Iklan TV membangun realitas baru di Masy

HUKUM & ETIKA KOMUNIKASI BISNIS kelas B
Image VS Reality
Iklan TV membangun realitas baru di Masyarakat dan Melanggar Kode Etik Indonesia

Disusun oleh :
Agatha Lorenza Aronggear / 140905339

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2015

Iklan TV Membangun Realitas Baru di Masyarakat dan Melanggar Kode
Etik Indonesia

A. Pendahuluan.
Suatu Iklan merupakan cerminan nyata negaranya. Saat ini iklan sering kita jumpai
dimana saja tanpa batasan waktu. Bentuk-bentuk iklanpun tergolong banyak dari iklan cetak
hingga kini memasuki iklan yang berbasis digital. Namun untuk kategori iklan sendiri dapat
dibagi menjadi tiga yang direspon cepat oleh masyarakat Indonesia iklan radio, TVC dan Iklan
print ad. Ketiga bentuk iklan ini hingga sekarang masih digunakan dan dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia, walaupun dengan peminat yang berbeda-beda.
TVC sendiri merupakan singkatan dari Television Commercial atau kita menyebutnya
iklan TV. (definisi.com). Tvc sering kita jumpai melalui tayangan di televisi, dan Tvc tergolong
cepat diresap oleh masyarakat karena berbentuk gambar visual. Hal ini memudahkan masyarakat
untuk mengerti dan paham dengan tujuan dari Tvc itu sendiri. Tvcpun Memiliki daya
penyampaian dan pengaruh yang kuat karena dapat memberikan kombinasi antara suara dengan
gambar(yang bergerak). Memudahkan para audiensnya untuk memahami yang diiklankan. Tidak
memerlukan keahlian dan kemampuan membaca seperti pada media cetak. (kelebihan dan
kekurangan, 2012). Meskipun demikian Tvc juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan dari
Tvc ini berupa biaya dari Tvc itu sendiri mahal, penyampaian pesan dan masyarakat hanya dapat
menikmati iklan ini sebentar saja.
Iklan Tvc biasanya menggunakan media TV dan diputar disela - sela jeda acara di tv.
Iklan Tvpun harus kreatif dan tidak menyinggung. Iklan TV dapat memeberi efek yang besar
bagi para penonton terkhususnya masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki potensi
tinggi dalam menonton Tv. Selain sinetron dan film yang memiliki dampak besar bagi
penontonnya iklan Tvpun berpengaruh dalam penempatan persepsi bagi masyarakat. Beberapa
kasus terjadi karena kesalahan pihak agensi maupun pihak pengiklan yang menayangkan iklan di
Tv. Masyarakat Indonesia memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu, maka
untuk itu iklan Tvpun harus membuat iklan yang bisa diterima oleh semua kalangan. Iklan Tv


harus sesuai dengan pandangan msyarakat Indonesia pada umumnya dan tidak menyimpang dari
norma yang ada. Iklan Tvpun mampu membuat para penontonnya cepat terpengaruh dengan
gambar visual membuat suatu produk menjadi lebih lebih memilih nilai tambah. Disisi lain iklan
juga berguna bagi komunikasi, penyampaian informasi, dan pesan mengenai suatu produk
kepada target konsumen produk teresebut. Iklan Tv menyajikan isi pesannya agar lebih
informatif dan menarik dengan memberikan hasil gambar yang bagus, dan sentuhan audio visual
yang menarik dan modern sehingga penonton akan lebih percaya dengan yang ditampilkan di Tv.

B. Iklan Tv di Indonesia
Iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, jasa oleh
sponsor tertentu yang harus dibayar. (Kotler, 2005 : 277). Iklan Indonesia sendiri diawali dengan
iklan cetak yang biasa saja, terkesan jujur dan langsung pada intinya. Pada 1930 muncul konsep
positioning, 1950-1972 terdapat 21 perusahaan iklan di Jakarta, 1950 penggunaan logo pada
produk/layanan perusahaan (tokoh kartun), 1952 PT Balai Iklan, 1967 InterVista Ltd, Inc, 1969
masuk biro iklan asing: Benson SH Ltd., Ogilvy and Mather. Selain itu Harus diakui, bahwa
tokoh periklanan pertama di Indonesia adalah Jan Pieterzoon Coen, orang Belanda yang menjadi
Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1619-1629. Toko ini bukan hanya bertindak
sebagai pemrakarsa iklan pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai pengiklan dan perusahaan
periklanan. Bahkan dia pun menjadi penerbit dari Bataviasche Nouvelle, suratkabar pertama di
Indonesia yang terbit tahun 1744, satu abad setelah J.P. Coen meninggal. (Vinsensius, 2008).

Belum banyak yang tahu kapan iklan mulai menghiasi layar kaca di Indonesia. Yang
jelas, iklan televisi baru muncul tak lama setelah ada stasiun Televisi Republik Indonesia, pada
24 Agustus 1962. Perusahaan iklan InterVisa, yang tercatat sebagai perintis masuknya iklaniklan komersial di TVRI ada beberapa karya mereka yang bahkan masi di Ingat oleh sebagian
masyarakat Indonesia. Iklan- iklan yang dihasilkan oleh InterVisa Indonesia diantaranya susu
kental manis, Produk beer, produk rokok, dan iklan vespa. Pada tahun 1963. Dunia periklanan
mulai marak saat muncul stasiun televisi swasta pada akhir tahun 80-an. Stasiun televisi pertama
yang berdiri Rcti, kemudian di ikuti oleh Sctv, Mnc TV, Antv, Indosiar. Hingga pada tahun 2000an muncul berbagai stasiun TV dan diikuti pula dengan penayangan iklan pada stasiun-stasiun

TV ini. Hal ini mendorong masyarakat Indonesia akhirnya tertarik dan menyukai iklan TV. Pada
tahun 90-an, ada stasiun televisi yang membuat kuis bernama: "Kuis Promosia", yang isinya
lomba menebak iklan-iklan yang ada di televisi. Presenternya saat itu adalah komedian Ulfa
Dwiyanti. Seiring dengan berjalannya waktu, iklan-iklan yang muncul di televisi menjadi
penanda laris tidaknya sebuah acara. Semakin banyak iklan menghiasi sebuah acara, pertanda
acara tersebut disukai oleh banyak orang. Para pengiklan memburu acara-acara yang ditonton
oleh banyak pemirsa. (Khumaini, 2014).
Hingga saat ini iklan Tv Indonesia dinilai baik dan bagus. Selain itu iklan Tv di Indonesia
dinilai mampu mengikuti zaman yang modern. Iklan Tv di Indonesiapun mampu bertahan
meskipun kini telah berkembang media baru yakni digital. Iklan Tv menempatin tingkat tertinggi
hal ini didukung oleh frekuensi menonton masyarakat Indonesia yang besar. Kehadiran
Gadgetpun tidak mengurangin perkembangan iklan Tv di Indonesia. Menurut hasil survei

perusahaan konsultan brand Millward Brown, selain memiliki jumlah pengguna yang jauh lebih
banyak, para pemirsa Indonesia juga lebih peka terhadap iklan-iklan di TV dibanding perangkat
teknologi lainnya. Survei dilakukan kepada sekitar 400 orang berumur 16 hingga 45 tahun di
Indonesia yang memiliki akses ke smartphone atau tablet dan sebuah TV. 46 persen responden
menjawab bahwa mereka menyambut baik iklan yang ada di TV dibanding yang ada di
smartphone (25 persen), laptop (24 persen), dan tablet (27 persen). Dalam hal jumlah perhatian,
televisi juga merupakan medium paling kuat di antara semuanya dengan 67 persen, walau
smartphone, laptop, dan tablet tetap mendapatkan lebih dari 50 persen perhatian para responden.
(Lukman, 2014).
Selain itu ada penelitian lainnya berdasarkan kepercayaan masyarakat Indonesia dengan
iklan Tv di Indonesia sendiri. Penelitian ini menyatakan hal yang sama bahwa masyarakat
Indonesia hingga saat ini masih percaya dengan iklan Tv. Perusahaan informasi dan riset, Nielsen
baru mengadakan survei global terhahdap 30 ribu responden online dari 60 negara, termasuk
Indonesia menyangkut kepercayaan konsumen terhadap iklan. Hasilnya, delapan dari 10
konsumen di Tanah air masih percaya pada iklan di televisi. (Aria, 2015).

C. Iklan Tv Membangun Realitas Sosial Baru kepada Masyarakat Indonesia
Iklan juga menjadi salah satu sarana komunikasi yang efektif dalam penyampaian suatu
pesan kepada target audiens. Komunikasi dalam media dapat sangat mempengaruhi sikap dan
perilaku kita, secara langsung atau tidak kita menerima apa yang disampaikan oleh media dan

kemudian menerapkannya. Media merefleksikan budaya moral yang ada pada masyarakat.
Kitapun tidak dapat menghindari media dan pengaruh media pada kita dalam beberapa cara dari
dampak baik maupun buruk.(Bivins, T. 2014 : 1). Iklan Tv yang modern ternyata tidak
selamanya dapat memberikan dampak positif. Maksud tujuan dari iklan televisipun tidak
selamanya sesuai dengan persepsi yang ada dimasyarakat. Dalam membuat iklan para
pengiklanpun harus dapat memperhatikan etika periklanan. Indonesiapun dikenal dengan Negara
yang mengutamakan etika dan moral. Indonesiapun memiliki beragam suku bangsa yang
memiliki etika dan kebudayaan serta kebiasaan yang berbeda-beda. Inilah yang menyebabkan
iklan Tv harus memperhatikan dengan benar etika dalam iklan agar tidak menyinggung pihak
manapun.
Beberapa iklan Indonesia dinilai bagus lucu dan kreatif. Banyak iklan yang dipakai untuk
bahan tawaan dan bahan diskusi di antara masyarakat Indonesia. Namun, Jika diperhatikan iklan
TV menunjukkan adanya kekuatan yang beda dalam membangun realitas sosial. Dimana iklan
Tv memuat ulang ralitas sosial ke dalam inti pesan iklan dan hal ini dapat diubah oleh pengiklan.
Pengiklan dapat saja membangun realitas soial yang baru misalnya dari gaya hidup, ekonomi,
dan lingkunga sosial. Gaya hidup dapat digambarkan dengan kehidupan glamour, dari sisi
ekonomi menunjukkan adanya kondisi Negara yang stabil dan dari lingkungan sosial
digambarkan kehidupan yang individual dan modern. Hal ini tentu berbalik kenyataan kondisi
Negara Indonesia sendiri. Kenyataan seperti itu dipertegas lagi lewat kritiknya Guy Debord yang
dikemas dalam Society of the Spectacle . Menurut pemikir Perancis seperti dikutip Yasraf Amir

Piliang mengatakan, 4 iklan, televisi, media cetak dan pameran dagang, kini tidak lagi sekadar
wacana untuk mengkomunikasikan produk atau trend baru. Tetapi lebih berkembang menjadi
bentuk tontonan massa. Maka wacana produksi dan konsumsi di kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung, adalah sebuah teater konsumerisme. Dengan mal
sebagai panggungnya, iklan sebagai media komunikasinya, konsumen sebagai aktornya dan gaya
hidup sebagai temanya.(jurnal haruskah iklan dihapus).

Adapun contoh dari iklan – iklan Tv yang dinilai menyimpang dari sisi etika maupun
iklan yang membangun realitas baru di masyarakat. Diantaranya, JAKARTA: Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) melalui surat No. 332/K/KPI/05/12 tertanggal 31 Mei 2012 mengimbau seluruh
stasiun televisi di Indonesia tidak menayangkan iklan "Jagoan Neon" yang memuat adegan 4
orang anak yang sedang bersepeda dan berhenti di depan jurang dan melompat. Hal tersebut
dikarenakan adanya adegan melompati jurang yang dilakukan anak-anak yang takutnya dapat
ditiru oleh anak lain yang menonton. (Iklan televisi, 2012). Iklan lainnya seperti iklan rokok,
dimana dalam penayangan beberapa detik iklan rokok menampilkan realitas sosial yang berbeda
dengan kondisi Indoensia. Dalam satu iklan rokok yakni Djarum Super Mild, yang menunjukkan
4 orang aktor iklan yang sedang menjalahi suatu tempat dan disana ditunjukkan gaya yang
glamour, mewah kita dapat menilainya dari atribut yang digunakan. Salah stau atribut dalam
iklan tersebut adalah Flyboard. Flyboard merupakan salah satu sarana olahraga atau penyaluran
hobbi yang masih dalam kategori mahal bila digunakan oleh masyarakat luas. Untuk harga sewa

permainnya pengguna harus mengeluarkan Rp. 500.000,- lebih. Hal ini bertolak belakang dengan
realitas sosial yang ada di masyarakat. Kemudian terdapat juga iklan TV Betadine Feminim
Hygines yang menggugunakan “Fakta Bicara”, hal ini berpotensi melanggar EPI karena
ditayangkan di luar klasifkasi jam tayang dewasa. EPI yang dilanggar adalah BAB IIIA No.
4.3.1, yaitu “produk khusus orang dewasa hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga 05.00
waktu setempat”, selain itu juga EPI BAB IIIA No. 2.8.2 yang menjelaskan bahwa: “produkproduk yang bersifat intim harus ditayangkan pada waktu penyiaran yang khusus untuk orang
dewasa.”(Putra, 2012). Beberapa kasus ini kita dapat melihat adanya perbedaan antara iklan
dengan realitas masyarakat Indonesia. Pengiklan rata-rata melakukan ini karena dorongan dari
client dan permintaan client.
Periklanan merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi kelompok atau masyarakat
terhadap suatu produk dengan menonjolkan kelebihannya untuk proyeksi jangka panjang.
Artinya, bila produsen mengiklankan produk tertentu, misalnya obat flu, maka diperlukan waktu
yang cukup lama untuk meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut memang baik. (pdf
40205). Dari kasus diatas membuktikan bahwa realitas yang digambarkan dalam iklan bukanlah
realitas yang sebenarnya terjadi diantara masyarakat. Iklanpun cenderung menampilkan sesuatu

yang berlebihan, sebagin gambarnya dibatasi, sehingga tidak menampilkan realitas sosial yang
ada. Tugas utama iklan televisi adalah menjual barang atau jasa bukan menghibur. Horace
Schwerin melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara rasa suka kepada iklan-iklan dan
termakan iklan tersebut (Ogilvy,1987:170). Artinya jika seorang penonton yang termakan atau

tergiur oleh suatu iklan dan terkena dampak iklan itu sendiri beda dengan seorang yang
mengagumi suatu iklan.
Memang belum terlihat dengan jelas pengaruh iklan pada Masyarakat. Namun sebagian
dampak telah terasa. Contohnya ditengah modernnya zaman ini. Masyarakatnya yang sudah
modern akhirnya menjadi berlebihan dalam pola mengonsumsi barang bahkan yang tidak
dibutuhkan sekalipun dibeli. Kebanyakan masyarakat mengonsumsi barang bukan karena faktor
atau kebutuhan ekonomi namun karena korban iklan, pengaruh dari isi iklan tersebut. Hal ini
membuat gaya hidup masyarakat menjadi berbeda. Para konsumen menjadi lebih memilih gaya
hidup yang tinggi dan mengabaikan kewajibannya.

D. Image vs Reality
Jika kita telah paham dengan tujuan dari iklan itu sendiri kita tidak akan terpengaruh
dengan segala bentuk isi iklan. Pada dasarnya rasa keingintahuan pada setiap individu itu besar.
Hal inilah yang mendorong manusia gampang terpengaruh iklan. Iklan Tv mendapatkan nilai
lebih dibanding bentuk iklan lainnya. Ganmbar, visual dann audio yng dapat disesuaikan
keinginan si pengiklan atas dasar Client, memperkuat iklan Tv sendiri. Dalam buku Thomas
Bivins yang berjudul Mixed Media pada chapter 5 hal 128, membahas mengenai kebenaran
dalam iklan dimana konteks merupakan konsep yang lebih ambigu untuk iklan dan hubungan
masyarakat. Meskipun berita perlu muncul dalam konteks yang lebih luas dari pengaturan dalam
rangka meningkatkan pemahaman, pengaturan kontekstual informasi untuk kedua iklan dan

hubungan masyarakat dapat lebih sempit. Misalnya, iklan televisi hanya perlu ditempatkan
dalam konteks realitas sendiri, dan kenyataan yang sering dibuat hanya untuk produk yang
(dalam literatur, ini disebut verisimilitude).

Realitas Negara Indonesia sendiri merupakan Negara berkembang. Masyarakat
Indonesiapun masih dalam tingkat pengangguran yang tinggi. Tidak hanya itu tingkat oendidikan
yang rendah masih dirasakan di daerah – daerah terpencil Indonesia, akses pengomatan
kesehatandinilai sulit untuk didapati oleh masyarakat Indonesia. Namun lima kota besar di
Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung dan Makasar merupakan kota – kota yang
banyak menjadi korban iklan. Lima kota ini tergolong besar, maju dan modern. Pengiklan
seharusnya membuat iklan berdasarkan kenyataan yang ada. Pengiklan atau suatu agenda iklan
membuat iklan didsasari oleh keinginan Client. Hal ini karena agensi iklan bekerja berbasis
Client artinya clientlah yang akan membiayai hidup pengiklan dari hasil kerja mereka.
Penyampaian kebenaran menjadi nilai utama bagi semua media, akan tetapi hal – hal
yang mendasari kebenaran itu terlihat berbeda dari tiap media. Masyarakat adalah Stakeholder
utama pada setiap aktivitas media. Cara yang paling instruksional untuk melihat perbedaan
utama antara media adalah dengan melihat dua aspek penting yakni tujuan dan loyalitas mereka
(Bivins, T. 2004 :13, 1). Maka itu kita tidak dapat menyalahkan hanya pada pihak pengiklan
namun kita harus melihat apa sebenarnya tujuan ikla tersebut karena seorang advertiser
mempunyai loyalitas dalam bekerja kepad clientnya. Inilah yang mendorong sebagian iklan

masih ada yang menyeleweng dari aturan Etika Periklanan Indonesia. .
1. Etika Periklanan
Etika komunikasi adalah suatu unsur penting yang harus di pahami oleh kreator iklan ini
berfungsi untuk memenuhi fungsi utama media sebagai alat komunikasi kepada khalayak dan
memninimaliskan dampaknya kepada sosial. Indonesia memiliki EPI yaitu Etika Pariwara
Indonesia. Etika periklanan merujuk pada etika komunikasi juga mengeimplementasi
kesetaraan gender. Dimuat dalam poin Etika Pariwara Indonesia yang berbunyi :
Mengukuhkan paham kesetaraan gender, bukan sekedar persamaan hak, perlindungan
ataupun pemberdayaan terhadap perempuan. EPI atau Etika Pariwara Indonesai menyusun
pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan yakni Tata Krama (Code of
Conducts) dan Tata Cara (Code of Practices) . dalam Tatanan Tata karma terdapat kebijakam
publik yang mengatur suatu iklan dan publik diantaranya :

2.24 Kebijakan Publik
Iklan kebijakan publik (iklan pamong, iklan politik, dan iklanPemilu/Pilkada), harus
memenuhi ketentuan berikut:
2.24.1 Tampil jelas sebagai suatu iklan.
2.24.2 Tidak menimbulkan keraguan atau ketidaktahuan atas identitas pengiklannya.
Identitas pengiklan yang belum dikenal secara umum, wajib mencantumkan nama dan
alamat lengkapnya.

2.24.3 Tidak bernada mengganti atau berbeda dari suatu tatanan atau perlakuan yang sudah
diyakini masyarakat umum sebagai kebenaran atau keniscayaan.
2.24.4 Tidak mendorong atau memicu timbulnya rasa cemas atau takut yang berlebihan
terhadap masyarakat.
2.24.5 Setiap pesan iklan yang mengandung hanya pendapat sepihak, wajib menyantumkan
kata-kata “menurut kami”, “kami berpendapat” atau sejenisnya.
2.24.6 Jika menyajikan atau mengajukan suatu permasalahan atau pendapat yang bersifat
kontroversi atau menimbulkan perdebatan publik, maka harus dapat – jika diminta –
memberikan bukti pendukung dan atau penalaran yang dapat diterima oleh lembaga
penegak etika, atas kebenaran permasalahan atau pendapat tersebut.
2.24.7 Terkait dengan butir 2.24.6 di atas, iklan kebijakan public dinyatakan melanggar etika
periklanan, jika pengiklannya tidak dapat atau tidak bersedia memberikan bukti
pendukung yang diminta lembaga penegak etika periklanan.
2.24.8 Jika suatu pernyataan memberi rujukan faktual atas temuan sesuatu riset, maka
pencantuman data-data dari temuan tersebut harus telah dibenarkan dan disetujui oleh
pihak penanggungjawab riset dimaksud.
2.24.9 Tidak boleh merupakan, atau dikaitkan dengan promosi penjualan dalam bentuk apa
pun.

Maka itu pengiklan haruslah memperhatikan resiko dalam mengiklankan produk Client. Jika
masih terdapat kesalahan dalam iklan maka akan ada sanksi sesuai dengan pelanggaran. Terdapat
tiga kategori persoalan dalam periklanan, Nature and content of advertising, Aggregate effect of
advertising on values and life style dan, Effect on society’s economic well-being. Selain itu

Bentuk

sanksi

terhadap

pelanggaran

memiliki

bobot

dan

tahapan,

sebagai berikut, Peringatan Pelanggaran, Perintah Pencabutan / Penghentian dan Rekomendasi
Sanksi.

E. Profesional Pengiklan dan Hubungan dengan Client
Kebanyakkan orang akan mengira Iklan dan Humas memiliki tugas dan tanggung jawab
yang sama. Iklan dan Humas memiliki kesamaan dalam hal Client. Client adalah seseorang yang
akan melakukan kontrak dengan kita (pengiklan dan Humas), sedangkan konsumen orang yang
menggunakan jasa atau produk dan tidk memiliki kewajiban kontrak. Iklan dibuat oleh suatu
agensi iklan yang berbasis Client atrtiny Clientlah tujuan utama mereka. Dalam buku Thomas
Bivins dalam chaper 3 dalam buku Mixed Media menjelaskan mengenai professional media dan
Client. Selain itu Iklan dan Humas dapat dikatakan praktek mereka berorientasi pada advokasi.
Seorang pengiklam haruslah bersikap professional dalam bekerja. Namun pada dasarnya kita
akan bekerja professional berdasarkan Client.
Iklan harus bekerja secara professional kepada Clientnya agar dapat dipercayai oleh
Client. Contonhnya pengiklan akan membuat suatu Campaign untuk suatu produk Client.
Nantinya Clientlah yang akan memilih diman, prosuk apa yang di pakai dan memutuskan apakah
ide dari pengiklan dipakai atau tidak. Namun terkadang Client tidak memikirkan baik atau
buruknya ide mereka. Profesional iklan haruslah memberi saran atas keputusan mereka.
Meskipun keyakinan umum menyuarakan bahwa loyalitas utama pengiklan adalah Client.
Artinya kita tidak boleh mengabaikan pihak ketiga atau masyarakat luas. Maka itu kebanyakan
professional agensi akan memilah dan selektif dalam pengambilan keputusan, dan menerima
Client. Akhirnya profesiona; dapat menerima atau menolak Client yangt tidak memenuhi standar
moral dan etika mereka.

F. Kesimpulan
Iklan merupakan cerminan nyata negaranya. Iklan muncul dengan berbagai bentuk dan
kualitas dari antara banyak iklan, iklan Tv atau yang biasa di sebut dengan TVC meiliki peminat
yang paling tinggi. Ini disukung dengan tingkat menonton masyarakat Indoenesia yang tinggi.
Iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, jasa oleh sponsor
tertentu yang harus dibayar. (Kotler, 2005 : 277). Iklan sendiri muncul pada tahun 1930. Pada
masa penjajahan iklan telah mewarnai bangsa Indonesia. Hingga saat ini iklan sendiri telah
masuk dalam kategori media digital. Iklan juga menjadi salah satu sarana komunikasi yang
efektif dalam penyampaian suatu pesan kepada target audiens. Komunikasi dalam media dapat
sangat mempengaruhi sikap dan perilaku kita, secara langsung atau tidak kita menerima apa yang
disampaikan oleh media dan kemudian menerapkannya. Tanpa disadari iklan dapat membangun
realitas sosial baru yang berbeda dengan kondisi masyarakat Indonesia sendiri.
Beberapa iklanpu pernah melanggar etika Indonesia. Contohnya seperti iklan jagoan
neon, iklan rokok dan iklan Betadine Feminim Hygines. Ketiga iklan ini dinilai telah melanggar
kode etik iklan Indonesia. Selain itu jika iklan diputar berulang-ulang kali akan membentuk suatu
persepsi baru. Hal inilah yang akan berbalik dengan kenyataan dan kondisi Indonesia. Namun
kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada pengiklan. Iklan dibuat oleh suatu agensi iklan
yang berbasis Client atrtinya Clientlah tujuan utama mereka.
Pengiklan akan berkerja sesuai dengan keinginan Client. Darisinilah muncul iklan
bermasalah dan melanggar, karena keinginan Client terkadang mereka tidak memikirkan baik
buruk dampak dari iklan mereka. Profesional iklan haruslah memberi saran atas keputusan
mereka. Maka itu, itu kebanyakan professional agensi akan memilah dan selektif dalam
pengambilan keputusan, dan menerima Client. Akhirnya profesiona; dapat menerima atau
menolak Client yangt tidak memenuhi standar moral dan etika mereka.

G. Daftar Pustaka
Aria, P. ( 2015 Oktober 06). Delapan dari 10 konsumen Indonesia percaya ilan tv. Diakses dari:
Tempo.com.http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/06/090706759/delapan-dari10-konsumen-indonesia-percaya-iklan-tv
Bivins, T. (2004). Mixed media. Mahwa New Jersey London. Lawrence elbraum associates
publisher.
Iklan televisi : kpi tegur iklan jagoan neon. (2012 Juni 02). Diakses dari : Bisnis.com.
http://kabar24.bisnis.com/read/20120602/79/79557/iklan-televisi-kpi-tegur-iklan-jagoanneon
Kelebihan

dan

kekurangan

media

iklan.

(2013

Desember

12).

Diakses

dari

:

http://www.uterogroup.com/news/kelebihan-dan-kekurangan-media-iklan.app
Khumaini, A. (2014 November 15). Sejarah iklan televisi di Indonesia. Diakses dari :
Merdeka.com http://www.merdeka.com/peristiwa/sejarah-iklan-televisi-di-indonesia.html
Lukman, E. (2014 Juni 02). Seberapa efektifkah iklan tv di Indonesia. Diakses dari :
https://id.techinasia.com/seberapa-efektifkah-iklan-di-tv-indonesia/
Ogilvy, David, Pengakuan Orang Iklan. (Jakarta: Pustaka Tangga,1987).
Putra, F, J, M. (2012 April 04). Tentang iklan yang melanggar kode etik. Diakses dari :
Pariwaraindonesia.com.http://www.pariwaraindonesia.com/index.php/id/suara/opini/ite
m/191-tentang-iklan-yang-melanggar-kode-etik
Philip Kotler,Kevin Lane Keller, 2005, Manajemen Pemasaran, PT Indeks
Tvc. Arti kata.diakses dari : http://www.arti-definisi.com/TVC
Vinsensius.

(2008

Januari

07).

Sejarah

periklanan

Indonesia.

Diakses

https://dictum4magz.wordpress.com/2008/01/07/sejarah-periklanan-indonesia/

dari

: