Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Gastroretentif Metronidazol dari Film Alginat-Kitosan yang Ditambahkan HPMC

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ulkus peptikum merupakan lesi yang dalam yang terjadi pada mukosa dan
muskularis mukosa saluran cerna. Ulkus peptikum yang sering terjadi adalah ulkus
gastritis dan ulkus duodenum. Ulkus terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor
agresif (asam hidroklorida, pepsin, Helicobacter pylori, NSAIDs) dengan faktor
protektif (antioksidan enzimatis, antioksidan non enzimatis, aliran darah, proses
regenerasi sel, musin, bikarbonat, prostaglandin), yang akhirnya menyebabkan
kerusakan mukosa (Amandeep, et al., 2012). Ulkus peptikum merupakan penyakit yang
sering terjadi secara klinis dan terjadi pada semua usia. Diperkirakan penyakit ini akan
mempunyai pengaruh global yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien (Radhika
dan Ganesh, 2012).
Faktor resiko besar penyebab ulkus meliputi: infeksi bakteri (Helicobacter
pylori), obat-obatan tertentu (NSAIDs), bahan-bahan kimia (HCl/etanol), kanker
lambung dan faktor resiko kecil meliputi: keadaan stres, merokok, makanan pedas dan
defisiensi nutrisi (Amandeep, et al., 2012).
Penghantaran obat dengan sistem gastroretentif (Gastroretentive Drug Delivery
Systems/GDDS) adalah sebuah pendekatan untuk memperpanjang waktu tinggal obat di
lambung, sehingga menargetkan pelepasan spesifik ke lambung dan melepaskan

obatnya secara terus menerus dan terkontrol dalam waktu yang lebih lama, sehingga
akan bermanfaat untuk meningkatkan efikasi dari obat. Perpanjangan waktu tinggal
dalam lambung dari sediaan obat dapat meningkatkan bioavailabilitas, mengontrol

Universitas Sumatera Utara

lamanya pelepasan obat. Disamping itu juga akan bermanfaat bagi kerja lokal obat di
bagian atas saluran pencernaan terutama untuk pengobatan ulkus peptik (Nayak, et al.,
2010).
Beberapa contoh desain dan pengembangan dari sistem gastroretentif meliputi:
sistem penyampaian obat mukoadhesif yang melekat pada permukaan mukosa. Sistem
pengembangan (swelling) yaitu sediaan ketika kontak dengan cairan lambung akan
mengembang dengan ukuran yang mencegah obat melewati pilorus sehingga sediaan
tetap berada dalam lambung untuk beberapa waktu tertentu. Sistem pengapungan
(floating system) yaitu sistem penyampaian dengan menggunakan sediaan dengan
densitas rendah sehingga dapat mengapung dan bertahan dalam lambung untuk
beberapa waktu, dan selanjutnya sediaan dengan densitas tinggi yang ditahan pada dasar
dari lambung (Ami, et al., 2012; Nayak, et al., 2010).
Beberapa penelitian telah menjelaskan tentang penggunaan alginat-kitosan
dalam formulasi pelepasan obat terkontrol, sediaan film dan sediaan gastroretentif,

seperti formulasi mikropartikel alginat-kitosan sebagai mukoadhesif yang mengandung
prednisolon untuk pelepasan terkontrol (Wittaya, et al., 2006), sediaan floating dan
mukoadhesif dari bead alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin sebagai
gastroretentif mampu memperpanjang pelepasan obat selama lebih dari 6 jam dalam
lambung (Sahasathian, et al., 2010). Evaluasi fisika-kimia film alginat/kitosan yang
mengandung natamycin sebagai agen antimikroba. Silvaa, et al., 2005) dan Lilian et al,
(2011), membuat campuran film kitosan kationik dengan ekstrak protein quinoa anionik
yang dapat digunakan sebagai edibel film untuk tujuan pengemasan dalam industri
makanan.

Universitas Sumatera Utara

Sementara sediaan gastroretentif bentuk matriks film dengan menggunakan
HPMC dan eudragit sebagai polimer dan dibutil ftalat sebagai plastisizer menunjukkan
bahwa sediaan film mampu bertahan dalam lambung hingga 6 ± 0,5 jam dalam kondisi
puasa dan 8 jam dalam keadaan makan (Sathish, et al., 2013).
Alginat merupakan suatu polisakarida yang dihasilkan dari ganggang coklat
(Phaeophyceae) dan bakteri. Alginat adalah kopolimer anionik linier yang terdiri dari
residu asam β-D-manuronat dan asam α-L-guluronat dalam ikatan 1,4. Kelebihan yang
paling penting dari natrium alginat sebagai matriks untuk formulasi pelepasan terkontrol

adalah karena sifatnya yang biodegradabel dan biokompatibel (Sachan, et al., 2009).
Kitosan merupakan derivat kitin adalah biopolimer kedua terbanyak yang
terdapat di alam sesudah sellulosa. Terdapat pada hewan khususnya kerang-kerangan,
kulit kepiting dan udang. Kitosan bersifat non toksik, membentuk film (film former),
biokompatibel, biodegradable dan bersifat mukoadhesif. Mekanisme kerja mukoadhesif
terjadi melalui interaksi ionik antara gugus amino kitosan yang bermuatan positif
dengan muatan negatif asam sialat yang terdapat dalam mukus. Selain itu, polimer
hidrofilik ini menarik cairan dari lapisan gel mukus yang terdapat pada permukaan
epitel dan akan mengembang dalam suasana asam (Felt, et al., 1998;Yogeshkumar, et
al., 2013)
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk merancang suatu sediaan
metronidazol model baru dengan sistem penyampaian obat gastroretentif, dengan
bentuk sediaan berupa film yang digulung atau dilipat, kemudian dimasukkan ke dalam
cangkang kapsul, dan saat kapsul hancur di lambung, film akan membentang kembali,

Universitas Sumatera Utara

sehingga memperpanjang waktu tinggal obat di lambung, dan melepaskan obatnya
secara terus menerus dan terkontrol dalam waktu yang lebih lama.
Kitosan, alginat dan HPMC adalah polimer yang digunakan untuk formulasi

sediaan gastroretentif berbentuk film dalam penelitian ini, serta gliserin sebagai
plastisizer. Alginat dan kitosan mempunyai muatan yang berlawanan sehingga akan
membentuk kompleks polielektrolit yang memiliki karakteristik menarik untuk aplikasi
pelepasan terkontrol (Yan, et al., 2001). Sifat-sifat dan kemampuan kitosan membentuk
film, bersifat mukoadhesif, dan mengembang dalam suasana asam akan sangat cocok
dikombinasikan dengan alginat

yang mengontrol pelepasan obat dan bertahan di

lambung sebagai sediaan gastroretentif. HPMC merupakan hidrokoloid yang dapat
membentuk gel (gel-forming hydrocolloids) sehingga sering digunakan sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan sediaan pelepasan terkontrol (Nayak, et.al., 2012)
Metronidazol merupakan suatu nitroimidazol yang digunakan untuk penanganan
infeksi anaerob. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM50) metronidazol yang
dibutuhkan untuk mempengaruhi strain patogen periodontal umumnya adalah kurang
dari 1 μg/ml (Dumitrescu, 2011). Penelitian Suwandi, (2003) menunjukkan bahwa
setelah 8 jam pemberian lokal gel metronidazol 25%, dapat dicapai konsentrasi obat 128
μg/ml, atau sebanyak 100 kali KHM kebanyakan bakteri anaerob.
Untuk penelitian lebih lanjut tentang pengobatan ulkus yang disebabkan oleh
bakteri Helicobacter pylori maka peneliti tertarik untuk meneliti pembuatan sediaan

film dari alginat dan kitosan dengan menggunakan metronidazol sebagai model obat.
Metronidazol adalah obat antibiotik yang digunakan terutama dalam pengobatan infeksi
yang disebabkan oleh organisme yang rentan, terutama bakteri anaerob dan protozoa.

Universitas Sumatera Utara

Pengobatan ulkus yang disebabkan oleh Helicobacter pylori dengan menggunakan
sediaan konvensional dari metronidazol kurang efektif karena membutuhkan waktu
pengobatan yang lama dan frekuensi pemberian obat yang tinggi sehingga mengurangi
kepatuhan pasien. Oleh karena itu perlu dibuat sediaan yang dapat memperlama waktu
tinggal metronidazol di lambung dan memiliki pelepasan yang berkelanjutan (sustained
release).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apakah metronidazol dapat diformulasi dalam bentuk film alginat-kitosan
sebagai sediaan Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS)?
b. Apakah metronidazol yang diformulasi dalam bentuk film alginat-kitosan dapat
memberikan pelepasan Sustained Release (SR)?
c. Apakah bentuk sediaan gastroretentif film alginat-kitosan yang mengandung
metronidazol sebagai antimikroba mampu menunjukkan efek anti-mikrobanya?

1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penelitian ini
adalah:
a. Alginat-kitosan merupakan suatu polimer yang dapat berinterakasi membentuk
kompleks polielektrolit yang dapat diaplikasikan terhadap metronidazol sebagai
suatu sediaan film yang bertahan lebih lama dalam lambung/GDDS dan HPMC
merupakan

hidrokoloid

yang

dapat

membentuk

gel

sehingga


dapat

memperlambat pelepasan obat..

Universitas Sumatera Utara

b. Metronidazol yang diformulasikan dalam sediaan film alginat-kitosan dapat
memberikan pelepasan Sustained Release (SR).
c. Sediaan GDDS dari film alginat, kitosan dan HPMC yang mengandung
metronidazol sebagai antimikroba yang dilipat dan dimasukkan dalam kapsul
mempunyai sifat elastis dan akan membentang kembali ketika kapsul hancur di
lambung sehingga mencegah obat melewati pilorus, ditambah lagi dengan
kitosan yang bersifat mukoadhesif serta mengembang dalam suasana asam akan
lebih membantu sediaan tertahan di lambung dan memberikan efek antimikroba
dalam waktu yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional yang diuji
secara in vitro.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat formula film alginat-kitosan
dan film alginat-kitosan yang ditambahkan HPMC sebagai suatu sediaan metronidazol
dalam bentuk film yang mampu bertahan lebih lama dalam lambung/GDDS dan

memberikan pelepasan Sustained Release (SR) serta mempu memberikan aktivitas
antibakteri dalam durasi yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional yang diuji
secara in vitro.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi dan kontribusi dalam pengembangan Sistem
Penyampaian Obat/Drug Delivery System (DDS) terutama dalam teknologi sediaan
obat-obat yang tertahan di lambung (Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS).

Universitas Sumatera Utara

Sediaan GDDS dapat mengontrol lamanya pelepasan obat dalam lambung sehingga
lebih efektif.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1. Variabel bebas pada
Formula F1-F9 adalah konsentrasi alginat dan kitosan, sedangkan pada F10-F13
variabel bebasnya adalah konsentrasi alginat, kitosan, dan HPMC.
Latar Belakang

Penyelesaian


Variabel Bebas

Variabel Terikat

Parameter

ukuran
Spesifikasi
film

berat
tebal

Kendala pada
penghantaran
obat di
lambung dari
sediaan
konvesional
untuk

pengobatan
ulkus yang
disebabkan
oleh bakteri
Helicobacter
pylori adalah
waktu
tinggalnya
yang singkat
di lambung

Unfolding
Behavior
Pembuatan
sediaan
film yang
dapat
bertahan
lama di
lambung


Konsentrasi
alginat

Konsentrasi
kitosan

Konsentrasi
HPMC

Kemampuan
membentang
kembali

Integritas
Film

lama film
utuh di
lambung

Aktivitas
Antibakteri

Diameter
daerah
hambat

Pelepasan
Metronidazol
dari film
alginat-kitosan

Jumlah obat
yang terlepas
(%)

Kinetika
Pelepasan
Metronidazol
dari film
alginatkitosan
SEM

Gambar 1.1 Bagan kerangka pikir penelitian

Orde
pelepasan
Morfologi
permukaan
film sebelum
dan setelah
pengembangan

Universitas Sumatera Utara