efektifitas hukum positif dalam menangan (1)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai
sejumlah orang yang berada pada tempat yang sama, adakalanya tidak saling
mengenal, dan memiliki sifat yang peka terhadap stimulus (rangsangan) yang
datang dari luar. Suporter sepakbola meski menonton pertandingan sepakbola
ditempat dan mendukung tim yang sama belum tentu mereka saling mengenal
satu sama lain, meski demikian mereka sangat peka terhadap stimulus yang
datang dari luar seperti ketika tim mereka nyaris mencetak gol atau ketika gol
tercipta, secara tidak langsung tanpa dikordinir mereka langsung menunjukkan
ekspresi yang sama yakni berteriak dan bersorak. Bahkan ketika terjadi kerusuhan
pun meski tidak saling mengenal tapi atas nama solidaritas supporter pendukung
kesebelasan yang sama, mereka langsung membantu rekan-rekannya ketika
kerusuhan terjadi.
Perilaku suporter baik itu perilaku yang bersifat negatif maupun positif
tentunya berpengaruhterhadap lingkungannya dan perilaku suporter selanjutnya.
Salah satu perilaku negatif suporter yang dampaknya benar-benar dirasakan oleh
masyarakat adalah perilaku anarkis seperti tindak kekerasan/tawuran antar
suporter, perusakan fasilitas umum dan melakukan tindakan kriminal seperti
penjarahan di mana perilaku mereka ini tidak hanya merugikan mereka dan klub,
tetapi juga berdampak pada masyarakat dengan menyisakan rasa takut/cemas
masyarakat terhadap suporter sepakbola hingga masyarakatpun memunculkan
stigma terhadap mereka.
selain itu kerugian materil akibat kerusuhan suporter dan juga perusakan
fasilitas umum tentunya menjadi hal yang sangat disayangkan. Perilaku suporter
sepakbola ini dianggap sebagai wujud masalah sosial dan hukum karena dampak
yang ditimbulkannya, baik itu yang berupa fisik seperti perusakan fasilitas umum
dan non fisik yakni rasa takut/cemas masyarakat ketika bertemu suporter
sepakbola. Berkaca pada persepektif disorganisasi sosial, perilaku anarkis suporter
sepakbola
ini
memang
merupakan
sebuah
masalah
sosial.
Hal
ini
jelasmenimbulkan banyak dampak negatif. Akibat yang ditimbulkan dari
terjadinya kerusuhan antar suporter itu sendiri, yaitu :
1. Timbulnya banyak korban luka-luka bahkan kematian bagi keduabelah
pihak suporter yang berseteru, penonton umum, dan masyarakat umum.
2. Kerusakan yang terjadi pada fasilitas-fasilitas yang berada di dalam
stadion. Jika kerusuhan terjadi di luar stadion, dapat merusak fasilitas
umum di jalanan, kendaraan, serta bangunan gedung atau rumah yang
terkena lemparan batu.
3. Trauma
yang
dialami
masyarakat
umum
terhadap
pertandingan
pertandingan sepakbola yang digelar. Penonton umum dan penikmat
sepakbola yang tidak terlalu fanatik menjadi cemas dan takut untuk
menyaksikan pertandingan sepakbola.
4. Kerugian yang dialami klub sepakbola tersebut karena terkena sanksi dari
Federasi sepakbola.
Dengan demikian harus ada tindakan aturan dan tindakan tegas yang
dilakukan oleh aparat untuk meminimalisir atau bahkan mencegah agar kejadian
seperti ini tidak terjadi. Masyarakat juga mempunyai peranan penting dalam
membantu terciptanya keharmonisan antar suporter sepak bola Di Indonesia
menindak para pelaku kerusuhan dan juga memberi perlindungan hukum terhadap
korban yang ditimbulkan dari dampak kekerasan yang terjadi oleh suporter sepak
bola.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah hukum positif Di Indonesia telah efektif dalam menangani suporter
anarkis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Efektifitas hukum Di Indonesia dalam menangani suporter anarkis
Menurut Lawrence Meir Friedman efektif atau tidaknya Penegakan hukum
bergantung pada Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya
masyarakat.
1. Substansi Hukum
Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai
sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu
dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh
orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan
yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.
Menurut Jhon Austin dari aliran hukum positif analitis, hukum
adalah perintah dari penguasa negara. Hakekat hukum terletak pada
unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang
tetap, Logis, dan tertutup. Dalam bukunya Austin mengatakan “A Law
is a command which obliges a person or person……laws and other
commands are said to proceed from superiors, and to bind or oblige
inferiors”.
Austin membedakan hukum dalam dua jenis yaitu Hukum dari
Tuhan untuk manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia. Austin
membedakan lagi hukum yang sebenarnya dan hukum yang tidak
tidak sebenarnya. Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dibuat
oleh penguasa dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya (hukum positif).
Sedangkan hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak
dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai
hukum. Hukum menurut aliran ini harus memiliki empat unsur yaitu:
a. Perintah (command)
b. Sanksi (sanction)
c. Kewajiban (duty)
d. Kedaulatan (sovereignty)
Menurut C.G. Howard dan R. S. Mumners mengenai substansi
dalam hal faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum
yaitu relevansi aturan hukum secara umum, kejelasan rumusan dari
substansi aturan hukum, sosialisasi yang optimal kepada seluruh target
aturan hukum itu, sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, jika
hukum itu adalah perundang-undangan, maka seyogianya aturan
bersifat melarang.
Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law),
bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).
Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau
sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundangundangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo
Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis
sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan
hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.
Dalam hal anarkis supporter Di Indonesia, kejahatan yang
dilakukan antara lain adalah perusakan, penganiayan dan penganiayan
sampai menyebabkan kematian. Substansi yang mengatur kejahatan
ini Di Indonesia adalah KUHP. Penganiayaan yang dilakukan oleh
suporter anarkis telah diatur dalam KUHP pasal 351 yang berbunyi:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Sedangkan mengenai perusakan diatur dalam KUHP pasal 170
yang berbunyi:
(1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan
kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selamalamanya lima tahun enam bulan.
Dengan adanya aturan hukum yang telah mengatur mengenai
penganiayaan dan perusakan fasilitas umum, maka dalam hal ini
substansi hukum sebagai salah satu bagian yang mempengaruhi
efektifitas hukum sudah terpenuhi.
2. Struktur Hukum
Struktur Hukum/Pranata Hukum Dalam teori Lawrence Meir
Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan
bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur
hukum berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 meliputi;
mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana
Pidana (Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh
undang-undang.
Sehingga
dalam
melaksanakan
tugas
dan
tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain.
Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et pereat
mundus”-meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Hukum
tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum
yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu
peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat
penegak
hukum
yang
baik
maka
keadilan
hanya
angan-
angan.Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan
penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat
penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi,
proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya.
Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan
peran penting dalam memfingsikan hukum. Kalau peraturan sudah
baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah.
Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas
penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih
terbuka.
Menurut C.G. Howard dan R.S. Mumners efektif atau tidaknya
aturan hukum tergantung pada optimal dan profesional tidaknya aparat
penegak hukum untuk menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut
dan kemungkinan bagi penegak hukum untuk memperoses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang kongkret, dapat dilihat, diamati,
oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan.
Dalam hal suporter anarkis, aparat kepolisian telah berhasil
menangkap beberapa para pelaku tersebut, seperti contoh dalam
pertandingan final Piala Presiden antara Persib bandung melawan
Sriwijaya FC pada tanggal 18 oktober 2015, polres Bekasi
menangkap 113 suporter anarkis yang diduga sebagai provokator.
Meskipun kepolisian selalu menangkap suporter anarkis, tetap
saja masih ada superter anarkis hampir disetiap pertandingan sepak
bola Di Indonesia. Faktor yang mempengaruhinya adalah kurangnya
personel kepolisian dalam menjaga keamanan. Perbandingan jumlah
personil aparat kepolisian dengan jumlah masyarakat Indonesia adalah
1:575 yang artinya satu orang polisi menangani 575 orang. Sedangkan
dalam hal menangani suporter sepak bola, jumlah aparat kepolisian
yang ditugaskan kurang lebih antara 700 sampai dengan 1.600 orang.
Padahal jumlah suporter dapat mencapai 60.000 sampai dengan
100.000 orang.
Kurangnya jumlah personel kepolisian dalam menjaga
keamanan suatu pertandingan maka struktur hukum kurang efektuf
dalam menangani suporter anarkis.
3. Budaya Masyarakat.
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap
manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai,
pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat
kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi
kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang
baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum
selama ini. Secara sederhana, tingkat ketaatan masyarakat terhadap
hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.
Mengenai ketaatan masyarakat terhadap hukum, H. C. Kelman
membedakan tiga jenis yaitu:
a. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang
menaati suatu aturan, hanya karena ia takut terkena sanksi.
b. Ketaatan yang bersifat identifoication, yaitu jika seseorang
menaati peraturan, hanya karena takut hubungan baiknya
dengan pihak lain menjadi rusak
c. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang
menaati suatu aturan, benar-benar karena ia merasa bahwa
aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang
dianutnya.
Tindakan suporter anarkis salah satu contoh masyarakat yang
tidak taat terhadap hukum. Meskipun telah ada peraturan perundangundangan yang memberikan sanksi tegas dan aparat yang menjaga
setiap pertandingan, para suporter tetap berani untuk melakukan
kejahatan.
Kejahatan yang dilakukan superter anarkis adalah budaya
masyarakat yang timbul karena berbagai hal, antara lain adalah
fanatisme yang dapat merubah perilaku suporter menjadi anarkis
ketika klub kesayangannya kalah dalam bertanding. Ada tiga faktor
yang mempengaruhi fanatisme antara lain adalah:
a. Kebodohan, kebodohan yang membabi buta dengan tanpa
pengetahuan yang cukup hanya mengikuti suatu pilihan
dan hanya mengandalkan keyakinannya saja.
b. Cinta golongan/kelompok, mengutamakan golongannya
dari golongan di luarnya diatas segalanya.
c. Figur/sosok yang kharismatik, individu yang fanatik
berperilaku fanatik dikarenakan ada sosok yang dikagumi
dan dibesar-besarkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan teori Laurence Mier Friedman, dalam menangani suporter
anarkis, hukum masih belum efektif. Hal tersebut karena ketidakmampuan aparat
penegak hukum dalam menangani suporter anarkis yang jumlahnya melebihi
aparat sehingga aparat mengalami kesulitan untuk menindak suporter anarkis.
Selain itu budaya suporter fanatik yang merubah perilaku suporter menjadi
anarkis menyebabkan keberanian untuk tidak mentaati hukum yang telah berlaku.
Daftar Pustaka
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan
(Judicalprudence), Prenadamedia Grup, Jakarta, 2009
SKRIPSI “Peran Polisi dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap
Korban Kekerasan oleh Suporter Sepakbola di Daerah Istimewa
Yogyakarta
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/upaya-penegakan-hukum-pembentukan-budayahukum-atas-dasar-keadilan/
http://shohibulitmam.blogspot.co.id/2014/02/aliran-aliran-ilmu-hukum.html
http://retno-ayu-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-85497-Umum-Analisis
%20Kasus%20Menggunakan%20Teori%20Sistem%20Hukum
%20Lawrence.html
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suporter sepakbola merupakan kerumunan di mana diartikan sebagai
sejumlah orang yang berada pada tempat yang sama, adakalanya tidak saling
mengenal, dan memiliki sifat yang peka terhadap stimulus (rangsangan) yang
datang dari luar. Suporter sepakbola meski menonton pertandingan sepakbola
ditempat dan mendukung tim yang sama belum tentu mereka saling mengenal
satu sama lain, meski demikian mereka sangat peka terhadap stimulus yang
datang dari luar seperti ketika tim mereka nyaris mencetak gol atau ketika gol
tercipta, secara tidak langsung tanpa dikordinir mereka langsung menunjukkan
ekspresi yang sama yakni berteriak dan bersorak. Bahkan ketika terjadi kerusuhan
pun meski tidak saling mengenal tapi atas nama solidaritas supporter pendukung
kesebelasan yang sama, mereka langsung membantu rekan-rekannya ketika
kerusuhan terjadi.
Perilaku suporter baik itu perilaku yang bersifat negatif maupun positif
tentunya berpengaruhterhadap lingkungannya dan perilaku suporter selanjutnya.
Salah satu perilaku negatif suporter yang dampaknya benar-benar dirasakan oleh
masyarakat adalah perilaku anarkis seperti tindak kekerasan/tawuran antar
suporter, perusakan fasilitas umum dan melakukan tindakan kriminal seperti
penjarahan di mana perilaku mereka ini tidak hanya merugikan mereka dan klub,
tetapi juga berdampak pada masyarakat dengan menyisakan rasa takut/cemas
masyarakat terhadap suporter sepakbola hingga masyarakatpun memunculkan
stigma terhadap mereka.
selain itu kerugian materil akibat kerusuhan suporter dan juga perusakan
fasilitas umum tentunya menjadi hal yang sangat disayangkan. Perilaku suporter
sepakbola ini dianggap sebagai wujud masalah sosial dan hukum karena dampak
yang ditimbulkannya, baik itu yang berupa fisik seperti perusakan fasilitas umum
dan non fisik yakni rasa takut/cemas masyarakat ketika bertemu suporter
sepakbola. Berkaca pada persepektif disorganisasi sosial, perilaku anarkis suporter
sepakbola
ini
memang
merupakan
sebuah
masalah
sosial.
Hal
ini
jelasmenimbulkan banyak dampak negatif. Akibat yang ditimbulkan dari
terjadinya kerusuhan antar suporter itu sendiri, yaitu :
1. Timbulnya banyak korban luka-luka bahkan kematian bagi keduabelah
pihak suporter yang berseteru, penonton umum, dan masyarakat umum.
2. Kerusakan yang terjadi pada fasilitas-fasilitas yang berada di dalam
stadion. Jika kerusuhan terjadi di luar stadion, dapat merusak fasilitas
umum di jalanan, kendaraan, serta bangunan gedung atau rumah yang
terkena lemparan batu.
3. Trauma
yang
dialami
masyarakat
umum
terhadap
pertandingan
pertandingan sepakbola yang digelar. Penonton umum dan penikmat
sepakbola yang tidak terlalu fanatik menjadi cemas dan takut untuk
menyaksikan pertandingan sepakbola.
4. Kerugian yang dialami klub sepakbola tersebut karena terkena sanksi dari
Federasi sepakbola.
Dengan demikian harus ada tindakan aturan dan tindakan tegas yang
dilakukan oleh aparat untuk meminimalisir atau bahkan mencegah agar kejadian
seperti ini tidak terjadi. Masyarakat juga mempunyai peranan penting dalam
membantu terciptanya keharmonisan antar suporter sepak bola Di Indonesia
menindak para pelaku kerusuhan dan juga memberi perlindungan hukum terhadap
korban yang ditimbulkan dari dampak kekerasan yang terjadi oleh suporter sepak
bola.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah hukum positif Di Indonesia telah efektif dalam menangani suporter
anarkis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Efektifitas hukum Di Indonesia dalam menangani suporter anarkis
Menurut Lawrence Meir Friedman efektif atau tidaknya Penegakan hukum
bergantung pada Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya
masyarakat.
1. Substansi Hukum
Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai
sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu
dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh
orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan
yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.
Menurut Jhon Austin dari aliran hukum positif analitis, hukum
adalah perintah dari penguasa negara. Hakekat hukum terletak pada
unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang
tetap, Logis, dan tertutup. Dalam bukunya Austin mengatakan “A Law
is a command which obliges a person or person……laws and other
commands are said to proceed from superiors, and to bind or oblige
inferiors”.
Austin membedakan hukum dalam dua jenis yaitu Hukum dari
Tuhan untuk manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia. Austin
membedakan lagi hukum yang sebenarnya dan hukum yang tidak
tidak sebenarnya. Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dibuat
oleh penguasa dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya (hukum positif).
Sedangkan hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak
dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai
hukum. Hukum menurut aliran ini harus memiliki empat unsur yaitu:
a. Perintah (command)
b. Sanksi (sanction)
c. Kewajiban (duty)
d. Kedaulatan (sovereignty)
Menurut C.G. Howard dan R. S. Mumners mengenai substansi
dalam hal faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum
yaitu relevansi aturan hukum secara umum, kejelasan rumusan dari
substansi aturan hukum, sosialisasi yang optimal kepada seluruh target
aturan hukum itu, sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, jika
hukum itu adalah perundang-undangan, maka seyogianya aturan
bersifat melarang.
Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law),
bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).
Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau
sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundangundangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo
Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis
sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan
hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.
Dalam hal anarkis supporter Di Indonesia, kejahatan yang
dilakukan antara lain adalah perusakan, penganiayan dan penganiayan
sampai menyebabkan kematian. Substansi yang mengatur kejahatan
ini Di Indonesia adalah KUHP. Penganiayaan yang dilakukan oleh
suporter anarkis telah diatur dalam KUHP pasal 351 yang berbunyi:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Sedangkan mengenai perusakan diatur dalam KUHP pasal 170
yang berbunyi:
(1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan
kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selamalamanya lima tahun enam bulan.
Dengan adanya aturan hukum yang telah mengatur mengenai
penganiayaan dan perusakan fasilitas umum, maka dalam hal ini
substansi hukum sebagai salah satu bagian yang mempengaruhi
efektifitas hukum sudah terpenuhi.
2. Struktur Hukum
Struktur Hukum/Pranata Hukum Dalam teori Lawrence Meir
Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan
bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur
hukum berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 meliputi;
mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana
Pidana (Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh
undang-undang.
Sehingga
dalam
melaksanakan
tugas
dan
tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain.
Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et pereat
mundus”-meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Hukum
tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum
yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu
peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat
penegak
hukum
yang
baik
maka
keadilan
hanya
angan-
angan.Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan
penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat
penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi,
proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya.
Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan
peran penting dalam memfingsikan hukum. Kalau peraturan sudah
baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah.
Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas
penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih
terbuka.
Menurut C.G. Howard dan R.S. Mumners efektif atau tidaknya
aturan hukum tergantung pada optimal dan profesional tidaknya aparat
penegak hukum untuk menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut
dan kemungkinan bagi penegak hukum untuk memperoses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang kongkret, dapat dilihat, diamati,
oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan.
Dalam hal suporter anarkis, aparat kepolisian telah berhasil
menangkap beberapa para pelaku tersebut, seperti contoh dalam
pertandingan final Piala Presiden antara Persib bandung melawan
Sriwijaya FC pada tanggal 18 oktober 2015, polres Bekasi
menangkap 113 suporter anarkis yang diduga sebagai provokator.
Meskipun kepolisian selalu menangkap suporter anarkis, tetap
saja masih ada superter anarkis hampir disetiap pertandingan sepak
bola Di Indonesia. Faktor yang mempengaruhinya adalah kurangnya
personel kepolisian dalam menjaga keamanan. Perbandingan jumlah
personil aparat kepolisian dengan jumlah masyarakat Indonesia adalah
1:575 yang artinya satu orang polisi menangani 575 orang. Sedangkan
dalam hal menangani suporter sepak bola, jumlah aparat kepolisian
yang ditugaskan kurang lebih antara 700 sampai dengan 1.600 orang.
Padahal jumlah suporter dapat mencapai 60.000 sampai dengan
100.000 orang.
Kurangnya jumlah personel kepolisian dalam menjaga
keamanan suatu pertandingan maka struktur hukum kurang efektuf
dalam menangani suporter anarkis.
3. Budaya Masyarakat.
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap
manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai,
pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat
kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi
kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang
baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum
selama ini. Secara sederhana, tingkat ketaatan masyarakat terhadap
hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.
Mengenai ketaatan masyarakat terhadap hukum, H. C. Kelman
membedakan tiga jenis yaitu:
a. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang
menaati suatu aturan, hanya karena ia takut terkena sanksi.
b. Ketaatan yang bersifat identifoication, yaitu jika seseorang
menaati peraturan, hanya karena takut hubungan baiknya
dengan pihak lain menjadi rusak
c. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang
menaati suatu aturan, benar-benar karena ia merasa bahwa
aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang
dianutnya.
Tindakan suporter anarkis salah satu contoh masyarakat yang
tidak taat terhadap hukum. Meskipun telah ada peraturan perundangundangan yang memberikan sanksi tegas dan aparat yang menjaga
setiap pertandingan, para suporter tetap berani untuk melakukan
kejahatan.
Kejahatan yang dilakukan superter anarkis adalah budaya
masyarakat yang timbul karena berbagai hal, antara lain adalah
fanatisme yang dapat merubah perilaku suporter menjadi anarkis
ketika klub kesayangannya kalah dalam bertanding. Ada tiga faktor
yang mempengaruhi fanatisme antara lain adalah:
a. Kebodohan, kebodohan yang membabi buta dengan tanpa
pengetahuan yang cukup hanya mengikuti suatu pilihan
dan hanya mengandalkan keyakinannya saja.
b. Cinta golongan/kelompok, mengutamakan golongannya
dari golongan di luarnya diatas segalanya.
c. Figur/sosok yang kharismatik, individu yang fanatik
berperilaku fanatik dikarenakan ada sosok yang dikagumi
dan dibesar-besarkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan teori Laurence Mier Friedman, dalam menangani suporter
anarkis, hukum masih belum efektif. Hal tersebut karena ketidakmampuan aparat
penegak hukum dalam menangani suporter anarkis yang jumlahnya melebihi
aparat sehingga aparat mengalami kesulitan untuk menindak suporter anarkis.
Selain itu budaya suporter fanatik yang merubah perilaku suporter menjadi
anarkis menyebabkan keberanian untuk tidak mentaati hukum yang telah berlaku.
Daftar Pustaka
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan
(Judicalprudence), Prenadamedia Grup, Jakarta, 2009
SKRIPSI “Peran Polisi dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap
Korban Kekerasan oleh Suporter Sepakbola di Daerah Istimewa
Yogyakarta
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/upaya-penegakan-hukum-pembentukan-budayahukum-atas-dasar-keadilan/
http://shohibulitmam.blogspot.co.id/2014/02/aliran-aliran-ilmu-hukum.html
http://retno-ayu-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-85497-Umum-Analisis
%20Kasus%20Menggunakan%20Teori%20Sistem%20Hukum
%20Lawrence.html