Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Perilaku

2.1.1

Pengertian
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) mendefinisikan
perilaku sebagai hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan
(respon). Perilaku terjadi melalui proses rangsangan yang diberikan terhadap
organisme atau subjek dan kemudian organisme memberikan tanggapan. Maka

melalui proses ini dikenal teori Skinner yang sering disebut “S-O-R” atau
StimulusOrganizeRespon. Dalam dunia kedokteran maupun kesehatan,
perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor
penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan.
Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan
yang holistik dan komprehensif.

69
Universitas Sumatera Utara

13

2.1.2

Ruang lingkup
Menurut Benjamin Bloom yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010) ada

tiga bidang perilaku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian dalam
perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi
menjadi tiga tingkat:

a.

Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Adapun tingkat pengetahuan secara
garis besar terbagi atas tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi
(application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
b.

Sikap (attitude)
Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
Sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Berikut adalah tingkatan sikap menurut intesitasnya: menerima (receiving),
menanggapai (respondong), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab
(responsible).
c.


Tindakan atau praktik (practice)
Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk

tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah
dimiliki. Bloom membedakan tindakan menjadi 3 tingkatan yaitu praktik

Universitas Sumatera Utara

14

terpimpin (guided response), praktik secara mekanisme (mechanism), serta adopsi
(adoption).
2.1.3

Motivasi dan Kaitannya dengan Pembetukan Perilaku
Dalam panduan asuhan persalinan normal (APN) telah jelas dianjurkan

kepada tenaga kesehatan untuk membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke
kulit pada dada ibu paling sedikit 1 jam dan melakukan perlakuan-perlakuan lain

pada bayi setelahnya. Waktu selama 1 jam tersebut dapat dimanfaatkan untuk
melakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Pada praktiknya tenaga kesehatan tidak
selalu menerapkan tindakan pada panduan APN tersebut.
Perilaku seorang tenaga kesehatan yang terbentuk saat menolong
persalinan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, termasuk motivasi yang melatarbelakangi untuk bertindak sesuai tanggung jawab atau peran yang diharapkan.
Kata motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti dorongan
dari dalam diri manusia untuk bertindak atau perilaku. Pengertian motivasi
menurut Terry G yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012) adalah keinginan yang
terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan (perilaku). Notoatmodjo sendiri dalam bukunya memberikan
pengertian yang sederhana tentang motivasi yaitu alasan (reasoning) seseorang
untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan
menurut Malone yang dikutip dalam penelitian Yulianti (2010) membedakan
motivasi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah motivasi yang ada dalam diri sendiri yang sesuai atau sejalan

Universitas Sumatera Utara

15


dengan kebutuhan. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena adanya
ransangan dari luar individu misalnya insentif, kebutuhan, dan keberhasilan.
Teori Motivasi “Dua Faktor” Herzberg
Mengutip dalam Notoatmodjo (2012), seorang ahli psikologi dari Amerika
Serikat, Frederick Herzberg, mengembangan teori tentang motivasi yang disebut
Herzberg’s Two Factors Motivation Theory” atau teori motivasi dua faktor.
Faktor yang memengaruhi seseorang adalah:
a.

Faktor motivasional
Faktor ini disebut sebagai faktor penyebab kepuasan (satisfier) yang

menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Apabila tenaga kerja mencapai
kepuasan dalam bekerja, maka akan menggerakkan motivasi yang kuat bagi
seorang pekerja yang akhirnya akan dapat menghasilkan kinerja yang tinggi.
Faktor motivasional (kepuasan) ini mencakup prestasi (achievement) yang
diperoleh dalam bekerja, penghargaan (recognation) yang diberikan oleh atasan
atau orang lain dalam lingkungan kerja, tanggung jawab (responsibility) yang ada
dalam diri orang tersebut, kesempatan untuk maju (possibility of growth) yang
diterima atau diberikan bagi tenaga kerja seperti promosi jabatan, serta pekerjaan

itu sendiri (work).
b.

Faktor higiene
Faktor ini disebut juga sebagai faktor ketidakpuasan (dissatisfacion),

menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan (maintanance). Pemeliharaan yang
dimaksudkan ialah merupakan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesehatan
badaniah. Jika faktor-faktor ini hilang dapat menimbulkan ketidakpuasan. Faktor

Universitas Sumatera Utara

16

ini antara lain lingkungan fisik kerja (physical environment), hubungan
interpersonal (interpersonal relationship) dengan orang-orang yang ada di
lingkungan kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan (company and
administration policy), pengawasan (supervision), gaji (salary) yang diterima oleh
tenaga kerja serta keamanan atau rasa aman saat bekerja (job security).
2.2


Tenaga Kesehatan

2.2.1

Pengertian dan Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan ialah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan, dimana untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan (UU No. 36 Tahun 2009).
Pada Pasal 1 UU Nomor 7 Tahun 2008 Perda Kabupaten Klaten dituliskan
definisi dari tenaga kesehatan dalam kaitannya dengan kegiatan inisiasi menyusu
dini dan pemberian ASI eksklusif yaitu seorang profesional yang bekerja di
bidang kesehatan yang mempunyai kompetensi untuk menolong persalinan, dan
pelayanan kesehatan ibu dan anak, meliputi perawat, bidan, dokter, dokter
spesialis kebidanan dan kandungan, dan dokter spesialis anak.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan, jenis tenaga kesehatan terdiri dari:
a.


Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi

b.

Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan

c.

Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker

Universitas Sumatera Utara

17

d.

Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian


e.

Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan dietisien

f.

Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara

g.

Tenaga keteknisian medis. meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik
prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.

2.2.2

Tugas dan Peran Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang


kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan (Pasal 3
Perpem No. 32 Tahun 1996). Tugas dan peran tenaga kesehatan masing-masing
jenis tenaga kesehatan ditetapkan oleh menteri dalam suatu standar profesi tenaga
kesehatan. Dalam hal pelaksanaan inisiasi menyusu dini di RSUD dr. Djasamen
Saragih dilakukan oleh tenaga keperawatan yaitu bidan. Peran dan tugas bidan
yang

diatur

dalam

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI


Nomor

938/Menkes/SK/VII/2007 yang dirangkum dalam suatu Standar Asuhan
Kebidanan dengan ruang lingkup pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi.
Standar Asuhan Kebidanan digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan
tindakan atau kegiatan dalam lingkup tanggung jawab bidan di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk Rumah Sakit. Hal ini ditujukan untuk mewujudkan
pelayanan kebidanan yang berkualitas mengingat bahwa bidan merupakan salah

Universitas Sumatera Utara

18

satu tenaga kesehatan yang berperan penting dan berperan strategis dalam
penurunan AKI dan AKB. Ini juga menjadi ukuran tingkat kualitas dan
keberhasilan asuhan yang diberikan oleh bidan. Standar Asuhan Kebidanan
meliputi tindakan Pengkajian, Perumusan Diagnosa dan Masalah Kebidanan,
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
2.3

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

2.3.1

Pengertian dan Tata Laksana
Inisiasi menyusu dini atau yang lebih sering disebut IMD adalah perlakuan

yang diberikan segera pada bayi sampai satu jam setelah kelahiran dimana bayi
dibiarkan menyusu sendiri pada ibunya dengan cara meletakkan bayi merangkak
di dada ibunya. Utami Roesli dalam bukunya menuliskan bahwa permulaan
menyusu dini (early initiation) adalah bayi menyusu sendiri setelah lahir. Pada
saat early initiation ini bayi dibiarkan merangkak mencari payudara ibunya, dan
sampai akhirnya bayi menemukan dan menghisap puting susu ibunya. Proses ini
disebut juga dengan proses the breast crawl (Roesli; 2008)
Adapun tata laksana inisiasi menyusu dini bagi ibu melahirkan seperti
yang tertulis pada Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Nomor 435 Tahun 2008 yaitu:
1.

Menganjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan

2.

Dalam menolong ibu saat melahirkan, tenaga kesehatan disarankan untuk
tidak atau mengurangi mempergunakan obat kimiawi dapat digantikan
dengan aromaterapi, bergerak, pijat dan sebagainya

3.

Membiarkan ibu menentukan cara dan posisi melahirkan

Universitas Sumatera Utara

19

4.

Mengeringkan bayi secepatnya tanpa menghilangkan vernix yang
menyamankan kulit bayi

5.

Menengkurapkan bayi di dada atau perut ibu dengan kulit bayi melekat
pada kulit ibu. Kemudian menyelimutkan keduanya, atau bila perlu dapat
menggunakan topi bayi

6.

Membiarkan bayi mencari puting susu ibu sendiri

7.

Mendukung dan membantu ibu mengenali tanda-tanda atau perilaku
sebelum menusu yang dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam
bahkan lebih. Kemudian membiarkan bayi dalam posisi kulit bersentukan
dengan kulit ibu samapi proses menyusu pertama selesai

8.

Ibu melahirkan dengan tindakan seperti operasi, diberikan kesempatan skin
to skin contact

9.

Setelah proses menyusu pertama selesai, pisahkan sementara bayi dari ibu
untuk ditimbang, diukur, dan dicap. Tunda prosedur yang invasif seperti
suntikan vitamin K dan menetes mata bayi

10.

Ibu-bayi tetap tidak dipisahkan selama 24 jam, dirawat gabung, hindarkan
prelakteal (pemberian makanan atau minuman selain ASI)

Universitas Sumatera Utara

20

Adapun pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 33 Tahun 2012 sebagai berikut:
Pasal 9
(1)

Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada
ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.

(2)

Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu
sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu tanpa memandikan bayi terlebih
dahulu.

Pasal 10
(1)

Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
menempatkan ibu dan bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung
kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.

(2)

Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat
memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.

Universitas Sumatera Utara

21

2.3.2

Maksud dan Tujuan
Dengan inisiasi menyusu dini, Angka Kematian Bayi dapat diturunkan

sebanyak 22%. Tindakan inisiasi menyusu dini juga akan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh bayi terhadap penyakit-penyakit yang beresiko
fatal pada bayi (Roesli, 2008). Dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini
diharapkan akan mendorong ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif
sehingga bayi juga mendapatkan manfaat ASI bagi tubuhnya.
Dalam hasil penelitiannya, Dinartiana dan Sumini (2010) menyimpulkan
bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pelaksanaan inisiasi menyusu dini
terhadap keberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang mempunyai bayi
usia 7-12 bulan di Kelurahan Gunungpati Kota Semarang.
Manfaat menyusui menurut Roesli (2008) ialah mengurangi resiko kanker
payudara (ca mamma), mengurangi resiko kanker indung telur (ca ovarium) dan
kanker rahim (ca endometrium), mengurangi pengeroposan tulang (osteoporosis),
merupakan metode KB paling aman, mengurangi stres dan gelisah, serta
membantu mengembalikan berat badan normal ibu.
Menurut Suryaprajogo (2010) dalam penelitian Hartatik tahun 2012,
berikut adalah manfaat pelaksanaan inisiasi menyusu dini:
1.

Bayi akan mendapatkan kolostrum yang bermanfaat bagi sistem kekebalan
bayi.

2.

Mempermudah proses menyusu di kemudian hari (setelah IMD), sehingga
kegagalan menyusu akan berkurang jauh.

Universitas Sumatera Utara

22

3.

Pada saat bayi mengisap payudara ibu maka hormon oksitosin akan
dilepaskan

sehingga

membantu

involusi

uterus

dan

membantu

mengendalikan pendarahan.
4.

Merangsang kotraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko pendarahan
sesudah melahirkan.

5.

Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi.

6.

Memperbesar peluang ibu dalam memantapkan dan melanjutkan kegiatan
menyusu pada bayi.

7.

Mempertahankan suhu bayi tetap hangat.

8.

Menenangkan ibu dan bayi serta meregulasi pernapasan dan detak jantung.

9.

Melatih saraf motorik bayi saat menyusu dini (menemukan sendiri puting
susu ibu) yang nantinya mengurangi kesulitan bayi dalam menyusu
kemudian.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 7

Tahun 2008 maksud dan tujuan dilakukannya inisiasi menyusu dini yaitu:
1.

Kontak kulit dengan kulit membuat ibu dan bayi lebih tenang

2.

Saat IMD bayi menelan bakteri baik dari kulit ibu yang akan membentuk
koloni di kulit dan usus bayi sebagai perlindungan diri

3.

Kontak kulit dengan kulit antara ibu dan bayiakan meningkatkan ikatan
kasih sayang ibu dan bayi

4.

Mengurangi perdarahan setelah melahirkan

5.

Mengurangi terjadinya anemia

Universitas Sumatera Utara

23

2.3.3

Alasan medis yang dapat diterima sebagai dasar penggunaan
pengganti ASI
Menurut buku daftar alasan pemberian suplementasi yang dapat diterima

secara medis sebagai dasar penggunaan pengganti ASI sementara atau jangka
panjang dilihat dari kondisi bayi dan kondisi ibu (WHO; 2012).
Kondisi pada bayi:


Bayi dengan galaktosemia klasik: diperlukan formula khusus bebas
galaktosa.



Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel / maple syrup urine
disease: diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin dan valin.



Bayi dengan fenilketonuria: dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin
(dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan ketat).



Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 g (berat lahir sangat
rendah).



Bayi lahir kurang dari 32 minggu dari usia kehamilan (amat prematur).



Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia
Kondisi pada ibu:



Infeksi HIV



Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya
sepsis.



Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1): kontak langsung antara luka pada
payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif
telah diterapi hingga tuntas.



Pengobatan ibu

Universitas Sumatera Utara

24



Abses payudara: menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak
terkena abses; menyusui dari payudara yang terkena dapat dilanjutkan
setelah perawatan mulai.



Hepatitis B: bayi harus diberi vaksin hepatitis B, dalam waktu 48 jam
pertama atau sesegera mungkin sesudahnya



Hepatitis C.



Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk
mencegah progresivitas penyakit



Tuberkulosis: ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman
tuberkulosis nasional



Penggunaan zat-zat:
a. Penggunaan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulan
sejenis oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang
disusui;
b. Alkohol, opioid, benzodiazepin dan ganja dapat menyebabkan sedasi
pada ibu dan bayi.

2.3.4 Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM)
Inisiasi Menyusu Dini dimaksudkan juga untuk mendorong ibu mau
menyusui bayinya dan mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif bagi
bayi. Dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004,
pemerintah telah menetetapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui
(LMKM), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

25

1.

Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan
Pemberian

Air

Susu

Ibu

(PP-ASI)

tertulis

yang

secara

rutin

dikomunikasikan kepada semua petugas;
2.

Melakukan pelatihan

bagi

petugas

dalam

hal

pengetahuan dan

keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut
3.

Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai
umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui

4.

Membantu ibu hamil menyusui bayinya dalam 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat
operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar

5.

Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis

6.

Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi
baru lahir

7.

Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24
jam sehari

8.

Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan
terhadap lama dan frekuensi menyusui

9.

Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI

10.

Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan
rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit/rumah
bersalin/sarana pelayanan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

26

2.4

Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian dan Tujuan Penyelenggaraan
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit sebagai salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang
sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai
jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi
satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang
sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian
pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam
Rumah Sakit (UU No. 44 Tahun 2009).
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
disebutkan bahwa tujuan pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit adalah untuk:
a.

Mempermudah

akses

masyarakat

untuk

mendapatkan

pelayanan

kesehatan;
b.

Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;

c.

Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;

d.

Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara

27

2.4.2 Tugas dan Fungsi
Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna
tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Pasal 4 UU No.44 Tahun 2009 menyatakan Rumah Sakit mempunyai
tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Yang
dimaksud dengan pelayanan kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan

kesehatan,

mencegah

dan

menyembuhkan

penyakit,

dan

memulihkan kesehatan.
Untuk menjalankan tugasnya, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a.

Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;

b.

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;

c.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

d.

Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;

Universitas Sumatera Utara

28

2.4.3 Kewajiban
Setiap Rumah Sakit berkewajiban untuk memberikan informasi yang
benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat, memberi pelayanan
kesehatan

yang

aman,

bermutu,

antidiskriminasi,

dan

efektif

dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya, berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya, menyediakan sarana dan
pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin, melaksanakan fungsi sosial
antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin,
pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban
bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan,
membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien, menyelenggarakan rekam
medis, menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anakanak, lanjut usia, melaksanakan sistem rujukan, menolak keinginan pasien yang
bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundangundangan, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien, menghormati dan melindungi hak-hak pasien; melaksanakan
etika rumah sakit; memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana, melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional, membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik

Universitas Sumatera Utara

29

kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya, menyusun dan
melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws), melindungi dan
memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit dalam melaksanakan
tugas, dan memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.
2.5

Landasan Teori
Teori yang digagas oleh Benyamin Bloom mengenai domain perilaku akan

dijadikan dasar untuk melihat perilaku tenaga kesehatan dalam melaksanakan
program inisiasi menusu dini (IMD). Perilaku yang akan diukur mencakup (1)
Pengetahuan, (2) Sikap dan (3) Tindakan.
Kemudian penelitian akan melihat hal yang memengaruhi tindakan tenaga
kesehatan dalam melakukan praktik inisiasi menyusu dini setelah menolong
persalinan. Teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk melihat motivasi
atau alasan di balik tindakan adalah Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg, yakni
yang dibedakan menjadi faktor motivasional dan faktor higienes.
Faktor motivasional terdiri dari: (1) Penghargaan yang diberikan kepada
tenaga kesehatan, (2) Tanggung jawab tenaga kesehatan tersebut dalam
melakukan tindakan sesuai peran, dan (3) Kesempatan yang dimiliki tenaga
kesehatan untuk maju seperti pelatihan. Faktor higienes terdiri dari: (1)
Lingkungan fisik saat bekerja, (2) Hubungan interpersonal, (3) Kebijakan dan
adminstrasi perusahaan, dan (4) Pengawasan.

Universitas Sumatera Utara

30

2.6

Kerangka Konsep

 Karakteristik responden
(tingkat pendidikan, lama
bekerja, umur dan jabatan)
 Pengetahuan
 Sikap
Tindakan
Motivasi atau alasan di balik
tindakan:
a. Faktor Motivasional:
 Penghargaan
 Tanggung jawab
 Kesempatan untuk maju
(pelatihan)
b. Faktor Higienis
 Lingkungan fisik bekerja
 Hubungan interpersonal
 Kebijakan dan administrasi
RS

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

Universitas Sumatera Utara