Permasalahan Pangan garam di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia.

Mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh
pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama, seperti diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan
Pemerintah

menyelenggarakan

pengaturan,

pembinaan,

pengendalian

dan


pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan
penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak
memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam,
merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Seperti yang kita ketahui Indonesia adalah negara maritim, yang memiliki
banyak laut dan pulau-pulau di sekitarnya, merujuk pada data Badan Informasi
Geospasial (BIG) menyebutkan total panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093
kilometer. Data baru itu merujuk hasil telaah teknik pemetaan Tim Kerja Pembakuan
Nama Pulau, Perhitungan Garis Pantai dan Luas Wilayah Indonesia. Data ini melebihi
panjang yang diumumkan PBB pada tahun 2008 lalu — 95.181 kilometer. Atau
bahkan dari angka yang sering dipergunakan berbagai pihak sebelumnya — 81.000
kilometer.
Negara Indonesia mengemban amanat untuk mewujudkan ketahanan pangan
sebagaimana Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 didukung dengan potensi
kelautan yang sangat luas, dengan melihat fakta, logikanya dengan garis pantai yang
sangat panjang tersebut belum lagi Negara Indonesia adalah negara dengan Iklim
Tropis, maka sangat mungkin Indonesia menjadi negara produsen garam terbesar di
dunia.
Data resmi menyebutkan bahwa rasio kebutuhan garam dalam negeri dengan
hasil produksi nasional tidak sebanding. Sesuai perhitungan kebutuhan garam dalam

1

negeri mencapai 3.251.691 ton, sementara produksi garam nasional hanya 1.113.118
ton. Untuk memenuhi kekurangannya tersebut diharuskan impor yang besarnya
mencapai 2.615.200 ton. (Pidato Menteri Kelautan di Kongres Garam Rakyat,
Bangkalan, Juli 2012)
Memang bukan hal yang aneh mengapa komoditas pangan garam ini menjadi
hal yang menarik dan penting untuk dikaji, Garam adalah salah satu komoditas
strategis karena termasuk kedalam sembilan kebutuhan bahan pokok masyarakat.
Garam tidak hanya digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, tetapi juga
digunakan untuk kebutuhan industri (farmasi, pertambangan, pupuk dan lain-lain).
Problematika garam nasional disebabkan karena beberapa permasalahan utama, yaitu
aspek produksi, infrastruktur, kelembagaan, pemasaran dan supply demand. Bila kita
menengok sejarah Indonesia pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, karena
komoditas garam ini penting dan cukup menguntungkan maka mereka memonopoli
komoditas garam ini berada di tangan pihak swasta. (Handbook of the Netherlands
Indies 1930:121).
Solusinya adalah dengan terus mempertahankan dan meningkatkan adanya
Ketahanan Pangan serta melalui berbagai program pemerintah yang mendukung
untuk tercapainya ketahanan pangan garam Nasional.

1.2

Perumusan Masalah
Dengan mempertimbangkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

dapat dirumuskan beberapa masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan Indonesia harus mengimpor garam?
2. Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan Garam nasional?
1.3

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan Indonesia harus mengimpor garam?
2. Untuk mengetahui Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan Garam nasional?
2

1.4

Manfaat Penulisan

Diharapkan karya tulis ini bermanfaat bagi pemerintah, masyarakat, dan

elemen-elemen penting lainnya, yang diharapkan kedepannya Indonesia bisa
mewujudkan ketahanan pangan garam nasional.

3

BAB II
TELAAH PUSTAKA
Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan
sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan
konsep “secure, adequate and suitable supply of food for everyone”. Definisi
ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank
Dunia (1986) serta Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang
setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to
sufficient food for a healthy life).”
Menurut

Food


Agriculture

Organization

(FAO)

menyatakan

bahwa

ketergantungan pasokan pangan impor bagi negara berpenduduk lebih besar dari 100
juta, akan membuat bangsa itu susah maju dan mandiri. Salah satu masalah serius
yang dihadapi bangsa Indonesia adalah kemandirian dan ketahanan pangan. Sebagai
negara yang dikaruniai sumber daya alam pertanian yang subur, bangsa kita justru
menghadapi persoalan ketahanan dan kemandirian pangan.
Politik pangan yang berpihak pada konsumen, dimana orientasi pemenuhan
kebutuhan konsumen akan komoditas garam juga bersifat pragmatis. Misalnya, untuk
menutup kekurangan kebutuhan garam domestik baik itu untuk konsumsi rumahan
atau kebutuhan Industri, maka pemenuhan kebutuhan konsumsi dengan mudah kita
lakukan dengan impor yang justru bisa berakibat fatal, baik itu dari segi biaya impor

yang perlu alokasi khusus dari APBN negara, belum lagi resiko para petani garam
yang dapat dipastikan akan terancam penghasilannya.
Sekarang ini, tantangan sektor pertanian garam kian kompleks. Tantangan yang
harus dijawab bukan hanya bagaimana pemerintah mampu meningkatkan produksi
dalam rangka menjaga ketahanan dan keamanan pangan, tetapi lebih dari itu, juga
menyangkut bagaimana meningkatkan kesejahteraan terhadap pelaku dalam sektor
pertanian pangan, seperti membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan
petani.
4

Harus diakui bahwa kebijakan sektor pertanian garam, pemerintah lebih banyak
memprioritaskan pada aspek produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen lokal,
sementara kesejahteraan dan kebutuhan petani justru masih terpinggirkan.

5

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
3.1


Dilema Indonesia Sebagai Pengimpor Garam
Tahun ini Indonesia dihadapkan pada permasalahan impor garam. Hal itu sesuai

dengan rapat Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi yang menyatakan
bahwa pihaknya segera menstabilkan harga garam untuk menjamin pasokan garam di
Indonesia.
"Bahwa permasalahan itu akan diselesaikan bersama. Memang masih ada
impor, terutama untuk garam Industri, tugas utama yaitu stabilisasi harga,
untuk menjamin supplay berbanding demand," ujar Luthfi usai Raker
Kemendag di Jakarta, Rabu (12/3/2014).1
Maka dari itu, penulis mencoba untuk menyampaikan faktor apa saja yang
mendesak Indonesia harus mengimpor garam, faktor-faktornya adalah sebagai
berikut:
1. Kinerja BUMN PT Garam Indonesia yang rendah.
PT. Garam (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara yang memiliki visi
menjadi perusahaan garam terkemuka di kawasan Asia Tenggara dan mampu
memberikan nilai tambah kepada pemangku kepentingan (stakeholder). Produksi dan
pemasaran garam bahan baku dan garam olahan PT. Garam (Persero) dari tahun
2004-2011 cenderung fluktuatif. Dan hal itu sesuai dengan yang di kritik oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menghasilkan garam.

Produktivitas PT Garam dianggap sangat rendah, padahal BUMN ini menerima
Penyertaan Modal Negara (PMN) miliaran rupiah. Produksi garam konsumsi PT
Garam pada tahun 2012 jauh dari harapan, yaitu hanya mampu memproduksi 340.000
ton. Padahal pada saat laporan pertama kepada Kementerian Perindustrian dapat
mencapai 385.000 ton.

1 kutip dari ekonomi.inilah.com.

6

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP, Sudirman Saad
mengatakan PT Garam memiliki lahan yang jauh lebih besar dari para petani garam.
Secara total, Sudirman mengatakan ada 5600 hektar yang dimiliki PT Garam. Maka
sangat disayangkan jika produksinya hanya 340.00 ton per tahun, yang artinya hanya
memproduksi 16,47 ton per hektar.
2. Penurunan jumlah Petani.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 menujukkan bahwa terjadi
penurunan jumlah industri rumah tangga unit usaha tani sebesar 16 persen dalam 10
tahun terakhir. Hal ini disinyalir disebabkan oleh beralihnya petani ke sektor industri
dan adanya alih fungsi lahan.

3. Anomali Cuaca dan Ketertinggalan Teknologi
Musim hujan juga memengaruhi tingkat penurunan produksi garam yang sangat
drastis. Iklim dengan curah hujan yang besar sangat tidak kondusif dalam pengolahan
garam yang sangat membutuhkan sinar matahari. Pada tahun 2013, hujan dengan
intensitas tinggi mengguyur kawasan Pantai Utara (Pantura) padahal sentra garam
terdapat di Pulau Jawa seperti Indramayu, Pati, dan Rembang. Selain itu teknologi
yang digunakan petani garam masih tergolong tradisional karena banyaknya para
petani yang masih mengandalkan sinar matahari sebagai media utama dalam
pembuatan garam lokal, berbeda dengan Australia contohnya, telah ada teknologi
yang dapat menyuling air laut sehingga bisa memperoleh garam dengan kualitas baik.
Untuk itu walaupun perairan Indonesia sangat luas, tetapi pengolahan garam
yang masih sangat tradisional pada kenyatannya menjadi penghambat efisiensi,
kualitas dan kuantitas produksi garam lokal.
4. Produk Garam Petani Lokal yang Belum Memenuhi Permintaan Nasional.
Selama ini pasar dalam negeri membutuhkan dua jenis garam, yaitu garam yang
diperuntukkan untuk konsumsi dan industri. Garam kosumsi dengan NACL sebesar
7

94,7 persen digunakan tidak hanya untuk konsumsi tapi juga pengasinan dan untuk
kosumsi makanan manusia dan ternak. Sedangkan, garam Industri dengan kadar

NACL 97 persen atau kadarnya lebih tinggi dari garam konsumsi, banyak digunakan
untuk industri kulit, farmasi dan tekstil.
Kebutuhan garam untuk industry 100 persen harus impor. Sedangkan untuk
kebutuhan garam kosumsi dilakukan lebih pada penyerapan garam lokal,
kekurangannya baru dipenuhi lewat impor. Secara nasional kebutuhan garam
mencapai 3,3 juta ton. Sementara produksi garam nasional hanya 1.113.118 ton.
Untuk memenuhi kekurangan harus impor.
Total garam yang diimpor selama Januari 2014 mencapai 278 ribu ton atau naik
78% secara volume. Sedangkan nilai impornya mencapai US$ 13,4 juta atau naik
75% secara nilai impor. Pada periode yang sama tahun lalu, bulan Januari 2013,
impor garam tercatat hanya sebesar 156 ribu ton dengan nilai impor US$ 7,7 juta.
Berdasarkan perhitungan suplai-kebutuhan, total kebutuhan garam Indonesia adalah 3
sampai dengan 3,2 juta, yakni dengan perincian untuk garam konsumsi, pengawetan
ikan, dan sebagainya sekitar 1,2 sampai dengan 1,4 juta ton dan garam industri 1,8
juta ton. Pada tahun 2004 hingga 2012, volume impor garam setiap tahunnya
meningkat.
Berikut adalah data-data impor garam Indonesia terhadap luar negeri:
a) Australia, yang merupakan pemasok garam terbesar untuk Indonesia. Pada bulan
Juni 2013, impor garam yang dilakukan Indonesia dari Australia mencapai 111
ribu ton atau US$ 5,4 juta. Sementara, bulan sebelumnya (yaitu Mei 2013) garam

impor yang masuk dari Australia adalah sebesar 98 ribu ton atau US$ 4,8 juta.
Secara kumulatif (bulan Januari hingga Juni 2013), impor garam dari Australia
tercatat 733 ribu ton atau US$ 34,2 juta.
b) India, pada bulan Juni tahun 2013, India memang tidak memasok garam ke
Indonesia. Namun untuk bulan Mei 2013, garam impor dari India mencapai 47
ribu ton atau senilai US$ 1,97 juta. Jika diakumulasi selama 6 bulan pada tahun
2013, total impor garam dari India adalah 189 ribu ton atau US$ 7,89 juta.
8

c) Jerman, dengan volume impor di bulan Juni 2013 mencapai 34 ton atau US$ 119
ribu. Bulan-bulan sebelumnya, impor garam dari Jerman tidak terlalu berbeda
jauh. Dalam tempo enam bulan, impor garam dari Jerman mencapai 177 ton atau
US$ 445 ribu.
d) Selandia Baru, impor garam dari Selandia Baru pada bulan Juni 2013 mencapai
48 ton atau US$ 19 ribu. Sementara pada bulan Mei 2013, garam impor dari
Selandia Baru mencapai 480 ton atau US$ 194 ribu. Sementara pada periode
Januari hingga Juni 2013, total impor garam dari Selandia Baru mencapai 816 ton
atau US$ 325 ribu.
e) Singapura, jumlah impor garam dari Singapura pada bulan Juni 2013 mencapai
293 kg atau US$ 1.012. Selama bulan Januari hingga Juni 2013, garam impor dari
Singapura yang masuk mencapai 7,2 ton atau US$ 57 ribu. Selain itu ada
kumpulan negara-negara lain dengan total impor garam selama bulan Juni sebesar
25,3 ton atau US$ 4.370 dan selama kurun waktu 6 bulan pada tahun 2013 sebesar
663,9 ton atau US$ 142 ribu.
Itulah data-data dan fakta yang menunjukan bahwa Indonesia dalam
pemenuhan kebutuhan garam domestik sangat tergantung dengan Impor garam dari
luar negeri.
5. Kalahnya Kualitas, Harga dan Ongkos Garam Lokal.
Menurut Ismail Muda Nasution selaku Manager Marketing PT Garam
Indonesia, garam impor jauh lebih murah dari garam lokal. Untuk jenis “K1”
(terbaik) dihargai Rp 750 dan “K2” Rp 550. Padahal untuk garam impor paling tinggi
“K1” Rp 400 sampai Rp 450, perbedaan harga garam lokal dan impor terjadi karena
daya saing logistik di Indonesia masih kalah.
Menurut Sudirman Saad (Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan), ongkos kirim dari Madura (Jawa)
menuju ke Belawan (Medan) hanya Rp 300 per kilogram, sedangkan dari India
menuju ke Belawan hanya Rp 125.
9

3.2

Usaha Mewujudkan Ketahanan Pangan Garam Nasional
Pemerintah menargetkan produksi garam Indonesia mencapai 3,3 juta ton tahun

ini, dan telah mencanangkan swasembada garam tahun 2015. Mengingat potensi
sumber daya alam Indonesia memiliki peluang untuk dapat memenuhi kebutuhan
garam nasional. Bahkan ke depannya pemerintah mentargetkan Indonesia menjadi
negara eksportir garam.
Program tahun depan, diharapkan mengalami swasembada, beberapa yang akan
ditempuh demi terwujudnya ketahanan pangan garam Nasional adalah sebagai
berikut:
1. Pemerintah memberikan subsidi hingga Rp 5 juta untuk satu petani garam agar
meningkatkan produksi garam lokal, sehingga angka kenaikan impor garam bisa
dikurangi. Hal itu didukung dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
nilai dan volume impor garam di awal tahun 2014 meningkat signifikan. Kenaikan
volume dan nilai impor garam pada bulan Januari 2014 dibandingkan Januari
tahun lalu melonjak di atas 70%.
2. Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar). Bantuan Pugar kepada para petani
garam itu berupa perbaikan sarana dan prasarana, serta perbaikan infrastruktur
jalan dan irigasi. Contohnya, irigasi yang akan dialirkan untuk lahan tambak
garam, dan perbaikan jalan akses menuju lahan garam, serta bantuan beragam
jenis bantuan material lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan produksi.
3. Peningkatkan produksi garam dalam negeri melalui inovasi dan teknologi.
Peningkatan produksi garam dengan inovasi bisa mencapai 47% dari 70 ton per
hektar dan cara konvensional menjadi 100 ton per hektar.2 Dari sisi kualitas,
menurut Alex, akan terjadi peningkatan dari 80% menjadi 94% dan butuh 4% lagi
untuk industri.

2 Dikutip dari pernyataan Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Alex SW Retraubun Senin
(15/4)

10

Badan Pengkajian Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian,
telah meluncurkan dua inovasi teknologi tepat guna pegaraman yang siap
diaplikasikan di sentra garam rakyat. Pertama, proses pembuatan garam NaCl
dengan media isolator pada meja kristalisasi (nomor pendaftaran paten ID POOS3348). Kedua, proses produksi garam beryodium di lahan pegaraman pada meja
kristalisasi dengan media isolator (nomor pendaftaran paten P00201300197).
4. Revolusi Biru (blue revolution) yang dicanangkan oleh mantan Menteri Kelautan
dan Perikanan, Ir. H. Fadel Muhammad Al-Haddar. Revolusi Biru adalah
perubahan cara berpikir yang sebelumnya terfokus pada daratan, lalu dialihkan ke
laut yang memiliki banyak potensi, sehingga potensi di dalamnya bisa diefektifkan
kemanfaatannya. Untuk itu, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan juga
mendorong pemanfaatan potensi yang ada dengan memberikan dana bantuan bagi
para sarjana untuk berwiraswasta di bidang kelautan dan perikanan. Telah
disiapkan paket-paket bantuan jangka pendek mulai Rp 5 juta sampai dengan Rp
15 juta.

11

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1

Simpulan
Negara Indonesia mengemban amanat untuk mewujudkan ketahanan pangan

sebagaimana Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 didukung dengan potensi
kelautan yang sangat luas, dengan melihat fakta, logikanya dengan garis pantai yang
sangat panjang tersebut. Belum lagi Negara Indonesia adalah Negara dengan Iklim
Tropis, maka sangat mungkin Indonesia menjadi negara pembuat garam terbesar di
dunia.
Data resmi menyebutkan bahwa rasio kebutuhan garam dalam negeri dengan
hasil produksi nasional tidak sebanding. Sesuai perhitungan kebutuhan garam dalam
negeri mencapai 3.251.691 ton, sementara produksi garam nasional hanya 1.113.118
ton. Untuk memenuhi kekurangannya tersebut diharuskan impor yang besarnya
mencapai 2.615.200 ton. (Pidato Menteri Kelautan di Kongres Garam Rakyat,
Bangkalan, Juli 2012).
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Indonesia menargetkan
produksi garam Indonesia mencapai 3,3 juta ton tahun ini, dan telah mencanang kan
swasembada garam tahun 2015. Mengingat potensi sumber daya alam Indonesia

memiliki peluang untuk dapat memenuhi kebutuhan garam nasional, bahkan ke
depannya pemerintah mentargetkan Indonesia menjadi negara eksportir garam. Di
mana tahun depan diharapkan mengalami swasembada, beberapa programnya yang di
tempuh demi terwujudnya ketahanan pangan garam Nasional.
4.2

Rekomendasi
Langkah yang bisa diambil Negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 dalam mewujudkan ketahanan pangan
Nasional, dalam hal ini adalah garam Nasional adalah sebagai berikut:

12

1. Kelembagaan atau organisasi petani garam yang sudah ada harus lebih di
berdayakan lagi supaya dalam situasi tertentu mempunyai posisi tawar yang baik
dalam menentukan harga, kualitas dan kuantitas. Seperti pepatah mengatakan
“Petani Subur Rakyat Makmur”.
2. Pemerintah harus lebih memperhatikan sentra-sentra garam di beberapa wilayah
pesisir Indonesia seperti, Sampang, Pati, Rembang, Indramayu dan Madura baik
itu dari infrastruktur dan fasilitas produksi karena masih banyak lahan potensial
yang dimanfaatkan masih setengahnya dan pengelolaannya masih tradisional.
3. Pintar dalam permodalan dan manajemen usaha, Ini merupakan masalah klasik
bagi para petani garam di Indonesia, padahal dalam buku Entrepreneurship
Menjadi Pebisnis Ulung3 di sebutkan kiat-kiat dalam permodalan usaha agar lebih
mudah, seperti pendanaan ekuitas, pendanaan utang dan tabungan pribadi atau
keluarga, karena banyak kasus pada umumnya pihak petani garam ketergantungan
terhadap tengkulak atau pengijon cukup tinggi dalam hal pendanaan modal.
Manajemen pengelolaan usaha garam rakyat belum tertata secara baik, padahal
secara sederhana mereka bisa menerapkan empat fungsi dasar manajemen
Planning, Organizing, Directing dan Controling.4
4. Regulasi yang jelas dari pemerintah yang menyangkut pengaturan pengadaan
garam, penetapan harga awal dan pengaturan garam impor. Serta disosialisasikan
kepada para petani garam.
5. Tata niaga garam yang masih harus diperbaiki, tujuannya meningkatkan produksi
garam dalam negeri dan diserap, baik untuk keperluan industri maupun konsumsi
untuk masyarakat. Tentunya pemerintah harus bisa mengawal dan memfasilitasi
agar produksi dan kualitas garam dalam negeri bisa sejajar dengan impor.

3 Karangan DR. IR. Eddy Soeryanto Soegoto, halaman 54-55
4 Buku “ Entrepreneurship menjadi pebisnis ulung” karangan DR. IR. Eddy Soeryanto Soegoto

13

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Soegoto, Eddy Soeryanto. 2009. Entrepreneur Menjadi Pebisnis Ulung. Penerbit PT
Elex Media komputindo. Jakarta.
Jurnal:
Data BKPP Propinsi Kalimantan Timur
http://bkpp.kaltimprov.go.id/id/tentang-kami/tujuan-dan-sasaran-strategis
Diakses pada hari Senin, 31 Maret 2014, pukul 07.30 WIB.
Etika Bisnis Dalam Hukum Positif.
http://lailly0490.blogspot.com/2011/10/etika-bisnis-dalam-hukum-positif-kasus.html
Diakses pada hari Senin, 31 Maret 2014, pukul 08.45 WIB.
Karya Ilmiah pada Perpustakaan IPB.
http://library.mb.ipb.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=mbipb12312421421421412-yuliamusti-1255&q=Weight
Diakses pada hari Senin, 31 Maret 2014, pukul 06.15 WIB.
Makalah Ketahanan Pangan.
http://rahmifauziyah914.blogspot.com/2013/03/makalah-ketahanan-pangan.html
Diakses pada hari Senin, 31 Maret 2014, pukul 08.30 WIB.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/6022/Kemenperin-Dorong-Produksi-GaramDengan-Inovasihttp://www.ptgaram.com/probis.php
Diakses pada hari Minggu, 30 Maret 2014, pukul 16.15 WIB.

14

Kementerian Kelautan dan Perkanan Republik Indonesia.
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/6199/Benahi-Tata-Niaga-Garam-Nasional/
Diakses pada hari Sabtu, 29 Maret 2014, pukul 16.50 WIB.
Kementerian koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia.
http://www.menkokesra.go.id/content/fadel-indonesia-impor-garam-malu-ah
Diakses pada hari Sabtu, 29 Maret 2014, pukul 15.45 WIB.
Situs:
http://ekonomi.menit.tv/read/2014/02/16/43175/31/3/DPRD-Pamekasan-Stop-ImporGara
http://finance.detik.com/read/2013/08/06/183539/2325181/1036/meski-laut-luas-rimasih-impor-garam-dari-australiadansingapura
http://m.okezone.com/breaking/452
http://www.beritasatu.com/blog/ekonomi/2070-mewujudkan-kemandirian-danketahanan-pangan.html
http://www.ptgaram.com/manajemen.php
http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/12631
http://www.tubasmedia.com/topik/garam/

15

LAMPIRAN
Gambar 1 :

16

Gambar 2 :

17