yang kesemuanya tergantung pada niatan penuisnya.
Latar fungsional. Latar fungsional dalam cerita fiksi ditandai oleh eratnya
keterkaitan antara unsur latar dengan berbagai unsur fiksi yang lain terutama

15

tokoh dan alur cerita. Latar yang bersifat fungsional, baik yang menyangkut unsur
tempat,

waktu,

maupun social-budaya,

berpengaruh

langsung

terhadap

pengembangan karakter tokoh dan alur cerita. Kehadian latar tersebut amat
penting dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, dan tidak dapat digantikan
oleh latar lain tanpa mempengaruhi karakter dan alur cerita. Karakteristik
latar yang

demikian

inilah

yang

oleh

Lukens

(2003:148-151)

disebut

sebagai latar integral (integral setting), sedang yang berkarakteistik sebaliknya,
yaituyang kehadirannya kurang terkait dengan unsur fiksi yang lain dan kurang
dipentingkan disebut latar belakang (backdrop).
Latar integral juga ditandai oleh deskripsi latar tempat secara lebih rinci
dank has, dan pada fiksi realisme yang berangkat dari tempat-tempat tertentu yang
dikenal di dunia nyata diperkuat oleh cirri khas yang ada di suatu tempat. Latar
yang hanya berfungsi sebagai latar belakang (backdrop), di pihak lain, hadir
semata-mata karena tokoh dan alur cerita membutuhkan ladas tumpu. Namun,
latar tersebut tidak banyak berperan dalam pengembangan karakter tokoh dan
alurcerita yang dikisahkan.
Latar sebagai pemerjelas konflik. Latar fungsional terkait langsung
dengan unsur fiksi yang lain terutama tokoh dan alur cerita, dan pada fiksi yang
demikian pemahaman latar merupakan hal yang esensial untuk memahami tokoh
dan alur. Dengan demikian, latar sekaligus berfungsi sebagai pemerjelas esensi
konflik yang dibangun lewat alur cerita. Hal itu disebabkan, secara langsung
ataupun ntidak langsung, aspek-aspek latar, tempat, waktu, atau social budaya
baik secra sendiri maupun bersama, berperan dalam pengembangan konflik.
Latar sebagai antagonis. Latar yang berfungsi sebagai pemerjelas
konflik, dalam kadar yang semakin intensif, dapat berubah menjadi kekuatan
antagonis yang menyulut dan meningkatkan konflik yang dialami tokoh. Latar
seolah-olah menjadi musuh tokoh, atau paling tidak latar dirasakan sebagai
sesuatu yang tidak bersahabat yang pada giliran selanjutnya dapat memunculkan
konflik-konflik baru.

16

Latar

sebagai

pemerjelas

tokoh. Perkembangan

karakter

tokoh

dipengaruhi atau bahkan dibentuk oleh latar yang melingkupinya. Hal itu
sekaligus juga berarti bahwa karakter seorang tokoh dapat dipahami lewat dan
sekaligus diperjelas oleh kondisi latar yang membesarkannya. Orang hidup dalam
sebuah komunitas yang telah memiliki system nilai dan budaya yang
mengatur perilaku anggotanya dalam bersikap dan berperilaku sehingga amat
logis jika orang itu bersikap dan berkarakter yang mencerminkan norma-norma
komunitasnya tersebut.
Latar sebagai simbol. Latar sebagai symbol (metafora) menunjukkan
bahwa unsur latar sekaligus menggambarkan sesuatu yang lain yang lazimnya
adalah keadaan atau jatidiri tokoh. Latar yang berfungsi sebagai pemerjelas jatidiri
tokoh haruslah dopahami tidak harus berupa deskripsi latar secara langsung,
melainkan juga secara tidak langsung lewat symbol-simbol, lewat deskripsi
metaforis. Namun demikian, sebagai novel dengan pembaca anak fungsi latar
sebagai symbol itu mestilah masih mudah dikenali oleh anak sekalipun.
2.2.4 Tema
Jika memilih buku bacaan sastra anak, yang sering terlintas difikiran
adalah pertanyan-pertanyaan seperti: buku yang bercerita tentang apa, apakah
ceritanya bagus atau tidak, buku cerita itu ingin berbicara tentang apa, atau apa
yang ingin disampaikan lewat crita itu, dll. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan
isi cerita, dengan gagasan-gagasan yang ingin diungkapkan lewat, atau secara
umum berkaitan dengan cerita.
Hakikat tema. secara sederhana tema dapat dpahami sebagai gagasan
yang mengikat cerita (Lukens,2003:129), mengikat berbagai unsur intrinsic yang
membangun cerita sehingga tampil sebagai satu kesatupaduan yang harmonis.
Jadi, dalam kaitan ini tema merupakan dasar pengembangan sebuah cerita.
Pemahaman terhadap tema suau cerita fiksi adalah pemahaman terhadap makna
cerita itu sendiri. Tema sebuah cerita fiksi merupakan gagasan utama dan atau
makna utama cerita. Tema itu sendiri lazimnya berkaitan dengan berbagai

17

permasalahan kehidupan manusia karena sastra berbicara tentang berbagai aspek
masalah kemanusiaan: hubungan manusia dengan tuhannya, manusia dengan diri
sendiri, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungan alam.
Penemuan tema. Penemuan tema dalam sebuah cerita kadang-kadang
tidak semudah yang dibayangkan. Hal itu disebabkan adakalanya tema
diungkapkan secara ekspilit lewat pernyataan (kalimat) yang mudah dikenali, dan
adakalanya pula hanya diungkapkan secara implisit lewat keseluruhan cerita.
Namun, tema yang diungkapkan secara eksplisit sekalipun juga perlu ditemukan
lewat pembacaan dan pemahaman cerita secara keseluruhan. Tema memiliki
kaitan yang erat dengan tokoh dan alur. Kedua unsur fakta crita inilah yang paling
lazim “ditugasi” sebagai pembawa tema. Jika dalam cerita terdapat tokoh
protagonist da antagonis yang jelas konfliknya, misalnya pada fiksi fantasi, pada
konflik itulah lazimnya tema diungkapkan.
Tema mayor dan minor. Cerita fiksi hadir untuk menyamaikan sesuatu,
makna atau tema. Tema itulah yang menjiwai keseluruhan cerita. Namun,
persoalan yang kemudian muncul adalah sering ada lebih dari satu tema dalam
sebuah cerita fiksi. Hal ini terjadi jika cerita yang dibaca relatif panjang, misalnya
cerita fiksi anak yang berwujud novel.
Fungsi didaktik. Salah satu hal dominan di dalam sastra, dalam bacaan
fiksi anak adalah dominannya unsur dan fungsi pendidikan. Lewat buku sastra
yang sengaja dikreasikan untuk bacaan anak diharapkan pembaca anak-anak
memperoleh sesuatu yang baik bagi perkembangan kejiwaannya. Buku- cerita
fiksi lazimnya sengaja difungsikan sebagai salah satu bacaan anak yang
memberikan pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lewat tokoh dan alur cerita yag menarik dan menegangkan, seorang anak akan
memperoleh sesuatu yang berharga tanpa harus disadari olehnya. Salah stu kriteria
pemilihan buku bacaan sastra fiksi anak yang lazim menjadi pertimbangan utama
dan pertama adalah adanya unsur didaktis, tema-tema didaktif. Namun, sesuatu
yang mendidik tidak harus disampaikan dengan cara-cara yang menggurui.

18

Prinsip tidak menggurui adalah suatu hal yang mesti menjadi karakteristik bacaan
sastra. Buku bacaan satra bukanlah buku ajaran tentang moral walau di dalamnya
terkandung ajaran moral. Artinya, dalam buku bacaan satra sah-sah saja jika
terdapat moral atau tema-tema yang bersifat didaktis, tetapi cara penyampaiannya
tidak dengan cara-cara menggurui. Biarkan anak menikmati cerita itu, maka
secara tidak langsung anak juga terbantu untuk memahami berbagai persoalan
kehidupan yang diangkat menjadi tema dan biarkan anak mencari jati dirinya.
2.2.5 Moral
Moral adalah sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu
itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi
kehidupan, dan mendidik. Moral berurusan dengan masalah baik dan buruk,
namun istilah moral itu selalu dikonotasikan dengan hal-hal yang baik.
Secara umum moral menyarankan pada pengertian tentang baik dan buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya.
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang
yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah
yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Sebuah karya fiksi ditulis oleh
pengarang untuk antara lain menawarkan model kehidupan yang diidealkannya.
Karya sastra fiksi senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan
sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Kehadiran unsur moral dalam sebuah cerita fiksi, apalagi fiksi anak,
tentulah merupakan sesuatu yang mesti ada karena kehadiran moral dalam cerita
fiksi dapat dipandang sebagai semacam saran terhadap perilaku moral tertentu
yang bersifat praktis, tetapi bukan resep atau petunjuk bertingkah laku.
Macam moral cerita fiksi dapat bermacam-macam dan berbagai jenisnya,
tergantung dari sudut pandang mana itu semua dilihat. Moral dapat diklompokkan
ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia
dengan sesama, hubungan manusia dengan lingkungan alam, hubungan manusia
dengan Tuhan.

19

Teknik penyampaian moral dapat bersifat eksplisit dan implisit,
penyampaian langsung atau tidak langsung, secara terang-terangan atau
terselubung. Teknik penyampaian yang pertama bersifat menggurui karena identik
dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan,
expository. Sedangkan yang kedua membiarkan pembaca anak untuk memahami
dan menemukannya sendiri karena pesan yang tersampaikan hanya tersirat dalam
cerita.
2.2.6 Sudut Pandang
Sudut pandang dapat dipahami sebagai cara sebuah cerita dikisahkan.
Sudut pandang pada hakikatnya adalah sebuah cara, strategi, atau siasat yang
secara sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan cerita dan gagasannya.
Secara lebih konkret dan spesifik sudut pandang adalah siapa yang melihat, siapa
yang berbicara, atau dari kacamata siapa sesuatu itu dibicarakan.
Sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsure fiksi yang penting dan
menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita, mau tak mau ia harus telah
memutuskan memilih sudut pandang tertentu. Ia harus mengambil sikap naratif,
antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh
seorang narrator yang diluar cerita itu sendiri. Sudut pandang mempunyai
hubungan psikologis dengan pembaca. Pembaca membutuhkan persepsi yang
jelas tentang sudut pandang cerita. Jika pengarang ingin menceritakan berbagai
peristiwa fisik, aksi, bersifat luaran dan dapat diindera, namun juga batin yang
berupa jalan pikiran dan perasaan beberapa tokoh sekaligus dalam sebuah novel,
hal itu kiranya akan lebih sesuai jika dipergunakan sudut pandang orang ketiga,
khususnya yang bersifat mahatau.
Macam sudut pandang (Points Of View) dibedakan berdasarkan bentuk
persona yang mengisahkan cerita. Berdasarkan bentuk persona itu kemudian
dibedakan menjadi dua sudut pandang, yaitu sudut pandang persona pertama dan
persona ketiga.

20

Sudut pandang persona pertama menampilkan kisah dengan tokoh “aku”
sebagai pusat pengisahan. Cerita disampaikan oleh aku/saya.
1) Jika si tokoh tersebut adalah tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah
orang pertama protagonis
2) Jika si tokoh tersebut adalah bukan tokoh utama, maka sudut pandangnya
adalah orang pertama pengamat (observer).
Sudut pandang persona ketiga menampilkan kisah dengan tokoh dia
sebagai pusat pengisahan. Cerita disampaikan bukan oleh tokoh yang ada dalam
cerita tetapi oleh penulis yang berada di luar cerita. Tokoh cerita disebut sebagai
dia/ia.
1) jika narator cerita menyampaikan pemikiran tokoh, maka sudut pandang cerita
adalah third person omniscient/all.
knowing narrator (orang ketiga yang tahu segalanya).
2)

jika narator hanya menceritakan/memberikan informasi sebatas yang bisa

dilihat atau didengar (tidak mengungkapkan pemikiran), maka sudut pandang
cerita adalah third person dramatic narrator.
2.2.7 Stile dan Nada
Stile dan nada merupakan dua hal yang terkait erat. Stile berkaitan dengan
masalah pilihan berbagai aspek kebahasaan yang digunakan dalam sebuah teks
kesastraan, dengan kata lain stile adalah cara pengucapan bahasa atau bagaimana
seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Sedangkan
nada adalah sesuatu yang terbangkitkan oleh pemilihan berbgai bentuk komponen
stile tersebut. Dalam pengertian luas, nada diartikan sebagai pendirian atau sikap
yang diambil pengarang terhadap pembaca dan masalah yang dikemukakan.
Dalam sebuah karya fiksinya, pengarang mengekspresikan sikap, baik
terhadap masalah maupun pembaca, pembaca pun dapat memberikan reaksi yang
sama. Stile pada hakikatnya adalah cara pengekspresian jati diri seseorang, karena

21

tiap orang akan mempunyai cara-cara tersendiri yang berbeda dengan orang lain.
Dalam hal ini stile dapat disamakan dengan cara seseorang berpakaian yang
berbeda-beda selera dari masing-masing orang. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal
kebahasaan yang meliputi aspek bunyi, lesikal, struktur gramatikal dan
penggunaan berbagai sarana retorikal yang memperindah penuturan seperti
pemajasan (figures of thought), penyiasatan struktur (figures of speech) dan
penctraan (imagery). Selain itu, aspek ejaan (grafologi) dan lafal juga menjadi
bagian dari stile. Jadi, stile tidak lain adalah seluruh tampilan kebahasaan yang
secara langsung dipergunakan dalam teks-teks sastra. Secara sederhana, wujud
pengungkapan kebahasaan dalam setiap teks dapat dibedakan ke dalam dua hal,
taitu apa yang ingin diungkapkan dan bagaimana cara mengungkapkan. Stile
dapat disiasati, dimanipulasi dan didayagunakan sedemikian rupa lewat kreativitas
bahasa sehingga stile tampil sebagai sebuah bentuk yang indah, mempesona dan
mengesankan.
Nada dapat dipahami sebagai sikap, pendirian atau perasaan pengarang
terhadap masalah yang dikemukakan dan terhadap pembaca. Lewat nada yang
terbangkitkan dalam cerita, pengarang ingin mempengaruhi pembaca untuk
memberikan sikap sebagaimana yang diberikan secara implisit dalam cerita. Nada
menjadi bagian dan tersembunyi dalam cerita. Jadi, untuk menemukan nada tidak
semata-mata hanya terasakan, untuk menemukannya diperlukan kesadaran. Nada
yang ditemukan dalam cerita fiksi bermacam-macam, misalnya nada humor,
bersahabat, akrab, ramah, lembut, menggurui, benci, sinis, ironis, parodial,
simpati, empati, dan lain-lain. Lewat nada-nada inilah ajaran moral yang ingin
disampaikan lebih efektif. Dalam cerita fiksi dapat ditemukan lebih dari satu nada.
Salah satu nada yang penting dalam sastra anak adalah nada humor. Nada humor
dapat dibangun lewat karakter tokoh, alur, dan didukung oleh situasi tertentu
dengan mempergunakan kata-kata tepat yang kesemuanya dapat memancing anak
anak untuk tertawa. Salah satutujuan dari penulisan sastra anak adalah
memberikan kepuasan. Jadi, tawa anak merupakan wujud pelepasan emosi dan
paertanda kepuasan dari pembaca.

22

2.2.8 Lain-lain : Judul
Judul adalah kepala tulisan atau lukisan singkat dari sebuah cerita. Judul
merupakan sesuatu yang pertama kali dibaca dan dikenali pembaca. Selain itu,
judul harus terkait dengan unsur fiksi yang lain, misalnya keterkaitan antara judul
dengan isi cerita. Jadi, dengan memahami judul cerita fiksi, maka akan
mempermudah pembaca dalam memahami cerita fiksi secara keseluruhan.
Banyak cerita fiksi anak yang diberi judul dengan tema cerita, makna cerita,
tokoh utamaatau gabungan tokoh utama dengan tema. Judul cerita juga sering
berupa penunjukan latar tempat dan benda-benda tertentu yang semuanya
berhubungan dengan isi cerita.
2.3.3 Macam Cerita Fiksi Anak
Cerita fiksi anak dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori berdasarkan
dari mana dilihat. Jika dilihat berdasarkan panjang pendeknya cerita yang
dikisahkan, cerita fiksi anak dibedakan menjadi dua, yaitu novel dan cerita pendek
(cerpen). Jika dilihat berdasarkan isi ceritanya, cerita fiksi anak dibedakan
menjadi lima, yaitu fiksi realistik, fiksi fantasi, fiksi formula, fiksi historis dan
fiksi biografis.
2.3.3.1 Novel dan Cerpen
Cerita fiksi anak dapat berbentuk novel dan cerpen. Berbeda halnya
dengan novel yang terbit sendiri dalam sebuah buku, cerpen umumnya dimuat
dalam berbagai majalah dan surat kabar harian seperti Bobo dan kompas minggu.
Walau demikian, cerpen dalam majalah Bobo kemudian dikumpulkan dan telah
diterbitkan menjadi sebuah buku, mirip majalah, dengan nama kumpulan
Dongeng Bobo dalam seri-seri tertentu. Hal itu sengaja dikemukakan untuk
menunjukkan betapa tidak sulitnya menemukan bacaan cerita fiksi anak baik yang
berbentuk novel maupun cerpen, di samping berbagai genre sastra anak yang lain.
Sebagai sama-sama karya yang bergenre fiksi,novel dan cerpen memiliki
persamaan dan perbedaan. Novel dan cerpen memiliki kesamaan yaitu untuk

23

menanpilkan cerita, dan itu suatu fakta yang tidak dapat dimungkiri. Dengan
demikian, persamaan keduanya yang utama adalah bahwa mereka sama-sama
dibangun oleh berbagai unsur intrinsik yang sama, misalnya unsur penokohan,
alur, latar, tema, moral, hal itu berlaku baik untuk novel maupun cerpen. Namun
perbedaan anatara keduanya juga dapat dicari pada “pengoprasian” unsur-unsur
intrinsik tersebut pada teks yang kemudian disebut novel dan cerpen. Perbedaan
yang sederhana yang paling mudah dikenali antara novel dan cerpen adalah yang
menyangkut panjang cerita, panjang halaman-halaman yang memuat cerita dan
terdiri dari beberapa halaman.
Dalam sastra anak pun terdapat banyak novel dan cerpen, dan keduannya
juga perlu mendapat perhatian yang seimbang. Novel dan cerpen anak itupun
bermacam-macam jenis maka dari itu bagi pembaca anak yang dibutuhkan adalah
bacaan berbagai fiksi yang baik, tidak peuli berupa novel atau cerpen atau genre
yang lain.
2.1.3.2 Fiksi Realistik
Banyak bacaan cerita fiksi yang berkisah tentang pertemanan anak-anak
sekolah sebaya, usaha dan kerja keras anak miskin, anak-anak miskin membantu
orang tua, kehidupan harmonis sebuah keluarga, pertengkaran anak-anak,
binatang peliharaanya. Model kehidupan seperti itu, dapat dijumpai secara nyata
oleh anak dalam kehidupan sehari-hari. Cerita fiksi yang mengangkat hal-hal
tersebut dikenal sebagai fiksi realistik.
Dan ada pendapat lain bahwa cerita fiksi realistik adalah sebuah metafora
dan sekaligus model kehidupan yang ditawarkan oleh pengarang.sebagai sebuah
model, ia dapat mengangkat sesuatu yang baik atau sebaliknya sebagai halnya
problematika kehidupan masyarakat yang bermacam-macam.berhadapan dengan
cerita fiksi realistik pada hakikatnya berhadapan dengan sebuah kehidupan yang
memiliki kemiripan dengan kehidupan nyata sehingga melaluinya anak dapat
memaknai dan mengambilnya sebagai filter bagi kehidupannya sendiri

24

Daya tarik fiksi realistik dan manfaat.sebuah cerita fiksi realistik
mempunyai daya tarik tersendiri bagi pembaca.dan disini ada beberapa
kemanfaatan bagi pembaca anak yaitu sebagai berikut.
a. Anak dapat belajar tentang tingkah laku manusia dan bagaimana orang saling
berhubungan.
b. Anak dapat tertawa bersama orang lain dibuku cerita dan belajar untuk
menertawakan diri sendiri.
c. Anak dapat memperoleh dan belajar berbgai pengalaman dari orang lain tanpa
harus mengalaminya sendiri yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mengambil
sikap dalam kehidupannya.
d. Anak dapat berperan serta dan belajar berbagai peristiwa dan aktivitaas dan
harus melakukannya sendiri, misalnya berpetualang, mendaki gunung, berolah
raga dan lain-lain.
Macam fiksi realistik.
Cerita fiksi realistiik cukup banyak macamnya, misalnya:
a. Cerita petualangan menggangkat berbagai kisah petualngan anak sperti
mendaki gunung, mengikuti aliran sungai, pergi ke tempat-tempat tertentu, dan
lain-lain.
b. Cerita keluarga dipihak lain, dimaksudkan sebagai cerita yang mengangkat halhal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari ditengah keluarga.
c. Cerita binatang, yang ini mirip dengan fabel modern, dimaksudkan sebagai
cerita yang mengakat anak (juga dewasa) dan binatang, misalnya anak-anak
dengan binatang peliharaannya seperti burung, kucing, ayam. Jika mengangkat
kehidupan anak desa,ia dapat berwujud kehidupan anak petani, termasuk orang
tuanya, yang memelihara kambing, sapi, ayam dan sebagainya anak
memerlakukan binatang-binatang itu.

25

d. Cerita sekolah dimaksudkan sebagai cerita yang mengangkat kehidupan anakanak disekolah, misalnya bagaimanah anak berinteraksi dengan para guru,
pegawai, kawan-kawan, penjual makanan dan lain-lain.
2.1.3.3 Fiksi Fantasi
Diantara berbagai jenis cerita fiksi sering ada yang begitu menarik
danmenampilkan sesuatu yang fantastis. Artinya, cerita yang dikisahkan amat
menarik dengan tokoh-tokoh yang mampu melakukan sesuatu yang berada diluar
jangkauan manusia biasa, bahkan juga tidak jarang muncul tokoh-tokoh lain yang
bukan manusia yang dapat berinteraksi dengan tokoh manusia secara wajar, dan
lain-lain yang serba luar biasa.
Latar kejadiannya pun tidak hanya ditempat-tempat biasa seperti di
rumah, di halaman, atau di jalan. tapi anehnya sebagai pembaca kita dapat
menerima kesemuanya itu secara wajar-wajar saja dan tidak mempertanyakan
kebenarannya.
Jadi, dalam sebuah cerita fantasi pun ada bagian-bagian tertentu yang
sebenarnya masuk akal, logis, halnya saja hal-hal itu kemudian dicampur adukkan
dengan sesuatu yang tidak masuk akal. Namun demikian, secara keseluruhan
pengembangan alur cerita tetap saja tunduk pada hukum sebab-akibat, tundu
pada ‘the law of the plot”yang berlaku dalam penulisabn cerita konvensional. Hal
itulah yang menyebabkan cerita fiksi fantasi juga menjadikuat dan meyakinkan
karena dapat dipertanggung jawabkan secara intrinsik.
2.1.3.4 Fiksi Historis
Diantara sekian banyak cerita fiksi anak, ada yang berkisah tentang tokoh
dan peristiwa masa lalu yang kebenerannya dapat dikemukakan secara nyata.
Cerita itu mungkin berkisah tentang Majapahit, Hayamwuruk, Mahapatih, Gajah
Mada dan lain-lainya yang sumber datanya historis. Namun demikian, hal-hal
yang dikisahkan itu bukan semata-mata tokoh dan peristiwa sejarah, melainkan
ada banyak juga peristiwa-peristiwa yang ditambahkan lewat imajinasi. Lagi pula,

26

siapa yang dapat menjamin bahwa semua hal yang dikisahkan itu benar-benar ada
secara historis, bahkan untuk karya sejarah sekalipun. Cerita fiksi yang
menggabungkan antara sesuatu yang bersifat faktual masa lalu dan imajinasi itu
kenudian disebut sebagai fiksi historis.
Hakikat fiksi historis. fiksi historis merupakan sebuah cerita yang
mengambil bahan dari suatu periose yang lebih awal dengan penekanan pada
peristiwa-peristiwa yang luar biasa yang bersifat historis. jadi kata kunci untuk
sebuah fiksi historis mesti berkisah tentang masa lalu,dan itu lazimnya dilakukan
terhadap peristiwa-peristiwa besar yang monumental lengkap dengan para tokoh
pelaku sejarahnya. Cerita fiksi historis adalah peristiwa dan tokoh yang samasama dikenal dalam sejarah.
Macam fiksi historis. fiksi historis dapat dibedakan ke dalam beberapa
jenis tergantung dari sudut pandang apa pembedaan itu dilakukan. Pembedaan itu
dilakukan berdasarkan kronologi waktu sejarah mulai dari periode prasejarah
hingga periode-periode selanjutnya berdasarkan kriteria tertentu.selain itu,ia dapat
dibedakan berdasarkan tema-tema yang diangkat seperti tema perjuangan,
peprangan, penemuan dan tema-tema kemasyarakatan yang lain. Adanya sudut
pandang pembedaan itu dapat menyebabkan sebuah cerita fiksi historis dapat
dikatagorikan ke dalam lebih dari satu jenis.

BAB IV
PENUTUP

27

Cerita fiksi maupun nonfiksi merupakan buku yang bermanfaat untuk
menambah wawasan anak, karena dengan membaca buku, anak akan
mendapatkan kesenangan tersendiri.
Cerita fiksi anak merupakan cerita yang berdasarkan imajinatif dan
memberikan keunikan tersendiri, karena dalam cerita tersebut terdapat unsurunsur yang membedakannya dengan yang lain, yaitu unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Unsur fiksi yang termasuk dalam unsur intrinsik misalnya adalah tokoh
dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya,
latar, sudut pandang, dan lain-lain. Sedangkan, Hal-hal yang dapat di kategorikan
ke dalam unsur ekstrinsik misalnya adalah jati diri pengarang yang mempunyai
ideologi, pandangan hidup dan way of life bangsanya, kondisi kehidupan sosial
budaya masyarakat yang di jadikan latar cerita dan lain-lain.
Cerita fiksi anak sangatlah banyak macamnya, diantaranya, yaitu: Novel,
Cerpen, Fiksi Realistik, Fiksi Fantasi, Fiksi Historis.

DAFTAR PUSTAKA

28

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. SASTRA ANAK, Pengantar Pemahaman Dunia
Anak. Yogyakarta: GADJA MADA UNIVERSITY PRESS.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 2003. Struktur Bacaan Anak, dalam “Teknik Menulis
Cerita Anak”. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati