Hukum Waris dalam Hukum Perdata (1)

MAKALAH

HUKUM WARIS
TUGAS HUKUM PERDATA

Disusun oleh:

Deni Rahmating Putra
Devina S. Maretarani
Dewi Nuratmaning
Dhiya’ulhaq Safitri
Diah Andari

Fakultas Hukum
Universitas Mataram
2016
HUKUM WARIS

POLA PEMBAGIAN WARISAN

A. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris diatur di dalam Buku II KUH Perdata. Jumlah pasal yang
mengatur hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal 830 s.d
1130 KUH Perdata. Dan juga diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991.
Di dalam komplikasi Hukum Islam, yaitu dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991
telah diatur dan dimasukkan pengertian hukum waris. Pasal 171 huruf a
Inpres Nomor 1 Tahun 1991 berbunyi “ Hukum Kewarisan adalah hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikakn harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagian masing-masing”.
Ruang lilngkupnya meliputi: pemindahan hak pemilikan, penentuan siapasiapa yang berhak menjadi ahli waris, dan bagiannya masing-masing.
Unsur-unsur hukum waris:
1.
2.
3.
4.
5.

Kaidah hukum
Pemindahan harta kekayaan pewaris
Ahli waris

Bagian diterimanya
Hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga

Hukum waris dapat dibedakan menjadi dua , yaitu hukum waris tertulis
dan hukum waris adat. Hukum waris tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi.
Sedangkan hukum waris adat adalah hukum waris yang hidup dan tumbuh
dalam masyarakat adat. Ahli waris adalah orang yang berhak menerima
warisan dari pewaris.
B. Orang-Orang yang Berhak Menjadi Ahli Waris
Orang yang berhak menjadi ahli waris dibedakan menjadi dua: (1)
ditentukan oleh undang-undang, dan (2) wasiat.
Ahli waris yang ditentukan oleh undang-undang adalah orang yang berhak
menerima warisan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Ahli waris karena UU ini diatur dalam Pasal 832 KUH Perdata
dan Pasal 174 Inpres Nomor 1 Tahun 1991. Orang yang berhak menjadi ahli
waris menurut UU adalah:
1. Para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin
2. Suami atau istri yang hidup terlama
Pasal 174 Inpres Nomor 1 Tahun 1991, ahli waris dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu:

1. Menurut hubungan darah
2. Menurut hubungan perkawinan
Ahli waris karena hubungan darah seperti:
1.
2.
3.
4.

Ayah
Ibu
Anak laki-laki
Anak perempuan

5. Saudara laki-laki
6. Saudara perempuan
7. Kakek
8. Nenek


Ahli waris karenan hubungan perkawinan adalah ahli waris yang timbul
karena adanya hubungan perkawinan antara pewaris dengan ahli waris. Yang
termasuk ahli waris hubungan perkawinan adalah duda atau janda. Apabila
semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya:
1.
2.
3.
4.

Anak
Ayah
Ibu
Janda atau duda

Kewajiban ahli waris yaitu:
1.
2.
3.
4.


Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai
Menyelesaikan baik utang termasuk menagih piutang
Menyelesaikan wasiat pewaris
Membagi harta warisan secara adil

Ahli waris menurut wasiat adalah ahli waris yang menerima warisan
karena adanya wasiat (testamen) dari pewaris kepada ahli waris, yang
dituangkan dalam surat wasiat. Surat wasiat (testamen) adalah suatu akta
yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan
terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali
(Pasal 875 KUH Perdata).
C. BAGIAN YANG DITERIMA AHLI WARIS

1. Bagian Keturunan dan Suami-Istri (Pasal 852 KUH Perdata)
Bagian yang diterima keturunan, suami atau istri adalah sama
besar.
2. Bagian Bapak, Ibu, Saudara Laki-Laki, dan Saudara Perempuan
(Pasal 854 s.d 856 KUH Perdata)
Apabila pewaris tidak meninggalkan keturunan maupun suami
atau istri, sedangkan bak dan ibunya masih hidup, maka mereka

(bapak dan ibu) mendapat bagian 1/3 dari warisan, sedangkan
saudara laki-laki dan perempuan 1/3 bagian. Bagian mereka
tergantung pada kuantitas dari saudara laki-laki atau saudara
perempuan dari pewaris.

a. Apabila pewaris meninggalkan seorang saudara perempuan dan
saudara laki-laki, maka hak dari bapak atau ibu yang hidup terlama
adalah ½ bagian
b. Apabila pewaris meninggalkan dua orang saudara laki-laki dan
perempuan maka yang menjadi hak dari bapak dan ibu yang hidup
terlama adalah 1/3 bagian
c. Apabila pewaris meninggalkan lebih dari dua saudara laki-laki dan
perempuan, maka yang menjadi hak dari bapak atau ibu yang hidup
terlama adalah 1/4 bagian
Sisa dari warisan itu menjadi hak dari saudara laki-laki dan perempuan
dari pewaris dan bagiannya sama besar. Apabila pewaris tidak
meninggalkan keturunan, suami atau istri, sedangkan bapak atau ibu telah
meninggal lebih dahulu, maka yang berhak menerima seluruh harta
warisan dari pewaris adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan.


3. Bagian Anak Luar Kawin (Pasal 862 s.d 871 KUH Perdata)

a. Jika yang meninggal, meninggalkan keturunan yang sah atau
seseorang suami atau istri maka bagian dari anak luar kawin adalah
1/3 bagian dari yang sedianya diterima, seandainya mereka anak
yang sah (Pasal 863 KUH Perdata)
b. Jika pewaris tak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri,
akan tetapi meninggalkan keluarga sederajat dalam garis keatas
ataupun saudara laki-laki dan perempuan atau keturunan mereka,
maka anak luar kawin mendapat ½ bagian dari warisan (Pasal 863
KUH Perdata)
c. Jika pewaris hanya meninggalkan sanak saudara dalam derajat
yang lebih jauh, maka bagian dari anak luar kawin adalah ¾ bagian
(Pasal 863 KUH Perdata)
d. Jika salah seorang keluarga sedarah tersebut meninggal dunia
dengan tak meninggalkan sanak saudara dalam derajat yang
mengizinkan pewarisan maupun suami atau istri yang hidup
terlama, maka anak luar kawin berhak untuk menuntut seluruh
warisan dengan mengesampingkan negara (Pasal 873 KUH Perdata)
e. Jika pewaris hanya meninggalkan pewaris lainnya, maka anak luar

kawin mendapat seluruh warisan (Pasal 865 KUH Perdata)

4. Anak Zina
Pada dasarnya anak zina tidak mendapat warisan dari pewaris, tetapi
anak zina hanya berhak mendapatan nafkah seperlunya.

Dalam hukum waris Islam juga ditentukan secara sistematis besarnya
bagian yang diterima ahli waris.
1. Anak Perempuan (Pasal 176 Inpres Nomor 1 Tahun 1991)
a. Apabila anak perempuan mendapa seorang diri ia mendapat ½
bagian
b. Apabila terdiri dai dua orang atau lebih anak perempuan

c. Apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki,
maka bagian anak laki-laki dua berbanding sau dengan
perempuan (Pasal 176 KHI)
2. Bagian Ayah (Pasal 177 Inpres Nomor 1 Tahun 1991)
a. Apabila pewaris tidak meninggalkan anak, maka ayah mendapat
sepertiga bagian
b. Apabila pewaris meninggalkan anak, ayah mendapat 1/6 bagian

3. Bagian Ibu (Pasal 178 Inpres Nomor 1 Tahun 1991)
a. Apabila pewaris ada anak atau dua saudara atau lebih, hak ibu
mendapat 1/6 bagian
b. Apabila pewaris tidak ada anak, maka hak ibu 1/3 bagian dari
sisa, sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama
dengan ayah

4. Bagian Duda (Pasal 179 Inpres Nomoe 1 Tahun 1991)

a. Apabila pewaris tidak meninggalkan anak, hak duda adalah ½
bagian
b. Apabila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat hak
¼

5. Bagian Saudara Laki-Laki dan Saudara Perempuan Seibu
(Pasal 181 Inpres Nomor 1 Tahun 1991)

a. Apabila seorang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak dan
ayah, maka hak dari saudara laki-laki dan saudara perempuan
seibu masing-masing 1/6 bagian

b. Bila mereka dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama
mendapat 1/3 bagian

6. Bagian Saudara Perempuan Sekandung dan Seayah (Pasal 182
Inpres Nomor 1 Tahun 1991)
Bila pewaris meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak, sedang
ia mempunyai:
a. Satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia
mendapat ½ bagian
b. Saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, mak
mereka bersama-sama mendapat 2/3 bagian
c. Saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki
adalah 2:1 dengan saudara perempuan

Di dalam KUH Perdata anak luar kawin mendapat warisan dari orang
tua yang mengakuinya, sedangkan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991,
bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan saling mewarisi
dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (Pasal 186 Inpres Nomor 1

Tahun 1991) dan tidak mendapat wrisan dari pihak bapak yang
mengakuinya.